Environmental Impact Evaluation at Pecuk Landfill, Dermayu Village, Sindang District, Indramayu
Regency
Ihsan Harish Febrian1, Wahyu Saleh1, Sholeha Miftah1, Aradhana Ghinacitta Inantya1,
Nanda Mahrunnisya1, Kania Sephiya Sunardi1, Chusharini Chamid1
1
Universitas Islam Bandung, Bandung, Indonesia
Artikel Masuk :
Artikel Diterima :
Tersedia Online :
Abstrak. TPA Pecuk merupakan salah satu dari dua TPA yang terdapat di Kabupaten Indramayu tepatnya berada
di Desa Dermayu. Metode pengelolaan sampah yang digunakan oleh TPA Pecuk adalah sanitary landfill, namun
pada kondisi eksisting sistem sanitary landfill tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini ditandai
dengan terjadinya berbagai dampak lingkungan di wilayah sekitar TPA Pecuk yang diakibatkan oleh kurang
maksimalnya pengelolaan sampah di TPA Pecuk. Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi terhadap dampak
lingkungan yang timbul dari adanya TPA Pecuk, sehingga hasil evaluasi dampak yang dilakukan dapat dijadikan
sebagai bahan untuk merencanakan strategi pengelolaan dampak lingkungan yang terjadi pada TPA Pecuk. Dalam
mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan case studies, yang kemudian diolah dan
dianalisis secara kualitatif deskriptif. Hasil studi menemukan bahwa dampak lingkungan yang timbul dari adanya
TPA Pecuk adalah penurunan estetika lingkungan, penurunan kualitas udara, penurunan kualitas air, penurunan
kualitas tanah, dan adanya gangguan terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah TPA Pecuk.
Kata kunci: dampak lingkungan; evaluasi; strategi pengelolaan; TPA
Abstract. Pecuk landfill is one of two landfills in Indramayu Regency, in Dermayu Village to be precise. The waste
management method used by the Pecuk Landfill is a sanitary landfill, but in the existing conditions the sanitary
landfill system does not work as it should. This is indicated by the occurrence of various environmental impacts
in the area around the Pecuk Landfill caused by less than optimal waste management at the Pecuk Landfill. This
study aims to evaluate the environmental impact arising from the existence of the Pecuk Landfill, so that the
results of the impact evaluation carried out can be used as material for planning a strategy for managing the
environmental impacts that occur at the Pecuk Landfill. In achieving these objectives, this study uses a case
study approach, which is then processed and analyzed descriptively qualitatively. The results of the study found
that the environmental impacts arising from the existence of the Pecuk Landfill were a decrease in
environmental aesthetics, a decrease in air quality, a decrease in water quality, a decrease in soil quality, and
a disturbance to public health. people who live around the Pecuk landfill area.
Keywords: environmental impact; evaluation; management strategy; landfill
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
2 Evaluasi Dampak Lingkungan pada TPA Pecuk, Desa Dermayu, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu
Pendahuluan
Sampah adalah suatu bekas kegiatan manusia dari waktu ke waktu berubah secara alami yang wujudnya
tidak cair dan tidak berupa gas (Ariyanto et al., 2019). Peningkatan yang pesat dari jumlah penduduk dan
aktivitasnya di suatu wilayah berbanding lurus dengan peningkatan volume timbulan sampah di wilayah tersebut
(Mayangkara, 2016). Kehidupan manusia dengan berbagai kegiatannya pasti tidak terlepas dengan adanya sampah
karena sampah berasal dari adanya kegiatan manusia. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak populasi
manusia meningkat dan semakin canggih perkembangan teknologi maka semakin bertambah juga manusia
menghasilkan sampah dalam berbagai macam kegiatan, seperti hasil produksi dari sampah rumah tangga ataupun
sampah limbah pabrik yang didalamnya mengandung zat kimia berbahaya bagi kesehatan, manusia maupun
lingkungan sekitar. Terlebih jika sampah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan permasalahan seperti
pencemaran lingkungan, ekosistem menjadi rusak, dan akan menimbulkan bau tidak sedap di lingkungannya, maka
dari itu untuk menghindari dampak buruk pada kesehatan dan lingkungan maka diperlukan proses pengelolaan
yang baik. (Novia Harum Solikhah, 2011).
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk merupakan salah satu TPA di Kabupaten Indramayu selain dari TPA
Kertawinangun. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk memiliki luas sebesar 18 Ha yang berlokasi di Desa
Dermayu, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu. Dalam kegiatan operasionalnya TPA Pecuk melayani
persampahan di wilayah perkotaan dengan cakupan 18 kecamatan dan 3 pasar tradisional yang berada di
Kabupaten Indramayu. Metode pengelolaan sampah yang digunakan TPA Pecuk adalah sanitary landfill. TPA Pecuk
sudah dilengkapi dengan kantor, laboratorium, jembatan timbang, jalan inspeksi, IPAL, sumur pantau, bangunan
komposter, biodigester, aliran gas methan, pagar, gapura, dan alat berat (seperti buldozer dan eksavator). TPA
Pecuk merupakan salah satu lokasi yang dijadikan TPA di Kabupaten Indramayu selain dari TPA Kertawinangun.
Salah satu kendala operasional di TPA Pecuk adalah pencemaran lingkungan oleh limbah cair, akibat limbah cair
tersebut para petani mengalami kerugian yang cukup signifikan. Salah satu kasus yang terjadi yaitu luas sawah
sebesar ±6.300 meter milik salah satu petani di Kecamatan Sindang yang seharusnya mendapatkan menghasilkan
4 ton, namun akibat terjadinya pencemaran lingkungan oleh limbah cair tersebut hasil produksi menyusut
sebanyak 50% (Tosim, 2022).
Dengan kondisi permasalahan yang dijelaskan pada pencemaran TPA Pecuk tersebut maka banyak dampak
negatif yang timbul, selain dengan dampak utama yaitu kerusakan lingkungan akibat limbah cair selanjutnya akan
berkemungkinan munculnya dampak lain yang akan muncul diantaranya seperti pencemaran udara, pencemaran
air permukaan, penurunan tingkat kesehatan masyarakat, berkurangnya estetika lingkungan dan sebagainya. Oleh
sebab itu, dari beberapa dampak negatif yang timbul diperlukan suatu evaluasi terhadap Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Pecuk sehingga nantinya dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk mengatasi dampak yang ada.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi terhadap dampak lingkungan yang timbul dari adanya
TPA Pecuk, sehingga hasil evaluasi dampak yang dilakukan dapat dijadikan sebagai bahan untuk merencanakan
strategi pengelolaan dampak lingkungan yang terjadi pada TPA Pecuk.
Metode Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan case studies. Dimana pada
pendekatan case studies peneliti akan melakukan eksplorasi secara mendalam terhadap suatu program, kejadian,
proses, aktivitas, terhadap satu atau lebih orang ataupun objek penelitian. Eksplorasi yang dilakukan peneliti
adalah eksplorasi terhadap kejadian dampak lingkungan yang ditimbulkan dari adanya Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Pecuk. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas metode
pengumpulan data primer (observasi, wawancara, kuesioner, dan wawancara) dan metode pengumpulan data
sekunder (survey instansional dan studi literatur). Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif, dimana data-data yang sudah terkumpul akan diolah sehingga mudah dipahami karakteristik
data tersebut dan pada akhirnya akan digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap pengelolaan sampah di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk didirikan pada tahun 1996 di Desa Dermayu yang pada awalnya
merupakan lahan peruntukan sawah masyarakat setempat, lalu kemudian dibeli oleh pihak DLH (Dinas Lingkungan
Hidup) Kabupaten Indramayu. Untuk lebih jelasnya letak TPA Pecuk di Desa Dermayu dapat dilihat pada Gambar 4.
Pembangunan Kawasan TPA Pecuk diawali dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat sekitar mengenai
pembangunan Kawasan TPA di sekitar wilayah tempat tinggal mereka, dan saat itu respon masyarakat amat positif
dalam menanggapi rencana pembangunan TPA Pecuk. Di tahun 1996 TPA Pecuk mulai beroperasi dengan sistem
open dumping dan pada tahun ini alat berat yang digunakan di dalam TPA Pecuk belum banyak. Pada tahun 2010,
tepatnya saat pembukaan zona landfill ke 2 sistem pengelolaan sampah di TPA Pecuk yang pada awalnya adalah
open dumping diubah menjadi sistem sanitary landfill.
Sampai saat ini, TPA Pecuk memiliki 4 zona landfill yang termasuk kedalam wilayah Desa Panyindangan
Kulon, Desa Dermayu, Desa Kenangan, dan Desa Sindang. Dari keempat zona landfill yang ada, yang masih berfungsi
hingga saat ini adalah zona 4. Zona 1, Zona 2, dan Zona 3 sudah tidak aktif dikarenakan dianggap sudah tidak layak
(kapasitas overload dan sampah tumpah/melebar ke area persawahan). TPA Pecuk dapat menampung sampah
sebanyak 200 ton/hari. Adapun wilayah di Kabupaten Indramayu yang dilayani oleh TPA Pecuk terdiri dari 18
kecamatan dan 3 pasar besar (Jatibarang, Karangampel, dan Indramayu).
Selain dari pasar, sampah yang berada di TPA Pecuk berasal pula dari sampah rumah tangga. Sistem
pengangkutan sampah dari TPS ke TPA Pecuk dilakukan setiap hari. Hal ini didukung oleh adanya armada
pengangkut sampah sebanyak 34 truk, dengan jenis truk yang terdiri atas arm-roll, drumtruck, roda 3, dan mobil
kecil. Dalam setiap pengangkutan, untuk truk besar mempunyai volume dalam menampung sampah sebesar 6 m3
dengan minimal ritasi sebanyak 3 x ritasi/hari, dimana jam operasional pengangkutan sampah dimulai pada pukul
tujuh pagi hingga pukul lima sore hari. Adapun rute perjalanan dalam pengangkutan sampah, truk melewati jalur
TPS di setiap Kecamatan dan Pasar, Desa Sindang, serta Desa Panyindangan Kulon. Untuk lebih jelasnya mengenai
sistem pengangkutan sampah di TPA Pecuk dapat dilihat pada Gambar 4.
Sampah yang telah masuk ke dalam TPA Pecuk kemudian akan ditindaklanjuti dengan beberapa proses.
Diantaranya adalah sampah akan dipilah terlebih dahulu, pemilahan sampah dilakukan berdasarkan
pengelompokkan atas sampah organik dan sampah anorganik. Untuk sampah organik selanjutnya akan diolah
menjadi pupuk kompos yang dapat bernilai ekonomis. Sedangkan, untuk sampah anorganik belum dilakukan
pengolahan lebih lanjut. Adapun selain pemilahan sampah organik dan anorganik, tindak lanjut yang dilakukan
pengelola TPA Pecuk adalah dengan mengolah air lindi yang dihasilkan oleh sampah. Pengolahan air lindi dilakukan
dengan tujuan untuk menghilangkan kadar BOD dan COD, namun pengolahan air lindi ini belum maksimal
dikarenakan air lindi masih memiliki warna hitam pekat yang membuat masyarakat enggan untuk
memanfaatkannya. Hal ini membuktikan bahwa efektivitas IPAL pada TPA Pecuk belum maksimal.
Air lindi yang telah diolah kemudian akan ditampung di kolam-kolam yang telah disediakan untuk kemudian
dikeluarkan di zona-zona sampah yang sudah tidak aktif. Hal ini dilakukan karena belum tersedianya saluran IPAL
untuk mengalirkan air olahan lindi keluar dari TPA. Adapun untuk uji laboratorium air lindi di TPA Pecuk dilakukan
setiap 6 bulan hingga 1 tahun sekali. Dimana dari hasil uji laboratorium tersebut didapatkan informasi bahwa kadar
pH air lindi masih dalam angka standar (normal).
sehingga tanah tercemar. Hal tersebut sangat berdampak kepada petani yang memiliki lahan pertanian dekat
dengan TPA Pecuk, karena jika tanah tercemar hasil panen pun tidak maksimal dan bisa mengalami kerugian.
F. Kondisi Jalan
Berdasarkan hasil observasi lapangan, kondisi jalan di sepanjang area jalur masuk truk sampah di Desa
Dermayu mengalami kerusakan yang cukup parah. Dimana kondisi jalan tersebut memiliki lubang yang cukup
dalam, sehingga dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan. Rusaknya jalan yang berada di Desa Dermayu
khususnya di sepanjang area jalur masuk truk sampah, diakibatkan oleh seringnya truk sampah TPA Pecuk yang
memiliki muatan berat melintas di sepanjang Jalan Pecuk tersebut.
G. Tingkat Partsipasi Masyarakat Sekitar TPA Pecuk
Tingkat partisipasi masyarakat akibat adanya TPA Pecuk sangat minim, dikarenakan Kehadiran Tempat
Pengelolaan Akhir Sampah (TPA) di Desa Dermayu, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu belum bisa
dirasakan kontribusi sosialnya oleh warga sekitar. Hal ini disebabkana karena belum adanya program pengelolaan
sampah yang diselenggarakan oleh pengelola TPA/Pemerintah setempat yang melibatkan masyarakat sekitar.
H. Tingkat Kesehatan Masyakarat Sekitar TPA Pecuk
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, terdapat beberapa masyarakat yang menunjukan
kondisi yang kurang sehat saat berada di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk.
dibuktikan dengan adanya gunungan sampah di TPA Pecuk setinggi 8 meter. Pengelolaan sampah di TPA Pecuk
masih kurang maksimal, dimana pengelolaan sampah yang berkelanjutan hanya dilakukan untuk sampah organik
saja yang mana akan dijadikan kompos. Untuk sampah anorganik sendiri masih dalam bentuk pencacahan sampah
botol dan selebihnya diambil oleh pemulung. Untuk sisa sampahnya dipadatkan, ditampung, dan ditimbun dengan
tanah. Penimbunan sampah dengan tanah ini dilakukan setiap 1 meter tinggi sampah, hal ini berguna agar tidak
terjadi longsor.
TPA Pecuk memiliki Kolam IPAL yang mana berfungsi untuk menampung air lindi yang dikeluarkan sampah-
sampah sebelumnya. Air lindi ini mengalir ke instalasi perpipaan yang berada di tempah penumpukan sampah ke
kolam pengolahan air lindi. Pipa ini menuju kolam anaerobic menuju kolam fakultatif terus ke kolam maturase dan
berakhir di wetland. Dimana proses ini berguna untuk menghilangkan kadar BOD dan COD agar bisa digunakan oleh
petani sebagai pupuk cair bagi tanaman meraka. Namun ditemukan bahwa pada kolam penampungan ini kincir
yang beguna untuk mengalirkan air-air ini sedang rusak. Dalam wawancara yang dilakukan juga ditemukan untuk
pengelolaan air lindi keluar belum ada, namun ditemukan bahwa pihak pemgelola menyemprotkan air lindi yang
dikolam ke zona sampah yang mempunyai tujuan agar sampah sampah disana memadat dan hancur secara alami,
air yang disemprot ini nantinya akan mengalir lagi ke bak penampungan dan akan digunakan lagi oleh pihak
pengelola seperti sebelumnya.
jika sampah tidak dikelola dengan baik maka akan semakin menimbulkan dampak yang tidak baik di sekitar lokasi
TPA Pecuk. Dengan tingginya nilai timbulan sampah tiap tahunnya, luas dari TPA Pecuk sendiri akan terus dilakukan
penambahan hingga 30 Ha yang sesuai dengan RTRW Kabupaten Indramyau yang ada.
Pecuk. Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara, dimana kualitas udara di Desa Dermayu terutama
sekitar TPA Pecuk ada penurunan kualitas udara seperti udara menjadi berbau tidak enak yang berasal dari
tumpukan sampah dari TPA Pecuk yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitar, karena adanya angin maka bau
tidak enak akibat tumpukan sampah ini berpengaruh pada desa sekitar TPA (Desa Panyindangan Kulon, Desa
Dermayu dan Desa Sindang) terlebih pada waktu tertentu seperti pada pagi hari arah angin lebih ke arah kota
(Desa Dermayu dan Desa Sindang) dan sore hari arah angin ke arah barat (Desa Panyindangan Kulon).
Berdasarkan observasi lapangan dan wawancara masyarakat lingkungan sekitar TPA yang terdampak kualitas
udaranya paling jauh dalam jangkauan 2 km. Untuk lebih jelasya dapat dilihat pada Gambar 2.
Melaksanakan pengelolaan air lindi sesuai dengan Permen LHK No. 50/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016
tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha Kegiatan TPA
Pengelolaan air lindi dilakukan untuk mengelola dampak yang ditimbulkan TPA Pecuk terhadap menurunnya
kualitas air dan kualitas tanah yang berada di wilayah sekitar TPA Pecuk dengan guna lahan berupa sawah. Adapun
pengelolaan air lindi yang dilakukan mengacu pada Permen LHK No. 50/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016 dengan
melakukan beberapa langkah seperti menjamin seluruh lindi yang dihasilkan TPA Pecuk masuk ke IPL, menggunakan
IPL dan saluran lindi kedap air sehingga tidak terjadi perembesan lindi ke lingkungan, melakukan pengolahan lindi,
memiliki prosedur operasional standar pengolahan lindi dan sistem tanggap darurat, melakukan pemantauan
kualitas air tanah setiap 3 bulan sekali, serta memeriksakan kadar parameter lindi secara berkala paling sedikit 1
kali dalam 1 bulan.
Melakukan pengolahan dan pemanfaatan air lindi menjadi pupuk cair
Dengan adanya pengolahan dan pemanfaatan air lindi menjadi pupuk cair diharapkan dapat menciptakan
nilai ekonomis atau sumber penghasilan bagi TPA Pecuk. Pengolahan air lindi menjadi pupuk cair secara jelas dapat
dilihat pada bagan berikut.
Melakukan pembebasan lahan dan membangun Buffer Zone di sekeliling Kawasan TPA Pecuk
Pembangunan Buffer Zone di sekeliling TPA Pecuk diperlukan untuk mereduksi dampak terhadap
pencemaran udara berupa bau yang tidak sedap dan untuk mengatasi gangguan estetika lingkungan berupa
terlihatnya gunungan sampah dari luar Kawasan TPA Pecuk. Untuk membangun Buffer Zone di sekeliling TPA Pecuk
dibutuhkan terlebih dahulu pembebasan lahan seluas 100 meter dari setiap sisi TPA Pecuk. Adapun pohon yang
digunakan pada Buffer Zone TPA Pecuk merupakan Pohon Tanjung yang mempunyai kelebihan berupa menghasilkan
bau harum yang dapat menetralisir bau busuk, dapat mengurangi efek angin, serta termasuk ke dalam jenis
tanaman tinggi. Banyaknya Pohon Tanjung yang harus ditanam untuk mengisi Buffer Zone TPA Pecuk adalah 1.038
pohon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.
Melakukan pemberdayaan masyarakat untuk mengelola sampah organik dan non-organik di Tingkat RT
Pengelolaan sampah organik dan non-organik melalui pemberdayaan masyarakat di Tingkat RT perlu
dilakukan untuk mengurangi volume sampah di TPA Pecuk. Hal tersebut turut berpengaruh pada berkurangnya
gunungan sampah di TPA Pecuk yang dapat menimbulkan gangguan estetika lingkungan dan bau tidak sedap yang
dihasilkan dari tumpukan sampah yang ada. Selain itu, pengelolaan sampah organik dan non-organik yang dilakukan
oleh masyarakat diharapkan dapat menghasilkan nilai ekonomis atau sebagai sumber penghasilan tambahan bagi
masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar TPA Pecuk. Pengelolaan sampah organik dapat menghasilkan pupuk
kompos melalui bantuan teknologi biokonversi manggot BSF, sedangkan pengelolaan sampah non-organik dapat
menghasilkan kerajinan tangan dan hiasan yang dapat dijual.
Pemberian kompensasi kepada masyarakat sekitar yang terdampak berupa bantuan biaya pengobatan
Pemberian kompensasi kepada masyarakat sekitar TPA Pecuk yang terdampak dilakukan sebagai solusi
untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh adanya bau tidak sedap dari TPA Pecuk terhadap gangguan
kesehatan masyarakat sekitar. Adapun pemberian kompensasi ini berupa biaya pengobatan ke puskesmas bagi
masyarakat yang kesehatannya terganggu akibat adanya bau tidak sedap dari TPA Pecuk. Biaya kompensasi yang
harus dikeluarkan oleh TPA Pecuk untuk mengatasi dampak terganggunya kesehatan masyarakat sekitar akibat
adanya TPA Pecuk yaitu sebesar Rp. 2.917.800.000 setiap tahunnya dengan setiap KK mendapatkan kompensasi
sebesar Rp. 240.000/Tahun.
Kesimpulan
Dari hasil analisis yang telah dilakukan terdapat 5 (lima) dampak lingkungan yang timbul dari adanya
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk diantaranya yaitu penurunan estetika lingkungan, penurunan kualitas
udara, penurunan kualitas air, penurunan kualitas tanah, dan adanya gangguan terhadap kesehatan masyarakat.
Dampak lingkungan yang timbul diakibatkan oleh belum maksimalnya pengelolaan sampah yang dilakukan oleh
pihak TPA Pecuk. Adapun strategi yang dapat dilakukan untuk menangani dampak negatif yang terjadi terhadap
lingkungan sekitar TPA Pecuk yaitu: melaksanakan pengelolaan air lindi sesuai dengan Permen Lhk No.
50/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha Kegiatan Tpa, melakukan pengolahan dan
pemanfaatan air lindi menjadi pupuk cair, melakukan pembebasan lahan seluas 100 meter dari setiap sisi kawasan
TPA Pecuk dan membangun buffer zone di sekeliling Kawasan TPA Pecuk dengan menanam sebanyak 1.038 Pohon
Tanjung, melakukan pemberdayaan masyarakat untuk mengelola sampah organik dan non-organik di tingkat RT,
serta pemberian kompensasi kepada masyarakat sekitar yang terdampak berupa bantuan biaya pengobatan
sebesar Rp. 240.000/Tahun untuk setiap KK.
Daftar Pustaka
Alfian, R., & Phelia, A. (2021). Evaluasi Efektifitas Sistem Pengangkutan Dan Pengelolaan Sampah Di TPA Sarimukti
Kota Bandung. JICE (Journal of Infrastructural in Civil Engineering), 2(01), 16-22.
Ariyanto, W., Geografi, P.S., Geografi, F., Surakarta, U.M., 2019. Evaluasi Tpa Candirejo Terhadap Lingkungan
Kecamatan Ngawen Kabupaten.
Damanhuri, Enri. (2010). Diktat kulaih TL-3104 Pengolahan Sampah. Dalam
https://www.academia.edu/11499790/Diktat_Sampah_Prof_Damanhuri?from=cover_page.
Damayanti, A., Hermana, J., Masduqi, A., & FTSP-ITS, J. T. L. (2004). Analisis Dampak Lingkungan Dari Pengolahan
Limbah Pabrik Tahu Dengan Kayu Apu (Pistia Stratiotes L.) Environmental Analysis from Tofu Waste Water
Treatment by Water Lettuce (Pistia Stratiotes L.). Jurnal Purifikasi, 5(4), 151-156.
Effendi, Rayahu. (2018). PEMAHAMAN TENTANG LINGKUNGAN BERKELANJUTAN. Dalam
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul/article/view/20792.
Kasam, I. (2011). Analisis Dampak Lingkungan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah (Studi Kasus: TPA
Piyungan Bantul). Jurnal Sains & Teknologi Lingkungan, 3(1), 19-30.
Kusumah, R. T., & Suryana, H. (2018). Model Analisis Swot Dan Qspm Dalam Pemilihan Strategi Pemasaran Distro
Botrock Cianjur. IENACO (Industrial Engineering National Conference) 6 2018.
Mayangkara, A.P., 2016. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Sampah Di Tpa Gunung Panggung Kabupaten Tuban. JPAP
J. Penelit. Adm. Publik 2, 427–444. https://doi.org/10.30996/jpap.v2i02.1001
Novia Harum Solikhah, A.S.H. dan A.A.N.A., 2011. Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (Tpa)Terhadap
Kondisi Sosial Masyarakat Dusun Ngablak,Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Pelita VI,
1–8.
Priatna, Laely. PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) GUNUNG TUGEL, DESA KEDUNGRANDU,
KECAMATAN PATIKRAJA, KABUPATEN BANYUMAS. Dalam
http://jurnal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/index.php/Prosiding/article/view/1139.
Suhardi, S. (2011). Quantitative Strategic Planning Matrix (Qspm). Jurnal STIE Semarang, 3(1), 132774.
Tosim, 2022. Tanaman Padi Mati Akibat Dampak Limbah Cair TPA Peuk Indramayu [WWW Document]. Tjimanoek.
URL https://tjimanoek.com/tanaman-padi-mati-akibat-dampak-limbah-cair-tpa-pecuk-indramayu/