Anda di halaman 1dari 10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka yang penelitian disesuaikan dengan tema studi yakni Penanganan
Kawasan Permukiman Kumuh adalah Sebagai berikut:

3.1. Permukiman Kumuh

Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,


dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan, sedangkan
kata kumuh menurut kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai kotor atau cemar.
Berdasarkan judul prioritas penanganan kawasan kumuh, peneliti mengambil beberapa
teori yang terkait permukiman kumuh, teori-teori diambil dari beberapa para ahli yang
menjabarkan pendapat-pendapat tentang pengertian permukiman kumuh, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada teori-teori dibawah ini.
Kawasan kumuh di defenisikan sebagai hunian yang tidak memadai karena tidak
adanya ketersediaan fasilitas fisik (ruang terbuka hijau/RTH, drainase, air bersih,
jaringan komunikasi, dan lainnya) Archarya (2010). Defenisi kumuh memiliki indikator
dari segi pelayanan dasar, yaitu akses terhadap air bersih, sanitasi, kualitas struktur
rumah(atap,lantai dan dinding) serta kepadatan luas lantai lebih kecil atau sama dengan
7,2 m² UN-Habitat. Permukiman kumuh merupakan kampung atau perumahan liar yang
perkembangannya tidak direncanakan terlebih dahulu yang ditempati oleh masyarakat
berpenghasilan rendah sampai sangat rendah, memiliki kepadatan penduduk dan
kepadatan bangunan tinggi dengan kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan maupun teknik dengan pola yang tidak teratur, kurangnya prasarana,
kurangnya utilitas dan fasilitas sosial Yudhohusodo dalam Ridlo (2001:22)
Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di
kawasan tersebut buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang tidak sesuai dengan
standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah
sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi, persyaratan kelengkapan sarana jalan, ruang
terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya Suparlan (2004). Kawasan kumuh
merupakan bagian kota yang terabaikan sehingga mengakibatkan perumahan dan
kondisi kehidupan masyarakatnya berada dalam status miskin. Kawasan ini berada di
tengah kota dengan kepadatan yang sangat tinggi atau terbangun secara spontan di
pinggir kota Lembaga (cities Alliance Action Plan).
Permukiman kumuh adalah kompleks permukiman secara fisik daerah kumuh,
ditandai oleh bentuk rumah yang kecil dengan kondisi lingkungan yang buruk, pola
settlement tang tidak teratur, kualitas lingkungan yang rendah, serta minimnya fasilitas
umum Drakakakis-Smith (1980) dan Grimes (1976).
Menurut Khomarudin (1997:83-112) lingkungan permukiman kumuh dapat
didefinisikan sebagai berikut:
1. Lingkungan yg berpenghuni padat (melebihi 500 org per Ha);
2. Kondisi sosial ekonomi masyarakat rendah;
3. Jumlah rumahnya sangat padat dan ukurannya dibawah standart;
4. Sarana prasarana tidak ada atau tidak memenuhi syarat teknis dan kesehatan;
5. Hunian dibangun diatas tanah milik negara atau orang lain dan diluar perundang-
undangan yang berlaku.
Berdasarkan teori-teori yang di paparkan di atas maka peneliti menyimpulkan
bahwa untuk pengertian permukiman kumuh lebih mengarah pada masalah infrastruktur
yang di artikan masing-masing para ahli berupa, jalan, drainase, limbah, air bersih dan
persampahan. Terdapat juga beberapa masalah seperti kondisi bangunan hunian, dan
fasilitas sosial yang kurang memadai.
3.2. Ciri ciri Permukiman Kumuh

Ciri-ciri permukiman kumuh menjelaskan tentang kondisi fisik maupun non fisik
dari permukiman kumuh,yang menggambarkan masalah-masalah yang sering terjadi di
permukiman kumuh, peneliti mengambil teori-teori dari para ahli yang menurut peneliti
berkaitan dengan judul peneliti, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada teori di bawah
ini.
Menurut Arawinda Nawagamuwa dan Nils Viking (2003:3-5) adapun ciri-ciri
kawasan kumuh dapat tercermin dari:
1. Penampilan fisik bangunannya yang miskin konstruksi, yaitu banuyaknya
bangunan-bangunan temporer yang berdiri serta nampak tak terurus maupun tanpa
perawatan.
2. Pendapatan yang rendah mencerminkan status ekonomi mereka, biasanya
masyarakat kawasan kumuh berpenghasilan rendah.
3. Kepadatan bangunan yang tinggi, dapat terlihat tidak adanya jarak antar bangunan
maupun siteplan yang tidak tersencana.
4. Kepadatan penduduk yang tinggi dan masyarakatnya yang heterogen.
5. Sistim sanitasi yang miskin atau tidak dalam kondisi yang baik.
6. Kondisi sosial yang tidak baik dapat dilihat dengan banyaknya tindakan kejahatan
maupun kriminal.
7. Banyaknya jumlah masyarakat pendatang yang bertempat tinggal dengan
menyewa rumah.
Muta’ali (2006), berdasarkan hasil observasi lapangan menyebutkan bahwa ciri-ciri
kawasan permukiman kumuh yang menonjol dan perlu di perhatikan adalah sebagai
berikut:
1. Rumah beratapkan jerami;
2. Rumah tampah jendela/ventilasi udara, ada sinar matahari tidak dapat masuk;
3. Tidak terdapat pembagian ruang/kamar sesuai dengan peruntukannya;
4. Dinding dan lantai telah lapuk;
5. Banyak di huni anggota rumah tangga tidak produktif;
6. Kepala rumah tangga bekerja pada jenis pekerjaan berpenghasilan rendah;
7. Tidak memiliki jamban;
8. Berada pada permukiman dengan sanitasi jelek.
Socki (1993) ciri-ciri fisik bangunan dan lingkungan permukiman kumuh antara
lain adalah sebagi berikut:
1. Tingginya tingkat kepadatan penduduk, yaitu lebih dari 1.250 jiwa perhektare.
2. Kepadatan bangunan juga cukup tinggi sehingga mencapai 250 rumah lebih atau
lebih perhektarenya dan ukuran bangunan yang kecil-kecil 25 m².
3. Tata letak yang tidak teratur dan sanitasi jelek, serta kualitas bangunan yang jelek.
4. Ciri-ciri lain dari permukiman kumuh juga berasosiasi dengan kawasan industri,
sekitar badan air, sepanjang rel kereta api, serta sekitar daerah pusat industri.
Menurut Sinulingga dalam Siti Umajah (2002:78), permukiman kumuh dicirikan
sebagai berikut:
1. Penduduknya sangat padat, antara 250-400 jiwa/ha. Pendapat para ahli perkotaan
menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah mencapai 80 jiwa/ha
akan timbul masalah, seperti perumahan yang dibangun tidak mungkin lagi
memiliki persyaratan fisiologis, psikologis, dan perlindungan terhadap penularan
penyakit;
2. Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena
sempitnya kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap-atap rumah
yang telah bersinggungan satu sama lain;
3. Fasilitas drainase sangat tidak memadai bahkan terdapat jalan-jalan tanpa fasilitas
drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini akan dengan mudah tergenang air;
4. Pembuangan air kotoran/ tinja sangat minim sekali. Sebagian penghuni ada yang
membuang tinja langsung ke saluran dekat dengan rumahnya atau ke sungai
terdekat. Sebagian lagi membuat WC cubluk tetapi karena terbatasnya lahan
terpaksa harus berdekatan dengan sumur dangkal yang dimanfaatkan sebagai
sumber air minum, sehingga kemungkinan terjadi pencemaran air sumur dangkal
ini sangat besar;
5. Fasilitas penyediaan air minum sangat minim, memanfaatkan air sumur dangkal,
air hujan atau air kalengan;
6. Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umumnya tidak
permanen dan malahan banyak yang darurat;
7. Kawasan ini sangat rawan ketularan penyakit;
8. Pemilikan hak terhadap lahan tidak legal, artinya status lahannya masih
merupakan tanah negara dan para pemilik tidak memiliki status apa-apa.
Dari teori-teori di atas peneliti menyimpulkan ciri-ciri permukiman kumuh yang di
jelaskan oleh para ahli lebih membahas tentang ciri-ciri fisik yaitu sarana dan prasaran
yang kurang memadai, terdapat ciri-ciri non fisik seperti masalah sosial yang di
paparkan para ahli yaitu kepadatan penduduk yang terdapat di kawasan permukiman
kumuh.
3.3. Karakteristik Permukiman Kumuh
Karakteristik permukiman kumuh menjelaskan tentang karakteristik permukiman
kumuh pada umumnya dan karakteristik fisik dan karakteristik ekonomi yang menurut
peneliti berhubungan dengan judul serta tema peneliti tentang permukiman kumuh,
teoti-teori yang diambil dari beberapa ahli, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada teoro-
teori dibawah ini.
Karakteristik permukiman kumuh, (Silas,1996) adalah sebagai berikut :

1. Keadaan rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-rata 6


m²/orang. Sedangkan fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani karena
tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman yang ada,
maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya.
2. Permukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok, yaitu dekat tempat
mencari nafkah (opportunity value) dan harga rumah juga murah (asas
keterjangkauan) baik membeli atau menyewa.
3. Manfaat permukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah
adalah kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi.
3.3.1. Karakteristik Fisik

Beberapa karakteristik permukiman kumuh menurut Yudohusodo dalam Ridlo


(2001:22), yaitu :
1. Bentuk hunian tidak berstruktur;
2. Bentuk hunian tidak berpola dengan letak rumah dan jalan-jalannya tidak
beraturan;
3. Tidak tersedianya fasilitas umum;
4. Tidak tersedia fasilitas, sarana dan prasarana permukiman dengan baik, misalnya
tidak ada got, sarana air bersih dan jalan yang buruk.
3.3.2. Karakteristik Ekonomi

Beberapa hal terkait timbulnya permukiman kumuh dan itu dapat ditinjau dari segi
ekonomi masyarakat yang bermukim di kawasan permukiman kumuh, beberapa
karakteristiknya adalah :
1. Masyarakat berpenghasilan rendah;
2. Berprofesi sebagai pengangguran, pengemis, buruh bangunan, pemulung, penjual
dagangan pikul dan penjual dagangan gerobak dorong.
Permukiman kumuh disebabkan karena terjadi migrasi yang tinggi terutama bagi
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, sulitnya mencari pekerjaan sehingga sulit
mencicil atau menyewa rumah. Seperti hal tersebut di atas, bahwa karakteristik ekonomi
masyarakat di permukiman kumuh sesungguhnya adalah kemampuan masyarakat dalam
bertahan hidup di garis kemiskinan, disebut miskin karena pada umumnya masyarakat
yang bermukim di permukiman kumuh merupakan masyarakat yang tidak memiliki
penghasilan dan berpenghasilan rendah. Hal ini tentunya mempengaruhi cara hidup
masyarakat di permukiman tersebut, khususnya dalam bentuk hunian tempat tinggal dan
lingkungan huniannya Komarudin (1997:88).
Dilihat dari teori yang di bahas oleh para ahli menjelaskan tentang karakteristik
fisik seperti bentuk hunian dan ketersediaan fasilitas, untuk karakteristik ekonomi para
ahli menjelaskan tentang penghasilan masyarakat yang rendah serta mata pencaharian
masyarakat yang bermukim di kawasan permukiman kumuh.
3.4.Kriteria Permukiman Kumuh

Kriteria permukiman kumuh menjelaskan tentang standar atau ukuran yang dipakai
dalam menentukan permukiman kumuh, standar yang dijelaskan merupakan standar dari
infrastruktur yang di gunakan dalam peningkatan kualitas dari permukiman kumuh.
Untuk memperjelas pemaparan tersebut dapat dilihat pada teori dibawah ini.
Program kota hijau dalam, skema inovatif penanganan permukiman kumuh, Budi
Prayitno (2014), merupakan cerminan kota ramah lingkungan yang didesain dengan
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan. Untuk mewujudkan kota hijau, setiap
kota diharapkan dapat menerapkan standar lingkungan kota hijau dengan melihat dari
kriteria-kriteri berikut:
1. Dari aspek lokasi
2. Dari aspek kualitas masyarakat
3. Dari aspek hunian/rumah
4. Dari aspek sarana dan prasarana
5. Dari aspek lapangan pekerjaan
Diatur dalam Permen PUPR NO.2/PRT/M/2016 tentang Peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh menyatakan bahwa kriteria
perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria yang digunakan untuk
menentukan kondisi kekumuhan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh meliputi kriteria kekumuhan
ditinjau dari:
1. Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung, mencakup:
a. Ketidakteraturan Bangunan
b. Tingkat Kepadatan Bangunan Yang Tinggi Yang Tidak Sesuai dengan
Ketentuan Rencana Tata Ruang;
2. Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan, mencakup:
a. Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau
permukiman
b. Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk
3. Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum, mencakup:
a. Ketidaktersediaan akses aman air minum
b. Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu sesuai standar yang
berlaku
4. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Drainase Lingkungan, mecakup:
a. Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan
b. Ketidaktersediaan drainase
c. Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan
d. Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di
dalamnya
e. Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk
5. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Pengelolaan Air Limbah, mencakup:
a. Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku
b. Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan
teknis
6. Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan, mencakup:
a. Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis
b. Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis
c. Tidak Terpeliharanya Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan
7. Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran, mencakup ketidaktersediaan
prasarana proteksi kebakaran seperti: pasokan air yang diperoleh dari sumber
alam maupun buatan serta jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya
kendaraan pemadam kebakaran
Kriteria permukiman kumuh yang di atur dalam Permen (PUPR NO.2/PRT/M/2016),
tentang peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
menjelaskan tentang kriteria dari infrastruktur yang meliputi bangunan gedung, jalan
lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah dan
pengolahan persampahan.
3.5 Penanganan kawasan kumuh

Kajian tentang permukiman kumuh pada umumnya mencangkup tiga segi, pertama
kondisi fisiknya, kedua kondisi sosial dan ekonomi dalam upaya penanganan kawasan
kumuh, (Santosa, 2007). Dalam parameter penanganan kawasan kumuh terdapat
bebebrapa komponen yaitu komponen fisik, soial dan ekonomi, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada uraian berikut ini:
1. Kondisi fisik
a. Kondisi fisik
Antara lain tampak dari kondisi bangunan yang sangat rapat dengan kualitas
kontruksi yang rendah, jaringan jalan tidak berpola dan kondisi perkerasannya
yang kurang baik, sanitasi umum dan saluran drainase tidak berfungsi dengan
baik, serta pengolahan persampahan yang kurang baik, (Santosa,2007).
b. Komponen fisik
Asep Hariyanto (2007), Keadaan permukiman dengan melihat para meter jumblah
rumah, kondisi rumah, jumlah penghuni, kepadatan bangunan dan status
kepemilikan lahan serat terdapat komponen sanitasi lingkungan yang berupa:
 Komponen sumber air bersih
 Pemanfaatan MCK oleh warga
 Pembuangan air limbah
 Kondisi saluran air
 Penumpukan dan upaya pengelolaan sampah
 Frekuensi banjir
2. Kondisi sosial
a. Kondisi sosial ekonomi
Masyarakat yang tinggal dikawasan permukiman kumuh antara lain mencangkup
tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang
mewarnai kehidupan yang antara lain tampak dari sikap dan perilaku yang apatis.
b. Komponen sosial kependudukan
 Jumlah penduduk
 Komposisi penduduk
 Kepadatan penduduk
 Pendidikan penduduk
 Kesehatan pendududuk
c. Komponen sosial budaya
 Kebiasaan penduduk
 Adat istiadat
d. Kondisi ekonomi
 Tingkat pendapatan
 Aktifitas ekonomi atau mata pencaharian penduduk
 Sarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi
Dari penjelasan tentang komponen dan kondisi dalam penanganan kawasan kumuh
yang mengacu kepada tiga aspek yaitu fisik, sosial dan ekonomi yang merupakan
indikator dalam meningkatkan penanganan kawasan kumuh, serta memiliki paremeter
masing-masing dalam upaya penanganannya
3.6.Landasan penelitian

Landasan penelitian adalah seperangkat defenisi,konsep proposisi yang telah


disusun rapi dan sistematis tentang variabel-variabel dalam sebuah penelitian. Landasan
penelitian ini akan menjadi dasar yang kuat dalam penelitian yang dilakukan oleh
karena itu, pembuatan landasan teori secara baik dan benar dalam sebuah penelitian
menjadi salah satu hal yang penting, karena landasan teori akan menjadi sebuah pondasi
dan landasan dalam penelitian. Peneliti mengambil beberapa pengertian dari para ahli
yang menurut peneliti dapat menjadi landasan dalam menentukan variabel terkait
prioritas penanganan kawasan kumuh.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada teori-teori
berikut. Kawasan kumuh didefenisikan sebagai hunian yang tidak memadai karena tidak
adanya ketersediaan fasilitas fisik (drainase dan air bersih, Archarya 2010).
Karakteristik permukiman kumuh seperti bentuk hunian tidak berstruktur, bentuk
hunian tidak berpola dengan letak rumah dan jalan-jalannya tidak beraturan, tidak
tersedianya fasilitas sarana dan prasarana permukiman dengan baik, misalnya tidak ada
got, sarana air bersih dan jalan yang buruk. Yudohusodo dalam Ridlo (2001:22).
Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria yang digunakan
untuk menentukan kondisi kekumuhan pada perumahan kumuh dan permukiman
kumuh. Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang akan ditinjau dalam
hal ini meliputi kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung, jalan lingkungan,
penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, kriteria
pengelolaan persampahan dan proteksi kebakaran, Permen (PUPR NO.2/PRT/M/2016).
Dari uraian teori yang telah dijelaskan pada sebelumnya tentang teori permukiman
kumuh maka dapat dirumuskan variabel penelitian yang dilakukan melalui proses
sintesa teori.
Diagram 3.1
Variabel

Variabel
Kawasan kumuh di defenisikan 1. Kondisi hunian
sebagai hunian yang tidak a) Kepadatan bangunan
memadai karena tidak adanya b) Ketidakteraturan bangunan
ketersediaan fasilitas fisik 2. Jaringan jalan
(drainase dan air bersih), a) Cakupan Pelayanan Jalan Lingkungan
Archarya (2010) b) Kualitas Permukaan Jalan Lingkungan
3. Jarinagn drainase
a) Ketidakmampuan mengalirkan limpasan air
Karakteristik permukiman kumuh menurut b) Ketidaktersediaan drainase
Yudohusodo dalam Ridlo (2001:22), c) Ketidakterhubungan dengan sistem drainase perkotaan
yaitu: Permukiman kumuh merupakan d) Tidak terpeliharanya drainase
1. Bentuk hunian tidak berstruktur e) Kualitas Konstruksi drainase
permukiman yang memiliki
2. Bentuk hunian tidak berpola 4. Jaringan air bersih
dengan letak rumah dan jalan- sarana dan prasarana yang kurang
memadai seperti bentuk a) Ketidaktersediaan Akses Aman Air Minum(bersih, tidak berbau dan tidak
jalannya tidak beraturan berwarna)
3. Tidak tersedianya fasilitas bangunan gedung, jalan b) Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum
umum lingkungan, penyediaan air c) jumlah penduduk yang tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya (60
4. Tidak tersedia fasilitas, sarana minum, drainase lingkungan, ltr/hr)
dan prasarana permukiman pengolahan air limbah dan 5. Jaringan air limbah
dengan baik, misalnya tidak ada pengolahan persampahan, serta a) Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai standar teknis
got, sarana air bersih dan jalan kondisi sosial ekonomi seperti b) Prasarana dan sarana pengolahan air limbah tidak sesuai dengan persyaratan
yang buruk. teknis
mata pencaharian dan tingkat
pendapatan 6. Jaringan persampahan
a) Prasarana dan Sarana Persampahan Tidak Sesuai dengan Persyaratan Teknis
Kriteria permukiman kumuh meliputi b) Sistem pengelolaan persampahan yang tidak sesuai standar teknis
kriteria kekumuhan ditinjau dari: c) Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan
1. Kriteria kekumuhan ditinjau 7. Kondisi sosial ekonomi
dari bangunan gedung a) Mata pencaharian
2. Kriteria kekumuhan ditinjau
b) Tingkat pendapatan
dari jalan lingkungan
3. Kriteria kekumuhan ditinjau
dari penyediaan air minum
4. Kriteria Kekumuhan Ditinjau
dari Drainase Lingkungan
5. Kriteria Kekumuhan Ditinjau
dari Pengelolaan Air Limbah
6. Kriteria kekumuhan ditinjau
dari pengelolaan persampahan
7. Kriteria Kekumuhan Ditinjau
dari Proteksi Kebakaran

Anda mungkin juga menyukai