RUMAH SAKIT
OLEH:
Rumah sakit adalah suatu organisasi kompleks yang menggunakan Perpaduan peralatan
ilmiah yang rumit dan khusus, yang difungsikan oleh kelompok tenaga terlatih dan terdidik dalam
menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan pengetahuan medic modern untuk tujuan
pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Sedangkan menurut WHO (1957) diberikan
batasan yaitu "suatu bagian yang menyeluruh lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun
rehabilitative dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan rumah
sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian ".
Sanitasi rumah sakit adalah upaya menjadi kesehatan lingkungan rumah sakit. Sanitasi
adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan
memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang
menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan (Arifin, 2009).
Kesehatan lingkungan rumah sakit diartikan sebagai upaya penyehatan dan pengawasan
lingkungan rumah sakit yang mungkin berisiko menimbulkan penyakit dan atau gangguan
kesehatan bagi masyarakat sehingga terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya (Depkes RI, 2009).
Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit meliputi kegiatan-kegiatan yang kompleks
sehingga memerlukan penanganan secara lintas program dan lintas sektor serta berdimensi multi
disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan prasarana yang memadai dalam pengawasan kesehatan
lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2004). Tujuan dari sanitasi RS tersebut adalah menciptakan
kondisi lingkungan RS agar tetap bersih, nyaman, dan dapat mencegah terjadinya infeksi silang
serta tidak mencemari lingkungan.
Sanitasi RS sering kali dianggap hanyalah merupakan upaya pemborosan dan tidak
berkaitan langsung dengan pelayanan kesehatan di RS. Sehingga seringkali dengan alasan
kurangnya dana pembangunan dan pemeliharaan, ada RS yang tidak memiliki sarana pemeliharaan
sanitasi, bahkan mengabaikan masalah sanitasi. Mereka lebih mengutamakan kelengkapan alat-
alat kedokteran dan ketenagaan. Di lain pihak dengan masuknya modal asing dan swasta dalam
bidang perumahsakitan kini banyak RS berlomba-lomba untuk menampilkan citranya melalui
kemewahan gedung, kecanggihan peralatan kedokteran serta tenaga dokter spesialis yang
qualified, tetapi kurang memperhatikan aspek sanitasi. Sebagai contoh, banyak RS besar yang
tidak memiliki fasilitas pengolahan air limbah dan sarana pembakar sampah (incinerator) serta
fasilitas cuci tangannya tidak memadai atau sistim pembuangan sampahnya tidak saniter. Apabila
hal ini dibiarkan akan dapat membahayakan masyarakat, baik berupa terjadinya infeksi silang di
RS maupun pengaruh buruk terhadap lingkungan dan masyarakat luas.
Dari berbagai penelitian diketahui bahwa kejadian infeksi di RS ada hubungannya dengan
kondisi RS yang tidak saniter. Untuk itu apabila RS akan menjadi lembaga swadana, aspek sanitasi
perlu diperhatikan. Karena di samping dapat mencegah terjadinya pengaruh buruk terhadap
lingkungan, juga secara ekonomis dapat menguntungkan. Sungguh ironis bila RS sebagai tempat
penyembuhan, justru menjadi sumber penularan penyakit dan pencemar lingkungan. Untuk itu
sanitasi RS diarahkan untuk mengawasi faktor-faktor tersebut agar tidak membahayakan. Dengan
demikian, sesuai dengan pengertian sanitasi, lingkup sanitasi RS menjadi luas mencakup upaya-
upaya yang bersifat fisik seperti pembangunan sarana pengolahan air limbah, penyediaan air
bersih, fasilitas cuci tangan, masker, fasilitas pembuangan sampah, serta upaya non fisik seperti
pemeriksaan, pengawasan, penyuluhan, dan pelatihan.
Kualitas air yang digunakan di ruang khusus seperti, ruang operasi bagi rumah sakit yang
menggunakan air yang sudah diolah seperti dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sumur
bor, dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat dilakukan pengolahan tambahan dengan
cartridge filter dan dilengkapi dengan disinfeksi menggunakan Ultra Violet (UV). Ruang farmasi
dan hemodialisis, air yang digunakan di ruang farmasi terdiri atas air yang dimurnikan untuk
penyiapan obat penyiapan injeksi dan pengenceran dalam hemodialisis. Kegiatan pengawasan
kualitas air dengan pendekatan survei yang meliputi: inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum
dan air bersih, pengambilan, pengiriman dan pemeriksaan sampel air, melakukan analisa hasil
inspeksi sanitasi pemeriksaan laboratorium dan tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas
air.
Inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah sakit minimal dilakukan satu tahun
sekali. Sementara itu, untuk menjamin kebersihan air dari mirkobilogi baik untuk minum dan air
bersih dilakukan pemeriksaan mikrobilogi pada air minum dan bersih pada setiap bulan. Sebagai
bahan pemeriksaan mikrbiologi dilakukan pengambilan sampel air pada sarana penyediaan air
minum dan atau air bersih di rumah sakit. Pengambilan sampel dilakukan dengan
memperhitungkan kapasitas dari rumah sakit tersebut. Berikut ini tabel mengambarkan jumlah
sampel pemeriksaan mikrobiologi berdasarkan pada jumlah tempat tidur suatu rumah sakit sebagai
berikut:
Tabel. Jumlah Sampel Air Untuk Pemeriksaan Mikrobiologi Menurut Jumlah Tepat Tidur
Sedangkan pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 3 bulan
dan titik pengabimlan sampel masing-masing pada tempat penampungan (reservoir) dank ran
terjauh dari reservoir. Pemeriksaan bakteriologi minimal sebulan sekali. Titik pengambilan sampel
air untuk pemeriksaan bakteriologi terutama pada air keran dari ruang dapur, ruang operasi, kamar
bersalin, kamar bayi, ruang makan, dan tempat penampungan (reservoir), secara acak pada kran-
kran sepanjang system distrubusi. Sampel air dikirim dan diperiksakan pada laboratorium yang
berwenang atau yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atau Pemerintah Daerah setempat. Setiap
24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan kualitas air untuk pengukuran sisa klor
bila menggunakan desinfektan kaporit, pH, dan kekeruhan air minum atau air bersih yang berasal
dari system perpipaan atau pengolahan air pada titik atau tempat yang dicurigai rawan pencemaran.
Sebaiknya rumah sakit menggunakan sumber air dari perusahaan daerah air minum
(PDAM) atau sumber air tanah, karena akan mengurangi beban pengolahan. Apabila di daerah
tidak dimungkinkan, terpaksa harus menyediakan pengolahan air permukaan. Untuk membangun
system pengolahan perlu mempertimbangkan segi ekonomi, kemudahan pengolahan, kebutuhan
tenaga untuk mengoprasikan system, biaya operasional dan kecukupan supply baik dari segi
jumlah maupun mutu air yang dihasilkan. Pengolahan air bervariasi tergantung karakteristik asal
air dan kualitas produk yang diharapkan. Mulai dari cara yang sederhana yaitu dengan chlorinasi
sampai cara yang lebih rumit.
Jumlah kebutuhan air minum dan air bersih untuk rumah sakit masih belum dapat
ditetapkan secara pasti. Jumlah ini tergantung pada kelas dan berbagai pelayanan yang ada di
rumah sakit yang bersangkutan. Makin banyak pelayanan yang ada di rumah sakit tersebut,
semakin besar jumlah kebutuhan air. Di lain pihak, semakin besar jumlah tempat tidur, semakin
rendah proporsi kebutuhan air per tempat tidur. Secara umum, perkiraan kebutuhan air bersih
didasarkan pada jumlah tempat tidur. Sebagai dasar perhitungan kebutuhan air rumah sakit adalah
Kebutuhan minimal air bersih per-tempat tidur per-hari yaitu sebesar 500 liter. Oleh karena itu
diperlukan tempat-tempat penyimpanan air bersih (reservoir) di rumah sakit sebagai persediaan
untuk memenuhi kebutuhan selama 24 jam. Tempat penyimpanan air bersih dan
pendistribusiannya seperti pada gambar di bawah ini.
Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua) kali
setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan) dan titik pengambilan
sampel masing-masing pada tempat penampungan (reservoir) dan keran terjauh
dari reservoir.
Titik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologik terutama pada air
kran dari ruang dapur, ruang operasi, kamar bersalin, kamar bayi dan ruang makan, tempat
penampungan (reservoir), secara acak pada kran-kran sepanjang sistem distribusi, pada
sumber air, dan titik-titik lain yang rawan pencemaran.
Sampel air pada butir 3 dan 4 tersebut di atas dikirim dan diperiksakan pada
laboratorium yang berwenang atau yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atau
Pemerintah Daerah setempat. Pengambilan dan pengiriman sampel air dapat dilaksanakan
sendiri oleh pihak rumah sakit atau pihak ketiga yang direkomendasikan oleh Dinas
Kesehatan.
Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter yang menyimpang
dari standar maka harus dilakukan pengolahan sesuai parameter yang menyimpang.
Apabila ada hasil inspeksi sanitasi yang menunjukkan tingkat risiko pencemaran
amat tinggi dan tinggi harus dilakukan perbaikan sarana.
Studi Kasus
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mulyaningrum, H. M (2021) tentang Kualitas
Mikrobiologi Air Bersih Di Rumah Sakit Jiwa Menur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kualiatas mikrobiologi air bersih berdasarkan data sekunder yang diperoleh didapatkan hasil yang
tidak memenuhi syarat. Form observasi di lapangan yang dilakukan dengan metoda wawancara
tentang penyediaan air bersih di rumah sakit didapatkan rata-rata hasil sebesar 51,78 dengan
kategori kurang baik.
Dari hasil penilaian perencanaan penyediaan air bersih yang telah dilakukan di Rumah
Sakit, dihasilkan nilai sebesar 87,5 atau dengan kategori baik. Perencanaan penyediaan air bersih
yang belum terpenuhi hanya pada peralatan penunjang kegiatan pengambilan dan pengiriman
sampel yang tidak dalam kondisi baik dan memadai. Kondisi ini nantinya akan berpengaruh pada
hasil pengujian kualitas mikrobilogi air, karena dapat terkontaminasi pada saat pendistribusian
atau dari peralatan itu sendiri sehingga pada hasil pengujian kualitas mikrobiologi menurun.
Kelengkapan sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan
program penyehatan air. Apabila hal ini dibiarkan berlanjut, pencapaian sasaran dan target
program penyehatan air tidak akan maksimal (Ardinal, 2009). Maka perlu ditambahkan peralatan
penunjang kegiatan pengambilan dan pengiriman sampel yang kondisinya lebih baik dan
memadai.
Dari hasil penilaian pengorganisasian SDM dalam penyediaan air bersih Rumah Sakit
sebesar 12,5 atau dengan kategori buruk. Beberapa pengorganisasian SDM tidak dapat terpenuhi
karena petugas penanggung jawab tidak memiliki latar belakang pendidikan kesehatan lingkungan
atau pendidikan yang memiliki ilmu tentang kesehatan lingkungan dan tersertifikasi pernah
mengikuti pelatihan tentang air bersih, sampling air bersih, sarana penyediaan air bersih, atau
pernah mengikuti pelatihan berkaitan dengan bidang pumbling. Petugas penanggung jawab
minimal harus mempunyai kompetensi dalam melakukan kegiatannya, karena apabila petugas
penanggung jawab tidak kompeten dalam kegiatan tersebut maka akan sulit dalam mengetahui
permasalahan yang sedang terjadi bila terdapat kerusakan atau kendala dalam penyediaan air
bersih.
Rekomendasi dari saya yang dapat dilaksanakan oleh Rumah Sakit Jiwa Menur dalam
meningkatkan pengorganisasian SDM yaitu,
1) Menambahkan SOP kegiatan desinfeksi
2) Menambahkan SOP Petugas dalam kegiatan pembersihan ground tank
3) Menambahkan form khusus atau panduan lain untuk petugas melakukan kegiatan
inspeksi sarana penyediaan air bersih,
4) Petugas penanggung jawab kegiatan penyediaan air bersih harus memiliki kompetensi
dalam melakukan kegiatannya, yaitu tentang air bersih, sampling air bersih, sarana
penyediaan air bersih, dan kompeten dalam bidang pumbling.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyaningrum, H. M., Kriswandana, F., & Ipmawati, P. A. (2021). Kualitas Mikrobiologi Air
Bersih Di Rumah Sakit Jiwa Menur. GEMA LINGKUNGAN KESEHATAN, 19(2).
Daerah, P. (2018). Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Timur No. 20 Th. 2018 Tentang
Pengawasan Kualitas Air. 0–18.
Wulandari, K., & Wahyudin, D. (2018). Sanitasi Rumah Sakit. Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan.