Anda di halaman 1dari 4

UJIAN AKHIR SEMERTER 6

MATA KULIAH EVALUASI DAN ANALISIS DAMPAK


(RANGKUMAN MATERI PERKULIAHAN)

Disusun oleh

NAMA NIM
MONICA OCTAVIA 19101023

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
RAJA HAJI TANJUNG PINANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
1. Pengertian Evaluasi Kebijakan
Menurut Muhadjir dalam Widodo mengemukakan “Evaluasi kebijakan publik merupakan suatu
proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat “membuahkan hasil”, yaitu dengan
membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang
ditentukan”.  Dalam bahasa yang lebih singkat Jones mengartikan evaluasi adalah “Kegiatan yang
bertujuan untuk menilai “manfaat” suatu kebijakan”. Serta secara umum evaluasi kebijakan dapat
dikatakan sebagai “Kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang menyangkut
substansi, implementasi, dan dampak”. Hal ini berarti bahwa proses evaluasi tidah hanya dapat
dilakukan pada tahapan akhir saja, melainkan keseluruhan dari proses kebijakan dapat dievaluasi.
2. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Kebijakan
Menurut Wibawa dalam Nugroho, evaluasi kebijakan publik memilik empat fungsi, yaitu:
 Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu
generalisasi tentang pola-pola hungungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya.
Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi masalah ,kondisi, dan aktor yang
mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
 Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik
birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh
kebijakan.
 Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok
sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.
 Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan tersebut.
Beberapa ahli juga mengemukakan tentang tujuan-tujuan dari evaluasi, Subarsono merinci beberapa
tujuan dari evaluasi antara lain sebagai berikut :
 Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat
pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.
 Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui derajad
diketahui berapa biaya dan manfaat suatu kebijakan.
 Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi adalah
mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.
 Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat
dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.
 Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui
adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan
antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.
 Sebagai bahan masukan (input) unutk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir evaluasi
adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan
yang lebih baik.
Oleh karena itu evaluasi kebijakan, pada prinsipinya digunakan untuk mengevaluasi empat asek
dalam proses kebijakan publik, yaitu “a) proses pembuatan kebijakan; 2) proses implementasi; 3)
konsekuensi kebijakan; 4) efektifitas dampak kebijakan”.
3. Pentingnya evaluasi kebijakan dan ciri-ciri evaluasi kebijakan
Nugroho (2009:535) kemudian mengemukakan pemikirannya bahwa “sebuah kebijakan publik tidak
dapat dilepas begitu saja. Kebijakan harus diawasi dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut
adalah evaluasi kebijakan”. Menurutnya kemudian, evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh
mana keefektivan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh
mana tujuan itu dicapai, evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan” dan
“kenyataan”. Jadi sebenarnya evaluasi kebijakan dilakukan untuk memperbaiki “kesenjangan” yang
ada.
Adapun ciri-ciri dari evaluasi kebijakan adalah sebagai berikut di bawah ini: 1)Menemukan hal-hal
yang strategis yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja kebijakan, 2)Evaluator mampu
mengambil jarak dari pembuat kebijakan, 3)Menghasilkan prosedur yang dapat
dipertanggungjawabkan secara metodologis, 4)Dapat dilaksanakan dalam suasana yang kondusif,
5)Pelaksanaan evaluasi kebijakan mencakup rumusan, implementasi. Lingkungan dan kinerja
kebijakan.
4. Kriteria Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan publik, dalam tahapan pelaksanaannya menggunakan pengembangan beberapa
indikator untuk menghindari timbulnya bias serta sebagai pedoman ataupun arahan bagi evaluator.
William N. Dunn mengemukakan beberapa kriteria rekomendasi kebijakan yang sama dengan
kriteria evaluasi kebijakan, kriteria rekomendasi kebijakan terdiri atas :
1) Efektifitas (effectiveness). Berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat)
yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektifitas, yang secara
dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan
atau nilai moneternya.
2) Efisiensi(efficiency). Berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan
tingkat efektifitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi
adalah merupakan hubungan antara efektifitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari
ongkos moneter.
3) Kecukupan (adequacy). Berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas
memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan menumbuhkan adanya masalah. Kriteria
kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang
diharapkan.
4) Perataan (equity).Erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada
distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat.
Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya (misalnya, unit
pelayanan atau manfaat moneter) atau usaha (misalnya biaya moneter) secara adil
didistribusikan.
5) Responsivitas (responsiveness)berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat
memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria
lainnya – efektifitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan – masih gagal jika belum menanggapi
kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan.
6) Ketepatan (appropriateness). Kriterian ketepatan secara dekat berhubungan dengan
rasionalitas, substantif, karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan
dengan satuan kriteria individu tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Ketepatan
merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang
melandasi tujuan-tujuan tersebut. Sejalan dengan kriteria rekomendasi kebijakan tersebut,
Dunn mengemukakan kriteria evaluasi kebijakan antara lain
5. Langkah-langkah Evaluasi Kebijakan
Evaluasi dalam pelaksanaanya memiliki tahapan atau langkah-langkah yang dapat dilakukan agar
dapat berjalan secara sistematis. Edward A. Suchman di sisi lain lebih masuk ke sisi praktis dengan
mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan yaitu :
1) Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi.
2) Analisis terhadap masalah.
3) Deskripsi dan standardisasi kegiatan.
4) Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi.
5) Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau
karena penyebab lain.
6) Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak
Langkah-langkah tersebut dibuat agar suatu evaluasi dapat efektif dengan berjalan secara sistematis.
Pada pelaksanaanya sendiri, evaluasi tidak terlepas dari kemungkin timbulnya masalah atau kendala.
Hal ini disebabkan evaluasi juga merupakan proses yang kompleks, sehingga kendala atau masalah
tersebut dapat menghambat pelaksanaan evaluasi tersebut.
6. Lingkungan kebijakan
Dalam lingkuan kebijakan diakenal ada dua bagian yaitu lingkungan Internal dan lingkungan
eksternal. Dimana dari kedua lingkungan tersebut mempengaruhi kebijakan publik. Hal tersebut
sependapat dengan Anderson dalam putri (2010) yang menyatakan Perumusan kebijakan dalam
prakteknya akan melibatkan berbagai aktor, baik yang berasal dari aktor negara maupun aktor non
negara, sebagai pembuat kebijakan resmi (official policy-makers) dan peserta non pemerintahan
(nongovernmental participants)
1) Lingkungan Internal
Lingkungan internal yaitu lingkungan terdapat struktur formal dari bagaimana kebijakan
tersebut dibuat. Dalam arti struktur formal tersebut dalam dilihat siapakah yang berhak
membuat kebijakan. Pembuat kebijakan resmi adalah mereka yang memiliki kewenangan
legal untuk terlibat dalam perumusan kebijakan publik. Menurut Anderson dalam  putri
(2010) terdiri atas legislatif; eksekutif; badan administratif; serta pengadilan.
2) Lingkuangan Ekternal
Selain pembuat kebijakan resmi, terdapat pula peserta lain yang terlibat dalam proses
kebijakan yang meliputi diantaranya kelompok kepentingan; partai politik; organisasi
penelitian; media komunikasi; serta individu masyarakat. Mereka ini yang disebut oleh
Anderson sebagai peserta non pemerintahan (nongovernmental participants) karena penting
atau dominannya peran mereka dalam sejumlah situasi kebijakan tetapi mereka tidak
memiliki kewenangan legal untuk membuat kebijakan yang mengikat. Peranan mereka
biasanya adalah dalam menyediakan informasi; memberikan tekanan; serta mencoba untuk
mempengaruhi Anderson dalam putri (2010). Mereka juga dapat menawarkan proposal
kebijakan yang telah mereka siapkan.
7. Evaluasi formulasi kebijakan
Dapat dikatakan bahwa evaluasi pada tahap formulasi kebijakan lebih dimaksudkan untuk
memberikan gambaran apakah proses formulasi kebijakan telah on the track atau sesuai dengan
mekanisme, prosedur, dan kaedah-kaedah dalam aturan main yang berlaku yang telah
ditentukan sebagai landasan administratif dalam proses perumusan kebijakan. Evaluasi
formulasi kebijakan publik, menurut Dwidjowijoto, (2006:157) secara umum berkenaan
dengan apakah formulasi kebijakan publik telah dilaksanakan: 1)Dengan menggunakan
pendekatan yang sesuai dengan yang masalah publik yang akan di atasi; 2)mengarah pada pokok
permasalahan atau alternatif pemecahan masalah sesuai dengan masalah publik yang akan di atasi;
3)mengikuti mekanisme, prosedur dan kaedah-kaedah normatif sebagaimana yang telah
disepakati atau yang telah ditetapkan (rule of the game) dalam konteks untuk keabsahan maupun
untuk kebersamaan dan keterpaduan dalam proses perumusan; 4)mendayagunakan sumber daya
yang ada secara optimal, baik dalam bentuk sumber daya waktu, dana, manusia, dan kondisi
lingkungan strategis.
8. Evaluasi Lingkungan Kebijakan
Evaluasi lingkungan kebijakan merupakan pengukuran kondisi atau penilaian terhadap sesuatu
dalam hal ini yaitu lingkungan setelah meneliti setiap variabel yaitu lingkungan internal dan
eksternal tersebut sejauh mana dalam mempengaruhi suatu kebijkan tersebut. Jadi evaluasi
lingkungan kebijakan adalah cara yang digunakan oleh seorangan peneliti untuk melihat lingkungan
yang mempengaruhi kebijakan tersebut. Dinama lingkuang tersebut terdiri dari lingkungan internal
dan eksternal.
9. Agenda kebijakan
Tahap-tahap dalam proses kebijakan publik menurut William N. Dunn dimulai dari penyusunan
agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan. Penyusunan agenda kebijakan merupakan
salah satu bagian yang sangat penting dari tahapan pembuatan kebijakan. Tahapan ini merupakan
langkah kunci yang harus dilalui ketika suatu isu masuk dan dapat diangkat dalam agenda
pemerintah. Pada akhirnya isu tersebut dapat diangkat menjadi agenda kebijakan pemerintah, maka
masalah tersebut dapat dipecahkan melalui tindakan kebijakan. Agenda kebijakan dapat
didefinisikan sebagai tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong
untuk melakukan tindakan tertentu.
Tahapan agenda kebijakan, menurut Mark Rushefky, yaitu :
 Tahap identifikasi masalah
 Tahap pemecahan masalah, Tahap ini melibatkan para spesialis dibidang kebijakan, misalnya
para birokra, staf legislatif, akademis, para ahli dari kelompok-kelompok penting
 Urutan politik, yaitu perubahan-perubahan dalam opini publik, hasil pemilihan umum,
perubahan dalam administrasi dan pergantian partisipan atau ideologi dalam lembaga
legislatif.
10. Evaluasi partisipatif
Definisi evaluasi partisipatif adalah adanya keterlibatan konstituen (target group/klien). Jika
konstituen hanya berperan memberi informasi maka tidak bersifat partisipatif.
Prinsip-Prinsip Evaluasi Partisipatif :
 Partisipasi – yang berarti mermbuka desain prosesnya untuk menyertakan mereka yang
paling langsung terpengaruh dan bersepakat untuk menganalisis data secara bersama.
 Inklusivitas EP memerlukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan tentang apa yang akan
dievaluasi, bagaimana dan kapan data akan dikumpulkan dan dianalisis, apa makna data
tersebut sebenarnya, dan bagaimana berbagai temuan akan disebarluaskan dan
ditindaklanjuti;
 Ini menuju pada pembelajaran yang menjadi landasan bagi tidakan perbaikan dan korektif
yang berikutnya;
 Karena jumlah, peranan dan keterampilan para stakeholder, maka lingkungan eksternal serta
faktor lain berubah dari waktu ke waktu; fleksibilitas pun menjadi amat penting.
Terpokok dalam evaluasi adalah menyusun lingkup kerja. Lingkup kerja adalah rencana kerja untuk
melakukan evaluasi, yaitu uraian yang jelas yang dapat digunakan untuk memandu perkerjaan tim
evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai