Anda di halaman 1dari 8

PERBANDINGAN SANITASI FASILITAS

KESEHATAN DI INDONESIA DENGAN NEGARA


UGANDA

Nama : Elsha Lukman


NIM : 2011212001
Kelas : A1 Kesehatan Lingkungan
Dosen Pengampu : Azzyati Ridha A. SKM, M.KM

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
A. Sanitasi Fasilitas Kesehatan di Indonesia
Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai upaya untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat, jika rumah sakit tidak dikelola
dengan baik akan memberikan dampak negatif dari rumah sakit terhadap kesehatan
pasien, pengunjung dan masyarakat. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
sebagai pendukung usaha penyembuhan penderita disamping mencegah terjadinya
penularan infeksi nosokomial kepada orang sehat baik petugas rumah sakit,
pengunjung maupun masyarakat di sekitar rumah sakit.
Berbagai upaya sanitasi rumah sakit adalah kesehatan lingkungan rumah sakit,
penyehatan ruang bangunan, penyehataan makanan dan minuman, penyehatan air,
pengelolaan limbah, tempat pencucian linen (laundry), pengendalian serangga dan
tikus, dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi, pengamanan radiasi,
penyuluhan kesehatan lingkungan dan unit/instalasi sanitasi rumah sakit. Fasilitas
kesehatan yang akan dibahas disini adalah RSI Sultan Agung Semarang dan RS Ibnu
Sina Makassar. Sanitasi di RSI Sultan Agung Semarang sebagai berikut :

1. Air Bersih
Sistem penyediaan air bersih yang digunakan di RSI Sultan Agung Semarang
berasal dari sumur artetis yang terletak di halaman belakang rumah sakit. Sistem
penyediaan air bersih ini telah dilengkapi dengan tangki penampung air dan
tangki air atas, tetapi tidak menggunakan sistem tangki tekan (hidrofor). Tangki
atas di gedung lama dengan kapasitas ± 6000 liter dan di gedung baru ± 4000
liter. Penggunaan air bersih untuk kegiatan pelayanan rumah sakit (medis dan non
medis).
Dari segi kualitas, berdasarkan hasil analisis laboratorium yang dicantumkan
dalam dokumen Kaji Ulang UKL-UPL Pengembangan RSI Sultan Agung
Semarang tahun 2008, sumber air bersih dari sumur artesis yang telah
didistribusikan melalui jaringan perpipaan, masih memenuhi baku mutu. Selain
itu, hasil uji laboratorium terhadap sampel air bersih yang diambil di mushola
secara fisika, kimia dan bakteriologi masih memenuhi persyaratan baku mutu
sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.907/Menkes/SK/VII/2002.
2. Air Kotor / Air Limbah
Hasil analisis air limbah di inlet (air limbah sebelum masuk IPAL),
menunjukkan bahwa hampir semua parameter kecuali suhu, tidak memenuhi
persyaratan baku mutu limbah sesuai Perda No. 10 tahun 2004. Ketersediaan
komponen utilitas plumbing untuk air kotor ataupun air bekas di RSI Sultan
Agung seperti kloset, peturasan, bak cuci tangan, bak mandi, telah mencukupi
untuk keperluan karyawan maupun pengunjung.
3. Limbah Padat
Pengumpulan sampah dilakukan dengan menggunakan bin plastik mulai
ukuran 10 liter untuk memisahkan sampah domestik dan sampah medis.
Pengelolaan seluruh air kotor / air limbah RSI Sultan Agung yaitu dengan cara
dimasukkan ke dalam septic tank dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
dengan kapasitas 300 m3/hari dengan cara pengaliran melalui saluran limbah cair
tertutup yang terpisah dengan saluran air hujan. Setelah melalui proses
pengolahan, air limbah selanjutnya dipompa ke saluran drainase perkotaan di
depan RSI Sultan Agung Semarang.
Adapun pengelolaan sampah medis (infecsius) seperti jarum suntik bekas,
botol bekas obatobatan, potongan jaringan dari kamar operasi dan lain-lain,
dilakukan dengan pembakaran pada Incenerator kapasitas ± 2 m3 yang terletak di
halaman belakang Rumah Sakit dan beroperasi setiap hari.

Sedangkan sanitasi pada RS Ibnu Sina Makassar sebagai berikut :


Hasil pemeriksaan penyediaan air bersih di RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2015,
mempunyai nilai persentasi yang sangat baik, yaitu sebesar 95%. Dengan hasil
tersebut maka penyediaan air bersih di rumah sakit ini dapat disimpulkan sebagai
penyediaan air yang sangat baik.
Hasil pemeriksaan, menjelaskan bahwa Pengelolaan Limbah di RS Ibnu Sina
Makassar tahun 2015, tidak memenuhi standar menurut Kepmenkes 1204 tahun 2004
dengan nilai 60%. Sedangkan standar nilai yang ditentukan adalah sebesar 80%.
Hasil pemeriksaan pengelolaan tempat pencucian linen (laundry) pada RS
Ibnu Sina Makassar adalah 95% dan memenuhi syarat menurut Kepmenkes RI
Nomor 1204 tahun 2004.
1. Air Bersih
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai air bersih yaitu air yang
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan
kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dapat diminum apabila dimasak.
Mengingat fungsi rumah sakit sebagai tempat pengobatan dan perawatan
orang sakit dengan berbagai aktivitasnya maka penyehatan air sangat mendukung
aktifitas dan penyembuhan pasien dirumah sakit, adapun hasil penelitian yang
dilakukan menunjukan bahwa, RS Ibnu Sina Makassar mempunyai penyediaan
air bersih dengan ketersediaan air bersih lebih dari 700 liter/hari dan tersedia air
minum. Air bersih dialirkan kesetiap kegiatan dan ruangan di RS Ibnu Sina
Makassar menggunakan aliran tertutup berupa pipa untuk menunjang segala
kegiatan dan keperluan yang menggunakan air di rumah sakit. Air minum tersedia
pada setiap kegiatan di RS Ibnu Sina Makassar. Sumber air yang digunakan di RS
Ibnu Sina Makassar adalah sumber Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dan
air tanah dalam.Sedangkan untuk keperluan air minum, menggunakan air
kemasan dan air minum isi ulang.Penampungan air dalam keadaan tertutup dan
distribusi air tidak bocor.
2. Limbah Rumah Sakit
Secara keseluruhan pengelolaan limbah di RS Ibnu Sina Makassar tidak
memenuhi syarat dari standar yang telah ditentukan. Pengelolaan limbah cair di
RS Ibnu Sina Makassar dilakukan pengolahan melalui instalasi pengolahan
limbah yang disalurkan melalui saluran tertutup, dan kedap air. Untuk
pengelolaan limbah padat dilakukan pemusnahan sampah infeksius, citotokis dan
farmasi dengan insenerator dengan suhu 1000oC–2000oC, sampah infeksius dan
domestik diangkut 2 kali sehari ke TPS dan 1 kali sehari diangkut ke TPA,
sampah domestik di buang di TPA Antang yang ditetapkan pemerintah daerah
kota Makassar, sampah radioaktif ditangani sesuai peraturan yang berlaku, tetapi
tempat sampah yang digunakan kuat, tahan karat, kedap air, namun tidak tertutup
dan tidak memenuhi jumlah yang tersedia di ruang tunggu dan ruang terbuka dan
juga tempat pengumpulan dan penampungan sampah sementara tidak didesinfeksi
setelah dikosongkan.
3. Kondisi Jamban
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi jamban di RS Ibnu Sina
Makassar telah memenuhi syarat yang telah di tentukan. Rasio toilet/kamar mandi
dengan tempat tidur 1:10 dan untuk poin penilaian ini, RS Ibnu Sina Makassar
telah memenuhi syarat karena rasio toilet/kamar mandi hanya 1:6. Tersedia toilet
pada setiap unit/ruangan khusus untuk unit rawat inap dan karyawan harus
tersedia kamar mandi. Letak toilet/kamar mandi tidak berhubungan langsung
dengan dapur kamar operasi dan ruang khusus lainnya. Kondisi toilet/kamar
mandi di RS Ibnu Sina Makassar telah dilengkapi dengan penahan bau (water
seal) penahan bau. Lubang penghawaan pada toilet/kamar mandi telah
berhubungan langsung dengan udara luar. Kamar mandi dan toilet untuk pria,
wanita dan karyawan telah terpisah.

Sanitasi lingkungan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar masih belum memenuhi
syarat untuk penyehatan makanan dan minuman, pengelolaan limbah, dan
pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya, dekontaminasi
melalui desinfeksi dan sterilisasi, dan pengamanan radiasi. Namun telah memenuhi
syarat pada variabel penyehatan bangunan dan ruangan, penyediaan air bersih,
pengelolaan tempat pencucian linen (laundry), dan kondisi jamban.

B. Sanitasi Fasilitas Kesehatan di Negara Uganda


1. Ketersediaan Layanan Sanitasi.
Toilet yang layak dan sehat tersedia di 96% fasilitas kesehatan yang
dikunjungi. Angka itu merupakan rata-rata dari jumlah tahun sejak jenis fasilitas
toilet utama dibangun bervariasi dari 8 sampai 17 tahun untuk tingkatan yang
berbeda fasilitas kesehatan. Fasilitas toilet rumah sakit adalah yang tertua dengan
rata-rata 17 tahun. Jumlah toilet yang tersedia di fasilitas kesehatan yang
dikunjungi bervariasi dari 1 hingga 6.
2. Akses Fisik ke Toilet
Sebagian besar fasilitas kesehatan (90%) memiliki toilet terpisah dari fasilitas
kesehatan bangunan. Jarak rata-rata dari departemen pasien rawat jalan ke toilet
bervariasi dari 30 hingga 35 meter untuk berbagai tingkat fasilitas perawatan
kesehatan, sedangkan jarak dari bangsal rawat inap ke fasilitas toilet bervariasi
dari 21 hingga 22 meter. Lima puluh persen fasilitas kesehatan memiliki toilet
terpisah untuk pria dan wanita, sedangkan hanya 18% fasilitas perawatan
kesehatan telah membangun toilet untuk mengakomodasi penyandang disabilitas.
3. Kondisi Sanitasi Toilet
Kondisi sanitasi toilet hanya 38% dari fasilitas perawatan kesehatan yang
dikunjungi memiliki lantai toilet bersih (tidak ada sampah, urin, atau kotoran).
Mayoritas fasilitas kesehatan (98%) kekurangan bahan pembersih di toilet.
Frekuensi yang paling sering membersihkan toilet dari layanan kesehatan fasilitas
(66%) dilakukan dua hari sekali. Toilet fasilitas kesehatan (74%) pada umumnya
dibersihkan dengan cara disewa pembersih. Namun, pada 6% fasilitas perawatan
kesehatan, toilet dibersihkan oleh perawat pasien. Sebagian besar fasilitas
perawatan kesehatan (86%), toilet bisa tutup dan kunci.
Jamban di 50% dari Fasilitas kesehatan setengah penuh dengan kotoran,
sedangkan di 12% fasilitas perawatan kesehatan, toiletnya penuh. Enambelas
persen fasilitas perawatan kesehatan tidak memiliki mekanisme untuk toilet
kosong saat penuh atau berikan opsi alternatif.
Fasilitas di tempat perawatan kesehatan kekurangan penerangan yang
memadai, terutama pada malam hari. Ini kemungkinan besar akan mempengaruhi
kegunaan fasilitas dan dapat mengakibatkan pembuangan kotoran sembarangan.
Pencahayaan yang memadai di fasilitas sanitasi harus dipastikan sejak
penerangan meningkatkan perasaan keamanan dan keselamatan bagi pengguna
dan mendorong penggunaan mereka. Kebersihan tangan tetap menjadi tantangan
signifikan di fasilitas pelayanan kesehatan. Studi ini mengungkapkan bahwa
hanya 58% dari fasilitas perawatan kesehatan memiliki setidaknya satu fasilitas
kebersihan tangan yang berfungsi baik dengan air dan sabun area perawatan
pasien. Proporsi yang rendah dari fasilitas kebersihan tangan fungsional ini
menunjukkan bahwa penyediaan fasilitas kebersihan tangan ini akan
meningkatkan kegunaan fasilitas kebersihan.
Kondisi sanitasi toilet yang tersedia di fasilitas kesehatan rendah dan terkait
dengan kemampuan untuk menutup dan mengunci toilet serta ketersediaan
penerangan di toilet daerah. Toilet yang dapat menutup dan mengunci
memastikan bahwa pengguna memilikinya waktu dan privasi yang cukup untuk
membuang kotoran dengan benar dengan cara yang tenang tanpa rasa takut yang
berlebihan akan gangguan. Studi yang dilakukan di tempat lain di Uganda juga
menemukan hal itu pasien rawat inap dan petugas menderita kekotoran fasilitas
sanitasi. Untuk meningkatkan kondisi sanitasi toilet, penekanan tidak boleh
terbatas pada pembersihan biasa tetapi juga pertimbangan untuk memperkuat
privasi dan visibilitas di toilet.
4. Persediaan Air Bersih
Meskipun literatur yang ada tentang WASH di HCFS di rangkaian sumber
daya rendah menunjukkan akses terbatas ke sumber air yang lebih baik, studi ini
menemukan hal itu hampir semua fasilitas pelayanan kesehatan di GKMA
Uganda memiliki akses ke sumber air yang lebih baik, tetapi tingkat aksesnya
tetap di bawah target WHO yaitu cakupan 100% pada tahun 2030. Meskipun
hampir semua HCFS memiliki sumber air yang lebih baik, sebagian besar tidak
memiliki sumber air alternatif. Kurangnya sumber alternatif dapat mengganggu
akses selama musim kemarau dan kerusakan fasilitas air.
Ssekamatte, T., et al. "Status of Water, Sanitation and Hygiene in Healthcare
Facilities in the Greater Kampala Metropolitan Area, Uganda." (2020).

Syadir, Syaiful, Anwar Daud, and Erniwati Ibrahim. "Studi Sanitasi Rumah Sakit
Ibnu Sina Makassar dan Rumah Sakit Pelamonia Makassar." Jurnal Kesehatan
Mayarakat (2015).

Mulogo, Edgar Mugema, et al. "Water, sanitation, and hygiene service availability at
rural health care facilities in southwestern Uganda." Journal of environmental and
public health 2018 (2018).

Poedjiastoeti, Hermin. "STUDI KONDISI SANITASI LINGKUNGAN DAN


PENGELOLAANNYA."

Anda mungkin juga menyukai