Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Teknik Evaluasi Perencanaan
Semester Genap Tahun Ajaran 2021/2022
Oleh:
SHOLEHA MIFTAH 10070319037
KELAS D
Menurut Nicholas Hendry (dalam Bahan Ajar Mata Kuliah Teknik Evaluasi
Perencanaan, 2022) evaluasi program merupakan cara untuk memberikan
pengetahuan yang cukup bagi pengambil keputusan public dalam memahami
problem tentang sebab yang dilakukan sebelumnya guna mengurangi problem
serta tentang kegiatan pengamatan/observasi terhadap efektivitas dari program
tertentu. Adapun lingkup evaluasi dalam program adalah sebagai berikut:
a. Memahami dan mengetahui macam kebutuhan program dari para pengambil
keputusan;
b. Mendefinisikan sifat dan lingkup problem;
c. Menentukan tujuan yang benar atau valid;
d. Menentukan ukuran-ukuran secara menyeluruh;
e. Kegiatan evaluasi dilakukan setiap tahap proses kegiatan; dan
f. Mulai dari penilaian alternatif program, penilaian terhadap hasil dari alternatif
program terpilih, pembuatan pilihan dari alternatif program, serta
operasionalisasi dari program.
Berikut adalah kriteria penilaian evaluasi program beserta dengan
pengertiannya.
Kriteria Pengertian
Evaluasi harus memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
Relevansi pengambil keputusan dan pelaku kebijakan yang lain dan harus
menjawab pertanyaan yang benar pada waktu yang tepat
Evaluasi harus memberikan informasi yang baru dan penting bagi
Signifikansi pelaku kebijakan untuk melakukan lebih dari yang selama ini mereka
anggap lebih jelas
Evaluasi harus memberikan pertimbangan yang persuasive dan
Validitas
seimbang mengenai hasil-hasil nyata dari program
Evaluasi harus berisi bukti-bukti bahwa kesimpulan tidak didasarkan
Kepercayaan
atas informasi melalui prosedur pengukuran yang tidak teliti dan tidak
(reliability)
konsisten
Evaluasi harus menghasilkan kesempatan dan informasi pendukung
Objektivitas
yang sempurna dan tidak bias
Ketepatan Evaluasi harus memberikan informasi yang tersedia pada waktu
waktu keputusan itu dibuat
Evaluasi harus menghasilkan kesempatan dan informasi yang dapat
Daya guna digunakan dan dipahami oleh pengambil keputusan dan pelaku
keputusan
Teori kontrak sosial dicetuskan oleh Jean Jacques Rosseau, teori ini
berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran zaman pencerahan (enlightenment)
yang ditandai dengan rasionalisme, realisme, dan humanisme yang
menempatkan manusia sebagai pusat gerak dunia. Negara merupakan sebuah
produk perjanjian sosial, dimana setiap individu dalam masyarakat sepakat untuk
menyerahkan sebagian hak-hak, kebebasan dan kekuasaan yang dimilikinya
kepada suatu kekuasaan bersama.
Menurut William N. Dunn (2014) kebijakan publik adalah rangkaian
pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat
pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti
pertahanan dan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan
masyarakat, kriminalitas, perkotaan, dan lain-lain. Berikut adalah beberapa
bentuk kebijakan publik.
1. Distributive, yaitu melakukan distribusi atau memberikan akses terhadao
sumberdaya tertentu
2. Redistributive, yaitu mendistribusikan kekayaan yang ada
3. Constituent, yaitu ditujukan untuk melindungi negara
4. Regulatory, yaitu mengatur perilaku orang dan masyarakat
5. Ekstraktif, yaitu bagaimana menarik sumber-sumber material dan non-material
untuk kepentingan negara (menyedot dan mengelola yang menguntungkan
negara).
Ruang lingkup kebijakan publik menurut William N. Dunn (1994) terdiri
atas penyusunan agenda (agenda setting), formulasi kebijakan, adopsi/legitimasi
kebijakan, dan penilaian/evaluasi kebijakan. Dalam agenda setting sangat
penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu
agenda pemerintah. Adapun kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan
publik menurut Kimber, Salesbury, Sandbach, Hogwood dan Gunn (1980)
diantaranya sebagai berikut:
1. Telah mencapai titik krisis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman
yang serius
2. Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis
3. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak dan
mendapat dukungan media massa
4. Menjangkau dampak yang amat luas
5. Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat
6. Menyangkut suatu persoalan yang sulit dijelaskan tetapi mudah dirasakan
kehadirannya
Berikut adalah 7 (tujuh) langkah analisis kebijakan publik.
1. Formulasi masalah kebijakan;
2. Formulasi tujuan;
3. Penentuan kriteria;
4. Penyusunan model;
5. Pengembangan alternatif;
6. Penilaian alternatif; dan
7. Rekomendasi kebijakan.
Prinsip kebijakan publik diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Didasarkan atas konstitusi;
2. Diputuskan secara demokrasi;
3. Dituangkan dalam Per UU;
4. Memiliki tujuan;
5. Basis hukum;
6. Bisa positif dan negatif;
7. Dilakukan pemerintah; dan
8. Tidak berdiri sendiri.
Sistem kebijakan publik menurut Mustapadjijaja merupakan tatanan
kelembagaan yang berperan atau wahana dalam penyelenggaraan proses
kebijakan. Manjemen kebijakan publik terbagi menjadi 2 (dua) yaitu kebijakan
strategik dan kebijakan taktis. Kebijakan strategik adalah kebijakan yang
berkaitan dengan penetapan politik strategi dasar negara, yang membentuk
wewenang lembaga negara serta penyelenggaraan tugas pokoknya. Sedangkan
kebijakan taktis adalah acuan pelaksanaan pencapaian sasaran-sasaran tertentu
secara teknis dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah. Kebijakan
taktis terbagi 2 (dua), yaitu kebijakan umum (mengatur serta menertibkan tata
kehidupan negara) dan kebijakan khusus (berkedudukan sama namun dalam
urusan tertentu pemerintahan).
Berikut adalah lingkungan kebijakan publik beserta dengan
penjelasannya:
1. Reactive
Cepat mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah.
2. Responsive
Bertindak dengan melihat pola tingkah laku kejadian yang berulang.
3. Generative
Bertindak setelah melihat struktur permasalahan dan diselesaikan secara
terstruktur pula.
4. Fundamental
Tingkat pemikiran yang paling dalam, ditemukan sistemik permasalahan dan
model mental individu.
Menurut William N. Dunn masalah kebijakan publik adalah produk
pemikiran yang dibuat pada suatu lingkungan, suatu elemen situasi masalah
yang diabstraksikan dari situasi oleh para analis. Adapun teknik perumusan
masalah adalah sebagai berikut:
1. Pengenalan masalah
2. Situtasi masalah
3. Pencarian masalah
4. Meta masalah
5. Pendefinisian masalah
6. Masalah substantif
7. Spesifikasi masalah
8. Masalah formal
Berikut merupakan metode perumusan masalah.
Sumber Kriteria
Metode Tujuan Prosedur
Pengetahuan Kinerja
Pencarian
sampel bola Sistem
Analisis Estimasi batas peta salju pengetahuan Ketetapan
batas masalah perencanaan analisis batas
masalah dan individual
penjumlahan
Pemilahan
secara logis Analisis
Analisis Konsistensi
Kejelasan konsep dan individu
klasifikasi logis
klasifikasi kelompok
penyebab
Sumber Kriteria
Metode Tujuan Prosedur
Pengetahuan Kinerja
Pemilahan
Identifikasi penyebab
secara logis
Analisis yang mungkin masuk Konsistensi
dan Kelompok
hirarki akal dan dapat logis
klasifikasi
ditindaklanjuti
penyebab
Perumusan
analog
Sypecties Pengenalan kesamaan Plansibilitas
personal Kelompok
(Analog) antar masalah perbandingan
langsung dan
fantasi
Pemunculan
Brainstor- Generalisasi ide,
ide dan Kelompok Konsensus
ming tujuan, dan strategi
evaluasi
Penggunaan
secara
Analisis serentak
Perbaikan
Perspektif Generalisasi wawasan perspektif Kelompok
wawasan
Berganda teknis
organisasi
dan personal
Identifikasi
pelaku,
penampakan
asumsi,
Sintetis kreatif asumsi-
Analisis memperta-
asumsi yang Kelompok Konflik
Asumsi nyakannya
berlawanan
dan
pengelompo-
kan dan
sintesis
Penyusunan
tingkat dan
Pemetaan Plansibilitas
penggamba-
Argumenta- Penilaian asumsi Kelompok dan urgensi
ran
si optimal
plausibilitas
dan urgensi
Evaluasi mengacu pada produksi informasi tentang nilai atau nilai dari
hasil kebijakan. Ciri utama evaluasi adalah menghasilkan klaim yang bersifat
evaluatif. Berikut adalah karakteristik evaluasi.
1. Fokus menilai, evaluasi berfokus pada penilaian mengenai keiniginan atau
nilai kebijakan dan program;
2. Saling ketergantungan nilai fakta, evaluasi sangat bergantung pada fakta
seperti halnya pada nilai;
3. Orientasi sekarang dan masa lalu, klaim evaluasi berorientasi pada hasil
sekarang dan masa lalu, bukan yang akan datang; serta
4. Nilai dualitas, nilail-nilai yang mendasari klaim evaluatif memiliki kualitas
ganda, karena mereka dapat dianggap sebagai tujuan dan sarana.
Adapun fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi memberikan inforomasi yang andal dan valid tentang kinerja
kebijakan, yaitu sejauh mana kebutuhan, nilai, dan peluang telah di
wujudukan melalui tindakan publik;
2. Evaluasi berkontribusi pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang
mendasari pemiilhan tjuan dan sasaran; serta
3. Evaluasi dapat berkonrtibusi pada penerapan metode analisis kebijakan
lainnya, termasuk penataan masalah dan peresapan.
Terdapat 3 (tiga) pendekatan dalam evaluasi, yaitu semu, formal dan teori
keputusan. Berikut adalah penjelasan rinci untuk ketiga pendekatan tersebut.
1. Evaluasi Semu
Evaluasi semu adalah pendekatan yang menggunakan metode deskriptif
untuk menghasilkan informasi yang andal dan valid tentang hasil kebijakan,
tanpa berusaha mempertanyakan nilai kepada orang, kelompok, atau
masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama dari evaluasi semu adalah
bahwa ukuran dari nilai atau nilai jelas dengan sendirinya atau tidak
kontroversial.
2. Evaluasi Formal
Evaluasi formal adalah pendekatan yang menggunakan metode deskriptif
untuk menghasilkan infromasi yang andal dan valid tentang hasil kebijakan
tetapi mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan kebijakan program yang
telah diumumkan secara resmi oleh pembuat kebijakan dan administrator
program. Asumsi evasluasi formal adalah bahwa secara formal tujuan dan
sasaran yang diumumkan adalah tepat dari nilai atau nilai kebijakan dan
program.
3. Evaluai Teori Keputusan
Evaluasi teori keputusan adalah pendekatan yang menggunakan metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang andal dan valid tentang hasil
kebijakan yang secara eksplisit dihargai oleh banyak pemangku kepentingan.
Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi beberapa
kekurangan evaluasi semu dan formal. Tujuan dari pendekatan ini adalah
untuk menghubungkan informasi tentang hasil kebijakan dengan nilai-nilai dari
berbagai pemangku kepentingan.
Kerangka kerja AHP menggunakan struktur hierarkis untuk
mengilustrasikan masalah dan pilihan penilaian bagi pengguna dengan
menyediakan metodologi sistematis untuk mengkalibrasi skala numerik untuk
mengukur kinerja kualitatif. Pendekatan ini memiliki penilaian subjektif dari setiap
pengambil keputusan sebagai input dan bobot terukur dari setiap alternatif
sebagai output. Kekuatannya terletak pada kemampuannya untuk mengurutkan
pilihan dalam urutan relevansinya dalam memenuhi kebutuhan dan kepentigan
yang kompleks dan bersaing. Langkah utama terdiri dari 3 (tiga) bagian proses,
yaitu sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mengatur tujuan keputusan, kriteria, kendala dan
alternatif ke dalam suatu hierarki;
2. Mengevaluasi perbandingan berpasangan antara elemen-elemen yang
relevan pada setiap tingkat hierarki; dan
3. Sintesis menggunakan algoritma solusi dari hasil perbandingan berpasangan
di semua level.
Delphi kebijakan merupakan alat untuk analisis masalah kebijakan dan
bukan mekanisme untuk membuat keputusan. Adapun tujuan dari delphi
kebijakan adalah untuk menghasilkan ide dan untuk mengungkap debat kolektif
yang terstruktur dan kritis. Delphi kebijakan dapat digabungkan dengan metode
AHP, dimana dapat memberikan alternatif dan/atau kriteria.
Kegunaan dari CBA (analisis biaya-manfaat) adalah untuk memprediksi
biaya dan manfaat dari setiap alternatif yang dipertimbangkan, menghitung
manfaat bersih dari setiap alternatif sebagai selisih antara manfaat dan biaya,
serta untuk mengidentifikais alternatif atau serangkaian alternatif yang
menawarkan manfaat tersebesar.
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang (RTR) apabila terdapat
perubahan lingkungan strategis dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam
setiap periode 5 (lima) tahunan. Namun, apabila tidak ada perubahan lingkungan
strategis maka peninjauan kembali dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap periode 5
(lima) tahunan dan dilakukan pada tahun kelima sejak RTR diundangkan. Hal-hal
yang dapat mempengaruhi diadakannya peninjauan kembali diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Bencana alam skala besar;
2. Perubahan batas teritorial negara;
3. Perubahan batas daerah; atau
4. Perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.
Peninjauan Kembali RDTR akibat perubahan kebijakan nasional dapat
direkomendasikan oleh forum penataan ruang, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Penetapan kebijakan nasional yang bersifat strategis dalam peraturan
perundang-undangan;
2. Rencana pembangunan dan pengembangan objek vital nasional; dan/atau
3. Lokasinya berbatasan dengan kabupaten/kota di sekitarnya.
Peninjauan Kembali RDTR akibat ketidaksesuaian dan perubahan
lingkungan strategis dapat direkomendasikan oleh Menko Perekonomian, apabila
terdapat:
1. Ketidaksesuaian antara RTR dengan batas daerah;
2. Ketidaksesuaian antara RTR dengan kawasan hutan;
3. Ketidaksesuaian antara RTRW Provinsi dengan RTRW Kabupaten/Kota.
Permohonan Peninjauan Kembali (PK) dilengkapi dengan beberapa
kajian sebagai berikut:
1. Peluang kemajuan iklim investasi dan kemudahan berusaha; dan
2. Dinamika internal wilayah yang berimplikasi pada rencana perubahan
pemanfaatan ruang.
Dimana kedua kajian tersebut memperhatikan dokumen sinkronisasi program
pemanfaatan ruang (SPPR), hasil pemantauan dan evaluasi rencana tata ruang,
serta persetujuan dan rekomendasi KKPR.
Berikut adalah prosedur dilaksanakannya Peninjauan Kembali (PK).