Anda di halaman 1dari 6

A.

Pengertian warisan budaya

Warisan Budaya, menurut Davidson (1991), diartikan sebagai ‘produk atau hasil budaya fisik
dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu
yang menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa’. Berdasarkan artian
tersebut, warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible)
dari masa lalu.

Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage) tersebut yang berasal dari budaya-budaya local
yang ada di Nusantara, meliputi: tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa ibu, sejarah lisan,
kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan), kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat
setempat (Galla, 2012). Budaya local mengacu pada budaya milik penduduk asli (inlander) yang
telah dipandang sebagai warisan budaya. Di Indonesia warisan budaya yang ada menjadi milik
bersama, berbeda dengan Australia dan Amerika, dimana warisan budayanya menjadi milik
penduduk asli secara eksklusif, sehingga penduduk asli mempunyai hak untuk melarang setiap
kegiatan pemanfaatan yang akan berdampak buruk pada warisan budaya mereka (Frankel, 1984).

B. Pembagian warisan budaya

Warisan budaya fisik (tangible heritage) sering diklasifikasikan menjadi warisan budaya tak
bergerak (immovable heritage) dan warisan budaya bergerak (movable heritage). Warisan
budaya tak bergerak umumnya berada di tempat terbuka dan terdiri dari atas: situs, tempat-
tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air, bangunan kuno dan/atau bersejarah, patung-
patung pahlawan. Sedangkan warisan budaya bergerak biasanya berada di dalam ruangan dan
terdiri dari: benda warisan budaya, karya seni, arsip, dokumen, dan foto bersejarah, karya tulis
cetak, audiovisual berupa kaset-kaset,video, dan film (Galla, 2001).

Menurut World Heritage Unit (1995), dalam Pasal 1 dari The World Heritage Convention
membagi warisan budaya fisik menjadi 3 kategori, yaitu monument, kelompok bangunan, dan
situs. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 menyebutkan bahwa, warisan budaya
bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Monumen adalah hasil karya arsitektur, patung dan lukisan yang monumental, elemen atau
struktur tinggalan arkeologis, prasasti, gua tempat tinggal, dan kombinasi fitur-fitur tersebut yang
mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan. Kelompok bangunan
adalah kelompok bangunan yang terpisah atau berhubungan yang dikarenakan arsitekturnya,
homogenitanya atau posisinya dalam bentang alam mempunyai nilai penting bagi sejarah,
budaya dan ilmu pengetahuan. Situs adalah hasil karya manusia atau gabungan karya manusia
dan alam, wilayah yang mencakup lokasi yang mengndung tinggalan arkeologis yang
mempunyai nilai penting bagi sejarah, estetika, etnografi atau antropologi (Arafah, 2003).

Sumber daya budaya tidak saja merupakan warisan, tetapi lebih-lebih adalah pusaka bagi bangsa
Indonesia. Artinya, sumber daya budaya itu mempunyai kekuatan yang dapat dimanfaatkan
untuk membantu dan melindungi bangsa ini dalam menapaki jalan ke masa depan. Sebagai
pusaka, warisan budaya ini harus tetap dijaga agar tidak kekuatannya tidak hilang dan dapat
diwariskan kepada generasi penerus tanpa berkurang nilainya (JPPI, 2003).

Pewarisan budaya (transmission of culture) yaitu proses mewariskan budaya (unsure-unsur


budaya) dari satu genersi ke generasi manusia atau masyarakat berikutnya melalui proses
pembudayaan. Proses pewarisan budaya dilakukan melalui proses enkulturasi (pembudayaan)
dan proses sosialisasi (belajar atau mempelajari budaya). Enkulturasi yaitu proses seorang
individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya terhadap adat-istiadat,
system norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Dengan kata lain,
enkulturasi adalah pewarisan budaya dengan cara unsur-unsur budaya itu dibudayakan kepada
individu-individu warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut (Arafah, 2003).

Sosialisasi yaitu setiap individu dari masa kanak-kanak hingga masa tuanya belajar terhadap
nilai-nilai, norma-norma dan pola tindakan orang lain atau masyarakat dalam berinteraksi social
dengan segala macam individu di sekitarnya yang memiliki beranekamacam status, peran dan
pranata social yang ada di dalam kehidupan di masyarakatnya. Selama proses pewarisan budaya,
terdapat sarana-sarana yaitu lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, lembaga pemerintahan,
perkumpulan, institusi resmi dan media massa (Arafah, 2003).\
C. Kebijakan warisan budaya

Kebijakan pengelolaan warisan budaya Indonesia diatur dalam UU BCB (Undang-Undang


Benda Cagar Budaya). Sejak zama penjajahan hingga sekarang, pengelolaan warisan budaya
dikendalikan penuh oleh pemerintah Indonesia, dan cenderung menjadi bagian dari birokrasi
pemerintahan, sedangkan hak dan peran partisipatif masyarakat luas belum dapat diwadahi
dengan selayaknya. Oleh karena itu, sikap masyarakat terhadap kebijakan pengelolaan warisan
budaya menjadi skeptic bahkan apatis, bahkan menimbulkan konflik (Tanudirjo, 2003).

Konflik kepentingan dan pluralism yang berkembang dalam masyarakat juga menimbulkan
wacana baru dalam visi pelestarian dengan upaya untuk tidak mengbah suatu warisan budaya.
Kebijakan pelestarian seperti itu dirasa kurang dapat mewadahi upaya pemanfaatannya. Namun
kini, kebijakan seperti itu sering dipermasalahkan dan di berbagai tempat sudah mulai
ditinggalkan. Warisan budaya merupakan sumber daya budaya yang tak-terbaharui (non-
renewable), terbatas (finite), dan khas (contextual). Oleh karena itu, diperlukan segala upaya
untuk tetap mempertahankan nilai dan eksistensinya. Pelestarian tersebut harus diartikan sebagai
upaya untuk memberikan makna baru bagi warisan budaya itu sendiri agar tetap berada dalam
konteks system (Tanudirjo, 1996).

Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan seni dan budaya. Warisan kebudayaan
Indonesia yang bermacam – macam ini disebabkan banyak faktor antara lain karena suku bangsa
Indonesia sangat beragam dan tingkat kreatifitas masyarakat Indonesia yang tinggi dalam bidang
kesenian dan kebudayaan, sehingga menghasilkan warisan kebudayaan kebendaan maupun
warisan kebudayaan takbenda. Warisan kebudayaan kebendaan adalah berbagai hasil karya
manusia baik yang dapat dipindahkan maupun tidak dapat dipindahkan termasuk benda cagar
budaya1 , sedangkan warisan kebudayaan takbenda adalah warisan budaya yang dapat ditangkap
oleh panca indera selain indera peraba serta warisan budaya yang abstrak / tidak dapat ditangkap
oleh panca indera misalnya adalah konsep-konsep dan ilmu budaya2 . Warisan kebudayaan
takbenda yang dimiliki Indonesia contohnya adalah Batik, Kesenian Reog Ponorogo, Angklung,
Tari Piring, Lagu O Inani Keke, dan kesenian lainnya. Dikarenakan jumlah warisan kebudayaan
takbenda yang dimiliki oleh Indonesia cukup banyak, maka menjadi hal yang wajar jika
masyarakat internasional kagum akan semua kekayaan seni Indonesia.

Keanekaragaman kebudayaan-kebudayaan tak benda di Indonesia ini perlu mendapatkan


perlindungan baik di tingkat nasional maupun internasional. Perlindungan kebudayaan takbenda
ini perlu dilakukan untuk mengetahui kekayaan budaya yang ada dan kondisinya saat ini dan
terutama untuk mencegah adanya pengakuan dari pihak lain3 . Di samping itu, perlindungan
kebudayaan tak benda juga dapat memantapkan jati diri bangsa serta dapat memperjelas asal usul
karya budaya yang terdapat di wilayah Negara Indonesia4.

Secara yuridis, perlindungan kebudayaan takbenda perlu dilakukan. Hal ini seperti yang telah
diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang pada intinya Negara Indonesia memajukan kebudayaan Indonesia di tengah-tengah
peradaban dunia dengan memberikan kebebasan masyarakat untuk memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya. Untuk mewujudkan perlindungan tersebut dan guna
memenuhi ketentuan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 ini, maka Pemerintah Indonesia melakukan ratifikasi Convention for The Safeguarding of
The Intangible Cultural Heritage melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 78 Tahun
2007 tentang Pengesahan Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda.
Perlindungan terhadap kebudayaan juga telah diatur oleh pemerintah Indonesia dalam rencana
jangka panjang pembangunan hingga tahun 2025, seperti yang diatur dalam lampiran Undang-
Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional 2005-2025 Bab II.3 Poin 3
yang menyatakan bahwa kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia merupakan sumber daya yang
potensial bagi pembangunan nasional Bangsa Indonesia. Atas dasar itulah, kebudayaan menjadi
salah satu arah sasaran pembangunan jangka panjang 2005-2025 seperti yang tertuang dalam
Bab IV Huruf H poin 1 lampiran Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Jangka
Panjang Nasional 2005-2025 guna terwujudnya peranan Indonesia dalam pergaulan dunia
Internasional. Pelesatrian dan perlindungan kebudayaan takbenda ini juga telah diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
No. 42 tahun 2009/40 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan Pasal 2 dan Pasal 3
yang pada intinya mengatur bahwa semua pemerintah di tingkat daerah maupun provinsi wajib
melakukan pelestarian kebudayaan melalui perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
kebudayaan yang ada di tiap-tiap daerah.
DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/1840/2/1HK09773.pdf diakses pada 13 Februari 2021, pukul 21.17


WIB

https://www.academia.edu/33296419/Warisan_Budaya_doc diakses pada 13 Februari 2021,


pukul 21.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai