Anda di halaman 1dari 4

Tugas MK.

Kesehatan Lingkungan Pemukiman

Nama : Muhammad Al Badar Adang


Nim : 2007010108
Kelas/Semester : KLKK/6

PERMUKIMAN KUMUH
Pengertian Permukiman Kumuh

Dalam undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan


permukiman, permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni yang ditandai dengan
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta
sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. (UU No.1 Tahun 2011 tentang PKP).

Permukiman kumuh adalah sebuah wilayah pemukiman yang ditandai dengan kondisi
lingkungan yang buruk dan tidak layak huni. Permukiman kumuh biasanya terdiri dari
bangunan-bangunan yang padat, kepadatan penduduk yang tinggi, infrastruktur yang buruk atau
bahkan tidak ada, sanitasi yang buruk, akses yang terbatas terhadap air bersih dan listrik, serta
berbagai masalah sosial dan kesehatan yang muncul karena kondisi lingkungan yang buruk
tersebut.
Permukiman kumuh sering kali terletak di pinggiran kota atau kawasan industri, dan
biasanya dihuni oleh kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah atau tidak memiliki
akses terhadap tempat tinggal yang lebih layak. Masalah permukiman kumuh merupakan
masalah global dan menjadi fokus perhatian pemerintah dan masyarakat internasional dalam
upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan warga di daerah-daerah yang
terkena dampaknya.
Ciri-ciri permukiman kumuh
Beberapa ciri-ciri permukiman kumuh antara lain:
1. Kepadatan penduduk yang tinggi: Permukiman kumuh ditandai dengan kepadatan
penduduk yang sangat tinggi. Banyak orang tinggal dalam satu rumah atau bahkan satu
kamar, sehingga privasi dan kenyamanan hidup sangat minim.
2. Bangunan yang tidak layak huni: Bangunan di permukiman kumuh biasanya tidak
memenuhi standar kualitas dan keselamatan yang layak untuk dihuni. Banyak bangunan
yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak tahan lama atau tidak aman, dan tidak memiliki
ventilasi dan pencahayaan yang cukup.
3. Infrastruktur yang buruk atau tidak ada: Permukiman kumuh seringkali tidak memiliki
akses yang memadai terhadap jalan raya, air bersih, listrik, sanitasi, dan sarana umum
lainnya.
4. Kondisi sanitasi yang buruk: Permukiman kumuh seringkali tidak memiliki sistem
sanitasi yang memadai, seperti toilet atau tempat pembuangan sampah yang layak.
Akibatnya, lingkungan permukiman menjadi kotor dan berbau tidak sedap, serta berisiko
terjadinya wabah penyakit.
5. Kemiskinan dan ketimpangan sosial: Permukiman kumuh seringkali dihuni oleh
kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tidak memiliki akses terhadap
layanan dan peluang ekonomi. Hal ini menyebabkan ketimpangan sosial dan ekonomi
antara permukiman kumuh dengan daerah-daerah lain di sekitarnya.
6. Potensi konflik sosial dan kriminalitas: Kepadatan penduduk dan ketimpangan sosial
dalam permukiman kumuh dapat menimbulkan potensi konflik sosial dan kriminalitas
yang tinggi.
7. Kondisi Drainase Lingkungan
 Drainase lingkungan tidak tersedia;
 Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan, sehingga
menimbulkan genangan;
 Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk.
8. Kondisi Pengelolaan Air Limbah

 Sistem pengelolaan air limbah tidak memadai. Yaitu terdiri atas kakus/kloset yang
terhubung dengan tangki septik baik secara individual/domestik, komunal maupun
terpusat;
 Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memadai. Meliputi kakus/kloset
tidak terhubung dengan tangki septik, atau tidak tersedianya sistem pengolahan
limbah setempat atau terpusat.

9. Kondisi Pengelolaan Persampahan

 Prasarana dan sarana persampahan tidak memenuhi syarat. Meliputi tidak ada tempat
pemilahan sampah skala domestik atau rumah tangga, tempat pengumpulan sampah
(TPS), sarana pengangkut sampah, dan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST)
pada skala lingkungan.
 Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis. Mencakup
pewadahan dan pemilahan domestik, pengumpulan sampah lingkungan,
pengangkutan sampah lingkungan, dan pengolahan sampah lingkungan.

Penyebab permukiman kumuh


Beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya permukiman kumuh antara lain:

1. Urbanisasi: Banyak orang yang bermigrasi dari pedesaan ke kota mencari pekerjaan dan
kehidupan yang lebih baik, namun seringkali tidak memiliki akses atau mampu
membayar tempat tinggal yang layak. Akibatnya, mereka terpaksa menetap di
permukiman kumuh yang murah atau bahkan gratis.
2. Kesenjangan sosial dan ekonomi: Ketimpangan sosial dan ekonomi dapat menyebabkan
kelompok masyarakat tertentu sulit memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti tempat
tinggal yang layak. Ini dapat menyebabkan mereka terpaksa tinggal di permukiman
kumuh.
3. Kebijakan publik yang buruk: Kebijakan publik yang buruk, seperti kurangnya investasi
dalam pembangunan infrastruktur dan perumahan, dapat menyebabkan terbentuknya
permukiman kumuh di daerah-daerah tertentu.
4. Konflik dan bencana alam: Konflik sosial dan bencana alam dapat menyebabkan orang
kehilangan tempat tinggal mereka dan terpaksa mencari tempat tinggal baru yang tidak
layak.
5. Spekulasi tanah: Spekulasi tanah dapat menyebabkan harga tanah yang tinggi, sehingga
orang-orang yang tidak mampu membayar harga tersebut terpaksa tinggal di permukiman
kumuh.
6. Kurangnya perhatian pemerintah: Kurangnya perhatian dari pemerintah dan kebijakan
yang tidak efektif dapat menyebabkan terbentuknya permukiman kumuh dan terus
bertambah jumlahnya.

Permukiman Kumuh Di Kota Kupang


Salah satu wilayah kota Kupang yang merupakan tempat tumbuhnya beberapa
permukiman kumuh yaitu di Kecamatan Kelapa Lima, khususnya pada pesisir pantai wilayah
Kelurahan Oesapa. Di wilayah tersebut penduduk setempat berusaha menimbun pantai dengan
sampah kemudian mendirikan gubuk-gubuk liar di atasnya, sehingga dengan pesat tumbuhlah
lingkungan permukiman yang padat dan tak teratur. Kelurahan Oesapa berada pada kecamatan
Kelapa Lima dan berdasarkan fungsi ruang berada pada BWK III yang juga tergolong
pemukiman padat penduduk. Untuk wilayah Kota Kupang sendiri, Oesapa ini tergolong wilayah
yang sangat tinggi tingkat urbanisasinya sepanjang tahun. Tersedianya zona pendidikan
menengah dan tinggiakhirnya turut meningkatkan kebutuhan hunian bagi mahasiswa. Adapun
prosentase kepadatan penduduk berdasarkan aktivitas yaitu pelajar 5.5% (5.599), Mahasiswa
4.6% (4.660), tidak bekerja 2.4% (2.419), Pengurus rumah tangga 2.9% (2.988), wiraswasta
1.6% (1.679), pegawai swasta 1.2% (1.229), 18.2 dan lain-lain 88.1% dari total jumlah penduduk
23.233 jiwa (Laporan bulanan kelurahan, 2013).

Anda mungkin juga menyukai