Anda di halaman 1dari 12

 WARISAN BUDAYA DAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Isu klaim Tari Pendet

oleh Malaysia, seperti juga Batik dan Reog Ponorogo, kemungkinan besar selalu
dikaitkan dengan masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bangsa Indonesia atas
warisan budaya dimaksud. Menghubungkan antara warisan budaya dengan
kepemilikannya secara hukum adalah reaksi yang wajar dan sebenarnya memberikan
sinyal positif bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki pride (rasa bangga) terhadap
kebudayaannya sendiri. Namun demikian, kondisi aktual yang terjadi baik di tingkat
internasional maupun nasional belum memungkinkan dilakukannya klaim HKI atas
warisan budaya. Sampai saat ini, belum ada instrumen hukum internasional yang dapat
dijadikan sebagai payung perlindungan HKI atas warisan budaya. Perbedaan yang tajam
antara khususnya negara maju (yang tidak menghendaki sesuatu yang “kuno” untuk
dilindungi oleh rezim HKI) dan negara sedang berkembang (yang menghendaki
perlindungan, karena sesuatu yang “kuno” ternyata dapat pula menghasilkan keuntungan
finansial yang besar) hingga saat ini belum dapat dicarikan jalan keluarnya yang saling
menguntungkan. Di tingkat nasional, satu-satunya peraturan perundang-undangan yang
mengatur adalah Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang
pada intinya menyatakan bahwa negara melindungi Ekpresi Budaya Tradisional/Folklor
milik bangsa Indonesia. Namun hingga saat ini, peraturan pelaksanaan dari UU ini belum
dapat diwujudkan. Sebuah upaya terobosan yang sedang dilakukan adalah dengan
membuat undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perlindungan dan
Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Sekali lagi,
hingga saat ini, upaya tersebut masih dalam bentuk Rancangan Undang-Undang. Satu
elemen penting di dalam konsep perlindungan HKI -kecuali dalam beberapa hal- adalah
bahwa sesuatu yang dapat dilindungi harus memenuhi syarat “kebaruan”. Artinya, bahwa
sebuah karya yang diciptakan harus merupakan sesuatu yang belum pernah diciptakan
sebelumnya. Dengan demikian, jika dapat dibuktikan sebaliknya, maka suatu ciptaan
tidak dapat dilindungi oleh rezim HKI. Dicoba dianalogikan dengan persoalan klaim
Warisan Budaya bangsa oleh pihak asing, maka diperlukan kemampuan untuk
membuktikan bahwa suatu mata budaya adalah milik bangsa kita. Caranya adalah dengan
mengumpulkan data dan informasi selengkap dan seakurat mungkin mengenai suatu mata
budaya yang ada di Indonesia. Berdasarkan dokumentasi tersebut, dapat dilakukan suatu
“counter publication” secara intensif untuk menunjukkan bahwa mata budaya tersebut
berasal dari dan adalah milik bangsa Indonesia. APA YANG TELAH DILAKUKAN
PEMERINTAH? Melakukan perlindungan Warisan Budaya bangsa bukanlah pekerjaan
yang mudah. Hal tersebut sama halnya seperti upaya membangkitkan kembali kebesaran
bangsa Indonesia di zaman Majapahit. Mengapa demikian? Sebuah negara yang mampu
melindungi dan mempromosikan Warisan Budayanya dengan baik pada umumnya akan
menjadi bangsa yang besar. Sebuah contoh menarik adalah Jepang. Di saat mereka baru
saja kalah perang setelah berakhirnya Perang Dunia II dan semua orang sibuk berusaha
untuk bertahan hidup, Pemerintah Jepang pada tahun 1950 justru mengeluarkan sebuah
undang-undang tentang perlindungan Warisan Budaya Takbenda (WBT). Mereka
berkeyakinan bahwa jika WBT-nya hilang, maka bangsa Jepang tidak akan pernah
menjadi bangsa yang besar. Hari ini -setelah 60 tahun lebih berlalu- mereka
membuktikan bahwa keputusan Pemerintah Jepang pada waktu itu adalah tepat.
Pemerintah RI telah berusaha untuk melakukan berbagai upaya, antara lain: membuat
inventarisasi WBT milik bangsa Indonesia; mendaftarkan mata budaya Indonesia sebagai
warisan budaya dunia di UNESCO; menjadi anggota UNESCO Convention for the
Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage 2003; dan, menyusun RUU tentang
Perlindungan dan Pemanfaatan PT dan EBT. Namun demikian, semua itu tidak akan
memadai, karena perlindungan Warisan Budaya esensinya adalah upaya penanaman
kembali keyakinan di dalam diri bangsa Indonesia bahwa kebudayaan asli kita adalah
sesuatu yang sangat luhur dan membanggakan. Dibutuhkan biaya yang sangat besar dan
keterlibatan seluruh anggota masyarakat secara serentak dan berkelanjutan.
Mengandalkan sepenuhnya kepada upaya Pemerintah dengan anggaran yang terbatas
untuk saat ini tidak mungkin dapat dilakukan. Sebagai contoh, media massa elektronik
televisi perlu mengalokasikan sebagian dari prime time-nya untuk memberikan ruang
kepada acara-acara yang mengedepankan pentingnya perlindungan dan promosi Warisan
Budaya bangsa. Jika tidak, maka masyarakat Indonesia akan “dicuci otak” dengan
berbagai tayangan yang berbau budaya Barat, sehingga seorang kawan yang juga
budayawan, Gaura Mancacaritadipura, pernah menyampaikan bahwa saat ini sudah
terlalu banyak anak muda Indonesia yang memiliki american brain dalam pengertian
mengabaikan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh kebudayaan bangsa sendiri.
PEKERJAAN RUMAH DI DALAM NEGERI Dalam jangka pendek, upaya untuk
melindungi Warisan Budaya bangsa dari klaim oleh pihak asing adalah
mempromosikannya baik di dalam maupun di luar negeri melalui berbagai macam cara.
Aktivitas tersebut harus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan hingga terbentuk
citra (image) bahwa suatu mata budaya adalah identik dengan Indonesia, seperti halnya
baju Kimono dengan Jepang, atau bela diri Kungfu dengan Cina. Sebagai contoh, jika
kita hendak melindungi dan mempromosikan mata budaya Tari Pendet, maka perlu
dilakukan berbagai hal di bawah ini secara berkelanjutan: 1. Sebanyak mungkin misi
kebudayaan ke luar negeri menampilkan kesenian Tari Pendet; 2. Seluruh perwakilan RI
di luar negeri dalam berbagai kesempatan diupayakan untuk mengenakan pin atau atribut
lainnya yang menggambarkan kesenian Tari Pendet; 3. Diupayakan agar iklan komersial
dapat seoptimal mungkin menunjukkan kesenian Tari Pendet; 4. Menayangkan cerita
tentang Tari Pendet di media TV internasional seperti Discovery Travel and Living
(Cina, India, Singapura dan Malaysia seringkali menggunakan jaringan TV tersebut
untuk mempromosikan Warisan Budayanya); 5. Diproduksi berbagai macam produk
barang yang menggambarkan kesenian Tari Pendet, seperti suvenir, kaos, kemeja, CD
musik, film, dan sebagainya. Namun demikian, semua upaya itu hanya berhenti dalam
waktu yang relatif pendek jika rasa memiliki terhadap Warisan Budaya itu sendiri tidak
tertanam secara mendalam di dalam diri masyarakat. Oleh karena itu, secara paralel -oleh
seluruh pemangku kepentingan terkait- perlu dilakukan berbagai upaya lainnya yang
justru jauh lebih penting, antara lain: 1. Meningkatkan upaya untuk menggali kembali
pengetahuan mengenai berbagai Warisan Budaya bangsa untuk menemukan berbagai
nilai luhur yang dikandungnya dan dapat memberikan kebanggaan berbangsa dan
bernegara; 2. Memberikan penghargaan yang tinggi -material dan non material- kepada
para maestro atau human living treasure yang telah berjasa melestarikan dan
mengembangkan Warisan Budaya bangsa; 3. Secara sistematis dan berkelanjutan
menanamkan kembali nilai-nilai luhur dari Warisan Budaya bangsa ke dalam perilaku
keseharian masyarakat; 4. Mengintegrasikan kearifan lokal di dalam berbagai
perencanaan kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha, dan sebagainya.
 Pergeseran Bahasa Indonesia di Era Global dan Imlpikasinya
terhadap Pembelajaran

PERGESERAN BAHASA INDONESIA

Fenomena di atas dapat mengakibatkan pergeseran bahasa Indonesia. Fenomena pemertahanan


dan pergeseran bahasa sebenarnya telah ada sejak bahasa-bahasa itu mulai mengadakan kontak
dengan bahasa lainnya (Grosjean 1982). Kontak antardua suku atau suku bangsa yang masing-
masing membawa bahasanya sendiri-sendiri lambat laun mengakibtakan terjadinya persaingan
kebahasaan. Pada umumnya, di dalam persaingan kebahasaan terjadi fenomena-fenomena
kebahasaan yang diawali dengan kedwibahsaan, diglosia, alih kode/campur kode, interferensi,
dan akhirnya permertahanan dan pergeseran bahasa. Jika satu bahasa lebih dominan, lebih
berprestise, atau lebih modern atau bahkan mungkin lebih “superior” daripada bahasa lain,
bahasa tersebut dipastikan dapat bertahan, sedangkan lainnya dalam beberapa generasi akan
ditinggalkan oleh penuturnya. Tidak jarang bahasa yang ditelantarkan oleh penuturnya itu lambat
laun mengakibatkan kematian bahasa (Dorian 1982).

Dalam kepustakaan sosiolinguistik, pemertahanan dan pergeseran bahasa merupakan fenomena


yang menarik. Terminologi pemertahanan dan pergeseran bahasa pertama kali diperkenalkan
oleh Fishman pada tahun 1964 yang selanjutnya dikembangkan oleh Susan Gal (1979) yang
meneliti masalah pilihan dan pergeseran bahasa di Oberwart, Austria timur, dan Nancy Dorian 
(1981) yang mengkaji pergeseran bahasa Gaelik oleh bahasa Inggris di Sutherland Timur,
Britania bagian utara. Pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa erat kaitannya dengan ranah
yang berkaitan dengan pilihan bahasa dan kewibahasaan.

Kajian pemertahanan dan pergeseran bahasa perlu dikaitkan dengan konsep pemilihan bahasa.
Pemahaman tentang pilihan bahasa dalam ranah yang dihubungkan dengan konsep diglosia di
atas sangat penting artinya karena dengan begitu pemertahanan dan kebocoran diglosia yang
menyebabkan pergeseran bahasa dapat dilihat. Pemertahanan dan pergeseran bahasa serta
kepunahan suatu bahasa bertitik-tolak dari kontak dua bahasa dalam suatu masyarakat. Gejala
kepunahan bahasa akan tampak dalam proses yang cukup panjang. Mula-mula tiap-tiap bahasa
masih dapat mempertahankan pemakaiannya pada ranah masing-masing. Kemudian pada suatu
masa transisi masyarakat tersebut menjadi dwibahasawan sebagai suatu tahapan sebelum
kepunahan bahasa aslinya (BI) dan dalam jangka waktu beberapa generasi mereka bertrasformasi
menjadi masyarakat ekabahasawan kembali. Dengan demikian, pergeseran bahasa mencakup
pertama-pertama kedwibahasaan (seringkali bersama diglosia) sebagai suatu tahapan menuju
keekabahasaan (BI yang baru).

Demikian pula halnya dengan pemertahanan/pergeseran bahasa, ada aspek-aspek sosial


psikologis pendukung suatu bahasa yang dapat diandalkan guna menangkis serangan pemakaian
bahasa dari luar atau paling tidak dapat memperkuat basis perlawanan terhadap musuh.

Ada banyak faktor yang menyebabkan pergeseran dan kepunahan suatu bahasa. Berdasarkan
hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di berbagai tempat di dunia, faktor-faktor tersebut
seperti loyalitas bahasa, konsentrasi wilayah pemukiman penutur, pemakaian bahasa pada ranah
tradisional sehari-hari, kesinambungan peralihan bahasa-ibu antargenerasi, pola-pola
kedwibahasaan, mobilitas sosial, sikap bahasa dan lain-lain. Menurut Romaine (1989) faktor-
faktor itu juga dapat berupa kekuatan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, kelas
sosial, latar belakang agama dan pendidikan, hubungan dengan tanah leluhur atau asal, tingkat
kemiripan antara bahasa mayoritas dengan bahasa minoritas, sikap kelompok mayoritas terhadap
kelompok minoritas, perkawinan campur, kebijakan politik pemerintah terhadap bahasa dan
pendidikan kelompok minoritas, serta pola pemakaian bahasa.

Sesungguhnya, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pemertahanan dan
pergeseran bahasa di masyarakat. Namun, faktor-faktor itu bervariasi antarsatu wilayah dengan
wilayah lainnya. Faktor-faktor penyebab terjadinya kasus pergeseran bahasa di Oberwart-Austria
berbeda dari faktor-faktor penyebab atas kasus yang sama di Sutherland-Scotlandia ataupun
kasus pergeseran dan pemertahanan bahasa Lampung di Lampung. Grosjean (1982:107)
mengelompokkan faktor-faktor itu ke dalam lima faktor: sosial, sikap, pemakaian, bahasa,
kebijakan pemerintah, dan faktor-faktor lain. Adanya pola-pola sosial dan budaya yang beragam
dalam suatu masyarakat ikut menentukan identitas sosial dan keanggotaan kelompok sosialnya,
faktor-faktor sosial itu meliputi  status sosial, kedudukan sosial ekonomi, umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pekerjaan atau jabatan, serta keanggotaan seseorang dalam suatu jaringan
sosial.

IMPLEMENTASI TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

1. Inovasi Pembelajaran Berbasis ICT (Information, Communication and Technology)

Di era global dengan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, seharusnya bisa
kita manfaatkan dalam pemertahanan bahasa Indonesia. Salah satu hal yang dapat kita lakukan
adalah dengan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis ICT (Information, Communication and
Technology). Pemanfaatan ICT untuk pendidikan sudah menjadi keharusan yang tidak dapat
ditunda-tunda lagi.  Berbagai aplikasi ICT sudah tersedia dalam masyarakat dan sudah siap
menanti untuk dimanfaatkan secara optimal untuk keperluan pendidikan. Pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi untuk pendidikan dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai
dengan fungsinya dalam pendidikan. Menurut Indrajut (2004), fungsi teknologi informasi dan
komunikasi dalam pendidikan dapat dibagi menjadi tujuh fungsi, yakni: (1) sebagai gudang ilmu,
(2) sebagai alat bantu pembelajaran, (3) sebagai fasilitas pendidikan, (4) sebagai standar
kompetensi, (5) sebagai penunjang administrasi, (6) sebagai alat bantu manajemen sekolah, dan
(7) sebagai infrastruktur pendidikan.

Merujuk pada ketujuh fungsi tersebut dapat dipahami bahwa ICT dapat memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya
dalam dunia pendidikan. Maka dari itu, perlu adanya pemanfaatan ICT dalam dunia pendidikan,
aplikasi nyata dalam dunia pendidikan misalnya dengan memanfaatkan ICT sebagai alat bantu
pembelajaran bahasa Indonesia. Pemanfaatan ICT dalam pembelajaran bahasa misalnya dengan
memanfaatkan blog sebagai wadah kreatifitas siswa dalam meningkatkan kemampuan
menulisnya. Selain itu, penggunaan media pembelajaran yang berbasis ICT akan memudahkan
siswa dalam menerima dan memahami pelajaran yang disampaikan.

2.Pembelajaran Bahasa pada Ranah Multikultural

Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari berbagai
kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana
dapat disebut sebagai masyarakat “multikultural”. Tetapi pada pihak lain, realitas “multikultural”
tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali “kebudayaan
nasional Indonesia” yang dapat menjadi “integrating force” yang mengikat seluruh keragaman
etnis dan budaya tersebut. Perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di
Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat.
Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang
ada dalam masyarakat seperti ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik
modal dan pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Ditambah lagi
kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan geografis memberikan
kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan sosial, konflik antar golongan,
antar suku dan sebagainya. Oleh karena itu perlu dikembangkan pendidikan yang berbasis
multikultur.

Asy’arie (2003) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai proses penanaman cara hidup
menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan
kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak
mudah patah dan retak.
Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi
pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan dan praktik-praktik
diskriminatif dalam proses pendidikan. Blum dalam Sparingga (2003) mengatakan bahwa ada
empat nilai yang berbeda namun saling berhubungan dalam pendidikan untuk masyarakat
multikultural, yaitu antirasisme, multikulturalisme, komunitas antar-ras, dan penghargaan
terhadap manusia sebagai individu.

Dalam era global pembelajaran bahasa Indonesia dalam konteks multikultur sangat perlu
diterapkan. Pembelajaran bahasa Indonesia pada masyarakat Indonesia yang multikultur sudah
seharusnya dilaksanakan dengan pembelajaran yang berbasis multikultur. Selain itu,
pembelajaran bahasa dengan memanfaatkan kearifan lokal akan lebih bermakna dan dapat
melestarikan budaya Indonesia.

 Kecenderungan Masyarakat Indonesia Mengkonsumsi Produk Luar Negeri

Indonesia adalah negara yang menyimpan berbagai macam potensi. Baik potensi sumber daya
alam maupun sumber daya manusia. Dalam hal ini, kami akan membahas tentang potensi sumber
daya manusia. Di Indonesia, banyak orang yang memiliki inovasi dan ide kreatif dalam
menciptakan sebuah produk baru. Namun, kurangnya permintaan pasar terhadap produk tersebut
membuat inovasi cemerlang ini melemah.

Konsumen di Indonesia, cenderung membeli dan mengkonsumsi produk dari luar negeri.
Padahal, banyak produk Indonesia yang tidak kalah bagus. Untuk membuktikan hipotesa kami,
kalian bisa melihat barang-barang yang kalian gunakan dan kemungkinan besar banyak produk
yang berasal dari luar negeri.

Indonesia mengalami kendala mengenai produk dalam negeri yang kalah saing dengan produk
luar negeri.Indonesia seharusnya bisa menjadi pusat perdagangan di Indonesia sendiri tanpa
harus membeli produk dari luar negeri.Indonesia kalah dalam bersaing di dunia perdagangan
disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang pemakaian produk lokal.Karena
kebanyakan dari masyarakat Indonesia lebih banyak mengkonsumsi atau menggunakan produk
luar dari pada dalam. Serta, gaya mewah yang terjadi apabila memakai produk luar. Tingkat
gengsi yang tinggi pun merupakan faktor utama penyebab hal ini terjadi .

Padahal, apabila konsumen Indonesia lebih memilih untuk membeli dan mengkonsumsi produk
dalam negeri ,hal ini akan meningkatkan produksi unit kecil menengah (UKM) sehinnga ukm
akan berkembang dan menjadi perusahaan besar hal ini akan meningkatkan produksi. Dalam
melakukan produksi, perusahaan pasti membutuhkan tenaga kerja.Sehingga tingkat
pengangguran di Indonesia dapat di tekan seminimal mungkin. Dengan demikian, taraf hidup
masyarakat akan meningkat. Dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang memiliki
pengangguran dan memiliki pekerjaan maka hal ini akanmeningkatkan pajak sehingga devisa
negara akan meningkat. Dengan meningkatnya devisa negara pembangunan dan kesejaterahan
akan semakin merata.

Berdasarkan atas permasalahan diatas dan dampak positif yang akan ditimbulkan dari
peningkatan minat masyarakat Indonesia terhadap produk dalam negeri, kami menggunakan
materi ini sebagai tema artikel kami. Semoga materi kami dapat bermanfaat bagi segala pihak
dan memberikan dampak positif bagi yang membaca artikel kami.

Mengapa produk kita kurang diminati di pasar sendiri :


Dari segi mutu produk : dalam mutu produk yang dijual di pasar di Indonesia banyak produsen
yang menjual produknya yang mempunyai mutu kualitas nomor 2, dan mutu kualitas yang
nomor 1 malah dijual dipasaran luar negeri. Hal itu akan memicu konsumen dalam negeri
enggan untuk membeli produk dalam negeri, memang benar harganya lebih murah tetapi untuk
keamanan dankenyamanan apalagi segi keawetan produk itu pasti rendah, padahal masyarakat
sudah pintar dalam memilih barang untuk dibelinya, tidak mengapa lebih mahal asal kualitas
lebih bagus.
b. Dari segi layanan purna jual : sudah menjadi rahasia umum bila layanan purna jual produk
local tidak member services yang memuaskan kepada pelanggan atau konsumen, apabila
konsumen mempunyai keluhan terhadap produk yang dibeli malah dibuat bingung harus
menghubungi siapa, biasanya produk lokal tidak mencantumkan nomor customer care ataupun
tidak mencantumkan garansi dalam produknya.
c. Dari segi pengemasan produk hingga memilih segmentasi pasar yang baik dan tepat : memang
ada produk dalam negeri yang kualitasnya bagus malah tampilan luarnya monoton atau
kemasannya kurang menarik peminat untuk membeli, biasanya konsumen terpancing oleh
kemasan luar produk jadi bisa dikatakan produk local sebagian besar kurang mempunyai variasi
variasi dalam barang barang yang dijualnya, atau modelnya pun kurang mengikuti trend
perkembangan jaman sekarang. Dan biasanya produsen kurang jeli untuk melihat dan memilih
segmentasi pasar, biasanya produsen kurang memperhatikan apakah produknya cocok untuk
kalangan kelas ekonomi atas, menengah keatas, ataupun kalangan menengah kebawah.
Pemerintah juga tidak boleh lepas tangan, dalam hal ini peran pemerintah sebagai teladan sangat
diharapkan. Karena bagaimana mungkin masyarakat diminta untuk mencintai produk dalam
negeri kalau pejabat pemerintahan sendiri ternyata lebih senang memakai produk-produk luar
negeri.

Faktor Penyebab Produk Dalam Negeri kurang diminati


* Kurangnya Mutu Produk Dalam Negeri Dibandingkan Dengan Produk Impor: Disebabkan
karena adanya proses belajar orang Indonesia yang hanya mengandalkan pengalaman tanpa
memahami penguasaan konsep yang benar dari hal tersebut maka kualitas orang Indonesia
menjadi rendah dan berdampak kepada sistem produksi yang dihasilkan agar barang yang
dihasilkan menjadi murah dan banyak konsumen yang membeli maka produsen menurunkan
mutu produknya, ini yang membuat produk-produk dalam negeri menjadi lebih rendah mutunya
jika dibandingkan dengan produk-produk yang diproduksi negara-negara maju.
* Kurangnya Kesadaran dan Kebanggaan Untuk Menggunakan Produk Dalam Negeri:Karena
menurut para konsumen produk luar negeri, yang membuat produk dalam negeri terpuruk adalah
tidak sebandingnya harga dengan kualitas produk dalam negeri. Alasan mereka bahwa produk
dalam negeri memiliki kualitas rendah tetapi dipatok dengan harga yang cukup tinggi. Berbeda
dengan produk luar negeri yang mereka anggap sebanding antara kualitas dan harganya.
Walaupun memiliki harga yang relatif lebih mahal, tetapi mereka tidak segan mengorbankan
uang yang lebih banyak untuk barang tersebut.
* Kurangnya Perhatian Pemerintah Pada Produk Dalam Negeri:Jika pejabat publik, yang
seharusnya jadi panutan, justru lebih suka menggunakan produk luar negeri, bagaimana bisa
meminta masyarakat mencintai produk negeri sendiri? Demikian pula produsen, jika mereka
sendiri lebih mencintai produk luar negeri, bagaimana mungkin mengharapkan konsumen
Indonesia mencintai produk buatan mereka? Pemerintah maupun asosiasi pengusaha, harus
menerapkan standardisasi produk. Sebelum produk dalam negeri dipasarkan, harus memenuhi
standar kualitas tertentu. Standar kualitas produk untuk pasar dalam negeri dengan produk untuk
ekspor haruslah sama. Artinya, mereka harus memberi nilai atau penghargaan yang samabagi
konsumen di tanah air dengan konsumen di luar negeri. Jangan karena hanya untuk kebutuhan
lokal, lantas menganggap remeh soal kualitas. Seolah-olah kualitas pas-pasan sudah cukup untuk
konsumen lokal. Hal ini merupakan sebuah kekeliruan yang sangat besar.

Dampak yang ditimbulkan akibat kurangnya minat akan produk dalam negeri yaitu:
Produksi nasional menurun (Khususnya produk usaha kecil dan menengah).
2.Pembangunan terhambat.
3. Lapangan kerja semakin sedikit.
4. PHK terjadi dimana-mana.
5. Pengangguran meningkat.
6. Kesejahteraan masyarakat memburuk.
Perlu ditekankan disini imbas dari hal tersebut yang sangat dirasakan ujung-ujungnya adalah
memburuknya kesejahteraan masyarakat yang mana ini sangat bertolakbelakang sekali dengan
prinsip ekonomi kerakyatan yang dianut oleh bangsa Indonesia.

Solusi untuk Meminimalisasi Supaya Produk Nasional Tidak Kalah Saing oleh Produk Impor
yaitu:
Berdasarkan dampak di atas perlu segera dicarikan solusi supaya produk dalam negeri tetap
bertahan, perekonomian Indonesia membaik juga demi kesejahteraan masyarakat kita. Solusi ini
ditujukan untuk pemerintah agar cepat dan tepat dalam mengambil tindakan. Solusi tersebut
adalah sebagai berikut :
Meningkatkan daya saing agar dapat berkompetisi dengan produk impor terutama produk impor
dari China
Caranya adalah dengan memperbaiki masalah infrastruktur. Karena mustahil bagi Indonesia
untuk bersaing dengan China bila tidak ditopang dengan infrastruktur yang memadai.

Mengeluarkan kebijakan safeguard


Kebijakan safeguard disisni yaitu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
Strategi ini dilakukan jika memang pemerintah tidak mampu berkompetisi dengan beberapa
sektor perdagangan luar negeri sehingga produk impor tidak terlalu banyak di negara kita.
3. Solusi complementary
Seperti apa yang dikatakan oleh A Prasetyantoko (analis kebijakan dari Center for Financial
Policy Studies), Indonesia perlu memperhatikan struktur produksi dan ekspor mana yang berbeda
dari negara luar. Jadi apa yang tidak di produksi di negara luar, maka produk itu dapat dijadikan
produk ekspor andalan Indonesia ke negara luar. Itulah yang disebut dengan solusi
complementary atau kebijakanperdagangan yang saling melengkapi antara Indonesia dengan
negara luar.
4. Solusi voluntary export restraint (VER)
Dengan VER, Indonesia dapat meminta negara luar untuk secara sukarela membatasi ekspornya
ke Indonesia. Caranya adalah dengan meminta negara luar mencabut subsidi ekspor dan membeli
lebih banyak lagi dari Indonesia.
5. Standarisasi bagi sebuah produk
Dengan penerapan standarisasi bagi sebuah produk diharapkan mutu dari suatu produk terjamin,
sehingga masyarakat kita akan lebih percaya terhadap produk yang dihasilkan dari dalam
negerinya sendiri. Dengan penerapan tindakan ini diharapkan dapat meminimalisasi pasokan
barang-barang impor sejenis.
6. Turunkan pajak ekspor semaksimalnya, dan perketat masuknya barang impor yang tentunya
dengan harga yg demikian murah dapat menghancurkan industri dalam negeri yang baru
bertumbuh.
7. Perketat pengawasan dana asing yang masuk ke negeri ini. Jangan sampai perusahaan-
perusahaan nasional kita ‘dikerjai’ kembali oleh investor2 asing. Butuh kejelasan porsi
kepemilikan usaha Domestik/Foreign, dan sedikit ketegasan terhadap pemindahan dana usaha ke
luar negeri.

Kendala yang Dihadapi Pemerintah dalam Mencapai Produk Nasional Supaya Tidak Kalah
Saing yaitu :
Kurangnya pengawasan terhadap ekspor-impor barang
Hal ini menyebabkan barang ekspor-impor leluasa masuk ditambah lagi adanya petugas yang
menyalahgunakan kewenangannya (ada petugas yang disogok).
2. Minimnya minat masyarakat untuk berwirausaha
3. Kurangnya pelatihan kepada masyarakat mengenai wirausaha
4. Kurang adanya kejelasan mengenai kepemilikan usaha domestik atau asing.

 
 

Produk dalam negri kurang diminati oleh pasar sendiri karena banyak produsen produsen lebih
mementingkan ekspor dibandingkan produk yang akan dipasarkan di dalam negri yang
menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap produk dalam negri dan berbagai
sebab lainnya. Hal ini dapat diperbaiki dengan bantuan pemerintah, dan peningkatan kesadaran
diri masyarakat untuk bangga akan menggunakan produk dalam negri.

Perlu ada nya cara untuk mengembalikan rasa kepercayaan terhadap produk dalam negri agar
produk dalam negri dapat menjadi produk utama di negara nya sendiri. Dengan memmbeli
produk dalam negri kita telah membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat kita sendiri. Kita
juga telah membantu dalam menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Produk dalam negri juga tak kalah dengan produk luar negri. Kalau di amerika mereka punya
Barbie di Indonesia kita memiliki mualaf ‘cinderella’. Bomeka ini merupakan boneka Barbie
yang menggunakan berbagai aksesoris yang menggunakan batik. Boneka ini merupakan boneka
yang dibuat oleh para narapidana. Dengan membeli boneka ini kita telah membantu
meningkatkan kreatifitas para narapidana dan membantu 4 organisasi sosial yang ada di
Indonesia.

Dari salah satu contoh produk Indonesia dapat disimpulkan banyak manfaat yang kita peroleh
dengan membeli produk Indonesia. Marilah membeli produk Indonesia. Dengan membeli produk
Indonesia kita telah membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia, meningkatkan
kesejaterahan, meningkatkan kreatifitas bagi pemilik unit kecil menengah ( UKM ),
menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. Produk Indonesia tidaklah kalah dengan
produk luar negri jadi ayo cintai produk-produk Indonesia

1. Tantangan Fundamentalisme Islam terhadap Formasi Nation-StateSeperti telah dilansir


sebelumnya, di antara para sarjana terjadi perdebatan mengenai target dari gerakan
fundamentalis. Dalam kasus Islam, Tibi menolak asumsi bahwa tujuan mereka adalah
menggantikan negara-bangsa sekular dengan negara Islam. Anggapan ini sebenarnya juga
diafirmasi oleh Juergensmeyer, meski dalam teorinya ia menyebut gejala kebangkitan
agama dalam dunia politik sebagai nasionalisme religius. Dalam kasus Islam,
Juergensmeyer mengisyaratkan bahwa tujuan gerakan ini adalah supra-nasional, sehingga
perjuangan Islam pada level nasional harus dianggap sebagai tujuan jangka pendek.
20Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme: Rajutan Islam Politik dan Kekacauan Dunia
Baru, hlm. 97.21Nashr HamidAbu Zayd, Tekstualitas Al-Qur’an (Yogyakarta: LKiS,
2006), hlm. 9.Muhamad Mustaqim dan Muhamad Miftah
Tantangan Negara-Bangsa (Nation-State)103ADDIN, Vol. 9, No. 1, Februari 2015Meski klaim
dari gerakan fundamentalis Islam adalah terbangunnya daulah Islam pada tataran internasional,
namun titik berangkat gerakan ini tetap berpijak dari aras nasional. Dan gerakan ini menjadi
ancaman yang potensial bagi stabilitas nation-state di berbagai kawasan di belahan dunia ini.
Gerakan-gerakan ini, menurut Juergensmeyer, memiliki lima karakteristik umum; menolak
nasionalisme sekular; menganggap nasionalisme sekular sebagai Barat dan neokolonial;
penolakannya bersifat fundamental—seringkali sengit dan keras; membalut perjuangannya
dengan retorika-retorika agama, ideologi dan kepemimpinan; dan mereka menawarkan alternatif
religius bagi negara-bangsa sekular. Karena target gerakan ini terpilah dalam dua lapis jangka
pendek dan panjang maka dalam menjalankan aksi perjuangannya, mereka juga membidik
sasaran ganda. Di lingkup domestik, mereka menentang pemimpin yang dianggap sekular, yaitu
pemimpin yang secara nominal mengaku sebagi Muslim, tetapi mengadopsi sistem sekular dan
berhenti memperjuangkan agama sebagai dasar negara. Mereka menganggap bahwa
pemerintahan yang tidak mendasarkan pada kinsepsi Islam (paca:khilafah) dianggap sebagai
pemerintahan taghut, yang harus diperangi. Pada level global, mereka mengutuk sistem nation-
statesekular yang dituduh gagal menjadi solusi politik dan sebagai gantinya ditawarkan alternatif
khlafah sebagai formasi politik dunia Islam. Pada level domestik, gerakan ini membiakkan
pergolakan-pergolakan politik dan menjadi pengancam kekuasaan sebuah rezim sekular. Pada
titik tertentu, gerakan ini akan mampu mengancam sistem negara-bangsa yang saat ini
berlangsung. Kasus di Indonesia, gerakan-gerakan Islam trans-nasional selalu mengusung tema
”khilafah” sebagai alternatif pemerintahan negara-bangsa. Gerakan ini berjalan secara sistemik.
Ada beberapa segmen gerakan yang dilakukannya, misalnya sektor politik dengan mendiriukan
partai, sektor sosial kemasyarakatan dengan organisasi, ekonomi dengan maraknya lembaga
keuangan Islam dan segmen lainnya.
104ADDIN, Vol. 9, No. 1, Februari 2015Sehingga upaya untuk melakukan perubahan sistem
pemerintahan akan berjalan secara massif-simultan. Jika hal ini tidak diwaspadai, maka akan
menjadi bom waktu yang akan mengancam eksistensi Negara Kesatuan ini. Negara Islam
dianggap sebagai sebuah keniscayaan bagi solusi atas kegagalan negara-bangsa, selain konsep
khilafah. Bahkan ada sebuah keyakinan bahwa Negara Islam tidak akan dapat didirikan melalui
jihad nir-kekerasan. Sebaliknya, hanya bisa diwujudkan bila menggunakan operasi, jihad
militan , dan penggulingan para penguasa yang murtad.22Dalam kasus Mesir misalnya, menurut
Muhammad Faraj, sebagaimana dikutip Esposito, perang suci melawan pemerintahan Mesir yang
"ateis" adalah perlu dan sah, bahkan menjadi kewajiban bagi seluruh mukmin. Menurutnya
pembentukan negara Islam memerlukan penghapusan terhadap sistem Barat dan melengserkan
rezim dengan revolusi bersenjata.Revolusi yang melanda Timur Tengah pada awal tahun 2011
ini, dimulai dengan tumbangnya rezim Ben ali di Tunisia, Hosni Mubarok di Mesir dan saat ini
(Pebruari 2011) menular di negara-negara tetangga seperti Bahrain, Yaman, dan Libya, sering
kali dimotori kelompok Fundamental. Pada kasus Mesir, Ihwanul Muslimin adalah bagian dari
kelompok ini, dimana hampir setiap demonstrasi penuntutan mundur Mubarok selama hampir
satu bulan, selalu melibatkan peran kelompok fundamenta ini. Salah satu isu pemantik
demonstrasi ini adalah karena Mubarak dianggap sebagai pemimpin yang sekuler, yang lebih
berhaluan Barat daripada Islam.Meskipun fenomena di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di
Timur Tengah, namun tidak menutup kemungkinan gejala ini akan berdampak pada menguatnya
fundamentalisme Islam yang mengusung sistem khilafah. Terbukti banyak kelompok Islam
fundamental yang merupakan ”afiliasi” 22 John L Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realita?
(Bandung: Mizan, 1994), hlm. 78.Muhamad Mustaqim dan Muhamad Miftah
Tantangan Negara-Bangsa (Nation-State)105ADDIN, Vol. 9, No. 1, Februari 2015dari jaringan
Islam fundamentalis yang ada di timur Tengah melakukan aksi simpatik atas keberhasilan
revolusi Mesir dan Tunisia. Bahkan salah satu pimpinan kelompok tersebut menyatakan bahwa
kadernya yang ada di Mesir, merupakan bagian dari demonstran penggulingan rezim. Meskipun
begitu, penulis yakin bahwa Indonesia, sebagaimana yang telah dideklarasikan oleh founding
father merupakan negara kesatuan yang plural. Indonesia bukanlah negara Islam. Meskipun
mayoritas penduduknya beragama Islam. Indonesia adalah sebuah model, dimana ummat Islam
mampu melakukan toleransi dalam kerukunan dan perdamaian. Meskipun akhir-akhir ini banyak
praktek yang menodai toleransi tersebut

2. wawasan nusantara adalah tinjauan atau cara pandang suatu negara tentang diri dan
lingkungannya, di dalam eksistensinya yang sarwa nusantara serta  pemekarannya di
dalam mengekspresika diri di tengah-tengah lingkungan nasionalnya (Lemhanas, 1992)
berdasarkan falsafah dan sejarah dari negara tersebut. Wawasan nusantara adalah cara
pandang bangsa Indonesia mengenal diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan
dengan semua aspek kehidupan yang beragam (Prof. Dr. Wan Usman) Wawasan
nusantara adalah wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan
UUD 1945 yaitu cara  pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenal diri dan
lingkungannya dengan mengutamakan  persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan  bermasyarakat dan bernegara untuk
mencapai tujuan nasional (Tap MPR, 1993 dan 1998)

Dalam penyelenggaraan kehidupan nasional agar tetap mengarah pada pencapaian tujuan
nasional diperlukan suatu landasan dan pedoman yang kokoh berupa konsepsi wawsan
nasional untuk mewujudkan aspirasi bangsa serta kepentingan dan tujuan nasional.

Wawasan nasional bangsa Indonesia adalah wawasan nusantara yang merupakan


pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. sedangkan
ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses pencapaian
tujuan nasional tersebut dapat berjalan dengan sukses. Secara ringkas dapat dikatakan
bahwa wawasan nusantara dan ketahanan nasional merupakan dua konsepsi dasar yang
saling mendukung sebagai pedoman bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara agar tetap jaya dan berkembang seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai