Disusun oleh :
GABRIELE BENITA A
K5418031
PENDIDIKAN GEOGRAFI
SURAKARTA
2020
1. Perbedaan antara Slum rea dengan squatter settlement :
Jawab :
a. Daerah Kumuh ( Slum )
Definisi slum menurut Abrams adalah ; The word slum is a catchall for poor housing
of every kind as a label for the environment. ( Abrams;1964; 3 )
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud slum selalu
dihubungkan dengan lingkungan yaitu : perkampungan miskin dan kotor,
perkampungan yang melarat, dimana tanah yang mereka tempati sudah menjadi milik
mereka dengan atau tanpa izin pemerintah atau pemilik tanah Namun karena kondisi
ekonomi dan pendidikan yang rendah, lingkungan permukiman pun tidak terawat
sehingga menjadi kotor.
Ciri-ciri fisik daerah kumuh adalah : sangat padat penduduknya, jalan sempit berupa
gang-gang kecil, drainase tidak memadai bahkan ada yang tanpa drainase,tidak ada
ruang terbuka diantara rumahnya, fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim,
fasilitas sumber air bersih sangat minim, tata bangunan yang sangat tidak teratur, sistem
sirkulasi udara dalam rumah tidak baik, tidak ada privacy bagi penghuni rumah dan
berlokasi di pusat kegiatan ekonomi kota
b. Daerah Liar ( Squatter )
Definisi squatters secara umum adalah daerah permukiman di kawasan kota yang
dihuni oleh orang-orang yang sangat miskin yang tidak mampu mempunyai tanah
sehingga menempati tanah negara, tanah swasta ataupun tanah perorangan
(Depkimpraswil; 2002; 3 )
Sedangkan A squatter ( pemukim liar ) menurut the Concise Oxford Dictionary adalah
orang yang menempati tanah negara tanpa hak, orang yang mengambil kepemilikan
tanpa persetujuan terhadap tanah kosong. Daerah yang dihuni penduduk liar disebut
permukiman liar. Ini berarti bahwa permukiman liar bisa berupa rumah bata dan beton
sampai rumah kardus.
Ada tiga karakteristik yang bisa membantu kita memahami penyelesaian pemukiman liar:
1. Physical ( Phisik )
Pemaksimaksimalan fasilitas dan infrasteruktur tanpa mengurangi keselamatan,
Jaringan informal untuk persediaan air bersih. Pengaturan serupa mungkin dibuat untuk
listrik, pengeringan, fasilitas kamar kecil dan lain - lain dengan otoritas publik atau
saluran formal.
2. Social ( Sosial )
Kebanyakan penghuni liar mempunyai pendapatan tergolong lebih rendah,
diantaranya bekerja sebagai tenaga kerja upah atau dalam perusahaan sektor informal.
Kebanyakan mendapat gaji atau upah minimum atau dapat juga pendapatan tinggi
karena bekerja sambilan. Penghuni liar sebagian besar orang pindah, Tetapi banyak
juga penghuni liar dari generasi ke generasi secara turun - temurun.
3. Legal ( undang – undang)
Penyelesaian penghuni liar adalah ketiadaan kepemilikan lahan padahal di
atasnya mereka sudah membangun rumah. Ini bisa jadi merupakan tanah pemerintah
lowong / daratan publik, parcels tanah pinggiran seperti pinggiran rel kereta api atau
tanah kesultanan (sultan ground). penghuni liar untuk membangun suatu rumah harus
dicatat suatu pemilik tanah " sewa" untuk melakukan pembayaran yang nominal bagi
mereka. Dan uang yang mereka bayar bisa untuk membuatkan rumah / hunian bagi
mereka yang lebih layak dan sah kepemilikannya.
Contoh kasus :
Permukiman di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) merupakan masalah yang tidak bisa
dihindarkan di kota-kota besar di Indonesia. Kota Yogyakarta dialiri tiga sungai yang kiri-
kanannya terdapat hunian yang padat. Selain padat, kuaIitas permukiman juga buruk. Pihak
Pemerintah tidak lagi berusaha untuk menghilangkan permukiman itu karena dianggap
tidak akan memecahkan masalah. Sebaliknya, telah diimplementasikan kebijakan yang
tujuannya untuk memperbaiki kualitas permukiman tersebut, baik dari sisi fisik maupun
non fisiko Tidak kurang dari tujuh program telah dilaksanakan di sepanjang aliran sungai
di Yogyakarta. Sayangnya, sebagian besar program tersebut belum bisa dikatakan sukses.
Sifat program yang sporadis atau tidak berkesinambungan, kurang terlibatnya pemimpin
informal setempat, dan lemahnya upaya menggalang partisipasi masyarakat adalah
sebagian penyebab kurang berhasilnya program-program yang dilaksanakan.
Contoh :
Wilayah permukiman bantaran Sungai Pepe, banyak warga atau masyarakat yang
mendirikan bangunan di sepanjang bantaran sungai. Mereka tidak peduli meskipun di
wilayah tersebut sangat bahaya dan rawan akan banjir namun karena factor ekonomi
mereka terpaksa mendirikan di pinggir sungai. Meskipun sudah beberapa kali digusur dan
diusir oleh pihak berwenang, mereka tetap keras kepala dan melakukan aksi demo hingga
ketika diusir mereka akan mendirikan bangunannya kembali.