Anda di halaman 1dari 13

Modul 8 mengevaluasi hasil dan dampak kebijakan

Kegiatan belajar 1 arti dan jenis evaluasi kebijakan

Thomas R. Dye (1987) mengatakan "policy evaluation is learning about the consequences of pubic
policy". Ini berarti menilai sejauh mana alternatif kebijakan yang telah dipilih untuk mengatasi masalah
telah mempunyai dampak tertentu.

Menurut Lester dan Stewart (2000), pada dasarnya esensinya menilai kebijakan publik menyangkut dua
kegiatan yang berbeda yakni:

1. Aktivitas menentukan apakah frekuensi dari suatu kebijakan dengan mendeskripsikan dampaknya

2. Aktivitas menilai keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan berdasarkan standar kriteria yang telah
ditetapkan.

Berikut ini akan saya ajak anda untuk mengenali Beberapa definisi evaluasi kebijakan.

1. William N. Dunn (1981)

" Evaluation is a policy-analytic prosedure used to produce information about the performance of
policies ini satisflying needs, values, or opportunities that constitute a problem " (Evaluasi adalah sebuah
prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk menghasilkan informasi tentang kinerja kebijakan
untuk memenuhi kebutuhan, nilai, dan peluang bagi pemecahan masalah?).

2. Thomas R. Dye (1987)

"Policy evaluation research is the objective, Systematic, empirical examination of the effects ongoing
policies and public programs have on their targets in terms of the goals they are meant ro achieve"
( evaluasi kebijakan adalah penilaian secara objektif, sistematik dan empirik atas dampak kebijakan yang
sedang berjalan terhadap sasaran tujuan yang hendak dicapai) .

3. Robert Haveman (1987)

"Program evaluation is the effort to understand the effects of human behavior and in particular, to
evaluate the effects of particular programs on those aspects of behavior indicated as the objectives of
this intervention" ( evaluasi program adalah usaha untuk memahami dampak perilaku manusia terhadap
program-program tertentu sebagai mana yang ditunjukkan pada tujuan program ini) .

4. Carol H. Weiss (1998)

"Program orang policy evaluation as the Systematic assesment of the operation and/or the outcomes of
program or policy, compared to a set of explicit or implicit standards, as a means of contributing to the
improvement of the program or policy" ( evaluasi program atau kebijakan adalah penilaian secara
sistematis terhadap pelaksanaan dan atau dampak program atau kebijakan disandingkan dengan
sejumlah standar penilaian baik yang eksplisit ataupun implisit sebagai sarana untuk meningkatkan
mutu program atau kebijakan).
5. J. L Fitzpatrick (2004)

"Evaluation as the identification, clarification and application of defensible criteria to determine and
evaluation object's value (worth or merit) in relation to those criteria" ( evaluasi adalah proses
mengidentifikasi, mengklarifikasi dan mengaplikasikan kriteria yang dipercaya untuk menetapkan nilai
sebuah objek evaluasi, layak atau berkualitas) .

William N.Dunn (1981) tentang ciri-ciri utama atau karakteristik evaluasi. Dunn menyebut ada empat
ciri-ciri utama evaluasi sebagai berikut:

1. Value-focus, evaluasi evaluasi itu terfokus pada penilaian mengenai apa yang diinginkan oleh sebuah
program atau kebijakan.

2. Fact-value interdependence, evaluasi itu tergantung pada nilai dan fakta.

3. Present and past orientation, evaluasi diklaim berorientasi pada dampak masa sekarang dan masa
yang lalu daripada di masa yang akan datang.

4. Value-duality, nilai yang ada pada evaluasi itu bersifat dualitas yakni sebagai tujuan dan alat untuk
mencapai tujuan.

Parsons (1995) menyebutkan adanya dua dimensi dalam evaluasi kebijakan yaitu:

1. Bagaimanakah kebijakan akan dinilai terhadap tujuan yang telah ditetapkan

2. Dampak nyata kebijakan.

William N. Dunn menjelaskan ada tiga fungsi utama evaluasi kebijakan yaitu:

1. Ini yang pertama dan yang paling penting fungsi evaluasi kebijakan adalah menyediakan informasi
yang sahih dan dapat dipercaya tentang kinerja kebijakan yakni sejauh mana kebutuhan, nilai dan
peluang telah terelisir lewat aksi publik.

2. Evaluasi memberikan kontribusi terhadap klarifikasi dan Kritik pada nilai yang menjadi dasar
penetapan tujuan dan sasaran kebijakan

3. Evaluasi memberikan kontribusi terhadap penerapan metode analisis kebijakan misalnya dalam
struktur masalah dan rekomendasi alternatif yang diusulkan.

Smith dan Larimer (2009) membedakan jenis dan ruang lingkup evaluasi kebijakan menjadi dua pasang
yaitu:
1. Evaluasi formatif dan summatif, pasangan evaluasi ini dibedakan oleh dua hal yaitu waktu dan maksud
Mengapa seseorang melakukan evaluasi ini. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada
tahap-tahap awal proses kebijakan dan dimaksudkan untuk mengembangkan program atau kebijakan.
Evaluasi formatif dilakukan in media rest di tengah proses implementasi kebijakan sebagai lawan dari
evaluasi tahap permulasi atau menilai tahap akhir untuk mengetahui dampak kebijakan. Evaluasi
summatif adalah evaluasi yang dilakukan pada tahap akhir proses kebijakan. Peran evaluasi sumatif
adalah untuk memutuskan apakah suatu kebijakan akan diperluas, dihentikan, dikontrakkan, atau
dilanjutkan. Jadi evaluasi summatif dilakukan ketika posisi kebijakan sudah matang artinya siap dinilai
untuk mengetahui Apakah kebijakan telah terlaksana dengan baik dan menghasilkan nilai yang seperti
yang diharapkan.

2. Evaluasi proses dan dampak. Evaluasi proses terfokus pada apa yang sedang benar-benar dilakukan
oleh kebijakan sedangkan evaluasi dampak terfokus pada apa yang benar-benar telah dicapai oleh
kebijakan, peran evaluasi proses, adalah untuk mengetahui apakah para pelaksana kebijakan badan
pemerintah dapat mempertemukan antara rencana dan tujuan kebijakan Sebagaimana telah ditetapkan
semula. Evaluasi proses dapat diidentikkan dengan evaluasi pada tahap implementasi. Sedangkan
evaluasi dampak berusaha untuk mengukur dan menilai Apakah tujuan kebijakan telah dapat dicapai?
Analisis dampak kebijakan menggunakan jenis evaluasi yang khas yaitu evaluasi kuantitatif.

Berdasarkan uraian tersebut, Smith dan Larimer membagi tiga macam pendekatan penilaian berikut ini:

1. Pendekatan evaluasi deskriptif, pendekatan yang berusaha mendeskripsikan tujuan, proses, dan
dampak kebijakan.

2. Pendekatan evaluasi normatif pendekatan yang lebih banyak mempertanyakan masalah kepatutan
atau kelayakan kebijakan.

3. Pendekatan evaluasi dampak, pendekatan yang terfokus pada dampak kebijakan.

Berdasarkan ketiga jenis pendekatan evaluasi tersebut selanjutnya Smith dan Larimer menyatakan
bahwa pendekatan deskriptif dan normatif cenderung menggunakan metode kualitatif untuk melakukan
evaluasi formatif atau proses. Pendekatan dampak dapat untuk evaluasi summatif bila hanya dipakai
untuk menilai apakah suatu kebijakan memiliki dampak tertentu dan bisa juga untuk evaluasi formatif
bila dipakai untuk menjawab pertanyaan mengapa? Menganalisis dampak kebijakan identik dengan
menggunakan pendekatan rasionalistik yang termasuk ke dalam jenis ex-post evaluation.

Menurut Rossi, Freeman dan Wright (1979) yang lebih komprehensif tentang tipologi evaluasi sebagai
berikut:

Evaluasi perencanaan Evaluasi dengan Evaluasi dampak Evaluasi biaya-


dan pengembangan memonitor kebijakan keuntungan dan
program/kebijakan biaya-efektivitas
(2) (3)
(1) (4)

Tujuan Mendesain Menilai proses Menilai Menghitung tingkat


program/kebijakan implementasi efektivitas efisiensi ekonomis
sesuai dengan tujuan- kebijakan kebijakan dalam program/kebijakan
tujuan yang diinginkan berdasarkan desain mencapai
kebijakan tujuan-
tujuannya

Pertanyaan 1. luasnya dan 1. Apakah 1. Apakah 1. Berapa biaya yang


Evaluasi tersebarnya populasi implementasi kebijakan telah telah dikeluarkan
masalah yang hendak kebijakan sesuai menghasilkan untuk masing-masing
dipecahkan dengan/mengarah ke perubahan yang unit program?
kelompok sasaran? diinginkan?
2. Riset dan 2. Berapa besar
pengembangan untuk 2. Apakah 2. Apakah perbandingan antara
perencanaan dan implementasi perubahan yang total biaya dengan
implementasi kebijakan sesuai terjadi signifikan manfaat/ keuntungan
kebijakan dengan desain secara yang diperoleh.
kebijakan? substantif?

Menurut Rossi, dkk ada 4 macam atau jenis evaluasi kebijakan yakni:

1. Evaluasi yang dilakukan ketika program atau kebijakan itu sedang dirancang atau di desain yang
kemudian dikenal dengan istilah ex-ante evaluation

2. Evaluasi yang dilaksanakan ketika proses implementasi program atau kebijakan dengan melakukan
monitoring yang kemudian dikenal dengan istilah on-going evaluation

3. Evaluasi yang dilakukan dengan menilai dampak yang terjadi setelah pelaksanaan kebijakan yang
kemudian dikenal dengan istilah ex-post evaluation

4. Evaluasi yang dilakukan dengan menghitung besarnya biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan
manfaat atau keuntungan yang diperoleh yang kemudian dikenal dengan istilah cost-benefits, cost-
effectiveness evaluation.

Stufflebeam dan Shinkfield (1985) dengan menyajikan Apa tujuan dari masing-masing jenis evaluasi
tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Context evaluation, jenis evaluasi yang bertujuan untuk mendefinisikan konteks institusional,
mengidentifikasi populasi sasaran kebijakan, dan menilai kebutuhan sasaran kebijakan serta peluang
untuk memenuhi kebutuhannya, mendiagnosa masalah-masalah yang ada di sekitar kebutuhan dan
menilai apakah tujuan-tujuan yang diusulkan cukup responsif terhadap keutuhan kebutuhan-kebutuhan
tersebut.

2. Input evaluation, jenis evaluasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai kemampuan
sistem, Strategi program alternatif, desain prosedur untuk melaksanakan strategi, anggaran, dan jadwal
implementasi.

3. Process evaluation, jenis evaluasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi atau memprediksi
kelemahan-kelemahan desain prosedur implementasi kebijakan, penyediaan informasi untuk
pembuatan keputusan program percobaan dan mencatat serta menilai peristiwa-peristiwa dan
kegiatan-kegiatan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

4. Product Evaluation, jenis evaluasi yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menilai dampak
kebijakan serta menghubungkan dengan tujuan, konteks, proses, dan interpretasi ketepatan hasil
kebijakan.

Lester dan Stewart (2000), dengan mengutip pendapat Bingham dan Felbinger (1989), mengemukakan
adanya empat macam evaluasi kebijakan yakni:

1. Process evaluation adalah jenis evaluasi yang memfokuskan diri pada cara yang dipakai untuk
mengimplementasikan kebijakan, aspek yang dinilai adalah aktivitas pelaksanaan kebijakan dan tingkat
kepuasan klien kebijakan.

2. Impact evaluation adalah jenis evaluasi yang berkenaan dengan hasil akhir dari sebuah kebijakan
tertentu, evaluasi ini terfokus pada Apakah tujuan kebijakan telah tercapai dilihat dari dampaknya yaitu
Apakah kebijakan telah menghasilkan dampak seperti yang diharapkan oleh populasi sasaran (beberapa
polusi dampak berkaitan dengan pengukuran efektivitas kebijakan) .

3. Policy evaluation adalah jenis evaluasi kebijakan yang berkenaan dengan dampak kebijakan sesuai
dengan orisinalitas masalah yang diangkat untuk diatasi (contohnya Apakah masalah polusi telah
terpecahkan oleh kebijakan yang memang diarahkan untuk itu? ).

4. Metaevaluation ini adalah jenis evaluasi yang merupakan hasil sintesis dari berbagai temuan
penelitian. Evaluasi jenis ini mencoba untuk mencari kesamaan-kesamaan hasil penelitian, ukuran-
ukuran yang dipakai, dan kecenderungan-kecenderungan yang ada di literatur evaluasi. Metaevaluasi
sama dengan literature reviews yang bertujuan untuk mengumpulkan temuan-temuan yang ada dan
mencari pola-pola tertentu dari hasil temuan berbagai macam evaluasi.

Howlett dan Ramesh (1995) mengenai jenis evaluasi kebijakan berdasarkan tiga kategori besar yaitu:

1. Evaluasi administratif yaitu evaluasi yang acap kali terfokus pada Kegiatan menilai tingkat efisiensi
pelaksanaan tugas pelayanan yang dilakukan pemerintah dan berusaha untuk menentukan sejauh mana
prinsip "value for money" (Efektivitas, efisiensi, dan ekonomis) dapat dicapai dengan tetap menghormati
prinsip-prinsip keadilan dan demokrasi.

2. Evaluasi Yudisial yaitu evaluasi yang berkaitan dengan masalah hukum yang terkait dengan cara
bagaimana kebijakan itu dilaksanakan. Evaluasi ini dilaksanakan oleh lembaga Yudisial yang berkaitan
dengan masalah konflik yang terjadi antara tindakan pemerintah dengan konstitusi yang ada atau
berlaku atau dengan standar etika administrasi dan hak-hak individu.

3. Evaluasi politik, ini berbeda dengan dua jenis evaluasi sebelumnya yang sistematis dan teknis serta
cap kali sepihak dan bias. Walaupun demikian evaluasi ini tidak berkurang nilai signifikasinya karena
memang tujuannya jarang ditujukan untuk meningkatkan kebijakan pemerintah, Tetapi lebih ke
pemberian dukungan atau menentangnya. Evaluasi politik berusaha untuk memberikan label pada
suatu kebijakan itu berhasil atau gagal kemudian diikuti dengan tuntutan untuk meneruskannya atau
mengubahnya.

Kegiatan belajar 2 kriteria evaluasi kebijakan

Kriteria evaluasi kebijakan publik terlebih dahulu saya akan menyajikan pandangan tentang kesulitan-
kesulitan atau masalah-masalah yang Menghadang proses evaluasi kebijakan publik.

Pandangan tersebut dikemukakan oleh Edward E. Schuman (1967) yang kemudian dikutip kembali oleh
Thomas R. Dye (1987), yang saya padatkan sebagai berikut.

1. Masalah pertama yang Menghadang seseorang yang ingin mengevaluasi kebijakan adalah Apa tujuan
kebijakan itu; Siapa yang menjadi kelompok sasarannya dan Apa dampak yang diinginkannya?
Sayangnya pemerintah setiap kali ingin mencapai tujuan yang tidak sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh berbagai-bagai kelompok. Munculnya konflik tujuan ini akan mempersulit evaluasi
kebijakan.

2. Banyak program dan kebijakan yang memiliki nilai simbolis yang tidak mampu mengubah kondisi
kelompok sasaran kebijakan melainkan hanya sekedar menjadikan kelompok sasaran merasa bahwa
pemerintah peduli terhadap masalah mereka. Lalu apa yang dapat dievaluasi?

3. Pemerintah memiliki kepentingan yang kuat untuk membuktikan bahwa program atau kebijakan yang
dibuat memiliki dampak yang positif. Evaluasi terhadap dampak kebijakan dinilai sebagai usaha
membatasi atau merusak program pemerintah atau mempersalahkan kompetensi pemerintah.

4. Pemerintah yang biasanya telah mengeluarkan investasi yang begitu besar Organisasi,
dana/anggaran, fisik, psikologis untuk menangani program-programnya cenderung menolak temuan
hasil evaluasi yang menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak berjalan dengan baik.
5. Kajian yang serius terhadap dampak kebijakan yang diupayakan oleh pemerintah akan melibatkan
campur tangannya pihak lain seperti pers dalam menilai dampak tersebut. Hal ini dapat merintangi hasil
evaluasi terhadap kebijakan tersebut.

6. Evaluasi kebijakan membutuhkan dana, fasilitas, waktu, dan personalia yang besar di mana
pemerintah tidak mau mengeluarkannya. Evaluasi kebijakan adalah pekerjaan yang serius bukan
pekerjaan main-main atau paruh waktu, sayangnya pemerintah tidak mau menyediakan sumber-sumber
yang cukup untuk melakukannya.

Knoepfel, et al. (2007) membagi standar atau kriteria evaluasi kebijakan secara umum menjadi tiga
macam yaitu:

1. The extent of impact analysis, untuk menentukan sejauh mana dampak kebijakan itu telah sesuai
dengan yang dirancang

2. The effectiveness, untuk menakar Apakah dampak kebijakan telah dapat mewujudkan hasil
sebagaimana yang ditetapkan dalam tujuan kebijakan.

3. The efficiency, untuk mengukur perbandingan antara dampak yang dihasilkan dengan sumber-sumber
yang digunakan.

Kriteria 2 dan 3 adalah ukuran lama yang lazim dipakai untuk menilai kinerja kebijakan terutama oleh
analisis kebijakan yang menggunakan pendekatan kuantitatif yang bernuansa teknis. Sekarang telah
berkembang pula evaluasi kebijakan dengan pendekatan kualitatif yang lebih bernuansa politis
demokratis, seperti ukuran keadilan, persamaan, kejujuran dan tanggung jawab atau akuntabilitas.
Sedangkan kriteria 1 lebih bersifat umum artinya semua kebijakan perlu dievaluasi sejauh mana
kebijakan tersebut telah dapat menghasilkan dampak yang diharapkan.

William N. Dunn (1981) membedakan 6 macam kriteria untuk menilai kebijakan yaitu sebagai berikut.

Jenis kriteria Deskripsi dan Keterangan kriteria


pertanyaan

1. Efektivitas - sejauh mana - masing-masing unit


pelaksanaan kebijakan pelayanan
telah menghasilkan
dampak tertentu?

2. Efisiensi - seberapa besar upaya - biaya per unit;


yang dilakukan untuk keuntungan bersih
menghasilkan dampak dan rasio biaya
yang diinginkan?
- keuntungan

3. Ketepatan/Adekuasi - seberapa besar - biaya tetap


ketepatan capaian
dampak kebijakan untuk - efektivitas tepat
mengatasi masalah
kebijakan?

4. Keadilan - Apakah biaya dan - kriteria pareto


keuntungan/manfaat
kebijakan telah - kriteria kaldor
terdistribusi secara adil
- Hicks
di antara kelompok-
kelompok yang berbeda? - Kriteria Rawis

5. Responsivitas - Apakah dampak - konsisten dengan


kebijakan telah survei terhadap warga
memuaskan kebutuhan,
preferensi dan nilai
kelompok tertentu?

7. Kecocokan/Apropriasi - Apakah dampak yang - program/kebijakan


diinginkan benar-benar bagi warga sebaiknya
layak atau kecocokan adil dan efisien
antara lain keadilan dan
efisiensi?

Ada pola pendapat tentang standar atau kriteria evaluasi program/kebijakan yang cukup rinci dari The
Joint Committee's Standards for program evaluation-USA, 1994 (lihat dalam Fitzpatrick, et al. 2004) yang
membagi kriteria evaluasi program/kebijakan ke dalam 4 kategorisasi besar yakni:

1. Utility standards, adalah standar untuk memastikan bahwa proses evaluasi dapat menyajikan
informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya. Standar utilitas terdiri dari berikut ini.

a. Identifikasi pemangku kepentingan: orang-orang yang terlibat dalam atau yang kena dampak
kebijakan telah diidentifikasi Sehingga kebutuhan mereka dapat dikenali.

b. Kredibilitas penilai: orang-orang yang melakukan penilaian dapat dipercaya dan memiliki kompetensi
untuk melakukan evaluasi sehingga hasil penilaiannya mencapai kepercayaan dan penerimaannya
maksimal

c. Ruang lingkup dan seleksi informasi: informasi yang dikumpulkan cangkupannya luas untuk
menghadapi masalah-masalah yang relevan dengan kebijakan dan responsif terhadap kebutuhan dan
kepentingan klien dan pemangku kepentingan lainnya.
d. Identifikasi nilai: perspektif, prosedur, dan rasionalitas yang dipakai untuk menginterpretasikan
temuan-temuan harus dideskripsikan dengan hati-hati agar anda saja dipakai untuk menilai jelas.

e. Kejelasan laporan: laporan evaluasi harus jelas menggambarkan kebijakan yang dinilai, masuk
konteks, tujuan, prosedur dan temuan-temuan evaluasi sehingga informasi yang penting tersedia dan
mudah dipahami.

f. Ketepatan waktu laporan dan diseminasi: temuan sementara yang sangat penting dan laporan hasil
evaluasi sebaiknya distribusikan ke penggunaan utama sehingga dapat digunakan tepat waktu.

g. Dampak evaluasi: revolusi harus dirancang, dilaksanakan dan dilaporkan sedemikian rupa untuk
ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan sehingga kemungkinan dipakainya evaluasi tersebut
menjadi meningkat.

2. Feasibility standards adalah standar yang digunakan untuk menjamin bahwa evaluasi tersebut
realistik, Hati-hati, diplomatik, dan tidak berlebihan. Standar kelayakan terdiri dari berikut ini.

a. Prosedurnya praktis: prosedur evaluasi harus cukup praktis, sedikit rintangan sementara informasi
yang dibutuhkan bisa diperoleh.

b. Kelayakan politis: evaluasi harus dirancang dan dilaksanakan dengan mengantisipasi posisi kelompok
kepentingan yang berbeda-beda sehingga keikutsertaannya dapat diperoleh dan agar usaha-usaha yang
mungkin dilakukan oleh salah satu kelompok ini untuk mereduksi kegiatan evaluasi dapat dicegah atau
diimbangi.

c. Efisiensi: evaluasi harus efisien dan dapat menghasilkan informasi yang memadai agar seimbang
dengan sumber-sumber yang telah dikeluarkan.

3. Propriety standards adalah standar yang digunakan untuk menjamin bahwa evaluasi dilakukan secara
legal, etis, dan untuk memenuhi kepentingan mereka yang terlibat dalam evaluasi dan mereka yang
terkena dampak evaluasi. Standar kecepatan ini terdiri dari berikut ini.

a. Berorientasi pelayanan: evaluasi harus didesain untuk membantu organisasi dalam memberikan
pelayanan akan pemenuhan kebutuhan pihak-pihak yang terlibat.

b. Persetujuan formal: kewajiban pihak yang terlibat dalam proses evaluasi harus disetujui secara
tertulis sehingga pihak-pihak tersebut tunduk pada semua Persyaratan yang telah disepakati atas secara
formal perlu dinegosiasikan kembali.

c. Hak-hak manusia: evaluasi perlu didesain dan dilaksanakan untuk menghormati dan melindungi hak-
hak dan kesejahteraan manusia.

d. Interaksi antar manusia: evaluator sebaiknya menghormati martabat dan nilai kemanusiaan dalam
interaksinya dengan orang lain yang terkait dengan proses evaluasi sehingga mereka tidak merasa
terancam atau terganggu.
e. Penilaiannya lengkap dan adil: evaluasi sebaiknya lengkap dan adil dalam memeriksa dan mencatat
kekuatan dan kelemahan kebijakan yang sedang dinilai.

f. Keterbukaan temuan: pihak-pihak yang terlibat dalam evaluasi seharusnya menjamin bahwa sejumlah
temuan hasil evaluasi termasuk kekurangannya dapat diakses oleh mereka yang terkena dampak dari
hasil evaluasi dan siapapun yang memiliki hak yang sah untuk menerima hasil evaluasi.

g. Konflik kepentingan: konflik kepentingan harus diatasi secara terbuka dan jujur sehingga tidak
berkompromi/netral terhadap proses dan hasil evaluasi.

h. Tanggung jawab finansial: pengalokasian dan pengeluaran sumber dana bagi evaluator haruslah
menggambarkan prosedur akuntabilitas yang sehat atau penuh dengan kehati-hatian dan etis, tepat
dan bisa dipertanggungjawabkan.

4. Accuracy standards adalah standar yang digunakan untuk menjamin bahwa evaluasi mampu
membuka dan memberikan makna informasi yang tepat tentang tampilan dan karakter kebijakan yang
sedang dinilai. Standar ke akurasi yang terdiri atas:

a. Pendokumentasian kebijakan: kebijakan yang sedang dinilai harus dapat didefinisikan dan
didokumentasikan secara jelas dan akurat sehingga kebijakan tersebut dapat diidentifikasi secara jelas.

b. Analisis isi: konteks di mana kebijakan itu berada harus diperiksa cukup rinci sehingga kemungkinan
pengaruhnya kepada kebijakan dapat diidentifikasi.

c. Deskripsi tujuan dan prosedur evaluasi: tujuan dan prosedur evaluasi harus dimonitor dan
didistribusikan cukup detail sehingga dapat diidentifikasi dan dinilai.

d. Sumber-sumber informasi: sumber informasi yang digunakan dalam mengevaluasi kebijakan harus
dideskripsikan cukup rinci sehingga ketepatan informasinya dapat dinilai.

e. Informasi yang sahih: prosedur pengumpulan data harus dipilih dan dikembangkan dan
diimplementasikan sehingga terjamin kesahihan interpretasinya dan bisa digunakan.

f. Informasi yang terpercaya: prosedur pengumpulan informasi harus dipilih, dikembangkan dan
dilaksanakan sehingga terjamin bahwa informasi yang diperoleh dapat dipercaya dan bisa digunakan.

g. Informasi yang sistematis: informasi yang dikumpulkan, di proses, dan dilaporkan dalam sebuah
evaluasi harus secara sistematis di reviu dan setiap kesalahan yang ditemukan harus diperbaiki.

h. Analisis informasi kuantitatif: informasi kuantitatif dalam evaluasi harus dianalisis secara tepat dan
sistematis agar semua masalah evaluasi dapat dijawab secara efektif.

i. Analisis informasi kualitatif: informasi kualitatif dalam evaluasi harus dianalisis secara tepat dan
sistematis agar semua masalah evaluasi dapat dijawab secara efektif.

j. Kesimpulan yang bisa diterima: kesimpulan yang dicapai dengan evaluasi harus kuat dan benar
sehingga para pemangku kepentingan dapat menilainya.
k. Laporan yang tidak memihak: prosedur pelaporan harus terjaga terhadap distorsi yang disebabkan
oleh perasaan dan bias pribadi dari pihak manapun dalam mengevaluasi sehingga laporan evaluasi
secara jujur merefleksikan temuan-temuan evaluasi.

l. Metaevaluasi: populasi itu sendiri harus dinilai baik secara formatif ataupun summatif dengan standar
ini dan standar lainnya yang relevan sehingga semua kegiatan evaluasi dibimbing oleh standar ini dan
para pemangku kepentingan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahannya.

Kegiatan belajar 3 analisis dampak kebijakan

Rossi, et al. (1979) menulis: " evaluasi dampak kebijakan menilai sejauh mana suatu kebijakan telah
menghasilkan adanya perubahan sesuai dengan yang diinginkan) . Ini berarti bahwa telah ada serangkai
tujuan yang ditetapkan sejak awalnya hendak dicapai dan kriteria keberhasilannya yaitu suatu program
yang mempunyai dampak yakni suatu perubahan yang terjadi sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Thomas R. Dye (1987) menyatakan " dampak sebuah kebijakan adalah pengaruhnya terhadap kondisi
nyata". Kemudian Dye menyebutkan bahwa dampak kebijakan itu meliput:

1. Dampak kebijakan terhadap sasaran utama kebijakan

2. Dampak kebijakan terhadap selain sasaran utama kebijakan

3. Dampak kebijakan pada situasi sekarang dan yang akan datang

4. Dampaknya pada biaya langsung, sumber-sumber yang dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan

5. Dampaknya pada biaya tak langsung, termasuk peluang untuk melakukan hal-hal lainnya.

Dye membedakan dua macam jenis dampak kebijakan yaitu dampak symbolic dan tangible. Dampak
simbolis, berkaitan dengan persepsi yang dimiliki individu-individu tentang tindakan pemerintah dan
sikap terhadapnya. Individu, kelompok, maka masyarakat macam kali menilai kebijakan publik atas
dasar tujuan kebijakan yang baik (good intentions) daripada atas dasar dampak/hasil/tampilan nyata
kebijakan (tangible accomplishment). Misalnya, kebijakan perang melawan kemiskinan yang dilakukan
pemerintah mungkin tidak memiliki dampak yang cukup signifikan pada orang miskin, tetapi hal tersebut
jelas menambah keyakinan moral banyak orang baik yang sudah mapan atau yang miskin bahwa yang
penting adalah pemerintah peduli terhadap masalah kemiskinan. Apapun kegagalan yang terjadi pada
program anti kemiskinan (dampak nyata kebijakan = tangible impacts), akan tetapi nilai dan pas
simbolisnya lebih besar. Dengan perkataan lain kepedulian pemerintah untuk mengatasi kemiskinan
jauh lebih penting ketimbang kegagalan yang mungkin menyertai pelaksanaan program anti kemiskinan
itu sendiri.
Lester dan Stewart (2000) menegaskan bahwa mengevaluasi dampak program atau kebijakan itu sangat
sulit walaupun dalam kondisi yang sangat baik. Mengapa demikian? Berikut ini, Lester dan Stewart
dengan mengutip pendapat Hogwood dan Gunn menyebutkan setidaknya ada tujuh hal yang
menyebabkannya.

1. Tujuan kebijakan: suatu masalah yang nyata dalam mengevaluasi kebijakan adalah cara menetapkan
tujuan kebijakan dikaitkan dengan cara menilainya. Bila tujuan kebijakan tidak jelas, atau tidak dilupakan
dalam bentuk yang dapat diukur, maka standar atau kriteria penilaiannya juga tidak jelas.

2. Menetapkan kriteria keberhasilan: walaupun tujuan telah ditetapkan dengan jelas masih ada masalah
Bagaimanakah keberhasilan tujuan itu Hendak diukur? Apa kriteria yang akan dipergunakan?

3. Dampak samping: kadang-kadang dampak dari kebijakan yang lain berpengaruh terhadap kebijakan
yang sedang dievaluasi. Kesulitan muncul ketika seseorang bersama mengidentifikasi dan menilai efek
samping dan memisahkan efek samping ini dari kebijakan yang sedang dinilai.

4. Masalah data: sering terjadi bawah data yang diperlukan untuk menilai dampak suatu kebijakan tidak
tersedia ataupun kalau tersedia tidak dalam bentuk yang diinginkan.

5. Masalah metodologi: umum terjadi yaitu satu masalah atau satu kelompok penduduk menjadi
sasaran dari beberapa program yang sama atau berkaitan sehingga menyulitkan pilihan metode yang
dipakai untuk menilainya.

6. Masalah politik: evaluasi acap kali sangat menakutkan bagi beberapa orang. Keberhasilan atau
kegagalan suatu kebijakan dengan mana para politisi atau birokrat punya komitmen secara pribadi atas
reputasi dan karirnya atau terkait dengan klien yang akan menerima manfaat dari kebijakan tersebut
maka penilaiannya sering menjadi Ancaman bagi keberlangsungan kebijakan atau program yang erat
kaitannya dengan sejumlah orang yang punya kepentingan dengannya.

7. Biaya: sudah umum berlaku bahwa biaya evaluasi itu sebesar 1% dari total biaya program secara
keseluruhan. Masalah muncul bila dalam evaluasi digunakan metode yang canggih yang membutuhkan
banyak biaya sehingga bisa mempengaruhi pelaksanaannya.

Rossi dan Freeman (1993) menyatakan bahwa penilaian dampak dilakukan untuk menaksir Apakah
intervensi yang dilakukan dalam menghasilkan dampak diinginkan atau tidak. Taksiran seperti itu tidak
dapat dibuat secara pasti melainkan hanya berupa dugaan-dugaan, tujuan dasar dari penilaian dampak
adalah menghasilkan perkiraan dampak bersih suatu intervensi, yakni sebuah perkiraan dampak
intervensi yang tidak terkontaminasi oleh pengaruh proses atau peristiwa lainnya dan mempengaruhi
perilaku atau kondisi dari kebijakan yang sedang dinilai.

Menurut mereka ada beberapa metode yang bisa dipakai untuk menilai dampak kebijakan yaitu:
1. Membandingkan antara suatu masalah/situasi/kondisi dengan apa yang telah terjadi sebelum
intervensi atau kebijakan dilaksanakan.

2. Melakukan eksperimen guna menguji dampak sebuah program pada suatu area atau bagi sebuah
kelompok tertentu terhadap apa yang telah terjadi pada suatu area atau kelompok yang bukan menjadi
sasaran intervensi.

3. Mengukur biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh yang telah terjadi
sebagai hasil dari sebuah intervensi.

4. Menggunakan model-model tertentu untuk memahami dan menjelaskan tentang apa yang telah
terjadi pada kebijakan masa yang lalu.

5. Menggunakan pendekatan kualitatif untuk menilai keberhasilan/kegagalan kebijakan atau program.

6. Membandingkan apa yang telah terjadi (dampak yang diperoleh) pada tujuan-tujuan atau target-
target kebijakan atau program tertentu.

7. Menggunakan tolok ukur kinerja untuk menilai Apakah tujuan-tujuan atau target-target telah
tercatat.

Anda mungkin juga menyukai