BAB I PENDAHULUAN
Berbagai aktivitas manusia saat ini lebih kompleks di wilayah perkotaan dan
pinggiran kota yang sedang tumbuh (urban fringe). Tuntutan penyediaan berbagai
fasilitas tersebut bermuara terhadap meningkatnya permintaan lahan, sedangkan
persediaan lahan kosong di perkotaan sulit diperoleh. Hal ini menyebabkan terjadinya
peralihan fungsi lahan pertanian di sekitar perkotaan menjadi kawasan permukiman
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Sebagai pusat pemerintahan dan pendidikan serta pariwisata, lahan di Kota Denpasar
sangat potensial beralih fungsi dari lahan sawah menjadi lahan kering (perumahan,
industri, jalan dan lain-lain). Selama kurang lebih lima tahun terakhir ini luas lahan
sawah berkurang sekitar 283 Ha atau menyusut rata-rata tiap tahun sekitar 2,8%.
Perubahan tata guna lahan yang sangat cepat ini menyebabkan berkurangnya daerah
resapan air yang berkontribusi atas meningkatnya debit banjir.
Salah satu daerah pinggiran Kota Denpasar yang sedang mengalami perkembangan
yaitu Kelurahan Pemogan, Denpasar Selatan dengan membentuk pola permukiman
sepanjang jalan utama (Jalan Raya Pemogan). Jika di lihat dari satelit maka akan
tampak deretan pertokoan dan fasilitas umum lainnya di sepanjang pinggiran jalan
utama. Namun di belakang pertokoan dan fasilitas tersebut masih terdapat areal
persawahan yang berpotensi menjadi areal permukiman baru dikarenakan
pembangunan pertokoan dan fasilitas umum tersebut. Salah satu contoh areal
persawahan yang telah berubah menjadi permukiman padat di Kelurahan Pemogan
yaitu perumahan dan permukiman Lingkungan Br. Mekar Jaya, Desa Adat Kepaon.
Pada hasil foto melalui satelit terlihat jelas bahwa lingkungan perumahan Br. Mekar
Jaya tersebut berkembang terus menerus hingga membentuk suatu permukiman baru
dimana terdapat fasilitas umum seperti pasar, sekolah dari TK hingga SMK, sarana
rekreasi dll dengan penataan yang tak beraturan.
Oleh karena itu, Lingkungan Br. Mekar Jaya dijadikan studi kasus untuk mengetahui
penyebab dari peralihan lahan pertanian menjadi permukiman baru di Kota Denpasar,
khususnya Denpasar Selatan. Selain itu juga untuk mengetahui tanggapan
permukiman tersebut terhadap lingkungan dan sebaliknya. Sehingga akan didapatkan
hasil berupa dampak dari pembangunan permukiman tersebut, apakah dominan
membawa dampak positif atau membawa dampak negative untuk dapat dicarikan
solusinya.
Adapun tujuan dan manfaat dalam penulisan makalah ini yaitu mengetahui penyebab
dari adanya permukiman baru di pinggiran kota Denpasar, mengetahui pola
permukiman baru yang ada di Kota Denpasar dan mengetahui masalah yang
ditimbulkan terhadap lingkungan sehingga dapat ditemukan solusi terbaik nantinya.
Makalah ini diharapakan mampu menambah wawasan mahasiswa lainnya mengenai
perubahan tata wajah kota Denpasar khususnya daerah pinggiran sehingga mereka
mampu menemukan ide-ide kreatif untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan dari
perubahan tersebut. Makalah ini juga diharapkan mampu menambah wawasan
masyarakat sehingga jika nantinya peralihan fungsi lahan tersebut ternyata
menimbulkan masalah yang sangat mengkhawatirkan maka masyarakat memiliki
kesadaran untuk berhenti melakukan alih fungsi lahan terbuka menjadi lahan
terbangun.
Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan
fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang
direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak terhadap lingkungan dan
potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan
untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya
dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Alih fungsi lahan
biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah, bahkan dapat dikatakan
bahwa alih fungsi lahan merupakan konsekuensi dari perkembangan wilayah.
Sebagian besar alih fungsi lahan yang terjadi, menunjukkan adanya ketimpangan
dalam penguasaan lahan yang lebih didominasi oleh pihak kapitalis dengan
mengantongi izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Menurut friyatno (2004) dampak alih fungsi lahan pertanian dapat dipandang dari dua
sisi, yaitu : pertama, dari sisi fungsinya, lahan sawah diperuntukan untuk
memproduksi padi, sehingga adanya alih fungsi lahan pertanian ke fungsi lain akan
meyebabkan menurunnya produksi padi nasional yang mengakibatkan terancamnya
ketahanan pangan nasional. Kedua, dari bentuknya, perubahan lahan pertanian ke
permukiman, perkantoran, prasaranan jalan, industri dan jasa berimplikasi pada
besarnya kerugian akibat sudah diinvestasikannya dana untuk mencetak sawah,
membangun waduk dan sistem irigasi.
2.2 Permukiman
Pemukiman semacam ini direncanakan pemerintah dan bekerja sama dengan pihak
swasta. Pembangunan tempat pemukiman ini biasanya di lokasi yang sesuai untuk
suatu pemukiman (kawasan pemukiman). Di tempat ini biasanya keadaan kesehatan
lingkunan cukup baik, ada listrik, tersedianya sumber air bersih , baik berupa sumur
pompa tangan (sumur bor) atau pun air PAM/PDAM, sistem pembuangan kotoran
dan air kotornya direncanakan secara baik, begitu pula cara pembuangan sampahnya
di koordinir dan diatur secara baik.
Selain itu ditempat ini biasanya dilengakapi dengan gedung-gedung sekolah (SD,
SMP, dll) yang dibangun dekat dengan tempat tempat pelayanan masyarakat seperti
poskesdes/puskesmas, pos keamanan kantor pos, pasar dan lain lain. Jenis
pemukiman seperti ini biasanya dibangung dan diperuntukkan bagi penduduk
masyarakat yang berpenghasilan menengah ketas. Rumah-rumah tersebut dapat dibeli
dengan cara di cicil bulanan atau bahkan ada pula yang dibangun khusus untuk
disewakan. Contoh pemukiman seperti ini adalah perumahan IKPR-BTN yang pada
saat sekarang sudah banyak dibangun sampai ke daerah-daerah.
BAB III
KAJIAN OBJEK