Anda di halaman 1dari 160

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Aspek Kebijakan , Kelembagaan Dan Pembiayaan

Secara harifah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata


policy science (Dror, 1968: 6-8). Beberapa penulis besar dalam ilmu ini,
seperti William Dunn, Charles Jones, Lee Friedman, dan lain-lain,
menggunakan istilah public policy dan public policy analysis dalam
pengertian yang tidak berbeda. Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang
diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan
pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau
kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani
kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian public itu sendiri dalam
bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum.
Kebijakan publik merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh
Pemerintah dalam mengendalikan pemerintahannya. Dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah, kebijakan publik dan hukum mempunyai peranan yang
penting. Kebijaksanaan atau kebijakan (policy) dapat pula diartikan baik
secara teoritik maupun praktikal. Secara teoritikal kebijakan (policy) diartikan
secara luas (board) maupun secara sempit (narrow). Kebijaksanaan atau
kebijakan (policy) secara praktikal erat kaitannya dengan hukum positif, yaitu
teori hukum positif yang mempunyai objek berupa gejala-gejala dari hukum
yang berlaku dalam masyarakat (pada waktu tertentu, mengenai masalah
tertentu, dan dalam lingkungan masyarakat (Negara) tertentu yang
memberikan dasar pemikiran tentang jiwa dalam hukum tersebut).
2.1.1. Teori Kebijakan

Menurut E.S. Quade, mantan kepala Departemen Matematika di


perusahaan Rand, menjelaskan bahwa analisis kebijakan adalah: Suatu
bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa
sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam
membuat keputusan. Menurut Thomas Dye kebijakan adalah: pilihan

20
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Definisi ini dibuat
dengan menghubungkan beberapa definisi lain dari David Easton, Lasswell
dan Kaplan, dan Carl Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan pemerintah
sebagai “kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara
keseluruhan.” Ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang
meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat. Sementara Lasswell dan Kaplan
yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, sebagai
program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (a
projected program of goals, values and practices). Carl Friedrich mengatakan
bahwa yang paling pokok bagi suatu Kebijakan adalah adanya tujuan (goal),
sasaran (objektive) atau kehendak (purpose).
Menurut Edi Suharto (2008:7) menyatakan bahwa kebijakan adalah
suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara
bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan
tertentu. Selain teori-teori diatas kebijakan pun dapat di definisikan sesuai
dengan teori yang mengikutinya ,antara lain yaitu:
 Teori Kelembagaan, memandang kebijakan sebagai aktivitas
kelembagaan dimana struktur dan lembaga pemerintah merupakan
pusat kegiatan politik.
 Teori Kelompok, memandang kebijakan sebagai keseimbangan
kelompok yang tercapai dalam perjuangan kelompok pada suatu saat
 tertentu. Kebijakan pemerintah dapat juga dipandang sebagai nilai-nilai
kelompok elit yang memerintah.
 Teori Elit, memandang Kebijakan pemerintah sebagai nilai-nilai
kelompok elit yang memerintah.
 Teori Rasional, memandang kebijakan sebagai pencapaian tujuan
secara efisien melalui sistem pengambilan keputusan yang tetap.
 Teori Inkremental, kebijakan dipandang sebagai variasi terhadap
kebijakan masa lampau atau dengan kata lain kebijakan pemerintah
yang ada sekarang ini merupakan kelanjutan kebijakan pemerintah
pada waktu yang lalu yang disertai modifikasi secara bertahap.

21
 Teori Permainan, memandang kebijakan sebagai pilihan yang rasional
dalam situasi-situasi yang saling bersaing.
 Teori kebijakan,yang lain adalah Teori Campuran yang merupakan
gabungan model rasional komprehensif dan inkremental.
Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan secara kritis, menilai dan
mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang ada
dalam satu atau lebih tahap proses pembuatan kebijakan. Tahap-tahap tersebut
mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu.
Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir
(evaluasi kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama (Penyusunan Agenda).

2.1.1.1. Deskripsi

Deskripsi menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan


tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Konsekuensi dari
tindakan kebijakan tidak pernah diketahui secara penuh dan oleh karena itu
memantau tindakan kebijakan yang merupakan suatu keharusan pemantauan
yang merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk
memberikan informasi tentang sebab dan akibat. Pemantauan kebijakan
mempunyai empat fungsi:
 Kepatuhan, Pemantauan bermanfaat untuk mementukan apakah
tindakan dari para administrator program sesuai dengan standar dan
prosedur yang dibuat oleh para legislator, instansi pemerintah dan
lembaga professional.
 Pemeriksaan, Pemantauan membantu menentukan apakah sumber daya
dan pelayanan yang dimaksudkan untuk kelompok sasaran maupun
konsumen tertentu.
 Akuntansi, monitoring yang menghasilkan informasi yang bermanfaat
untuk melakukan akuntansi atas perubahan sosial dan ekonomi yang
terjadi setelah dilaksanakannya sejumlah kebijakan dari waktu ke
waktu.

22
Eksplanasi, pemantauan menghimpun informasi yang dapat menjelaskan
mengapa hasil-hasil kebijakan dan program yang berbeda beda.

2.1.1.2.Evaluasi

Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan


tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan
yang benar-benar dihasilkan. Istilah evaluasi mempunyai arti yang
berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai
terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah evaluasi dapat
disamakan dengan penaksiran, pemberian angka dan penilaian. Evaluasi
mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-metode
analisis kebijakan lainnya:
 Fokus nilai, Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada
penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan
program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan
manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program dan bukan
sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil
kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi.
 Interdependensi fakta nilai, Tuntutan evaluasi tergantung baik fakta
maupun nilai untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program
tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi, yang diperlukan
tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah
individu, kelompok atau seluruh masyarakat untuk menyatakan
demikian, tetapi harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil
kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi- aksi yang
dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu.
 Orientasi masa kini dan masa lampau, Tuntutan evaluatif, berbeda
dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang
dan masa lalu, ketimbang hasil dimasa depan. Evaluasi bersifat
retrosfektif dari setelah aksi- aksi yang dilakukan.
 Dualitas nilai, Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi yang

23
mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan
dan sekaligus merupakan suatu cara. Evaluasi sama dengan
rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada dapat yang
dianggap sebagai intrinsik atau ektrinsik. Nilai-nilai ditata sering di
dalam suatu hirarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan saling
ketergantungan antar tujuan dan sasaran.
2.1.1.3.Proses Pembuatan Kebijakan

Metodologi Analisis Kebijakan menggabungkan lima prosedur umum


yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah, yaitu:
 Definisi, Definisi (perumusan masalah) menghasilkan informasi
mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah;
 Prediksi, Prediksi (peramalan) menghasilkan informasi mengenai
konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan
(sekarang);
 Preskripsi, Preskripsi (Rekomendasi) menghasilkan informasi
mengenai nilai kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari
suatu pemecahan masalah;
 Deskripsi, Deskripsi (Pemantauan) menghasilkan informasi tentang
konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif
kebijakan; dan
 Evaluasi, Evalusai menghasilkan informasi mengenai nilai atau
kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.
Dengan kelima prosedur Analisis tersebut, diperoleh lima tipe (macam)
informasi kebijakan, yaitu:
 Masalah Kebijakan, kebutuhan, nilai atau kesempatan yang tidak
terealisir (meskipun teridentifikasi) dapat diatasi melalui tindakan
publik;
 Masa Depan Kebijakan; pilihan (alternatif) kebijakan dan prediksi
kosekuensi yang ditimbulkannya;
 Aksi Kebijakan, serangkaian tindakan kompleks yang dituntut oleh

24
alternatif- alternatif kebijakan yang dirancang untuk mencapai nilai-
nilai tertentu;
 Hasil Kebijakan, konsekuensi yang teramati dari suatu aksi kebijakan;
 Kineja Kebijakan; suatu derajat dimana hasil kebijakan tertentu
memberi kontribusi terhadap pencapaian nilai-nilai.
Kelima Prosedur metodologis Analisis kebijakan tersebut, sejajar (paralel)
dengan tahap-tahap Pembuatan Kebijakan. Dunn membuat kesamaan
Prosedur Analisis kebijakan dengan Tahap Pembuatan Kebijakan
sebagaimana matrik di bawah ini:

Tabel 2. 1
Prosedur Analisis Kebijakan Dengan Tahap Pembuatan Kebijakan

Prosedur Analisis Kebijakan Tahap Pembuatan Kebijakan

Definisi (Perumusan Masalah) Penyusunan Agenda


Prediksi (Peramalan) Formulasi Kebijakan
Preskripsi (Rekomendasi) Adopsi Kebijakan
Deskripsi (Pemantauan) Implementasi Kebijakan
Penilaian Penilai Kebijakan
Sumber : William Dunn, 1994

Jadi, menurut Dunn, proses pembuatan kebijakan (Policy Making


Process) pada dasarnya merupakan proses politik yang berlangsung dalam
tahap-tahap tertentu yang saling bergantung, yaitu penyusunan agenda
kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan,
dan penilaian.

2.1.2. Definisi Kelembagaan

Lembaga adalah instrumen yang mengatur hubungan antar individu.


Lembaga juga berarti seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat yang
telah mendefinisiskan bentuk aktifitas yang dapat dilakukan oleh para pihak
tertentu terhadap pihak lain. Kelembagaan adalah sekumpulan jaringan dan
relasi sosial yg melibatkan orang, memiliki tujuan tertentu, memiliki norma,
serta memiliki struktur.

25
Kelembagaan mengandung dua aspek yakni ”aspek kultural” dan
”aspek struktural”. Aspek kultural terdiri dari hal-hal yang lebih abstrak yang
menentukan “jiwa” suatu kelembagaan yaitu nilai, norma, dan aturan,
kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi,
dan lain-lain. Sementara, aspek struktural lebih statis, yang berisi struktur,
peran, hubungan antar peran, integrasi antar bagian, struktur umum, struktur
kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas,
keanggotaan, profil, kekuasaan, dan lain-lain.

2.1.2.1. Kelembagaan Pemerintah

Kelembagaan pemerintah merupakan lembaga pemerintahan atau


“Civilizated Organization” dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara, dari
negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk membangun negara itu
sendiri. Tugas Umum Lembaga Negara yaitu antara lain :

 Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan, politik, hukum, ham, dan


budaya.
 Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif, aman, dan harmonis
 Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya
 Menjadi sumber inspirator dan aspirator rakyat
 Memberantas tindak pidana korupsi, kolusi, maupun nepotisme
 Membantu enjalankan roda pemerintahan negara

Beberapa Contoh Lembaga Pemerintah :

 DPR (Dewan perwakilan rakyat) bertugas membentuk undang-undang


untuk menampung segala usulan dari rakyat.
 MPR (Majelis permusyawaraan rakyat) yang bertugas mengatur
keamanan dan stabilitas negara
 TNI (Tentara nasional Indonesia) bertugas untuk mengatur keamanan
dan stabilitas negara.
 PN Pengadilan negeri) bertugas untuk menghukum atau mengadili
masalah- masalah yang berkaitan dengan hukum perdata maupun

26
pidana
 KPK(Komisi pemberantasan korupsi bertugas untuk memberantas para
pelaku yang melakukan tindakan pidana korupsi.
 BPK (Badan pemeriksa keuangan) bertugas untuk memeriksa uang
negara.
2.1.2.2. Kelembagaan Daerah

Kelembagaan Daerah adalah lembaga yang unsur pelaksanaanya oleh


pemerintah daerah dan dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris daerah.
Kelembagaan daerah mempunyai tugas melaksanakan tugas tertentu yang
karena sifatnya tidak tercakup oleh sekretariat daerah dan dinas daerah dalam
lingkup tugasnya. Tugas tersebut meliputi: bidang penelitian dan
pengembangan, perencanaan, pengawasan, pendidikan dan pelatihan,
perpustakaan, kearsipan dan dokumentasi, kependudukan, dan pelayanan
kesehatan. Kelembagaan daerah juga menyelenggarakan fungsi: perumusan
kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya, serta penunjang
penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Contoh Lembaga teknis Daerah yaitu:

 BAPPEDA (Badan perencanaan pembangunan daerah)

 BKD (Badan kepegawaian daerah)

 Badan pelayanan kesehatan rumah sakit daerah

 Kantor satuan polisi pamong praja


2.1.2.3. Kelembagaan Masyarakat

Kelembagaan Masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh


masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintah Desa
dalam memberdayakan masyarakat.
Kelembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang

27
berlaku, yaitu mengacu pada “Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 9
Tahun 2011 Tentang: Lembaga Kemasyarakatan di Desa dan Kelurahan”.
Maksud Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan yaitu untuk memelihara dan
melestarikan nilai-nilai kegotong-royongan, menumbuh kembangkan peran
serta masyarakat secara optimal dan membantu kelancaran penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan secara lebih
berdaya guna dan berhasil guna serta membantu pemerintah dalam rangka
meningkatkan pemberdayaan masyarakat.
Tujuan Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan yaitu untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam, membantu kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta
menciptakan kondisi dinamis untuk pemberdayaan masyarakat. Kelembagaan
masyarakat sebagaimana dimaksud atas terdiri dari :
 Rukun Tetangga (RT);
 Rukun Warga (RW);
 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD);
 PKK;
 Karang Taruna;
 Lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan
2.1.2.4.Karakteristik Kelembagaan

Kelembagaan terdiri dari beberapa lembaga yang saling berkaitan satu


sama lain. Kelembagaan desa dalam keadaan aktif, hal ini terlihat dari
berlangsungnya kegiatan yang dilakukan lembaga. Dari beberapa lembaga,
Lembaga pengurus desa merupakan salah satu lembaga yang paling aktif.
Lembaga pengurus desa berperan untuk penyalur aspirasi masyarakat dan
melakukan pelayanan kepada masyarakat.
Institusi bersifat dinamis. Keberadaannya dalam sebuah komunitas
selalu berubah, beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam komunitas
tersebut. Berdasarkan atas cepat atau lambatnya perubahan, Oliver Wiliamson

28
menganalisis perubahan institusi dalam empat tingkatan (Williamson, 2000),
yaitu perubahan kelembagaan yang terjadi pada:
 Level sosial (masyarakat)
 Level kelembagaan formal (formal institutional environment)
 Level tata kelola (governance)
 Perubahan bersifat kontinyu
Yang dimaksud perubahan kelembagaan pada level masyarakat adalah
perubahan yang terjadi pada kelembagaan yang keberadaannya telah menyatu
dalam sebuah masyarakat (social embeddedness) seperti norma, kebiasaan,
tradisi, hukum adat, dll. Perubahan kelembagaan pada level ini berlangsung
sangat lambat sehingga para ahli ekonomi kelembagaan tidak menganggapnya
variabel analisis yang berpengaruh terhadap performa ekonomi. Pada level ini,
perubahan kelembagaan dapat berlangsung dalam waktu yang sangat lama,
antara 100 sampai 1000 tahun.
2.1.3. Definisi Pembiayaan

Secara etimologi pembiayaan berasal dari kata biaya, yaitu


membiayai kebutuhan usaha. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk
mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan.
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.

2.1.3.1. Sumber-sumber Pembiayaan pembangunan Daerah

Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan dapat diperoleh dari


3 sumber dasar :
 Pemerintah/public
 Swasta/private
 Gabungan antara pemerintah dengan swasta

2.1.3.2. Sumber Pendapatan Pemerintah

Sumber pendapatan Pemerintah dapat digolongkan sebagai berikut:

29
a. PAD (Pendapatan Asli Daerah)

Pendapatan asli daerah terdiri atas pajak, retribusi, perusahaan milik


Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya.

1. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan


undang- undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat
balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan
norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
2. Retribusi merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atau jasa
atau pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan dan/ atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk Kepentingan orang Pribadi
Atau Badan.

b. Dana Perimbangan

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN


yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari:

1. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea


Perolehan dan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari
sumber daya alam, dimana:
 Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan
imbangan 10% Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah.
 Penerimaaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat
dan 80% untuk Daerah. 10% (sepuluh persen) penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan dan 20% (dua puluh persen) penerimaan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian dari
Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota.
 Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sector
pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan

30
imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah.
 Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan
minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang
bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut:
- Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal
dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85%
untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk Daerah.
- Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari
wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70%
untuk Pemerintah Pusat dan 30% untuk Daerah

c. Dana Alokasi Umum


Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Alokasi
Umum untuk Daerah Propinsi dan untuk Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan
masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum.

d. Dana Alokasi Khusus.


DAK adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada
Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi
Khusus termasuk yang berasal dari dana reboisasi. Dana reboisasi dibagi
dengan imbangan: 40% dibagikan kepada Daerah penghasil sebagai Dana
Alokasi Khusus dan sebesar 60% untuk Pemerintah Pusat.

e. Pinjaman Daerah
Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk
membiayai sebagian anggarannya. Apabila akan melakukan pinjaman luar
negeri maka harus melalui pemerintah pusat. Peminjaman yang dilakukan
dapat berupa pinjaman jangka panjang dan jangka pendek dimana :

31
 Pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana
yang merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan
untuk pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat bagi
pelayanan masyarakat.
 Pinjaman jangka pendek guna pengaturan arus kasdalam rangka
pengelolaan kas Daerah.

Akan tetapi peminjaman yang dilakukan harus melalui persetujuan


DPRD, dengan memperhatikan kemampuan daerahnya untuk memenuhi
kewajiban. Daerah sendiri dilarang melakukan pinjaman yang menyebabkan
terlampauinya batas jumlah Pinjaman Daerah yang ditetapkan, melakukan
perjanjian yang bersifat penjaminan sehingga mengakibatkan beban atas
keuangan Daerah.

Dana yang telah dipinjam menjadi kewajiban daerah, Semua


pembayaran yang menjadi kewajiban Daerah atas Pinjaman Daerah
merupakan salah satu prioritas dalam pengeluaran APBD. Dalam hal Daerah
tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas Pinjaman Daerah dari
Pemerintah Pusat, maka Pemerintah Pusat dapat memperhitungkan
kewajiban tersebut dengan Dana Alokasi Umum kepada Daerah.

Pinjaman,merupakan instrumen keuangan yang bersifat konvensional.


Secara umum pinjaman mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif
lebih mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun demikian, pemerintah
atau perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk
pinjaman komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial,
baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui
pemerintah pusat).

f. Lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah


Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan asli daerah adalah
merupakan dana yang didapat dari sumber lainnyaSeperti:

 Dana hibah,

32
 Dana Darurat, berasal dari APBN, Prosedur dan tata cara penyaluran
Dana Darurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN,
 Dan penerimaan lainnya.

G. Pajak
Merupakan instrumen keuangan konvensional yang sering digunakan di
banyak negara. Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai prasarana dan
pelayanan perkotaan yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum, yang
biasa disebut juga sebagai "public goods". Penerimaan pajak dapat digunakan
untuk membiayai satu dari 3 pengeluaraan, yaitu: untuk membiayai biaya
investasi total ("pay as you go"), untuk membiayai pembayaran hutang ("pay
as you use") dan menambah dana cadangan yang dapat digunakan untuk
investasi di masa depan.

- Retribusi
Bentuk lainnya dari public revenue financing adalah retribusi. Secara
teoritis retribusi mempunyai 2 fungsi, yaitu

- Sebagai alat untuk mengatur (mengendalikan) pemanfaatan prasarana


dan jasa yang tersedia; dan
- Merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa.

Untuk wilayah perkotaan jenis retribusi yang umum digunakan misalnya


air bersih, saluran limbah, persampahan dan sebagainya. Pengenaan retribusi
sangat erat kaitannya dengan prinsip pemulihan biaya (cost recovery),
dengan demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya operasi,
pemeliharaan, depresiasi dan pembayaran hutang. Adapun tarif retribusi
umumnya bersifat proporsional, dimana tarif yang sama diberlakukan untuk
seluruh konsumen, terlepas dari besarnya konsumsi masing-masing
konsumen.

- Obligasi

33
Bersifat non konvensional. Pada dasarnya obligasi juga merupakan
bentuk pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan daerah
untuk membiayai investasi prasarana. Sumber dana obligasi diperoleh
melalui mobilisasi dana di pasar modal.

Selama ini dikenal 3 jenis obligasi, yaitu general obligation bonds


(obligasi umum), revenue bonds (obligasi pendapatan) dan double barrel
bonds. Obligasi umum dijamin oleh penerimaan pajak dan penerimaan umum
lainnya, sementara obligasi pendapatan dijamin oleh satu jenis penerimaan
bukan pajak (spesifik).

- Sumber Pembiayaan Sektor Swasta


a. Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR sebagai sumber alternatif pembiayaan non-APBD. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka perlu disusun suatu skema yang dapat
diterima oleh keduabelah pihak. Penyusunan skema tersebut perlu
memperhatikan tiga (3) pilar utama.

- Pilar 1: Pelaksanaan CSR harus didasarkan pada paradigma bahwa


keberadaan dana CSR tidak dipahami sebagai sumber penerimaan
bagi APBD, namun harus lebih diletakkan pada perannya dalam
mengurangi beban pemerintah daerah dalam pembiayaan
pembangunan.
- Pilar 2: Pelaksanaan CSR ini merupakan bagian yang terintegrasi
dengan pendekatan perencanaan pembangunan yang bersifat bottom-
up (bottom-up planning), dimana program Kabupaten disusun
berdasarkan kehendak masyarakat.
- Pilar 3: CSR harus mampu mengakomodasi kondisi dan karakteristik
pelaksanaan CSR yang berkembang di masyarakat.

Terdapat dua (2) alternatif skema CSR yang memungkinkan untuk


diimplementasikan, yaitu: Model Partisipatif Pasif dan Model Partisipatif
Aktif. Dikatakan partisipatif karena pelaksanaan kedua model tersebut

34
dicangkokkan pada mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang
bersifat bottom-up.

a) Pada Model Partisipatif Pasif, Desa diharapkan telah membuat


perencanaan pembangunan tahunan yang dilengkapi dengan
sumber pembiayaannya, termasuk yang dibiayai melalui
skema/program CSR yang telah dilakukan oleh perusahaan.
Pembicaraan dan proses negosiasi pembiayaan kegiatan melalui
CSR diserahkan kepada pihak Pemerintah Desa dan Perusahaan.
b) Pada Model Partisipatif Aktif, perusahaan bersama pihak-pihak
terkait melakukan proses aktif untuk melakukan proses negosiasi
dan distribusi serta alokasi dana CSR melalui sebuah forum yang
dibentuk untuk tujuan tersebut. Penguatan kelembagaan menjadi
syarat penting bagi suksesnya skema pelaksanaan CSR ini.
Berdasarkan hasil di atas maka dalam rangka mengoptimalkan
alternatif sumber pembiayaan pembangunan daerah diperlukan langkah-
langkah berikut: (i) pemetaan program CSR berdasarkan wilayah untuk
mengetahui hambatan dan potensi daerah dalam mengoptimalkan peran
CSR dalam pembiayan pembangunan daerah (ii) melakukan penguatan
kelembagaan pemerintahan Desa melalui edukasi dan pendampingan
dalam menyusun RKAT (Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan)
dengan memanfaatkan berbagai alternatif sumber pembiayaan secara
optimal. Hal ini sangat relevan diterapkan pada Model Partisipasi Pasif,
(iii) membentuk Forum Pelaksana CSR bagi kawasan atau daerah yang
sesuai untuk diterapkannya model Partisipasi Aktif, (iv) melakukan
optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) diantaranya melalui
intensifikasi penerimaan pajak danretribusi serta pemanfaatan aset
daerah dengan skema Public Private Partnership (PPP) untuk
meningkatkan kemandirian fiskal daerah dalam mendukung pembiayaan
pembangunan.

b. Investasi

35
Sebagaimana yang telah di ketahui investasi sangat berpengaruh besar
terhadap pembangunan ekonomi, Semakin banyak investasi dalam negeri
semakin besar pula kesempatan Negara kita untuk membangun ekonomi
dalam negeri.

- Sumber Pendapatan Pemerintah dan Swasta


a. Public Private Patnership (PPP)
Konsep “Public-Private Patnership” (PPP) sebagai alternatif
penyediaan infrastruktur. Public-Private Partnership dapat digambarkan
pada sebuah spektrum dan kemungkinan hubungan antara public dan
private actors untuk bekerjasama dalam pembangunan. Keuntungan
yang dapat diperoleh pada hubungan ini adalah inovasi, kemudahan
keuangan, kemampuan teknologi, kemampuan pada pengaturan efisiensi,
semangat enterpreneurship, yang dikombinasikan dengan tanggung
jawab sosial, kepedulian pada lingkungan, dan pengetahuan budaya
lokal. Namun demikian, dengan adanya proyek PPP tentu akan
berdampak terhadap APBN, di sisi pendapatan maupun belanja. Di sisi
pendapatan, pihak investor berupaya agar proyek kerjasamanyanya bisa
memperoleh dukungan pemerintah. Berdasarkan uraian di atas, maka
pembiayaan pembangunan dengan menggunakan skema PPP perlu
pertimbangan yang matang dengan memperhitungkan segala aspek, baik
kondisi kesiapan daerah maupun politik. Hal tersebut diperlukan untuk
menjamin kepastian hukum bagi pihak swasta maupun pemerintah
daerah.

Salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan adalah dengan


mengoptimalkan partisipasi masyarakat dunia usaha sebagai bagian dari
pemangku kepentingan (stakeholders) di daerah untuk terlibat lebih aktif
dalam mencari solusi atas permasalahan fiskal daerah. Peningkatan

36
kerjasama antara pemerintah dan swasta diantaranya melalui skema
Public Private Partnership (PPP) atau selanjutnya disebut sebagai
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS).

1. Joint Venture (JV)

Perusahaan patungan (joint Venture) adalah sebuah kesatuan


yang dibentuk antara 2 pihak atau lebih untuk menjalankan aktivitas
ekonomi bersama. Pihak-pihak itu setuju untuk berkelompok dengan
menyumbang keadilan kepemilikan, dan kemudian saham dalam
penerimaan, biaya, dan kontrol perusahaan. Perusahaan ini hanya dapat
untuk proyek khusus saja, atau hubungan bisnis yang berkelanjutan
seperti perusahaan patungan Sony Ericsson. Ini terbalik dengan
persekutuan strategi, yang tak melibatkan taruhan keadilan oleh
pesertanya, dan susunannya kurang begitu sulit. Frase ini umumnya
merujuk pada tujuan kelompok dan bukan jenis kelompok. Kemudian,
perusahaan patungan bisa berupa badan hukum, kemitraan, LLC, atau
struktur resmi lainnya, bergantung pada jumlah pertimbangan seperti
pertanggungjawaban pajak dan kerugian.

2. Manajemen Joint Venture :


Ada dua jenis Joint Ventures International: orang tua yang
dominan dan manajemen bersama. Dalam orangtua dominan IJV,
semua proyek yang dikelola oleh salah satu orang tua yang memutuskan
pada semua manajer fungsional untuk usaha. Dewan direksi, yang terdiri
dari eksekutif dari setiap orangtua, juga memainkan peran penting dalam
mengelola usaha dengan membuat semua keputusan operasional dan
strategis. Sebuah perusahaan induk dominan adalah menguntungkan di
mana orang tua Venture International Joint dipilih karena alasan di luar
input manajerial. Di sisi lain, usaha manajemen bersama terdiri dari
kedua orang tua mengelola perusahaan.Setiap orangtua mengatur
manajer fungsional dan eksekutif yang akan berada dalam dewan

37
direksi.Dalam bentuk manajemen, ada juga dua jenis bersama
manajemen usaha.

3. Manfaat Kontrak Joint Venture :


- Pembatasan risiko ; Melaksanakan suatu kegiatan yang penuh risiko
dapat menimbulkan suatu kerja sam. Dengan bersatu, risiko dapat
disebar kepada peserta-peserta

- Pembiayaan ; Dengan kerjasama, usaha mendayagunakan modal


dapat dilakukan dengan sederhana dengan menyatukan modal yang
dibutuhkan.

- Menghemat tenaga ; Jika dilihat dari kekuatan tenaga kerja yang


dibutuhkan bahwa dengan penanganan yang disatukan, akan
mengurangi personalia yang dibutuhkan disbanding dengan kegiatan
yang dilakukan sendii oleh setiap perusahaan.

- Rentabilitas ; Dapat memperbaiki rentabilitas dari investasi-investasi

- Kemungkinan optimasi know-know ; Mampu menyatukan patner-


patner yang tidak sejenis baik dalam negara atau luar negara
Kemungkinan pembatasan kongkurensi (saling ketergantungan)

2.1.3.3. Teori Pembiayaan Kabupaten

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:

a. Pajak Daerah

Pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten/Kota meliputi: pajak hotel,


pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak
pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir.

b. Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna


membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah

38
untuk memantapkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan
bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah Tingkat II.

 Bagian laba BUMD

Sisa hasil BUMD tahun Lalu akan di tambahkan kepada sumber


pendapatan Daerah untuk dipergunakan ditahun selanjutnya.

 PAD lainnya yang sah, yang terdiri dari pendapatan hibah,


pendapatan dana darurat, dan lain-lain pendapatan

2.2. Aspek Fisik

2.2.1. Pengertian Wilayah

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap


unsur yang terkait didalamnya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
administratif atau aspek fungsional. Dimana terdapat dua bentuk wilayah antara
lain wilayah dengan sistem tertutup yaitu dimana tidak adanya suatu interaksi, dan
wilayah dengan sistem terbuka yaitu dimana adanya interaksi antar wilayah (UU
No. 26 Tahun 2007). Di dalam aspek penataan ruang, analisis fisik perlu
dilakukan untuk menghasilkan konsep dan strategi fisik yang baik dan sesuai
dengan kondisi fisik serta sumber daya lahan yang ada di wilayah tersebut.

2.2.2. Topografi

Keadaan topografi merupakan bahasan tentang permukaan tanah atau


bentang alam, berguna untuk mengetahui/menentukan batas lereng/kemiringan
tanah yang diizinkan dalam pembangunan.

a. Kemiringan Lereng

Kemiringan lahan adalah besaran yang dinyatakan dalam persen (%) yang
menunjukkan sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi tempat. Dibawah ini
merupakan klasifikasi persentase kemiringan lahan. Dimana dari tabel di
terbagi menjadi beberapa kelompok atau kelas berdasarkan kemiringan lahan.

39
Tabel 2. 2
Kesesuaian Kemiringan Lereng Terhadap Penggunaan Lahan

Peruntukan Lahan 0–5 3–5 5- 10- 15- 30- >70


No
(%) (%) 10 15 30 70 (%)
(%) (%) (%) (%)
1 Rekreasi umum √ √ √ √ √ √ √
2 Bangunan tekstur √ √ √ √ √ √ √
3 Perkotaan umum √ √ √ √
4 Jalan umum √ √ √
5 Sistem septic √ √
6 Perumahan konvensional √ √ √ √
7 Pusat perdagangan √ √
8 Jalan raya √ √
9 Lapangan terbang √
10 Jalan kereta api √
Sumber : Mabbery (1972)

b. Ketinggian Lereng

Ketinggian Lereng adalah ketinggian suatu lahan yang diukur dari atas
permukaan laut. Ketinggian tanah mencirikan kondisi fisik suatu daerah dan
dapat diberikan informasi apakah daerah tersebut merupakan daerah dataran
tinggi atau daerah dataran rendah.

2.2.3. Morfologi

Secara garis besar morfologi dapat dibagi menjadi beberapa satuan, yang
setiap satuan mempunyai ciri dan kenampakan yang khas baik dari bentuk
gunung, perbukitan, kemiringan lereng maupun pola alirannya. Perbedaan bentuk
bentang alam ini umumnya disebabkan oleh adanya perbedaan jenis dan macam
batuan, struktur geologi, ketahanan batuan terhadap proses-proses geodinamik dan
vegetasi penutupnya. Morfologi sangat berpengaruh pada tinggat erosi,tergantung
dari kenampakan khas dari kemiringan lereng tersebut :

a. Dataran

Merupakan daerah dataran dengan kemiringan lereng antara 0-5%,


ketinggian wilayah antara 18 - 45 meter di atas permukaan laut. Pada daerah
yang termasuk dalam satuan morfologi ini mempunyai tingkat erosi sangat
rendah.

40
b. Landai

Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus


dengan kemiringan lereng 5-15% ketinggian wilayah antara 45 - 144 meter di
atas permukaan laut. Pada daerah yang termasuk ke dalam satuan morfologi
ini mempunyai tingkat erosi rendah.

c. Perbukitan Berelief Sedang

Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang sedang


dengan kemiringan lereng 15 - 30% dengan ketinggian wilayah 150 - 400
meter di atas permukaan laut. Pada daerah yang termasuk dalam satuan
morfologi ini mempunyai tingkat erosi rendah sampai menengah.

d. Perbukitan Berelief Terjal

Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang agak


kasar dengan kemiringan lereng 30 - 50% dengan ketinggian wilayah 200 -
550 meter di atas permukaan laut. Pada daerah yang termasuk dalam satuan
morfologi ini mempunyai tingkat erosi menengah.

e. Perbukitan Berelief Sangat Kasar

Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang kasar


dengan kemiringan lereng 50 - 70% dengan ketinggian wilayah 225 - 644
meter di atas permukaan laut. Pada daerah yang termasuk dalam satuan
morfologi ini mempunyai tingkat erosi tinggi.

2.2.4. Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang memepelajari karakteristik kuantitas dan


kulitas air di bumi menurut ruang dan waktu. Proses Hidrologi tersebut
mencangkup pergerakan, sirkulasi dan penyebaran eksplorasi sampai ke tahap
pengembangan dan manajemen (singh : 1992). Segala sesuatu yang mengenai air
seperti pergerakan, distribusi, kualitas ,sifat kimia dan fisikalnya, reaksi dengan
lingkungan, termasuk dampaknya.

41
a. Air permukaan

Potensi air permukaan di masing-masing sungai yang berada di setiap


wilayah dihitung dengan cara pengolahan data debit yang tercatat di masing-
masing stasiun pencatat debit. Untuk sungai yang tidak memiliki pos
pencacatan debit dihitung dengan cara perbandingan wilayah aliran sungai
(WAS), yaitu membandingkan dengan WAS yang paling dekat dan yang
memiliki karakteristik yang mirip.

b. Air Tanah

Air tanah merupakan salah satu sumber air di alam yang terdapat dalam
tanahatau batuan. Sebagai salah satu komponen daur hidrologi, maka
pembentukan dan pergerakan air tanah akan dikontrol oleh komponen daur
hidrologi lainnya seperti curah hujan, evapotranspirasi dan air permukaan.
Sebagian air hujan yang jatuh kepermukaan tanah akan meresap ke dalam
tanah dan kemudian akan bergerak melalui rongga-rongga yang ada menuju
ke tempat yang letaknya lebih rendah seperti lembah, sungai dan akhirnya ke
laut.

2.2.5. Geologi

Geologi (berasal dari Yunani: γη- [ge-, "bumi"] dan λογος [logos, "kata",
"alasan"]) adalah Ilmu (sains) yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur,
sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.

2.2.5.1. Jenis Batuan

Batuan adalah segala sesuatu yang menjadi bahan alam dalam


pembentukan kerak bumi. Batuan terdiri dari berbagai jenis mineral. Jenis batuan
sangat berperan dalam mencegah atau mengurangi pecemaran air tanah dan air
permukaan secara alami yang berasal dari air lindi. Tingkat peredaman dari
batuan. Kemampuan peredaman mencakup permeabilitas, daya filtrasi, pertukaran
ion, absorbsi, dan lain-lain.

Material batuan berbutir halus seperti batu lempung dan napal mempunyai
daya peredaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan material besar atau

42
kristalin. Batuan yang telah padu umumnya juga mempunyai daya peredaman
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batuan yang sifatnya masih lepas.

a. Batuan Beku:

Batuan yang terbentuk karena pembentukan magma dan lava yang


membeku.

Contoh batuan beku:

1. Apung 3.Diorit 5.Basalt 7.Gabro


2.Apung 4.Granit 6.Andesit 8.Liparit

2.2.5.2. Alami

Kebencanaan atau dapat dikatakan sebagai bencana alam merupakan salah


satu gejala bersifat mendadak, yang menimbulkan kerugian bagi manusia dan
hasil usahanya. Beberapa proses geologi yang dapat menimbulkan bencana antara
lain: Gempa bumi, Letusan Gunung Berapi, Tsunami dan gerakan tanah.

a. Gempa Bumi

Gempa bumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses


endogen pada kedalaman tertentu. Gempa bumi juga merupakan getaran
(vibration) atau goncangan (shock) pada kulit bumi yang terjadi secara tiba-
tiba disebabkan adanya penyesaran batuan, aktivitas gunung berapi atau
reruntuhan.

Kerak bumi terdiri dari sejumlah lempeng atau bongkahan besar yang
selalu bergerak, pergerakan itu menyebabkan terlepasnya energi yang
menimbulkan getaran sehingga dapat mengguncang permukaan bumi.
Peristiwa itulah yang disebut Gempa Bumi.

Pengkelasan gempa bumi berdasarkan kedalaman sumber gempa (menurut


Hamblin, 1978):

1) Gempa dangkal dengan kedalaman 0 – 70 Km

43
2) Gempa sedang dengan kedalaman 70 – 300 Km

3) Gempa dalam dengan kedalaman 300 – 700 Km

Setiap hari terjadi puluhan bahkan ratusan Gempa Bumi di muka bumi ini,
hanya saja kebanyakan kekuatannya kecil sekali sehingga tidak terasa. Gempa
Bumi dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor :

1) Pergerakan lempeng. Jenis ini disebut gempa tektonik, umumnya


regional dan sangat merusak.

2) Kegiatan gunungapi yang disebut gempa vulkanik. Umumnya gempa


jenis ini terjadi setempat.

3) Kegiatan manusia yang disebut gempa buatan atau gempa tiruan,


umumya setempat dan tidak selalu dibuat.

b. Letusan Gunung Berapi

Bahaya gunung api adalah bahaya yang ditimbulkan oleh letusan/kegiatan


yang menyemburkan benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya
yang mengancam dan cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan
kerugian harta dalam tatanan kehidupan manusia. Gunung api atau sering
disebut gunung berapi adalah bukit atau gunung yang mempunyai lubang
sebagai tempat keluarnya magma dan atau gas ke permukaan bumi. Bahaya
gunung api ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yang kedua bahaya
tersebut dapat menimbulkan kerugian harta benda dan jiwa manusia, kedua
kategori tersebut yaitu :

1) Bahaya langsung (primer) merupakan bahaya yang ditimbulkan


secara langsung pada saat terjadi letusan gunungapi. Hal ini
disebabkan oleh tandaan material yang langsung dihasilkan oleh
letusan gunungapi seperti : aliran lava, atau leleran batu pijar, aliran
piroklastika atau awan panas, jatuhan piroklastika atau hujan abu
lebat, lontaran material pijar. Selain itu bahaya primer juga dapat
ditimbulkan karena hembusan gas beracun.

44
2) Bahaya tidak langsung (sekunder) merupakan bahaya akibat letusan
gunungapi yang terjadi setelah atau selama letusan gunungapi tersebut
terjadi. Bahaya tidak langsung yang umumnya terjadi di Indonesia
adalah bahaya lahar. Lahar merupakan massa berupa campuran air dan
material lepas berbagai ukuran hasil letupan gunung api yang
mengalir menuruni lereng dan terendap kembali pada lokasi yang
lebih rendah. Biasanya lahar terbentuk karena adanya hujan lebat pada
saat atau beberapa saat setelah letusan terjadi.

Selain kerugian dari gunung berapi, manfaat gunung api terangkum dalam
tiga kelompok sumberdaya gunung api, yaitu :

1) Sumber Daya Energi

a) Energi panas bumi dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit


tenaga listrik.

b) Aliran sungai bervolume besar dan deras dapat dimanfaatkan


sebagai pembangkit listrik tenaga air.

2) Sumber Daya Bahan Galian Industri

a) Material yang dihasilkan dari letusan/kegiatan gunung api dapat


dijadikan sebagai bahan galian industri seperti yarosit dan
belerang untuk bahan industri kimia dan farmasi, tawas untuk
penjernih air serta pasir, batu bongkah dan kerikil untuk bahan
bangunan.

3) Sumber Daya Lingkungan

a) Keindahan panorama gunung api dapat menjadi daya tarik


pariwisata.

b) Hujan lebat di kawasan gunung api dapat menjadikan gunung api


sebagai daerah konservasi air.

c) Kawasan gunung api merupakan kawasan cagar alam dan suaka


margasatwa.

45
d) Kawasan gunung api yang subur dapat dijadikan lahan industri
pertanian seperti padi, sayuran, teh, cengkeh dan lain sebagainya.

c. Tsunami

Tsunami adalah gelombang pasang yang disebabkan oleh gempa bumi


atau longsoran di lereng dasar laut. Gelombang pasang semacam ini bisa
melanda daerah pantai sampai puluhan meter tingginya dan ratusan meter
jauhnya dari pantai, sehingga menyapu dan merusak segala apa yang ada di
pantai dan di daratan. Gempa bumi di dasar laut ini menimbulkan gangguan
air laut, yang disebabkan berubahnya profil dasar laut. Perubahan profil dasar
laut ini umumnya disebabkan adanya gempa bumi tektonik yang bisa
menyebabkan gerakan tanah tegak lurus dengan permukaan air laut atau
permukaan bumi. Apabila gerakan batuan horizontal dengan permukaan laut,
maka tidak akan terjadi tsunami.

d. Gerakan Tanah

Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng, berupa


batuan, tanah, bahan timbunan dan material campuran yang bergerak kearah
bawah dan keluar dari lereng. Gerakan tanah atau dapat disebut pula sebagai
peristiwa longsor, terjadi jika gaya gravitasi melebihi gaya menahan naik
karena kekuatan dan kohesio bahan, friksi antara bahan dengan sekitarnya dan
unsur unsur penahan. Faktor faktor utama yang menyebabkan terjadinya
gerakan tanah antara lain :

1) Faktor faktor inheren, bersifat pasif adalah :

a) Sifat distribusi mineral dan lain lain unsur

b) Keadaan struktur

c) Kadar air atau kelembaban

d) Topografi/sudut lereng

e) Vegetasi

2) Faktor faktor superimpose, bersifat aktif adalah :

46
a) Kenaikan kelembaban yang mempengaruhi berat, volume, tekanan
air pori dan kohesi bahan

b) Meniadakannya dukungan dibawahnya atau disamping massa

c) Gaya pengikis lain yang berkerja dan menyebabkan suatu lereng


menjadi curam

d) Getaran dan gempa bumipelapukan dan lain-lain faktor.

2.2.5.3. Non Alami

Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. (UU No 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 3)

Bencana nonalam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh


manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri,
ledakan nuklir, pencemaran lingkungan, dan kegiatan keantariksaan.

Sebagai faktor pendukung pengembangan wilayah, kondisi fisik dan


lingkungan dapat sangat membantu dalam mengetahui ketersediaan lahan dan
bagaimana pemanfaatannya. Sebagai faktor penghambat, kondisi fisik dan
lingkungan dapat menjadi faktor pembatas pengembangan wilayah yang
dicerminkan dengan penentuan kawasan lindung dan kawasan yang tidak boleh
dikembangkan dengan jenis kegiatan budidaya tertentu.

2.2.6. Klimatologi

Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang atmosfir, mirip dengan


meteorologi namun ilmu klimatologi lebih khusus membahas tentang proses-
proses yang terjadi di atmosfer yaitu :

a. Iklim

Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun terjadi
di atmosfer di suatu wilayah dalam waktu yang lama atau dapat juga dikatakan

47
bahwa iklim merupakan hasil pengamatan cuaca yang ukurannya dirata-
ratakan berdasarkan fluktuasi Curah Hujan waktu tertentu.

Trenberth, Houghtonand Filho (1995) dalam Hidayati (2001)


mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan pada iklim yang
dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang
merubah komposisi atmosfer yang akan memperbesar keragaman iklim
teramati pada periode yang cukup panjang.

b. Marine

Iklim di Indonesia berkarakteristik marine karena negaranya yang


berbentuk kepulauan, sehingga iklimnya di hampir seluruh daerah sangat
dipengaruhi oleh pengaruh lokal, seperti pengaruh angin darat dan angin laut.

c. Monsun

Daerah Indonesia yang diapit dua benua dan dua samudra membuat Iklim
di Indonesia sangat dipengaruhi oleh iklim monsun. Monsun ini pula yang
mempengaruhi pembagian cuaca di Indonesia yang berdasarkan curah hujan.
Angin monsun di Indonesia terbagi menjadi angin barat daya dan angin timur
laut. Pergerakan anginnya merupakan fungsi dari gerak semu matahari, dan
menimbulkan adanya monsun trough. Monsun trough juga letaknya mengikuti
pergerakan angin monsun. Pergerakan-pergerakan angin akibat monsun ini
sangat mempengaruhi cuaca dan iklim di Indonesia.

d. Tropis

Wilayah Indonesia yang terletak di ekuator, membuat Indonesia


merupakan negara yang beriklim tropis. Kondisi atmosfer tropis sangat
dinamis karena dipengaruhi berbagai gangguan tropis, seperti gelombang
Walker-Rossby. Juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan angin pasat yang
selalu bertiup sepanjang tahun secara timuran, ITCZ yang pergerakannya
mengikuti gerak semu matahari, buffer system, dan sel Hadley yang termasuk
dalam sirkulasi umum atmosfer. Walaupun di Indonesia tidak terdapat siklon
tropis, namun pengaruhnya juga mempengaruhi kondisi iklim di Indonesia.

48
Menurut Thewartha dan Horn (1968) ITZC adalah garis atau zona yang
berkaitan dengan pusat sirkulasi siklonik yang memiliki tekanan udara yang
sangat rendah dari daerah sekitarnya dan berada diantara dua cekungan
equatorial.

e. El Nino

El Nino adalah peristiwa memanasnya suhu permukaan air laut di pantai


peru-ekuador. Biasanya suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin
karena adanya up-welling (air dari dasar laut menuju permukaan)

f. En So

Enso adalah seperangkat bagian berinteraksi satu sistem global laut atmosfer
ditambah fluktuasi iklim yang terjadi sebagai akibat dari sirkulasi samudera
dan atmosfer. Enso merupakan sumber yang dikenal paling menonjol antar-
tahun variabilitas cuaca dan iklim di seluruh dunia

g. Rawan Bencana

Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,


hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi
kemampuan mencegah, merendam, mencapai kesiapan, dan mengurangi
kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

h. Curah Hujan

Dalam meteorologi, presipitasi (juga dikenal sebagai satu kelas dalam


hidrometeor yang merupakan fenomena atmosferik) adalah setiap produk dari
kondensasiuap air di atmosfer. Itu terjadi ketika atmosfer (yang merupakan
suatu larutan gas raksasa) menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan
keluar dari larutan tersebut (terpresipitasi). Udara menjadi jenuh melalui dua
proses, pendinginan atau penambahan uap air.

49
Presipitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa
bentuk, termasuk diantaranya hujan, hujan beku, hujan rintik, salju, sleet, and
hujan es. Virga adalah presipitasi yang pada mulanya jatuh ke bumi tetapi
menguap sebelum mencapai permukaannya. Derajat curah hujan dinyatakan
dalam dalam suatu waktu yang disebut intensitas curah hujan. Curah hujan
dihitung berdasarkan beberapa titik pengamatan curah hujan kemudia dihitung
rata-ratanya untuk menentukan keadaan curah hujan rata-rata pada suatu
daerah tertentu. Umumnya curah hujan di daerah pergunungan lebih besar dari
pada dataran rendah hal ini berhubungan dengan ketinggian (Elevasi)
topografi (Pedoman dan Penuntun Geologi Teknik dan Tata Lingkungan,
UNISBA Bandung, 2002).

Curah hujan (mm) adalah merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul
dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir.
Curah hujan 1 millimeter, artinya adalam luasan satu meter persegi pada
tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air
sebanyak satu liter.

Curah hujan kumulatif (mm) adalah merupakan jumlah hujan yang


terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam priode musim,
rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim panjang musim pada
masing-masing Zona Prakira Iklim (ZPI). Zona Prakira Iklim (ZPI) yaitu
daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara
priode musim kemarau dan musim hujan.

Permulaan musim kemarau, ditetapkan berdasarkan jumlah curah hujan


dalam satu dasarian (10 hari) kurang dari 50 milimeter dan diikuti beberapa
dasarian berikutnya. Permulaan hujan, ditetapkan berdasarkan jumlah curah
hujan dalam satu dasarian (10 hari) sama atau lebih dari 50 milimeter dan
diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya.

Derajat curah hujan dinyatakan dalam suatu waktu yang disebut intensitas
curah hujan. Curah hujan dihitung berdasarkan beberapa titik pengamatan
curah hujan kemudian dihitung rata-ratanya untuk menentukan keadaan curah

50
hujan rata-rata pada suatu daerah tertentu. Umumnya curah hujan di daerah
pergunungan lebih besar dari pada dataran rendah hal ini berhubungan dengan
ketinggian (elevasi) topografi (Diklat Geologi Tata Lingkungan, 2000.)

i. Suhu

Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu


suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu
menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu
benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun
gerakan di tempat getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun
benda, makin tinggi suhu benda tersebut.

2.2.7. Kemampuan Lahan

Analisis fisik dan lingkungan wilayah atau kawasan ini adalah untuk
mengenali karakteristik sumber daya alam tersebut, dengan menelaah kemampuan
dan kesesuaian lahan, agar penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah
dan/atau kawasan dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan
keseimbangan ekosistem.Analisis Satuan Kemampuan Lahan (Pedoman
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2007) terdapat beberapa
Satuan Kemampuan Lahan yaitu :

a. SKL Morfologi

Peta Morfologi

Peta SKL Morfologi


Peta Kemiringan
Lereng

Melakukan pemilahan bentuk bentang alam/morfologi pada wilayah


dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk dikembangkan sesuai dengan
fungsinya

1) Sasaran

51
a) Memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk
dikembangkan sebagai perkotaan dilihat dari segi morfologinya.

b) Mengetahui potensi dan kendala morfologi masing-masing tingkatan


kemampuan lahan terhadap morfologi.

52
b. SKL Kestabilan Lereng

Peta Morfologi

Peta Kemiringan Lereng

Peta Kemiringan Lahan

Peta Curah Hujan

Peta SKL Kestabilan


Peta Penggunaan Lahan
Lereng

Peta Jenis Tanah

Peta Jenis Batuan

Peta Air Tanah

Peta Kebencanaan

Melakukan analisis untuk pengetahui tingkat kemantapan lereng di


wilayah dan/atau kawasan dalam menerima beban pada pengembangan
wilayah dan/atau kawasan.

1) Sasaran

a) Memperoleh gambaran tingkat kestabilan lereng untuk pengembangan


wilayah dan/atau kawasan.

53
b) Mengetahui daerah-daerah yang berlereng cukup aman untuk
dikembangkan sesuai dengan fungsi kawasan.

c) Mengetahui batasan-batasan pengembangan pada masing-masing


tingkatan kestabilan lereng.

c. SKL Kestabilan Pondasi

Peta Kestabilan Lereng

Peta Air Tanah

Peta SKL Kestabilan


Peta Jenis Tanah
Pondasi

Peta Jenis Batuan

Peta Penggunaan Lahan

Melakukan analisis untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam


mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis
pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan.

1) Sasaran

a) Mengetahui gambaran daya dukung tanah secara umum,

b) Memperoleh gambaran tingkat kestabilan pondasi di wilayah dan/atau


kawasan,

c) Mengetahui perkiraan jenis pondasi dari masing-masing tingkatan


kestabilan pondasi.

54
d. SKL Ketersediaan Air

Peta Morfologi

Peta Kemiringan Lereng

Peta Air Tanah

Peta SKL Ketersediaan


Peta Curah Hujan
Air

Peta Jenis Tanah

Peta Jenis Batuan

Peta Penggunaan Lahan

Melakukan analisis untuk mengetahui tingkat ketersediaan air guna


pengembangan kawasan, dan kemampuan penyediaan air masing-masing
tingkatan.

1) Sasaran

a) Mengetahui kapasitas air untuk pengembangan kawasan,

b) Mengetahui sumber-sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk


keperluan pengembangan kawasan, dengan tidak mengganggu
keseimbangan tata air,

55
c) Memperoleh gambaran penyediaan air untuk tiap tingkatan ketersediaan
air, dan pengolahan secara umum untuk air dengan mutu kurang
memenuhi persyaratan kesehatan.

e. SKL Drainase

Peta Morfologi

Peta Kemiringan Lereng

Peta Air Tanah

Peta Curah Hujan

Peta SKL Drainase

Peta Jenis Tanah

Peta Jenis Batuan

Peta Penggunaan Lahan

Peta Ketinggian Lahan

Melakukan analisis untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam


mematuskan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik
bersifat lokal ataupun meluas dapat dihindari.

1) Sasaran

a) Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam proses pematusan.

56
b) Untuk air tanah yang mutunya kurang atau tidak memenuhi
persyaratan, digolongkan dalam kemampuan yang rendah, dan tidak
diperhitungkan dalam perhitungan kapasitas air. Dalam kasus air yang
tersedia hanya dengan mutu demikian, maka analisis harus dilengkapi
dengan pengolahan air secara sederhana untuk dapat digunakan
langsung oleh penduduk.

c) Kondisi geologi yang perlu diperhatikan juga adalah kemungkinan


adanya gejala mineralisasi baik di tempat maupun di bagian hulu,
karena proses tersebut akan menimbulkan pengayaan unsur kimia
tertentu yang bersifat beracun seperti Sulfur, Arsen, dan lainnya.

d) Penggunaan lahan yang ada saat ini yang kemungkinan bersifat


mencemari air seperti: industri, pembuangan sampah, dan lainnya perlu
diperhatikan dalam merekomendasikan ketersediaan air tanah ini.
Memperoleh gambaran karakteristik drainase alamiah masing-masing
tingkatan kemampuan drainase.

e) Mengetahui daerah-daerah yang cenderung tergenang di musim


penghujan.

57
c. SKL Pembuangan Limbah

Peta Jenis Tanah

Peta SKL Kestabilan


Pondasi

Peta SKL Pembuangan


Peta Penggunaan Lahan
Limbah

Peta Air Tanah

Peta Morfologi

Melakukan analisis untuk mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk


ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah, baik
limbah padat maupun limbah cair.

1) Sasaran

a) Mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi


penampungan akhir dan pengolahan limbah padat atau sampah.

b) Mengetahui daerah yang mampu untuk ditempati lokasi penampungan


akhir dan pengolahan limbah cair.

c) Mempersiapkan daerah-daerah tersebut dan pengamanannya sebagai


lokasi pembuangan akhir limbah.

58
d. SKL Bencana Alam

Peta Curah Hujan

Peta Ketinggian Lahan

Peta SKL Terhadap


Peta Bencana Alam
Bencana Alam

Peta Penggunaan Lahan

Peta Air Tanah

Melakukan analisis untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam


menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk
menghindari/mengurangi kerugian dan korban akibat bencana tersebut.

1) Sasaran

a) Mengetahui tingkat kemampuan wilayah perencanaan terhadap


berbagai jenis bencana alam beraspekkan geologi.

b) Mengetahui daerah-daerah yang rawan bencana alam dan mempunyai


kecenderungan untuk terkena bencana alam, termasuk bahaya ikutan
dari bencana tersebut.

c) Mengetahui pola pengembangan dan pengamanan masing-masing


tingkat kemampuan lahan terhadap bencana alam.

59
e. SKL Kemudahan Dikerjakan

Peta Morfologi

Peta Kemiringan Lereng

Peta Ketinggian Lahan


Peta SKL Kemudahan
Dikerjakan
Peta Jenis Tanah

Peta Jenis Batuan

Peta Penggunaan Lahan

Melakukan analisis guna mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah


dan/atau kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan
pengembangan kawasan.

1) Sasaran

a) Memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk digali,


ditimbun, ataupun dimatangkan dalam proses pembangunan untuk
pengembangan kawasan,

b) Mengetahui potensi dan kendala dalam pengerjaan masing-masing


tingkatan kemampuan lahan kemudahan dikerjakan,

c) Deskripsikan potensi dan kendala morfologi masing-masing tingkatan


SKL Morfologi tersebut.

2) Untuk pembobotan Satuan Kemampuan Lahan dapat dilihat pada table


berikut:

60
Tabel 2. 3
Bobot Satuan Kemampuan Lahan

Satuan Kemampuan Lahan Skoring/bobot

SKL Morfologi 5
SKL Kemudahan Dikerjakan 1
SKL Kestabilan Lereng 5
SKL Kestabilan Pondasi 3
SKL Ketersediaan Air 5
SKL Terhadap Erosi 3
SKL Untuk Drainase 5
SKL Pembuangan Limbah 0
SKL Terhadap Bencana Alam 5
Sumber: Pedoman Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2007

2.2.8. Kesesuaian Lahan

Tinjauan teori kesesuain lahan ini bertujuan mengidentifikasi lokasi-lokasi


yang sangat sesuai dengan tipe penggunaan lahan tertentu pada suatu kawasan.
Tinjauan teori kesesuain lahan ini meliputi “overlaying map” (tumpang tindih)
dan ukuran-ukuran kesesuaian lahan, seperti kemiringan, perubahan penggunaan
lahan baik itu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Hasil yang diperoleh dari
analisis ini digunakan untuk menghasilkan “suistability scores” (scoring
kesesuaian lahan) untuk setiap kawasan dalam wilayah perencanaan. Adapun
analisis kesesuaian lahan ini mengacu pada Keppres No 57 Tahun 1989 mengenai
kawasan budidaya serta menggunakan ketentuan aturan kelas lereng, aturan jenis
tanah, dan aturan kelas intensitas hujan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.20/PRT/M/2007. Analisis Kesesuaian Lahan berdasarkan Pedoman
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2007 terdapat beberapa
Arahan Lahan yaitu:

61
a. Arahan rasio tutupan

Arahan ini bertujuang untuk Melakukan analisis untuk mengetahui


gambaran perbandingan daerah yang bisa tertutup oleh bangunan bersifat
kedap air dengan luas lahan keseluruhan.

Adapun beberapa sasaran dalam arahan ini, sebagai berikut:

1) Mengetahui perbandingan daerah yang boleh dibangun dengan luas


lahan keseluruhan.

2) Memperoleh tingkatan rasio tutupan lahan sesuai dengan kendala fisik


masing-masing tingkatan.

3) Memperoleh gambaran arahan dan luas daerah pengembangan sesuai


dengan arahan rasio tutupan lahan.

Masukan dalam arahan ini adalah sebagai berikut:

1) Klasifikasi Kemampuan Lahan,

2) SKL Untuk Drainase,

3) SKL Kestabilan Lereng,

4) SKL Terhadap Erosi,

5) SKL Terhadap Bencana Alam.

Keluaran dalam arahan ini adalah sebagai berikut:

1) Peta Arahan Rasio Tutupan Lahan.

2) Batasan rasio tutupan lahan pada masing-masing arahan serta


persyaratan pengembangannya.

b. Arahan ketinggian bangunan

Arahan ini memiliki lingkup peerjaan yaitu melakukan analisis untuk


mengetahui daerah-daerah yang sesuai untuk dikembangkan dengan bangunan
berat/tinggi pada pengembangan kawasan.

62
Sasaran dalam arah ini adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui daerah-daerah yang sesuai untuk dikembangkan


bangunan tinggi.

2) Mengetahui perkiraan batasan/persyaratan pengembangan bangunan


tinggi pada daerah-daerah yang sesuai ataupun sesuai bersyarat.

Masukan dalam arahan ini adalah sebagai berikut:

1) Klasifikasi Kemampuan Lahan,

2) SKL Kestabilan Pondasi,

3) SKL Terhadap Bencana Alam,

4) Penggunaan Lahan yang ada saat ini.

Keluaran dalam arahan ini adalah sebagai berikut:

1) Peta Arahan Ketinggian Bangunan.

2) Batasan/persyaratan pengembangan bangunan tinggi.

c. Arahan pemanfaatan air baku

Lingkup perkerjaan dari araha ini adalah melakukan analisis untuk


mengetahui sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air
baku dalam perencanaan tata ruang.

Sasaran dalam arah ini adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan sebagai


sumber air baku wilayah dan/atau kawasan.

2) Memperoleh gambaran kapasitas masing-masing sumber yang


diarahkan untuk keperluan perencanaan tata ruang.

3) Memperoleh gambaran prioritas pengembangan sumber-sumber air


baku sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan, serta teknis
pemanfaatannya.

63
Masukan dalam arahan ini adalah sebagai berikut:

1) SKL Ketersediaan Air.

2) Hasil Perhitungan Ketersediaan Air.

3) Penggunaan Lahan yang ada saat ini.

Keluaran dalam arahan ini adalah sebagai berikut:

1) Arahan pemanfaatan air baku.

2) Kapasitas sumber-sumber air yang disarankan untuk dikembangkan.

d. Perkiraan daya tampung lahan

Lingkup pekerjaan arahan ini adalah melakukan analisis untuk mengetahui


perkiraan jumlah penduduk yang bisa ditampung di wilayah dan/atau
kawasan, dengan pengertian masih dalam batas kemampuan lahan. Dengan
sasaran sebagai berikut:

1) Memperoleh gambaran daya tampung lahan di wilayah dan/atau


kawasan.

2) Memperoleh gambaran distribusi penduduk berdasarkan daya


tampungnya.

3) Memperoleh persyaratan pengembangan penduduk untuk daerah yang


melampaui daya tampung.

Untuk mengetahui kemiringan lahan, adapun klasifikasi kelas untuk


kesesuaian lahan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. 4
Aturan Kelas Lereng
No Kelas Kemiringan (%) Keterangan Skoring

1 I 0–8 Datar 20
2 II 8-15 Landai 40
3 III 15-25 Agak curam 60
4 IV 25-40 Curam 80
5 V > 40 Sangat curam 100
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M/2007

64
Tabel 2. 5
Aturan Kelas Jenis Tanah

Kepekaan
Kelas Tanah Menurut Kepekaannya Skoring
terhadap erosi

I Alluvial, Gley Humus, Panosol, Hidromorf tidak peka erosi 15


Kelabu, Lateria Air Tanah

II Latosol agak peka 30

III Brown Forest Soil, Non Calcic Brown, Meditera kurang peka 45

IV Andosol, Laterik, Podsolik, Grumosol Peka 60

V Regosol, Litosol, Organosol, Rendzenna sangat peka 75


Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2007

Tabel 2. 6
Aturan Kelas Intensitas Hujan

Kelas Kisaran Intensitas Hujan (mm/hari) Keterangan Skoring

I 0 – 1,36 sangat rendah 10


II 1,36 – 2,07 Rendah 20
III 2,07 – 2,77 Sedang 30
IV 2,77 – 3,48 Tinggi 40
V > 3,48 sangat tinggi 50
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2007

2.2.9. Konsep Dasar GIS

GIS merupakan sistem komputer yang mampu memproses dan


menggunakan data yang menjelaskan tentang tempat pada perumukaan bumi.
Informasi permukaan bumi dalam GIS direpresentasikan dalam layer-layer
informasi, seperti jaringan jalan, bangunan, fasilitas dll. Lebih lanjut GIS
didefinisikan sebagai sekumpulan alat yang terorganisir yang meliputi hardware,
software, data geografis dan manusia yang sumuanya dirancang secara efisien
untuk dapat melihat, menyimpan, memperbaharui, mengolah dan menyajikan
semua bentuk informasi bereferensi geografis (ESRI, 1994). Selanjutnya GIS
pada dasarnya dibuat untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis obyek

65
serta fenomena yang posisi geografisnya merupakan karakteristik yang penting
untuk di analisis (Stan Aronoff, 1989).

Dari definisi ini, GIS jelas mempunyai karakteristik sebagai perangkat


pengelola basis data (Database Management System (DBMS), sebagai perangkat
analisa keruangan (spatial analysis) dan juga sekaligus proses komunikasi untuk
pengambilan keputusan.Keunikan GIS jika dibanding dengan sistem pengelola
basis data yang lain adalah kemampuan untuk menyajikan informasi spatial
maupun non-spatial secara bersama. Sebagai contoh data GIS penggunaan lahan
dapat disajikan dalam bentuk luasan yang masing-masing mempunyai atribut
penjelasan baik itu tabuler, text, angka, maupun image file. Informasi yang
berlainan tema disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang berlainan.

Gambar 2. 1
Gambar Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis

sumber:http://giskita.blogspot.co.id/p/aplikasi-gis.html

66
Tiga tugas utama yang diharapkan dari sistem informasi geografis adalah:

a. Penyimpanan, menajemen, dan integrasi data spasial dalam jumlah besar

b. Kemampuan dalam analisis yang berhubungan secara spesifik dengan


komponen data geografis.

c. Mengorganisasikan dan mengatur data dalam jumlah besar, sehingga


informasi tersebut dapat digunakan semua pemakainya.

Lebih sederhana lagi GIS mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai
database system dan sebagai alat analisis dan modeling yang berkaitan dengan
informasi geografis.

2.3. Tata Guna Lahan

Lahan adalah keseluruhan kemampuan muka daratan beserta segala gejala di


bawah permukaannya yang bersangkut paut dengan pemanfaatannya bagi
manusia. Pengertian tersebut menunjukan bahwa lahan merupakan suatu bentang
alam sebagai modal utama kegiatan, sebagai tempat di mana seluruh makhluk
hidup berada dan melangsungkan kehidupannya dengan memanfaatkan lahan itu
sendiri. Pengertian Lahan menurut Jayadinata dalam jurnalnya (1999:10) “Lahan
merupakan tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya dimiliki dan
dimanfaatkan oleh perorangan atau lembaga untuk dapat diusahakan”. Lahan juga
diartikan sebagai “Permukaan daratan dengan benda-benda padat, cair bahkan
gas” (Rafi’I, 1985). Definisi lain dikemukakan oleh Arsyad yaitu: Lahan
diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan
vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan, termasuk didalamnya hasil kegiatan manusia dimasa lalu dan
sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan hasil yang
merugikan seperti yang tersalinasi. (FAO dalam Arsyad 1989) Pengertian lahan
adalah tanah terbuka, tanah garapan, maupun tanah yang belum diolah yang
dihubungkan dengan arti atau fungsi sosio-ekonominya bagi masyarakat. (Kamus
Tata Ruang,1997).

67
2.3.1. Tata Guna Lahan

Tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan
penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk
pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan,
industri, dll. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan
keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan,
saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan
pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Tata guna lahan merupakan
salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Keseimbangan
antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan kunci dari
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Tata guna lahan dan pengembangan lahan dapat meliputi :


a. Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah area urban sebagai puast
pemukiman yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan
ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, kegiatan dan atau status
hukum.
b. Perkotaan, merupakan pusat pemukiman yang secara administratif tidak
harus berdiri sendiri sebagai kota, namun telah menunjukkan kegiatan kota
secara umum dan berperan sebagai wilayah pengembangan
Catanesse (1988: 281), mengatakan bahwa secara umum ada 4 kategori alat-alat
perencanaan tata guna lahan untuk melaksanakan rencana, yaitu :

a. Penyediaan Fasilitas Umum Fasilitas umum diselenggarakan terutama


melalui program perbaikan modal dengan cara melestarikan sejak dini
menguasai lahan umum dan daerah milik jalan (damija).
b. Peraturan-peraturan Pembangunan Ordonansi yang mengatur pendaerahan
(zoning), peraturan tentang pengaplingan, dan ketentuan-ketentuan hukum
lain mengenai pembangunan, merupakan jaminan agar kegiatan
pembangunan oleh sektor swasta mematuhi standar dan tidak menyimpang
dari rencana tata guna lahan.

68
c. Himbauan, Kepemimpinan, dan Koordinasi Sekalipun sedikit lebih
informal daripada program perbaikan modal atau peraturan-peraturan
pembangunan, hal ini dapat menjadi lebih efektif untuk menjamin agar
gagasan-gagasan, data-data, informasi dan risat mengenai pertumbuhan
dan perkembangan masyarakat daat masuk dalam pembuatan keputusan
kalangan developer swasta dan juga instansi pemerintah yang melayani
kepentingan umum.

2.3.2. Fungsi Lahan

Lahan sebagai sumber daya alam dan matra dasar ruang mempunyai berbagai
fungsi diantaranya adalah fungsi lingkungan, fungsi ekonomi dan fungsi sosial.
Secara rinci dapat dilihat fungsi lahan dalam satuan ruang sebagai berikut :
1. Fungsi lingkungan, dapat dilihat dari lahan yang dipandang sebagai muka
bumi, berfungsi sebagai tempat kehidupan. Maka bumi di sini adalah
biosfer (bulatan bumi tempat kehidupan) yang merupakan kulit bui tempat
persingunagn antara daratan (litosfer), air (hidrosfer) dan udara (atmosfer).
2. Lahan dipandang sebagai sarana produksi, berfungsi sebagai tempat
tumbuhnya tanaman sehingga dapat menunjang kehidupan di muka bumi.
Hal ini dapat dilihat dari tubuh tanah termasuk di dalamnya iklim dan air
sangat penting bagi tumbuhan, baik itu yang dikembangkan melalui
pertanian maupun yang tumbuh secara alami berguna bagi kehidupan di
muka bumi.
3. Lahan dipandang sebagai benda ekonomi, berfungsi sebagai benda yang
dapat diperjualbelikan, sebagai tempat usaha, benda kekayaan, jaminan
dan lain sebagainya.
4. Lahan berfungsi sosial, yaitu fungsi yang diatasnya terdapat hak atas lahan
mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat umum. Secara
sederhana klasifikasi kegiatan sosial dapat dikelompokan berdasarkan
kegiatan sosial sebagai berikut :
a. Kegiatan kepercayaan (religi)
b. Kegiatan perkerabatan

69
c. Kegiatan kesehatan
d. Kegiatan pendidikan
e. Kegiatan olah raga, kesenian dan rekreasi
f. Kegiatan politik dan pemerintahan
g. Keamanan dan pertahanan
Menurut Steigenga dan Firey dalam Johara (1998), dalam pengunaan lahan,
menunjukan bahwa budaya mempunyai pengaruh besar dalam beradaptasi
terhadap pemanfaatan ruang, dan ia berkesimpulan bahwa ruang dapat merupakan
lambang bagi nilai-nilai sosial, misalnya :penduduk sering memberikan nilai
sejarah yang besar kepada sebidang lahan. Sehubungan dengan pendapat Firey itu,
Chapin dalam Urban Land Use Planning (1995:42-43), menggolongkan lahan
dalam tiga kelompok nilai yaitu :
1. Nilai keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi, dan yang dapat
dicapai dengan jual-beli lahan di pasar bebas;
2. Nilai kepentingan umum, yang berhubungan dengan pengaturan untuk
masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat;
3. Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar dalam kehidupan (misalnya
sebidang lahan yang dipelihara, peninggalan, pusaka dan sebagainya), dan
yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan
pelestarian, tradisi dan kepercayaan.
Menurut Chapin dan Kaiser (1979, dalam Priyandono,2001:5) kebutuhan
penggunaan lahan dalam struktur tata ruang kota/wilayah berkaitan dengan 3
sistem yang ada :
a. Sistem kegiatan, manusia dan kelembagaannya untuk memenuhi
kebutuhannya yang berinteraksi dalam waktu dan ruang.
b. Sistem pengembangan lahan yang berfokus untuk kebutuhan manusia dalam
aktivitas kehidupan.
c. Sistem lingkungan berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik dengan air,
udara dan material.

70
Pengertian lahan menurut Jayadinata (1999:10) merupakan tanah yang
sudah ada peruntukannya dan umumnya dimiliki dan dimanfaatkan oleh
perorangan atau lembaga untuk dapat diusahakan.

2.3.3. Pola Penggunaan Lahan

Secara garis besar penggunaan atau pemanfaatan ruang dapat dibagi menjadi
dua kelompok besar, yaitu:
1. Pemanfaatan lahan untuk kawasan budidaya. Kawasan ini mewadahi
berbagai kegiatan fungsional wilayah, seperti perumahan beserta fasilitas
pendukungnya, perdagangan dan jasa, pemerintahan, pendidikan, jaringan
prasarana wilayah, dan lain-lain.
2. Pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung. Kawasan ini mewadahi
kegiatan yang bersifat bukan perkotaan, seperti kawasan resapan air,
sempadan sungai, dan ruang terbuka hijau.
Terdapat tiga sistem yang sangat berkaitan dengan pola pemanfaatan lahan
suatu wilayah (Chapin dan Kaiser, 1997 : 28-31)yaitu:
a. Sistem kegiatan, berkaitan dengan cara manusia dan kelembagaannya
mengatur urusannya sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya dan saling
berintaraksi dalam waktu dan ruang.
b. Sistem pengembangan lahan, berfokus pada proses pengubahan ruang dan
penyesuaiannya untuk kebutuhan manusia dalam menampung kegiatan
yang ada dalam susunan system kegiatan.
c. Sistem lingkungan, berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik yang
dibangkitkan oleh proses alamiah, yang berfokus pada kehidupan
tumbuhan dan hewan, serta proses-proses dasar yang berfokus pada
kehidupan tumbuhan dan hewan, serta proses-proses dasar yang berkaitan
dengan air, udara dan material.
Adapun pola penggunaan atau pemanfaatan lahan di kawasan perkotaan yaitu :
2.3.3.1. Kawasan Terbagun

Kawasan Terbangun merupakan wilayah yang dimanfaatkan untuk


menunjang kegiatan-kegiatan yang bersifat kekotaan, seperti perkantoran,

71
pusat perbelanjaan atau penunjang kegiatan ekonomi, pusat pendidikan,
industri, dan lain-lain.
2.3.3.2. Kawasan Non Terbangun

Kawasan Non Terbangun merupakan wilayah yang dimanfaatkan untuk


kegiatan-kegiatan manusia dalam rangka penghidupannya, seperti kawasan
pertanian, perkebunan, perikanan, dan lain-lain. Secara garis besar
penggunaan lahan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :
1. Pemanfaatan lahan untuk kawasan budidaya. Kawasan ini mewadahi
berbagai kegiatan fungsional wilayah, seperti perumahan beserta fasilitas
pendukungnya, perdagangan dan jasa, pemerintahan, pendidikan, jaringan
prasarana wilayah, dan lain-lain.
2. Pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung. Kawasan ini mewadahi
kegiatan yang bersifat bukan perkotaan, seperti kawasan resapan air,
sempadan sungai, dan ruang terbuka hijau.
Terdapat tiga sistem yang sangat berkaitan dengan pola pemanfaatan
lahan suatu wilayah (Chapin dan Kaiser, 1997 : 28-31) yaitu:
• Sistem kegiatan, berkaitan dengan cara manusia dan
kelembagaannya mengatur urusannya sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhannya dan saling berintaraksi dalam waktu dan ruang.
• Sistem pengembangan lahan, berfokus pada proses pengubahan
ruang dan penyesuaiannya untuk kebutuhan manusia dalam
menampung kegiatan yang ada dalam susunan system kegiatan.
• Sistem lingkungan, berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik
yang dibangkitkan oleh proses alamiah, yang berfokus pada
kehidupan tumbuhan dan hewan, serta proses-proses dasar yang
berfokus pada kehidupan tumbuhan dan hewan, serta proses-proses
dasar yang berkaitan dengan air, udara dan material.
Adapun pola pemanfaantan lahan berdasarkan aspek tata guna lahan yang
berbasis budidaya non pertanian yaitu:
1. Permukiman
2. Industri

72
3. Perdagangan
2.3.3.3. Pola Permukiman

Permukiman dinamakan settlement, sedangkan perumahan dinamakan


housina. Perumahan merupakan kumpulan rumah-rumah, tanpa disertai
berbagai prasarana kehidupan yang lengkap. Adapun permukiman merupakan
kumpulan perumahan yang dilengkapi dengan berbagai prasarana kehidupan
secara terorganisir, seperti adanya terminal, pasar, bank/koperasi,
puskesmas/rumah sakit, serta prasarana hiburan (rekreasi) dan olahraga.
Ada tiga pola permukiman secara umum, yaitu:
1. Pola Linier (memanjang), Pola pemukiman penduduk linier, pada
umumnya terdapat di daerah pedataran rendah, bentuknya dengan
rentangan jalan
2. Pola Mengelilingi Fasilitas Tertentu, Pola pemukiman mengelilingi
fasilitas tertentu biasanya terdapat di daerah pedataran rendah.
Fasilitas tertentu itu misalnya mata air, waduk, lapangan terbang,
dan pusat-pusat pelayanan social
3. Pola Memusat, Pola pemukiman memusat biasanya terdapat di
daerah pegunungan. Pemusatan tempat tinggalnya pun di dorong
oleh semangat kegotong royongan. Jika jumlah penduduk bertambah
dan mengalami pemejaran, pola pemukiman akan mengarah ke
segala jurusan.
2.3.3.4. Pola Industri

Industri berasal dari kata industria, yang artinya buruh atau tenaga kerja.
Dalam konteks yang lebih luas, industri sering diartikan sebagai semua
kegiatan manusia yang bersifat produktif dan komersial. Sementara itu, dalam
konteks sempit, industri diartikan sebagai semua usaha pengolahan bahan
mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi. Industri di Indonesia
sebenarnya dapat berkembang maju karena memiliki beberapa faktor
pendukung. Diantaranya:

73
 Ketersiadaan potensi sumber daya alam yang cukup baik biotik
maupun abiotok
 Jumlah penduduk relatif banyak, sehingga dapat berperan sebagai
tenaga kerja dan juga sekaligus menjadi konsumen
 Letak geografis yang sangat menguntungkan
Di Indonesia, kegiatan industri dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
 Aneka industri dan kerajinan, misalnya makanan dan minuman,
anyaman, kulit, dan tembakau;
 Logam dan elektronika, misalnya besi/baja, mesin-mesin kendaraan,
dan elektronika;
 Kimia, misalnya pupuk, kertas, ban, garam, dan gas;
 Sandang dan tekstil, misalnya serat sintetis, pemintalan dan
pertenunan, perajutan, serta aneka macam pakaian jadi.
2.3.3.5. Pola Perdagangan

Perdagangan artinya aktivitas jual beli antara penjual dan pembeli dengan
tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Berdasarkan jarak geografis,
perdagangan dikelompokkan atas tiga macam, yaitu perdagangan local, inter-
regional, dan perdagangan internasional.

2.3.4. Tujuan Tata Guna Lahan

Berdasarkan ketentuan PP No. 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Lahan,


tujuan dari penatagunaan lahan ialah pemanfaatan lahan sebagai satu kesatuan
sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Secara rinci penatagunaan lahan
bertujuan untuk :
a. Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan bagi berbagai
kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRW;
b. Mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan agar sesuai
dengan arahan fungsi kawasan dalam RTRW;
c. Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan lahan serta pengendalian pemanfaatan lahan;

74
d. Menjamin kepastian hukum untuk memanfaatkan lahan bagi masyarakat
yang mempunyai hubungan hukum dengan lahan sesuai dengan RTRW
yang telah ditetapkan.

2.3.5. Bentuk Penggunaan Lahan di Perkotaan

Kota merupakan suatu kawasan yang dihuni oleh penduduk yang biasanya
memiliki ciri modern. Penduduk yang menempati kawasan perkotaan umumnya
memiliki pencaharian di bidang nonagraris yang beraneka ragam. Padatnya
penduduk yang ada di kota menyebabkan penggunaan lahan yang ada di kota
beraneka ragam. Umumnya, kota memiliki luas lahan yang tidak terlalu luas,
namun dengan jumlah penduduk yang tinggi.
Pemanfaatan lahan di kota lebih kompleks dari pedesaan karena struktur dan
kondisi masyarakatnya pun lebih beragam. Lahan perumahan di perkotaan
biasanya sangat rapat, karena jumlah penduduknya banyak. Selain perumahan dan
perkantoran, lahan di kawasan perkotaan juga biasa digunakan untuk membangun
sarana-sarana pemerintahan. Ini terjadi karena kota biasanya menjadi pusat
pemerintahan. Keberadaan kawasan perkotaan sebagai pusat pemerintahan
akhirnya mendorong masyarakat untuk lebih banyak melakukan transaksi
perdagangan di perkotaan. Oleh karena itu, ada pula sebagian lahan yang
dimanfaatkan untuk keperluan perdagangan (pasar, mall, grosir, dan sebagainya).
Adapun beberapa jenis pemanfaatan lahan lainnya digunakan untuk
keperluan-keperluan lain yang dibutuhkan oleh penduduk kota seperti sekolah,
sarana rekreasi, kesehatan, sarana olahraga, sarana peribadatan, dan sarana
hiburan.
Ciri-ciri penggunaan lahan yang ada di perkotaan sebagai berikut :
 Lahan yang ada digunakan sebagai permukiman penduduk dengan jarak
antara sstu permukiman dengan permukiman yang lain berdekatan dan rapat.
 Lahan yang ada untuk kegiatan nonpertanian yang meliputi bidang industri,
perdagangan dan jasa. Lokasi kegiatan nonpertanian ini disesuaikan dengan
bidangnya, sehingga ada yang dipinggir dan ditengah kota.

75
2.3.6. Perubahan Pemanfaatan Lahan

Perubahan pemanfaatan lahan dapat mengacu pada 2 hal yang berbeda, yaitu
pemanfaatan lahan sebelumnya atau rencana tata ruang. Perubahan lahan yang
mengacu pada pemanfaatan sebelumnya adalah suatu pemanfaatan baru atas lahan
yang berbeda dengan pemanfaatan lahan sebelumnya, sedangkan perubahan yang
mengacu pada rencana tata ruang adalah pemanfaatan baru atas lahan yang tidak
sesuai dengan yang ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah
disahkan. (Permendagri No.4/1996 Tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan
Lahan Kota).
Terdapat 3(tiga) jenis kategori perubahan pemanfaatan lahan, yaitu :

1. Perubahan fungsi
2. Intensitas
3. Ketentuan teknis masa bangunan
Perubahan fungsi adalah perubahan jenis kegiatan, sedangkan perubahan
intensitas mencakup perubahan koofisien dasar bangunan, koofisien lahan
bangunan dan lain-lain. Perubahan teknis masa bangunan mencakup antara lain
perubahan garis sempadan bangunan. Perubahan fungsi membawa dampak paling
besar terhadap lingkungan karena kegiatan yang berbeda dengan kegiatan
sebelumnya.

2.3.7. Faktor-faktor Perubahan Lahan

Charles C. Colby (Nelson, dalam Bourne, ed., 1971: 77-78)


mengidentifikasikan 2 gaya berlawanan yang mempengaruhi pembentukan dan
perubahan pemanfaatan lahan, yaitu :
A. Gaya Sentrifugal
Gaya ini mendorong kegiatan berpindah dari suatu kawasan (pusat
kota) ke wilayah pinggiran. Terdapat lima gaya yang bekerja dalam hal ini,
yaitu :
1. Gaya Ruang (Meningkatnya Kemacetan)
2. Gaya Tapak (Kerugian akibat pusat kota terlalu intensif )
3. Gaya Situasional (jarak antar bangunan yang tidak memuaskan)

76
4. Gaya Evolusi Sosial (Tingginya nilai lahan, pajak dan keterbatasan
berkembang)
5. Status dan organisasi Hunian (bentuk fungsional yang kadaluarsa,
pola yang menginstal dan fasilitas transportasi yang tidak memuaskan)
B. Gaya Sentripetal
Gaya sentripetal bekerja menahan fungsi-fungsi tertentu suatu
kawasan (pusat kota) dan menariknya ke dalam. Gaya ini terjadi karena
sejumlah kualitas daya tarik pusat kota, yaitu :
1. Daya tarik (fisik) tapak (kualitas konsep alami)
2. Kenyamanan fungsional (aksesibilitas maksimum)
3. Daya tarik fungsional (satu fungsi menarik fungsi yang lain)
4. Gengsi fungsional (reputasi jalan atau lokasi untuk fungsi tertentu)
2.3.8. Teori Intensitas Pemanfaatan Ruang

a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)


KDB adalah perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas
tanah. LB/LT X 100%). Koefisien yang digunakan biasanya berupa persen atau
desimal (misal : 60% atau 0,6) BCR/KDB ini bertujuan untuk mengatur besaran
luasan bangunan yang menutupi permukaan tanah, hal ini akan mempengaruhi
infiltrasi air tanah atau ketersediaan air tanah untuk masa yang akan datang. Selain
sebagai penjaga keberadaan air tanah, permukaan tanah yang tidak tertutup
bangunan akan mampu menerima sinar matahari secara langsung untuk membuat
tanah bisa mengering sehingga udara yang tercipta di sekitar bangunan tidak
menjadi lembab.
KDB dapat dimengerti secara sederhana adalah nilai persen yang didapat
dengan membandingkan luas lantai dasar dengan luas kavling. Kalau kita
mempunyai lahan 300 m2 dan KDB yang ditentukan 60%, maka area yang dapat
kita bangun hanya 60% x 300 m2 = 180 m2. Kalau lebih dari itu artinya kita
melebihi KDB yang ditentukan. Kurangi lagi ruangan yang dianggap tidak terlalu
perlu.
Sisa lahannya digunakan untuk ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai
area resapan air. Kita tidak mau khan lingkungan kita kebanjiran karena air hujan

77
tidak tahu lagi mesti kemana larinya ?? Maka dari itu, pihak Tata Kota telah
mengatur ketentuan KDB dari suatu daerah, sebaiknya kita ikuti ketentuan tsb.
b. Koefisien Lantai Bangunan
KLB adalah perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah.
(BCR X n ), n = jumlah lantai (tingkat) bangunan. Angka koefisien yang
digunakan biasanya berupa desimal (misal : 1,2; 1,6; 2,5; dsb) Peraturan akan
FAR/KLB ini akan mempengaruhi skyline yang tercipta oleh kumpulan bangunan
yang ada di sekitar. Tujuan dari penetapan FAR/KLB ini terkait dengan hak setiap
orang/bangunan untuk menerima sinar matahari. Jika bangunan memiliki tinggi
yang serasi maka bangunan yang disampingnyapun dapat menerima sinar
matahari yang sama dengan bangunan yang ada di sebelahnya.
Jika pada KDB hanya melibatkan luasan lantai dasar, maka KLB melibatkan
seluruh lantai yang kita desain termasuk lantai dasar itu sendiri. Cara
perhitungannya tetap sama yaitu membandingkan luasan seluruh lantai dengan
luas kavling yang ada.

2.4. Aspek Kependudukan

2.4.1. Teori Kependudukan

Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan.


Dalam nilai universal, Penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan
sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk
tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan melalui berbagai sumber daya yang
melekat, dan pewujudan keluarga kecil yang berkualitas, serta upaya untuk
menskenario kuantitas penduduk dan persebaran kependudukan.

Teori Ilmu Kependudukan menurut Robert Thomas Malthus :

Malthus memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu ;

1. Bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup amnesia, dan

2. Bahwa kebutuhan nafsuseksual antarjenis kelamin akan tetap sifatnya


sepanjang masa

78
Alat dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada
pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari
pertambahan subsisten (pangan). Perkembangan penduduk akan menikuti deret
ukur, sedangkan perkembangan subsisten (pangan) mengikuti deret hitung dengan
interval waktu 25 tahun.

Ilmu Kependudukan dan Demografi, merupakan studi kependudukan


(Population Studies) merupakan istilah lain bagi ilmu kepnedudukan yang
digunakan. Studi kependudukan terdiri dari analisis-analisis yang bertujuan dan
mencangkup :

1. Memperoleh informasi dasar tentang distribusi penduduk, karakteristik dan


perubahan-perubahannya,

2. Menerangkan sebab-sebab perubahan dari faktor dasar tersebut, dan

3. Menganalisis segala konsekuensi yang mungkin terjadi di masa depan


sebagai hasil perubahan-perubahan itu.

Istilah ilmu kependudukan sesungguhnya dimaksudkan untuk memberi


pengertian lebih luas tentang demografi, karena sejumlah ahli telah menggunakan
istilah demografi untuk menunjuk pada demografi formal, murni bahkan teoretis.

Demografi adalah studi ilmiah terhadap penduduk manusia, terutama


mengenai jumlah, struktur dan perkembangannya. Demografi dapat dilihat dalam
makna yang sempit, dalam hal ini sama dengan analisis demografi maupun studi
kependudukan. Demografi formal hanya mempersoalkan hubungan antarvariabel
demografi; baik yang diperlakukan sebagai variable independen maupun variable
dependen, yang pokok-pokoknya meliputi kelahiran, kematian, dan migrasi yang
juga sering dikenal sebagai komponen-komponen atau determinan-determinan
pertumbuhan penduduk.

Teori Demografi menurut Hauser dan Duncan :

Demografi adalah studi mengenai jumlah, distribusi teritorial, dan


komposisi penduduk, perubahan-peubahan yang berrtalian dengannya serta

79
komponen-komponen yang menyebabkan perubahan bersangkutan dapat
diidentifikasi sebagai natalitas, motrtalitas, gerak penduduk territorial dan
mobilitas social (perubahan status).

Teori Transisi Demografi merupakan salah satu dari teori kependudukan yang
tergolong social theories, yang dimana menyatakan bahwa setiap masyarakat atau
penduduk memulai dengan fase menurunnya angka kematian tinggi, kemudian
disusul oleh fase menurunnya angka kematian sementara angka kelahiran masih
tetap tinggi dan fase menurunnya angka kelahiran secara perlahan-lahan hingga
berada pada angka kelahiran dan kematian rendah.

Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu


wilayah pada waktu tertentu, dan merupakan hasil dari proses demografi yaitu
fertilitas, mortalitas dan migrasi. Dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 10 tahun 1992, tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera. Penduduk adalah orang yang dalam matranya sebagai diri
pribadi anggota keluarga, anggota masyarakat, warga Negara dan himpunan
kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah Negara
pada waktu tertentu.

Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan


dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi
menggunakan “per waktu unit” untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan
penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan
sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan
penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.
Pengertian lainnya adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu
setiap tahunnya. Kegunaannya adalah memprediksi jumlah penduduk suatu
wilayah di masa yang akan dating.

Untuk memahami dari karakteristik penduduk dalam perencanaan dapat


dilihat secara menyeluruh pada struktur ruang maupun didalam struktur ciri
tertentu dari penduduk, diantaranya; Jumlah penduduk, laju penrtumbuhan

80
penduduk, kepadatan penduduk, struktur penduduk migrasi, urbanisasi dan
transmigrasi.

2.4.1.1.Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk adalah jumlah manusia yang bertempat tinggal/berdomisili


pada suatu wilayah atau daerah dan memiliki mata pencaharian tetap di daerah itu
serta tercatat secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku di daerah tersebut.
pencatatan atau peng-kategorian seseorang sebagai penduduk biasanya
berdasarkan usia yang telah ditetapkan. Dan juga merupakan segala. sesuatu yang
berkaitan dengan jumlah penduduk. Kebutuhan akan tenaga kerja akan terpenuhi
dengan adanya jumlah penduduk yang memadai, sehingga secara kuantitas tidak
perlu mendatangkan tenaga kerja dari luar negeri.

Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk ;

1. Angka kelahiran, makin tinggi angka kelahiran, maka jumlah penduduk


makin bertambah.

2. Angka kematian, makin rendah angka kematian dibandingkan dengan angka


kelahiran, maka jumlah penduduk makin bertambah.

3. Permasalahan Kuantitas Penduduk dan dampaknya dalam Pembangunan.

4. Jumlah penduduk yang besar berdampak langsung terhadap pembangunan


berupa tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan
pembangunan.

Akan tetapi juga memicu munculnya permasalahan yang berdampak terhadap


pembangunan, misalnya:

1. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan


produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan dengan
penyediaan pangan, sandang, dan papan.

2. Kepadatan penduduk yang tidak merata menyebabkan pembangunan hanya


terpusat pada daerah-daerah tertentu yang padat penduduknya saja. Hal ini

81
menyebabkan hasil pembangunan tidak bisa dinikmati secara merata,
sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara daerah yang padat dan
daerah yang jarang penduduknya.

3. Tingginya angka urbanisasi menyebabkan munculnya kawasan kumuh di


kota-kota besar, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara kelompok
kaya dan kelompok miskin kota.

4. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan volume


pekerjaan menyebabkan terjadinya pengangguran yang berdampak pada
kerawanan sosial.

2.4.1.2. Laju Pertumbuhan Penduduk

Laju pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu


wilayah tertentu setiap tahunnya. Kegunaannya adalah memprediksi jumlah
penduduk suatu wilayah di masa yang akan datang.

1. Laju pertumbuhan penduduk Eksponensial menggunakan asumsi bahwa


pertumbuhan penduduk berlangsung terus-menerus akibat adanya kelahiran
dan kematian di setiap waktu.

2. Laju pertumbuhan penduduk Geometrik adalah perubahan jumlah penduduk


di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu. Kegunaannya adalah
memprediksi jumlah penduduk suatu wilayah di masa yang akan datang.

2.4.1.3. Kepadatan Penduduk

Kepadatan Penduduk adalah perbandingan jumlah penduduk dengan luas


wilayah. Indonesia merupakan salah satu negara yang laju pertumbuhan
penduduknya sangat pesat sehingga menyebabkan kepadatan penduduk.
Kepadatan penduduk menyebabkan berbagai hal merugikan antara lain
meningkatnya jumlah pengangguran karena penduduk semakin bertambah
sementara kesempatan kerja tidak bertambah.

82
Hal itu akan menyebabkan kemiskinan yang berdampak pada hal lain
seperti kelaparan, menurunnya tingkat kesehatan, dan menurunnya kualitas
masyarakat karena kurangnya ilmu pengetahuan.

Kepadatan penduduk juga dapat digolongkan menjadi beberapa macam antara


lain:

1. Aritmatik
Kepadatan penduduk aritmatik adalah rata-rata jumlah penduduk pada luas
wilayah 1 km. Terdapat rumus untuk menghitung kepadatan penduduk
aritmatik yaitu jumlah penduduk dibagi luas wilayah.
2. Agraris
Kepadatan penduduk agraris adalah rata-rata jumlah penduduk profesi petani
pada setiap satuan luas lahan pertanian. Cara menghitungnya yaitu membagi
jumlah petani dengan luas lahan pertanian.
3. Ekonomis
Kepadatan penduduk ekonomis adalah rata-rata jumlah penduduk pada setiap
luas lahan produksi. Cara menghitungnya yaitu membagi jumlah penduduk
dengan luas lahan produksi.
2.4.1.4. Struktur Penduduk

Informasi tentang jumlah penduduk serta komposisi penduduk menurut umur,


jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan dll. penting diketahui
terutama untuk mengembangkan perencanaan pembangunan manusia, baik itu
pembangunan ekonomi, sosial, politik, lingkungan dll. yang terkait dengan
peningkatan kesejahteraan manusia. Bagian ini akan membahas tentang
karakteristik penduduk menurut umur dan jenis kelamin, serta karakteristik
penduduk menurut persebaran tempat tinggal, dan pertumbuhan penduduk.

Jenis Struktur Penduduk meliputi;

1. Jumlah Penduduk: Urbanisasi, Reurbanisasi, Emigrasi, Imigrasi, Remigrasi,


Transmigrasi.

83
2. Persebaran Penduduk: Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk disuatu
wilayah dibandingkan dengan luas wilayahnya yang dihitung jiwa per km
kuadrat.

3. Komposisi Penduduk: Merupakan sebuah mata statistik dari statistik


kependudukan yang membagi dan membahas masalah kependudukan dari
segi umur dan jenis kelamin.

2.4.1.5. Urbanisasi

Urbanisasi merupakan proses dimana adanya peningkatan proporsi penduduk


yang tinggal diperkotaan.Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa
kekota. Urbanisasi merupakan masalah yang cukup serius bagi kita
semua.persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan
menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan


diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak
hukum, perumahan, penyediaan pangan dan lain sebagainya tentu adalah sesuatu
masalah yang harus segera dicari jalan keluarnya. Berbeda dengan perspektif
ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal
didaerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa kekota hanya salah satu
penyebab urbanisasi.

Perpindahan itu sendiri dikatagorikan menjadi dua macam:

1. Migrasi penduduk: yaitu perpindahan penduduk dari desa kekota dengan


tujuan untuk tinggal menetap dikota

2. Mobilitas penduduk: yaitu perpindahan penduduk yang bersifat sementara


atau tidak menetap.

2.4.1.6. Migrasi

Migrasi adalah gejala gerak horizontal untuk pindah tempat tinggal dan
pindahnya tidak terlalu dekat, melainkan melintasi batas administrasi, pindah ke

84
unit administrasi lain misalnya kelurahan, kabupaten, kota atau negara. Migrasi
merupakan salah satu faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk.
Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang untuk melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong dan penarik.

Faktor pendorong misalnya:

 Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas


barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti
hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian.
 Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya di pedesaan
akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin).
 Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di daerah
asal.
Faktor penarik misalnya:
 Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki
lapangan pekerjaan yang cocok.
 Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik.
 Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih baik
 Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya iklim,
perumahan, sekolah dan fasililtas-fasilitas kemasyarakatan lainnya.
 Tarikan dari orang-orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung.
 Adanya aktivitas-aktivitas di wilayah besar, tempat-tempat hiburan, pusat
kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang dari desa atau wilayah kecil.
2.4.2. Teori Sosial Kependudukan

2.4.2.1. Sosial Kependudukan

Proses – proses sosial adalah cara – cara berhubungan yang dapat dilihat
apabila para individu dan kelompok – kelompok saling bertemu dan menentukan
sistem serta bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada
perubahan – perubahan yang menyebabkan goyahnya cara – cara hidup yang telah
ada.

85
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial karena interaksi sosial
merupakan syarat utama terjadinya aktivitas – aktivitas sosial.

Interaksi sosial merupakan hubungan – hubungan sosial yang dinamis yang


menyangkut hubungan antara orang – perorangan, antara kelompok – kelompok
manusia, maupun antara orang – perorangan dengan kelompok manusia.

2.4.2.2. Kebudayaan dan Masyarakat

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,


kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan – kemampuan serta
kebiasaan – kebiasaan yang di dapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.

Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals, yaitu:

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia,


2. Mata pencaharian hidup dan sistem – sistem ekonomi,
3. Sistem kemasyarakatan,
4. Bahasa,
5. Kesenian,
6. Sistem pengetahuan,
7. Religi.
Community adalah masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah
(geografis) dengan batas – batas tertentu, di mana faktor utama yang menjadi
dasarnya adalah interaksi yang lebih besar diantara anggota, dibandingkan
dengan interaksi dengan penduduk diluar wilayahnya.

Empat kriteria untuk klasifikasi masyarakat, yaitu:

1. Jumlah penduduk,
2. Luas, kekayaan, dan kepadatan penduduk daerah pedalaman,
3. Fungsi – fungsi khusus dari masyarakat setempat terhadap seluruh
masyarakat,
4. Organisasi masyarakat setempat yang brsangkutan.

86
Tabel 2. 7
Perbedaan antara Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan

Masyarakat Pedesaan Masyarakat Perkotaan


Warga memiliki hubungan yang lebih erat Jumlah penduduknya tidak tentu
Sistem kehidupan biasanya berkelompok
Bersifat individualis
atas dasar kekeluargaan
Pekerjaan lebih bervariasi, lebbih tegas
Umumnya hidup dari pertanian batasannya dan lebih sulit mencari
pekerjaan
Perubahan sosial terjadi secara cepat,
Golongan orang tua memegang perana
menimbulkan konflik antara golongan
penting
muda dengan golongan orang tua
Dari sudut pemerintahan, hubungan antara Interaksi lebih disebabkan faktor
penguasa dan rakyat bersifat informal kepentingan daripada faktor pribadi
Perhatian lebih pada penggunaan
Perhatian masyarakat lebih pada keperluan
kebutuhan hidup yang dikaitkan dengan
utama kehidupan
masalah prestise
Kehidupan keagamaan lebih kental Kehidupan keagamaan lebih longgar
Banyak migran yang berasal dari daerah
Banyak yang berurbanisasi ke kota karena dan berakibat negatif di kota, yaitu
ada faktor yang menarik dari kota penganguran, naiknya kriminalitas,
persoalan rumah, dan lain – lain.
Sumber: Sosiologi Suatu Pengantar 2013

2.4.2.3. Perubahan Sosial dan Kebudayaan

Gillin dan Gillin mengatakan perubahan – perubahan sosial sebagai suatu


variasi dari cara – cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan –
perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi
maupun karena adanya difusi ataupun penemuan – penemuan baru dalam
masyarakat.

Faktor – faktor yang mnyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan, yaitu:

1. Bertambah atau berkurangnya penduduk,

87
2. Penemuan – penemuan baru,
3. Pertentangan (conflict) masyarakat
4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi.
2.4.2.4. Masalah Sosial

Masalah sosial menyangkut nilai – nilai sosial dan moral. Masalah tersebut
merupakan persoalan karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawana
dengan hukum dan bersifat merusak. Oleh sebab itu, masalah – masalah sosial tak
akan mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran – ukuran masyarakat
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.

Adapun beberapa masalah sosial, yaitu:

1. Kemiskinan,
2. Kejahatan,
3. Disorganisasi Keluarga,
4. Masalah generasi muda dalam masyarakat modern,
5. Peperangan,
6. Pelanggaran terhadap norma – norma masyarakat,
7. Masalah kependudukan,
8. Masalah lingkungan hidup,
9. Birokrasi.
Tabel 2. 8
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor
No INDIKATOR 2013 2014
1 IPM 75,08 75,76
2 Komponen IPM :
- Angka Harapan Hidup
70,65 71,89
(AHH) (Tahun)
- Angka Melek Huruf
93,65 93,75
(AMH) (%)
- Rata-rata Lama Sekolah
8,55 9,15
(RLS) (Tahun)
3 Kemampuan Daya Beli Masyarakat
653,150 646,90
(Konsumsi Rill Per Kapita)

88
(Rp/kap/bln)
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor

2.5. Aspek Ekonomi

2.5.1. Definisi Ekonomi

Ekonomi adalah sebuah bidang kajian tentang pengurusan sumber daya


material individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia. serta didalamnya terdapat aktivitas (transaksi) ekonomi yang
meliputi produksi, distribusi dan konsumsi oleh karena itu ekonomi dapat
dikatakan tentang gejala-gejala masyarakat yang timbul karena perbuatan manusia
dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai kemakmuran.
(Suherman Rosydi) Ekonomi juga merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang
dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi,
konsumsi dan atau distribusi.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi ekonomi menurut beberapa ahli:
 Ekonomi merupakan cara-cara yang dilakukan oleh manusia dan
kelompoknya untuk memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk
memperoleh berbagai komoditi dan mendistribusikannya untuk
dikonsumsi oleh masyarakat (Paul. A. Samuelson)
 Ekonomi adalah salah satu bidang pengkajian yang mencoba
menyelesaikan masalah keperluan asas kehidupan manusia melalui
penggemblengan segala sumber ekonomi yang ada dengan berasaskan
prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem ekonomi yang dianggap
efektif dan efisien. (Abraham Maslow)
Keberadaan kota sebagai sebuah wilayah dengan dinamika yang ada di
dalamnya, perlu untuk ditinjau dari aspek ekonomi, karena kota merupakan
pemusatan kegiatan atau konsentrasi ekonomi, disamping kegiatan sosial, hukum,
budaya dan aktifitas manusia lainnya. Walaupun dalam implementasi penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan kota, harus tetap memperhatikan aspek lain seperti
ekologi dan sosial. Sehingga kota memiliki daya dukung ekonomi, ekologi dan
sosial terhadap aktivitas manusia didalamnya. Pengaruh kegiatan ekonomi kota

89
secara umum dapat dilihat dari dua orientasi kegiatan yaitu agraris dan non
agraris. Keberadaan kota telah ada sejak peradaban ada. fungsi ruang dari kota,
menghasilkan sebuah kerjasama (relationships) di dalam dan antar kota yang ada.
Keberadaan sebuah kota memunculkan faktor–faktor dominan yaitu
pengelolaan tanah, kesempatan kerja, pendapatan, pasaran rumah-
permukiman, latar belakang golongan, transportasi dan lalulintas kota, perpajakan
dan keuangan, dan dampak terhadap lingkungan
2.5.2. Karakteristik Ekonomi

2.5.2.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Laju Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan


kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan
pendapatan nasional. Perekonomian terhadap penggunaan faktor-faktor produksi
pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi
harus mengarah kepada standar hidup yang lebih tinggi nyata dan kerja
meningkat. Laju pertumbuhan ekonomi ini disebut juga indeks berantai, baik
harga berlaku maupun harga konstan.
Pada umumnya yang sering digunakan adalah LPE harga konstan karena
menggambarkan pertumbuhan produksi rill dari masing masing sector. Data LPE
sangat banyak digunakan dalam evaluasi dan untuk menyusun strategi
pembangunan terutama di daerah- daerah. Laju pertumnuhan ekonomi diperoleh
dengan cara membagi nilai sector atau subsektor PDRB tahun berjalan dengan
tahun sebelumnya dikurangi satu, dikalikan 100%.
(Sumber : BPS. Buku-buku Suatu Wilayah dan Kabupaten Dalam Angka)

2.5.2.2.Pendapatan Perkapita

Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu


negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan
nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per
kapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan per kapita sering
digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah
negara semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut

90
Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata suatu suatu kota yang berasal
dari PDRB suatu kota dibagi jumlah penduduk.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah


bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha tertentu, atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilakan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas
dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga
konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan
harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya.
(Sumber : BPS. Buku-buku Suatu Wilayah dan Kabupaten Dalam Angka)

2.5.3. Struktur Perekonomian

Suatu kota terlihat berkembang selain dilihat dari pendapatan perkapita,


tetapi juga dilihat dari kemampuan struktur perekonomian yang mampu
memberikan kontribusi terhadap sektor-sektor lain juga memberikan kontribusi
yang besar terhadap total PDRB suatu kota, sehingga saling berkaitan antara
pendapatan perkapita dengan struktur perekonomian. Sektor ekonomi yang
memberikan kontribusi yang besar maka akan mempengaruhi terhadap basarnya
PDRB dan pendapatan perkapita juga akan meningkat, juga sebaliknya. Struktur
perekonomian kota akan berkembang apabila terjadi :
a. Peningkatan kontribusi
b. Penurunan kontribusi
c. Kontribusi tetap
Struktur peronomian yang ada di suatu kota yaitu biasanya :
 Pertambangan dan galian
 Industri
 Listrik, gas, air minum
 Bangunan dan kontruksi
 Perdagangan
 Angkutan dan komunikasi
 Lembaga keuangan dan persewaan

91
 Jasa-jasa
2.5.4. Pola Aliran Barang

Pola aliran barang merupakan suatu sistem distribusi barang yang dihasilkan
dari sektor basisnya maupun non basisnya, dimana barang yang diproduksi dapat
merata dan optimal dalam penyalurannya sehingga dapat memenuhi keseluruh
pusat pelayanan.
Salah satu perwujudan antar daerah ialah adanya pertukaran antar daerah
yang dapat berwujud barang, uang, maupun jasa. Maka, analisis aliran barang
dapat digunakan sebagai salah satu ukuran intensitas hubungan suatu daerah
dengan daerah lain. Lebih dari itu dapat pula diketahui tingkat ketergantungan
daerah yang diselidiki pada daerah lain, atau peranan daerah yang diselidiki atas
daerah lain yang lebih luas.Analisis aliran barang juga beguna untuk
mengidentifikasi perkembangan potensi (sumber daya) dan industri.
(Warpani, Suwardjoko. 1980. Analisis Suatu wilayah dan Daerah. ITB, hal 71)

2.5.5. Analisis Perekonomian

Analisis adalah uraian atau usaha mengetahui arti suatu keadaan. Data atau
bahan keterangan mengenai suatu keadaan diselidiki dan diuraikan hubungannya
satu sama lain. Dengan analisis, dapat pula diketahui dan dinilai potensi dan
masalah yang dihadapi, sehingga dengan demikian dapat dipilih serangkaian
alternatif tindakan guna memecahkan masalah yang dihadapi tersebut. Model-
model yang digunakan untuk menganalisis yang berkaitan dengan kajian aspek
ekonomi yaitu model sebagai berikut:

2.5.5.1. Teori LQ (Location Quotient)

Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan subsekor


unggulan atau ekonomi basis suatu perekonomian wilayah. Subsektor unggulan
yang berkembang dengan baik tentunya mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
pendapatan darah secara optimal (Kuncoro M,2004).
Location quotient (kuosien lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu
perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap

92
besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Ada banyak variabel yang bisa
diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai tambah (tingkat pendapatan) dan
jumlah lapangan kerja. Berikut ini yang digunakan adalah nilai tambah (tingkat
pendapatan). Rumusnya adalah sebagai berikut (Tarigan R,2005), (Bendavid-Val
dalam Kuncoro M, 2004)
Istilah wilayah nasional dapat diartikan untuk wilayah induk/wilayah
atasan. Misalnya apabila diperbandingkan antara wilayah kabupaten dengan
provinsi, maka provinsi memegang peran sebagai wilayah nasional dan
seterusnya. Kriteria pengukuran dari nilai LQ yang dihasilkan mengacu kepada
kriteria yang dikemukakan Bendavid-Val dalam Kuncoro M, 2004 sebagai
berikut :
1.LQ > 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada tingkat daerah lebih
besar dari sektor yang sama pada tingkat provinsi.
2.LQ < 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada tingkat daerah lebih kecil
dari sektor yang sama pada tingkat provinsi.
3.LQ = 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada tingkat daerah sama
dengan sektor yang sama pada tingkat provinsi.
Analisis LQ bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time
series/trend, artinya dianalisis untuk beberapa kurun waktu tertentu. Dalam hal ini
perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu sector tertentu pada kurun waktu yang
berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan. Hal ini bisa memancing analisis
lebih lanjut, misalnya apabila naik/turun dilihat faktor-faktor yang membuat
daerah tumbuh lebih cepat/tumbuh lebih lambat dari rata-rata nasional. Hal ini
bisa membantu melihat kekuatan/kelemahan wilayah kita dibandingkan secara
relatif dengan wilayah yang lebih luas. Potensi yang positif digunakan dalam
strategi pengembangan wilayah.
2.5.5.2. Teori Multiplier Effect

Model analisis Multiplier Effect digunakan untuk melihat pengaruh sektor


basis terhadap sektor non basis. Oleh karena itu, agar menjadi suatu pusat
pertumbuhan, daerah harus memiliki ciri-ciri, antara lain mempunyai hubungan
intern anatar berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai keonomi, adanya

93
multiplier effect (unsur pengganda) antar sektor yang saling terkait, adanya
konsentrasi geografis dan bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya
(Tarigan 2005:162).
2.6. Aspek Sarana Prasarana

2.6.1. Pengertian Sarana dan Prasarana

Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan


suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila
kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat
mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. ( Moenir : 2002)

Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarana (perkotaan)
adalah bangunan atau fasilitas-fasilitas dasar, peralatan-peralatan, dan instalasi-
instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu
system tatanan kehidupan sosial – ekonomi masyarakat. Sarana dan Prasarana
merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga mampu memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat. Sebagai suatu system, komponen sarana dan
prasarana pada dasarnya sangat luas dan banyak, namun secara umum terdiri dari
beberapa komponen sesuai dengan sifat dan karakternya, yaitu :

1. Sistem air bersih, termasuk bendungan, waduk, transmisi, instalasi


pengolah air dan fasilitas distribusinya
2. Sistem manajemen air limbah termasuk pengumpulan, pengolah,
pembuang, dan sistem pakai ulang
3. Fasilitas manajemen limbah padat atau persampahan
4. Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusinya
5. Fasilitas gas alam
6. Fasilitas drainase/pengendalian banjir
7. Bangunan umum, seperti pasar, sekolahan, rumah sakit, kantor, polisi, dan
fasilitas pemadam kebakaran
8. Fasilitas telekomunikasi.
Dalam suatu proses perencanaan kota diperlukan adanya sarana serta
prasarana demi tercapainya suatu tujuan perencanaan. Paling tidak dapat

94
menunjang peningkatan kualitas individu dalam beraktifitas. Untuk itu beberapa
hal yang diperhatikan ialah melengkapi sarana dan prasarana dan infrastruktur
yang ada.

Keragaman aspek dan bidang yang termasuk dalam sarana dan prasarana
juga tercermin dalam pembagian instansi pengelolanya. Misalnya saja
Departemen Pekerjaan Umum sebagai pengelola dan penyedia Jalan Raya,
sumber air (sungai). Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai
pengelola listrik baik yang berasal dari tenaga uap (batu bara), tenaga air (sungai
yang dibendung), tenaga gas dan panas bumi maupun tenaga nuklir.

Ketersediaan infrastruktur kota, mendukung peran kota sebagai pusat


pelayanan jasa distribusi, sebagai penggerak kegiatan ekonomi, dan sebagai
sumber kehidupan berbagai kelompok masyarakat.

Tinjauan terhadap ketersedian jumlah sarana dan prasarana yang ada di


Kawasan Perkotaan Jalancagak, dimaksudkan untuk mengetahui permasalahan
sarana dan prasarana dari segi kuantitas (memadai atau tidak memadai). Pada
hakekatnya pengertian sarana dan prasarana ditekankan kepada ketersediaan
pelayanan mengenai sarana dalam hal memadai atau tidak memadai.

2.6.2. Kriteria Pengelompokan Sarana dan Prasarana

2.6.2.1. Kriteria Pengelompokan Sarana

A. Sarana Pendidikan

Adapun kriteria pengelompokan fasilitas pendidikan ini, adalah:

1. Taman Kanak-Kanak (TK)


- Diperuntukan bagi anak-anak usia 5 – 6 tahun;
- Penduduk pendukung minimum 1.000 jiwa;
- Lokasi berada didalam lingkungan permukiman/perumahan dalam
unit RT/RW;
- Radius pencapaian dari area yang dilayani maksimum 500 m2 ;
- Luas tanah minimal 1.200 m2 dengan luas lantai 252 m2 (15 m2
/murid);

95
2. Sekolah Dasar (SD)
- Diperuntukan bagi anak-anak usia 6 – 12 tahun;
- Penduduk pendukung minimum 1.600 jiwa;
- Lokasi tidak menyebrang jalan lingkungan dan masih didalam
lingkungan permukiman/perumahan;
- Radius pencapaian dari area yang dilayani maksimum 1.000 m2 ;
- Luas tanah minimal 3.600 m2 dengan luas lantai 400 - 600 m2 (15 m2
/murid).
3. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
- Minimal 3 SD dilayani oleh 1 SMP;
- Penduduk pendukung minimum 4.800 jiwa;
- Lokasi tidak harus didalam lingkungan permukiman/perumahan;
- Luas tanah minimal SMP umum 2.700 m2 dengan luas lantai 1.514
m2 (15 m2 /murid);
- Luas tanah minimal SMP khusus 5.000 m2 dengan luas lantai 2.551
m2 (15 m2 /murid);
4. Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
- Minimal 1 SMP dilayani oleh 1 SMA/SMK;
- Penduduk pendukung minimum 4.800 jiwa;
- Lokasi tidak harus didalam lingkungan permukiman/perumahan;
- Luas tanah minimal SMA/SMK umum 2.700 m2 dengan luas lantai
1.514 m2 (15 m2 /murid);
- Luas tanah minimal SMA/SMK khusus 5.000 m2 dengan luas lantai
2.551 m2 (15 m2 /murid);
5. D3 dan Perguruan Tinggi, mengacu pada standar yang ditetapkan Dirjen
Pendidikan Menengah Tinggi (Dikti).
A. Sarana Kesehatan

Adapun kriteria pengelompokan fasilitas kesehatan ini, adalah:

96
1. Balai Pengobatan (BP)
- Memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang kesehatan
yang sifatnya penyembuhan tanpa perawatan (kuratif dan preventif);
- Lokasi berada dilingkungan permukiman/perumahan dengan radius
pencapaian tidak boleh lebih dari 1.000 m2 dan tidak menyebrang
jalan;
- Penduduk pendukung minimum 1.000 - 3000 jiwa; - Luas tanah
2. Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) + Rumah Bersalin
- Memberikan pelayanan kepada ibu-ibu sebelum, pada waktu, dan
sesudah melahirkan serta melayani anak-anak usia sampai 6 tahun;
- Lokasi berada dilingkungan permukiman/perumahan dengan radius
pencapaian maksimum 2000 m2 dan tidak menyebrang jalan;
- Penduduk pendukung minimum 10.000 jiwa;
- Luas tanah minimal 1.600 m2 (0,16 m2 /penduduk).
3. Puskesmas Lingkungan/Puskesmas/Puskesmas Pembantu
- Memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang kesehatan
yang sifatnya penyembuhan dengan tempat perawatan;
- Lokasi berada dilingkungan pusat-pusat kecamatan atau tempat-
tempat yang sudah ditetapkan;
- Penduduk pendukung minimum 120.000 jiwa;
- Luas tanah minimal 2.400 m2 (0,02 m2 /penduduk).
4. Rumah Sakit Wilayah
- Memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang kesehatan,
baik sebagai pasien luar maupun pasien menetap (kuratif, preventif
dan edukatif);
- Lokasi cukup tenang dan mempunyai radius yang merata dengan
daerah yang dilayani;
- Penduduk pendukung minimum 240.000 jiwa;
- Luas tanah minimal 8,64 Ha(0,45 m2 /penduduk).
5. Tempat Praktek Dokter

97
- Lokasi dapat bersatu dengan rumah tinggal;
- Penduduk pendukung minimum 5.000 jiwa;
- Radius pencapaian 1.500 m2.
6. Apotik
- Memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang obat-obatan.
- Lokasi tersebar di pusat-pusat RW atau pusat lingkungan;
- Penduduk pendukung minimum 10.000 jiwa;
- Luas tanah minimal 350 m2 (0,035 m2 /penduduk).
C. Sarana Perdagangan dan Jasa

Sarana perdagangan dan jasa merupakan salah satu sarana yang sangat
membantu dalam pengembangan potensi ekonomi kawasan.

Adapun kriteria pengelompokan fasilitas perdagangan dan jasa ini, adalah:

1. Warung/Kios
- Tempat menjual kebutuhan sehari-hari skala kecil;
- Lokasi terletak ditempat pusat lingkungan yang mudah dijangkau;
- Radius pencapaian maksimum 500 m2;
- Penduduk pendukung minimum 250 jiwa;
- Luas lantai yang dibutuhkan ± 50 m2 termasuk gudang kecil;
- Luas tanah bila terpisah dengan tempat tinggal minimal 100 m2 (0,4
m2/penduduk).
2. Mini Market
- Pelaku usaha yang kegiatan usahanya melalui satu kesatuan
manajemen dan sistem pendistribusian barang ke outlet yang
merupakan jaringannya;
- Menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan
dan produk rumah tangga lainnya;
- Luas lantai kurang dari 400 m2, termasuk gudang kecil;
- Luas tanah maksimal 1.000 m2;
- Penduduk pendukung minimum 1.000 jiwa;
- Memiliki areal parkir minimal untuk kendaraan roda dua;

98
- Lokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan
jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di
dalam kota/perkotaan.
3. Pertokoan
- Bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual
barang dan terdiri dari satu atau beberapa penjual;
- Lokasinya terletak dipusat lingkungan atau kegiatan;
- Minimum penduduk pendukung 6.000 jiwa;
- Memiliki tempat parkir baik kendaraan roda dua maupun roda empat;
- Luas tanah minimum 1.800 m2;
4. Pasar Tradisional
- Pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha
berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang
kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha
skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan
melalui tawar menawar;
- Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1
(satu) buah kendaraan roda empat untuk setiap 100 m2 luas lantai
penjualan Pasar Tradisional;
- Luas tanah minimal 15.000 m2;
- Penduduk pendukung minimal 30.000 jiwa;
- Menyediakan fasilitas yang menjamin Pasar Tradisional yang
bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman;
- Lokasi berada pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem
jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan
bagian kota/kabupaten atau lokal atau lingkungan (perumahan) di
dalam kota/kabupaten.
5. Pasar Modern/Pusat Perbelanjaan/Supermarket

99
- Suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang
didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau
disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk
melakukan kegiatan perdagangan barang;
- Luas lantai 400 m2 - 5.000 m2;
- Luas tanah minimal 4,5 Ha;
- Penduduk pendukung minimal 200.000 jiwa;
- Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan
Pasar Tradisional, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada di
wilayah yang bersangkutan;
- Memperhatikan jarak dengan Pasar Tradisional yang telah ada
sebelumnya;
- Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1
(satu)
- unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 luas lantai penjualan
Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern;
- Menyediakan fasilitas yang menjamin Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik
yang nyaman;
- Hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan
arteri atau kolektor;
- Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan
di dalam kota/perkotaan;
- Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan.
6. Supermall/Hypermarket
- Suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan
yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual
atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk
melakukan kegiatan perdagangan barang; - Luas lantai diatas 5.000
m2;
- Luas tanah minimal 12 Ha;

100
- Penduduk pendukung minimal 400.000 jiwa;
- Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan
Pasar Tradisional, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada di
wilayah yang bersangkutan;
- Memperhatikan jarak dengan Pasar Tradisional yang telah a da
sebelumnya;
- Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1
(satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 luas lantai
penjualan Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern;
- Menyediakan fasilitas yang menjamin Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik
yang nyaman;
- Hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan
arteri
- atau kolektor;
- Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan di
dalam kota/perkotaan;
- Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan.
D. Sarana Peribadatan

Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan


rohani yang perlu disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain
sesuai peraturan yang ditetapkan, juga sesuai dengan keputusan masyarakat yang
bersangkutan. Oleh karena berbagai macam agama dan kepercayaan yang dianut
oleh masyarakat penghuni yang bersangkutan, maka kepastian tentang jenis dan
jumlah fasilitas peribadatan yang akan dibangun baru dapat dipastikan setelah
lingkungan perumahan dihuni selama beberapa waktu. Pendekatan perencanaan
yang diatur adalah dengan memperkirakan populasi dan jenis agama serta
kepercayaan dan kemudian merencanakan alokasi tanah dan lokasi bangunan
peribadatan sesuai dengan tuntutan planologis dan religius.

101
Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Hal ini dapat terkait
dengan bentukan grup bangunan / blok yang nantinya lahir sesuai konteks
lingkungannya. Penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan
jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus
dipenuhi untuk melayani area tertentu.

Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan


memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut, dan tata cara atau
pola masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya.

Adapun jenis sarana ibadah untuk agama Islam, direncanakan sebagai berikut :

- kelompok penduduk 250 jiwa, diperlukan musholla/langgar;


- kelompok penduduk 2.500 jiwa, disediakan masjid;
- kelompok penduduk 30.000 jiwa, disediakan masjid kelurahan; dan
- kelompok penduduk 120.000 jiwa, disediakan masjid kecamatan.
Untuk sarana ibadah agama lain, direncanakan sebagai berikut :

- katolik mengikuti paroki;


- hindu mengikuti adat; dan
- budha dan kristen protestan mengikuti sistem kekerabatan atau hirarki
lembaga.
Untuk sarana ibadah agama Islam dan Kristen Protestan dan Katolik,
kebutuhan ruangdihitung dengan dasar perencanaan 1,2 m/jemaah, termasuk
ruang ibadah, ruang pelayanan dan sirkulasi pergerakan.

Untuk sarana ibadah agama Islam, luas lahan minimal direncanakan


sebagai berikut:

- Musholla/langgar dengan luas lahan minimal 45 m


- Masjid dengan luas lahan minimal 300 m
- Masjid kelurahan dengan luas lahan minimal 1.800 m
- Masjid kecamatan dengan luas lahan minimal 3.600 m

102
Untuk agama lain, kebutuhan ruang dan lahan disesuaikan dengan
kebiasaan penganut agama setempat dalam melakukan ibadah agamanya.

E. Sarana Olahraga dan Taman (Tuang Terbuka)

Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang


mempunyai arti nsebagai suatu lansekap, hardscape, taman atau ruang rekreasi
dalam lingkup urban. Peran dan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditetapkan
dalam Instruksi Mendagri no. 4 tahun1988, yang menyatakan "Ruang terbuka
hijau yang populasinya didominasi oleh penghijauan baik secara alamiah atau
budidaya tanaman, dalam pemanfataan dan fungsinya adalah sebagai areal
berlangsungnya fungsi ekologis dan penyangga kehidupan nwilayah perkotaan.

1. Jenis sarana
Penggolongan sarana ruang terbuka hijau di lingkungan perumahan
berdasarkan kapasitas pelayanannya terhadap sejumlah penduduk. Keseluruhan
jenis ruang terbuka hijau tersebut adalah :

o setiap unit RT kawasan berpenduduk 250 jiwa dibutuhkan minimal 1


untuk taman yang dapat memberikan kesegaran pada kota, baik udara
segar maupun cahaya matahari, sekaligus tempat bermain anak-anak;
o setiap unit RW kawasan berpenduduk 2.500 jiwa diperlukan
sekurang-kurangnya satu daerah terbuka berupa taman, di samping
daerah-daerah terbuka yang telah ada pada tiap kelompok 250
penduduk sebaiknya, yang berfungsi sebagai taman tempat main anak-
anak dan lapangan olah raga kegiatan olah raga;
o setiap unit Kelurahan ˜ kawasan berpenduduk 30.000 jiwa diperlukan
taman dan lapangan olahraga untuk melayani kebutuhan kegiatan
penduduk di area terbuka,seperti pertandingan olah raga, upacara serta
kegiatan lainnya;
o setiap unit Kecamatan ˜ kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus
memiliki sekurangkurangnya 1 (satu) lapangan hijau terbuka yang

103
berfungsi sebagai tempat pertandingan olah raga (tenis lapangan, bola
basket dan lain-lain), upacara serta kegiatan lainnya yang
membutuhkan tempat yang luas dan terbuka
o setiap unit Kecamatan ˜ kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus
memiliki sekurangkurangnya1 (satu) ruang terbuka yang berfungsi
sebagai kuburan/pemakaman umum
o selain taman dan lapangan olah raga terbuka, harus disediakan jalur -
jalur hijau
- sebagai cadangan/sumber-sumber alam, sekaligus berfungsi sebagai
filter dari polusi yang dihasilkan oleh industri, dengan lokasi
menyebar.
o diperlukan penyediaan jalur hijau sebagai jalur pengaman lintasan
kereta api, dan jalur pengaman bagi penempatan utilitas kota, dengan
lokasi menyebar;
o pada kasus tertentu, mengembangkan pemanfaatan bantaran sungai
sebagai ruang terbuka hijau atau ruang interaksi sosial (river walk)
dan olahraga.
2. Kebutuhan lahan
Kebutuhan luas lahan ruang terbuka hijau berdasarkan kapasitas pelayanan
sesuai jumlah penduduk, dengan standar 1 m2 /penduduk. Kebutuhan lahan
tersebut adalah:

o taman untuk unit RT ˜ 250 penduduk, sekurang-kurangnya diperlukan


250 m atau dengan standar 1 m2/penduduk.
o taman untuk unit RW ˜ 2.500 penduduk, dibutuhkan minimal 1.250 m
standar 0,5 m2/penduduk yang lokasinya dapat disatukan dengan
pusat kegiatan RW lainnya, seperti balai pertemuan, pos hansip dan
sebagainya.
o taman dan lapangan olah raga untuk unit Kelurahan ˜ 30.000
penduduk, diperlukan lahan seluas 9.000 m2 atau dengan standar 0,3
m2/penduduk.

104
o taman dan lapangan olah raga untuk unit Kecamatan ˜ 120.000
penduduk, diperlukan lahan seluas 24.000 m2 (2,4 hektar) atau dengan
standar 0,2 m/penduduk.
o dibutuhkan jalur hijau seluas 15m2 / penduduk yang lokasinya
menyebar; dan
o besarnya lahan kuburan/pemakaman umum tergantung dari sistem
penyempurnaan yang dianut sesuai agama dan kepercayaan masing-
masing.
Acuan perhitungan luasan berdasarkan angka kematian setempat dan/atau
sistem penyempurnaan.

2.6.2.2. Kriteria Pengelompokan Prasarana

A. Prasarana Listrik

Pengembangan jaringan listrik ditetapkan dengan kriteria untuk melayani:

1. Keterpaduan jaringan instalasi dan jaringan transmisi serta distribusi listrik


untuk meningkatkan pasokan listrik ke seluruh wilayah kecamatan/desa;
2. Daerah-daerah terpencil serta pengembangan energi alternatif dan
terbarukan;
3. Jaringan interkoneksi untuk pengembangan PKL, PPK/PKLp dan PPL
serta kawasan strategis;
4. Jaringan terisolasi, yang tersebar dan terpisah-pisah atau sulit dijangkau
serta kawasan yang jauh dari pusat pelayanan;
5. Jaringan terestrial untuk menghubungkan pusat permukiman;
6. Prasarana energi dapat dibangun bersamaan dengan dan atau
memanfaatkan jaringan jalan guna memudahkan ditribusi pada wilayah-
wilayah pelayanan.
B. Prasarana Telekomunikasi

Pengembangan sistem jaringa n telekomunikasi di Kabupaten Purwakarta,


sesuai dengan tingkat pelayanannya, maka untuk kriterianya adalah sebagai
berikut:

105
1. Pengembangan telekomunikasi di desa-desa yang belum terjangkau sinyal
telepon;
2. Pengembangan telekomunikasi di desa-desa yang belum dilalui jaringan
terestrial telekomunikasi;
3. Pengembangan sistem pelayanan telekomunikasi melalui peningkatan
kualitas dan jangkauan pelayanan.
C. Prasarana Persampahan

Lingkungan perumahan harus dilayani sistem persampahan yang mengacu pada:

- SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara teknik operasional pengolahan


sampah perkotaan;
- SNI 03-3242-1994 tentang Tata cara pengelolaan sampah di
permukiman; dan
- SNI 03-3241-1994 tentang Tata cara pemilihan lokasi tempat
pembuangan akhir sampah.
1. Jenis elemen perencanaan
Jenis-jenis elemen perencanaan yang harus disediakan adalah

- gerobak sampah
- baksampah
- tempat pembuangan sementara (TPS)
- tempat pembuangan akhir (TPA).
2. Persyaratan, kriteria dan kebutuhan
Distribusi dimulai pada lingkup terkecil RW, Kelurahan, Kecamatan
hingga lingkup Kota.

D. Prasarana Air Limbah

Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan air limbah sesuai


ketentuan dan persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan / perundangan yang
telah berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan air limbah
lingkungan perumahan di perkotaan. Salah satunya adalah SNI-03-2398-2002

106
tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem Resapan, serta
pedoman tentang pengelolaan air limbah secara komunal pada lingkungan
perumahan yang berlaku.

1. Jenis Elemen Perencanaan


Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air limbah yang harus
disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah:

- septik tank;
- bidang resapan; dan
- jaringan pemipaan air limbah.
2. Persyaratan, Kriteria dan Kebutuhan
Lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air
limbah yang memenuhi ketentuan perencanaan plambing yang berlaku.

Apabila kemungkinan membuat tangki septik tidak ada, maka lingkungan


perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah lingkungan
atau harus dapat disambung pada sistem pembuangan air limbah kota atau dengan
cara pengolahan lain. Apabila tidak memungkinkan untuk membuat bidang
resapan pada setiap rumah, maka harus dibuat bidang resapan bersama yang dapat
melayani beberapa rumah.

E. Prasarana Air Bersih

Secara umum, setiap rumah harus dapat dilayani air bersih yang memenuhi
persyaratan untuk keperluan rumah tangga. Untuk itu, lingkungan perumahan
harus dilengkapi jaringan air limbah sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang
diatur dalam peraturan/perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai tata
cara perencanaan umum jaringan air bersih lingkungan perumahan di perkotaan.
Beberapa ketentuan yang terkait adalah:

- SNI 03-2399-1991 tentang Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK


Umum.

107
- SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran
Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan
Gedung.
1. Jenis Elemen Perencanaan
Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air bersih yang harus
disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah:

- kebutuhan air bersih;


- jaringan air bersih;
- kran umum; dan
- hidran kebakaran
2. Persyaratan, Kriteria dan Kebutuhan
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:

a) Penyediaan kebutuhan air bersih


- lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari
perusahaan air minum atau sumber lain sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
- apabila telah tersedia sistem penyediaan air bersih kota atau sistem
penyediaan air bersih lingkungan, maka tiap rumah berhak mendapat
sambungan rumah atau sambungan halaman.
b) Penyediaan jaringan air bersih
- harus tersedia jaringan kota atau lingkungan sampai dengan
sambungan rumah;
- pipa yang ditanam dalam tanah menggunakan pipa PVC, GIP atau
fiber glass
- pipa yang dipasang di atas tanah tanpa perlindungan menggunakan
GIP.
c) Penyediaan kran umum
- satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa;
- radius pelayanan maksimum 100 meter;
- kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari; dan

108
- ukuran dan konstruksi kran umum sesuai dengan SNI 03-2399-1991
tentang Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum.
d) Penyediaan hidran kebakaran
- untuk daerah komersial jarak antara kran kebakaran 100 meter;
- untuk daerah perumahan jarak antara kran maksimum 200 meter;
- jarak dengan tepi jalan minimum 3.00 meter;
- apabila tidak dimungkinkan membuat kran diharuskan membuat
sumur-sumur kebakaran; dan
- perencanaan hidran kebakaran mengacu pada SNI 03-1745-1989
tentang Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran Untuk Pencegahan
Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung.
F. Prasarana Drainase

Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan drainase sesuai


ketentuan dan persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang
telah berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan drainase
lingkungan perumahan di perkotaan. Salah satu ketentuan yang berlaku adalah
SNI 02-2406-1991 tentang Tata cara perencanaan umum drainase perkotaan.

Drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan
masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman,
bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air
permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan
atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air
permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan
banjir. Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain :

1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada


akumulasi air tanah
2. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal
3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada
4. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir

109
5. Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem
drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan.
2.7. Aspek Transport

2.7.1. Pengertian Transportasi

Transportasi menurut Morlok (1978) adalah kegiatan memindahkan atau


mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat lain. Menurut Bowersox (1981),
transportasi adalah perpindahan barang atau penumpang dari suatu tempat ke
tempat lain dimana produk dipindahkan ke tempat tujuan dibutuhkan. Menurut
Steenbrink (1974), transportasi didefinisikan sebagai perpindahan orang dan atau
barang dengan menggunakan kendaraan atau alat lain dari/ke tempat-tempat yang
terpisah secara geografis. Transportasi merupakan aktivitas pemindahan maupun
penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya (Salim, 2004). Transportasi
merupakan kebutuhan turunan (derived demand), bukan sebagai tujuan akhir.
Pergerakan timbul karena adanya kebutuhan akan barang dan jasa yang tidak bias
dipenuhi di tempat kita berada. Secara umum dapat diambil kesimpulan
transportasi adalah suatu kegiatan memindahkan sesuatu (orang dan/atau barang
dari suatu tempat ke tempat lain, baik dengan atau tanpa sarana).
Selain itu, Tamin (1997:5) mengungkapkan bahwa prasarana transportasi
mempunyai dua peran utama, yaitu sebagai alat bantu untuk mengarahkan
pembangunan di daerah perkotaan, dan sebagai prasarana bagi pergerakan
masnusia dan/atau barang yang timbul akibat kegiatan di daerah perkotaan
tersebut. Dengan melihat dua peran yang disampaikan di atas, peran pertama
sering digunakan oleh perencana pengembang wilayah untuk dapat
mengembangkan wilayahnya sesuai dengan rencana. Misalnya saja akan
dikembangkan suatu wilayah baru dimana pada wilayah tersebut tidak akan
pernah ada peminatnya bila wilayah tersebut tidak disediakan sistem prasaranaa
transportasi. Sehingga pada kondisi tersebut, prasarana transportasi akan menjadi
penting untuk aksesibilitas minat masyarakat untuk menjalankan kegiatan
ekonomi. Hal ini merupakan penjelasan peran prasarana transportasi yang kedua,
yaitu untuk mendukung pergerakan manusia dan barang.

110
Perencanaan transportasi adalah salah satu usaha pada sistem transportasi
agar prasarana transportasi yang ada dapat digunakan secara optimal. Prasarana
transportasi dapat berupa pelabuhan laut, pelabuhan udara, terminal, stasiun, jalan
dan lain sebagainya.
Kegiatan transportasi bukan merupakan suatu tujuan melainkan mekanisme
untuk mencapai tujuan. Menurut Setijowarno dan Frazila (2001), pergerakan
orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya mengikuti 3 (tiga) kondisi
yaitu :
a. Pelengkap, relatif menarik antara dua atau lebih tujuan.
b. Keinginan untuk mengatasi jarak, dimana sebagai perpindahan yang diukur
dalam kerangka waktu dan uang yang dibutuhkan untuk mengatasi jarak dan
teknologi terbaik untuk mencapainya.
c. Kesempatan intervensi berkompetisi diantara beberapa lokasi untuk
memenuhi kebutuhan dan penyediaan.
Di dalam perencanaan transportasi dikenal 3 tingkatan perencanaan
transportasi, yaitu :
1. Perencanaan Operasional. Pada tahap ini pekerjaan yang dilakukan adalah
membuat denah untuk persimpangan, penyeberangan untuk pejalan kaki,
daerah parker, penempatan bagi pemberhentian bus, membuat metoda
pembelian karcis, langkah-langkah keselamatan dan lain-lain.
2. Perencanaan Teknis. Pekerjaan yang berhubungan dengan tingkat ini
adalah pola-pola manajemen lalu-lintas, pembangunan jalan-jalan lokal,
pengendalian parkir, pengorganisasian transportasi umum, koordinasi dalam
memberlakukan tarif dan lain sebagainya.
3. Perencanaan Strategis. Tingkat ini berkaitan erat dengan struktur dan
kapasitas jalan utama dan sistem transportasi umum, keterkaitan transportasi
dengan tata guna tanah, keseimbangan antara permintaan dan penawaran,
keterkaitan antara tujuan-tujuan transportasi dengan ekonomi, tujuan-tujuan
lingkungan dan sosial untuk suatu kota. Semuanya ini merupakan masalah
yang sukar dan tidak mudah untuk dimengerti.

111
2.7.2. Fungsi Transportasi

Transportasi diperlukan untuk mengatasi kesenjangan jarak dan komunikasi


antara tempat asal dan tempat tujuan. Pengembangan sistem transportasi dan
komunikasi dalam bentuk sarana (angkutan) dan prasarana (jalan), menimbulkan
jasa angkutan untuk memenuhi kebutuhan perangkutan dari satu tempat ke tempat
lain. Hal ini menunjukkan bahwa transportasi tak dapat dipisahkan dengan tata
guna lahan. Perpindahan orang atau barang dari satu tata guna lahan ke tata guna
lahan yang lain, berarti akan mengubah nilai ekonomi orang atau barang tersebut.
Dengan demikian, transportasi merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang
bertujuan untuk menuju ke keseimbangan yang efisien antara potensi tata guna
lahan dengan kemampuan transportasi.

Menurut K. Morlok dalam bukunya Pengantar Teknik dan Perencanaan


Transportasi, menjelaskan bahwa dalam usahanya untuk dapat meningkatkan
kapasitas bergerak (baik untuk benda mati ataupun makhluk hidup) yang harus
diangkut secara cepat dan dalam jarak yang jauh pada masyarakat modern saat ini,
manusia telah mengembangkan dan menyempurnakan berbagai teknologi untuk
membantunya dalam bidang transport. Suatu teknologi transportasi harus dapat
melakukan hal-hal berikut:

 Membuat suatu obyek menjadi lebih mudah diangkut, dan dapat diangkut
tanpa menimbulkan kerusakan.
 Menyediakan kontrol dari gerakan yang terjadi, dengan pemakaian gaya
secukupnya untuk dapat mempercepat ataupun memperlambat obyek
tersebut, mengatasi hambatan-hambatan yang biasa terjadi dan
mengarahkan obyek tersebut tanpa kerusakan. Kontrol gerakan tadi disebut
lokomosi.
 Melindungi obyek dari kerusakan atau kehancuran yang dapat terjadi
sebagai akibat samping dari pergerakan tadi. Pemeliharaan berupa
temperature lingkungan yang tepat, tekanan, kelembapan dan sebagainya
memegang peranan penting dalam mempertahankan nilai benda tersebut.

112
Suatu kota yang baik dapat ditandai dengan kondisi transportasinya.
Transportasi yang baik dapat berupa kualitas sarana angkutan dan sistem jaringan
jalan dengan segala kelengkapannya. Perkembangan teknologi di bidang
transportasi menuntut adanya perkembangan teknologi sarana dan prasarana
transportasi dalam segala bidang. Sistem transportasi yang berkembang semakin
cepat menuntut perubahan kualitas sarana angkutan dan tata jaringan jalan yang
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi.
2.7.3. Sistem Transportasi

Sistem transportasi meliputi beberapa sistem yang saling berkaitan dan


saling mempengaruhi. Sistem-sistem yang membentuk sistem trasnportasi antara
lain sistem pergerakan, sistem jaringan dan sistem aktivitas. Selain itu terdapat
pula sistem kelembagaan yang berfungsi sebagai penunjang dan yang
mempengaruhi hubungan berbagai sistem tersebut. System kelembagaan ini
dituangkan dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan (Fadiah, 2003).
Keseluruhan komponen tersebut juga dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan
yang meliputi aspek fisik, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi dimana system
transportasi tersebut berada. Lingkup perwilayahan yang meliputi wilayah kota,
regional, nasional dan internasional juga berpengaruh terhadap sistem transportasi
(Kusbiantoro, 1996 dalam Fadiah, 2003).
Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna
mendapatkan alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik,
maka sistem transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi
yang lebih kecil (mikro), dimana masing-masing sistem mikro tersebut akan
saling terkait dan saling mempengaruhi. Sistem transportasi mikro (Direktorat
Jendral Perhubungan Darat, 2008) tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sistem Aktivitas (Kegiatan): Sistem kegiatan atau tata guna lahan
mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan
dan akan menarik pergerakan dalam proses pemenuhan kebutuhan. Sistem
ini merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem
pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain. Besarnya

113
pergerakan sangat berkaitan dengan jenis intensitas kegiatan yang
dilakukan;
2. Sistem Jaringan: Pergerakan yang berupa pergerakan manusia dan atau
barang tersebut membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media
(prasarana) tempat moda tersebut bergerak. Prasarana transportasi ini
dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi jaringan jalan raya, kereta api,
terminal, bus, bandara dan pelabuhan laut;
3. Sistem Pergerakan: Sistem pergerakan ditimbulkan karena interaksi sistem
kegiatan dan sistem jaringan. Sistem pergerakan yang ada merupakan sistem
pergerakan orang.
4. Sistem Kelembagaan: sistem yang mengatur tiga sistem diatas; dan
merupakan instansi yang mengatur sistem transportasi beserta kebijakan-
kebijakan yang mengaturnya.
5. Sistem Lingkungan. Setiap penggunaan tanah atau Sistem Kegiatan akan
mempunyai suatu tipe kegiatan tertentu yang dapat “memproduksi”
pergerakan (trip production) dan dapat “menarik” pergerakan (trip
attraction). Sistem tersebut dapat merupakan suatu gabungan dari berbagai
sistem pola kegiatan tata guna tanah (land use) seperti sistem pola kegiatan
sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Kegiatan yang timbul dalam
sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan
yang perlu dilakukan setiap hari, yang tidak dapat dipenuhi oleh
penggunaan tanah bersangkutan.Besarnya pergerakan yang ditimbulkan
tersebut sangat berkaitan erat dengan jenis/tipe dan intensitas kegiatan yang
dilakukan. Pergerakan tersebut, baik berupa pergerakan manusia atau
barang,jelas membutuhkan suatu moda transportasi (sarana) dan media
(prasarana) tempat moda transportasi tersebut dapat bergerak.
Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan sistem mikro kedua yang
biasa dikenal sebagai Sistem Jaringan, meliputi jaringan jalan raya, kereta api,
terminal bus, stasiun kereta api, bandara dan pelabuhan laut. Penyediaan prasarana
transportasi sangat tergantung pada dua faktor (Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat,2008):

114
 Pertumbuhan ekonomi – menjadikan dana umum untuk membangun jalan-
jalan, angkutan simpangan dan menyediakan kendaraan umum.
 Dana pribadi menyediakan kendaraan-kendaraan pribadi (mobil, motor) dan
dana perusahaan pribadi menyediakan bus, angkot, truk.
 Dana umum – tergantung pada pertumbuhan ekonomi dan kebijaksanaan
pemerintah mengenai jalanan dan kendaraan umum.
Interaksi antara Sistem Kegiatan dan Sistem Jaringan akan menghasilkan
suatupergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan
dan/atau orang (pejalan kaki). Suatu sistem pergerakan yang aman, cepat,
nyaman, murah dan sesuai dengan lingkungannya, akan dapat tercipta jika
pergerakan tersebut diatur oleh suatu sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas
yang baik. Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di kota-kota besar/sedang
di Indonesia biasanya timbul karena kebutuhan transportasi lebih besar dibanding
prasarana transportasi yang tersedia, atau prasarana transportasi tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan
mempengaruhi sistem jaringan melalui suatu perubahan tingkat pelayanan pada
sistem pergerakan. Begitu juga perubahan pada sistem jaringan dapat
mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas
dari sistem pergerakan tersebut. Selain itu, sistem pergerakan berperanan penting
dalam mengakomodir suatu sistem pergerakan agar tercipta suatu sistem
pergerakan yang lancar, aman, cepat, nyaman, murah dan sesuai dengan
lingkungannya. Pada akhirnya juga pasti akan mempengaruhi kembali sistem
kegiatan dan sistem jaringan yang ada. Ketiga mikro ini saling berinteraksi satu
sama lain yang terkait dalam suatu sistem transportasi makro.
Dalam upaya untuk menjamin terwujudnya suatu sistem pergerakan yang
aman, nyaman, lancar, murah dan sesuai dengan lingkungannya, maka dalam
sistem transportasi makro terdapat suatu sistem mikro lainnya yang disebut Sistem
Kelembagaan. Sistem ini terdiri atas individu, kelompok, lembaga, instansi
pemerintah serta swasta yang terlibat dalam masing-masing sistem mikro. Sistem
kelembagaan (instansi) yang berkaitan dengan masalah transportasi adalah
sebagai berikut :

115
 Sistem Kegiatan : Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(Bappenas), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Provinsi, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah(Bappeda) Kota
 Sistem Jaringan : Departemen Perhubungan dan Departemen Pekerjaan
Umum
 Sistem Pergerakan :Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR),
Polisi Lalu Lintas (Polantas)

Gambar 2. 2
Diagram Sistem Transportasi Makro & Mikro

Sistem Transportasi Makro

Transportasi Mikro

Sistem Kegiatan Sistem Jaringan

Sistem Pergerakan

Sistem Kelembagaan

Sumber:Tamin, 1997

116
2.7.4. Konsep Perencanaan Transportasi

Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang


sampai saat ini – yang paling popular adalah “Model Perencanaan Transportasi
Empat Tahap”. Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri
sub model yang masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan.
Sub model tersebut adalah :
 Aksesibilitas : Merupakan konsep yang menggabungkan sistem
pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan yang
menghubungkannya.
 Bangkitan dan tarikan pergerakan : Bangkitan pergerakan adalah tahapan
pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari
suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke
suatu tata guna lahan atau zona.
 Sebaran pergerakan
 Pemilihan moda
 Pemilihan rute
 Arus lalu-lintas dinamis

1. Bangkitan dan tarikan pergerakan


Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan
jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah
pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalu-lintas
merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu-lintas.
Bangkitan lalu-lintas ini mencakup :
 Lalu-lintas yang meninggalkan suatu lokasi
 Lalu-lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi
Bangkitan dan tarikan lalu-lintas tersebut tergantung pada dua aspek tata guna
lahan:
 Jenis tata guna lahan
 Jumlah aktivitas dan intensitas pada tata guna lahan tersebut

117
Bangkitan pergerakan,asumsikan bahwa bangkitan pergerakan dan tarikan
pergerakan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari beberapa atribut sosial ekonomi
yang berbasis zona (X1, X2,…Xn) :
P = f (X1, X2,…Xn)
Analisis Regresi Linier (uji statistik) yang menggunakan rumus :
Y = a + b1X1 + b2X2 + … bnXn

Gambar 2. 3
Bangkitan Pergerakan

i j

Arus meninggalkan Arus memasuki

zona i
Sumber:Tamin, 1997
zona j

Tabel 2. 9
Informasi Model Bangkitan Pergerakan Berdasarkan Zona

Data Data Data


Nomor
Tata Guna Lahan Hasil Survey Hasil Pemodelan
Zona
X1 X2 X3 … XM P A P A
1
2
3
.
.
N
Sumber : Tamin, 1998
Ket: P = TRIP PRODUCTION ; A = TRIP ATRACTTION

2. Sebaran Pergerakan
Pola sebaran arus lalu lintas antara zona asal I kezona tujuan adalah hasil
dari dua hal yang terjadi bersamaan yaitu lokasi dan identitas tata guna lahan yang

118
akan menghasilkan arus lalu lintas dan pemisahan ruang. Interaksi antara dua tata
guna lahan akan menghasilkan pergerakan manusia dan barang.
3. Pemilihan Moda
Jika terjadi interaksi antara dua tata guna lahan maka akan terjadi
pergerakan lalu lintas antara kedua tata guna lahan tersebut. Salah satu hal yang
berpengaruh adalah pemilihan alat angkut (moda).
4. Pemilihan Rute
Pemilihan rute juga tergantung pada moda transportasi. Pemilihan moda dan
pemilihan rute dilakukan bersama dan tergantung alternatif pendek, tercepat dan
termurah.

Empat langkah berurutan dalam model perencanaan yaitu bangkitan


perjalanan, pemilihan moda, dan pemilihan rute, sering disebut sebagai model
agregat karena menerangkan perjalanan dari kelompok orang atau barang.

2.7.5. Satuan Mobil Penumpang (SMP)

Dalam standar perencanaan geometrik, nilai perbandingan untuk berbagai


jenis kendaraan pada kondisi jalan datar, bukit dan gunung adalah sebagai berikut.
Tabel 2. 10
Ekivalen Pengelompokkan Kendaraan Kedalam (SMP)

Klasifikasi Untuk Medan


No Jenis Kendaraan Keterangan
Datar Bukit Gunung
1 Sepeda 0.5 - -
2 Mobil Penumpang 1.0 1.0 1.0
3 Truk&Bis < 5 t 2.0 2.0 2.5
4 5 t < T & B < 10 t 3.0 3.0 4.0
5 Truk Berat > 10 t 5.0 5.0 6.0
Sumber : Tamin, 1998

Tabel 2. 11
Besar Nilai SMP Berdasarkan Karakteristik Kendaraan

No Karakteristik Kendaraan Nilai SMP


1 Kendaraan Ringan (sedan, jeep, combi, Pick Up, dsb) 1
2 Kendaraan Sedang (Sedan, Jeep, Combi, Minibus, Pick Up) dan 1,25

119
Kendaraan Berat (Bus Besar, Truk 3 As, dsb)
3 Sepeda Motor, sepeda, becak, geobak, dsb 0,25
Sumber : Tamin, 1998

2.7.6. Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan menurut MKJI 1997 adalah jumlah maksimum kendaraan


atau orang yang dapat melintasi suatu titik pada lajur jalan pada periode waktu
tertentu dalam kondisi jalan tertentu, atau merupakan arus maksimum yang bisa
dilewatkan pada suatu ruas jalan. Dinyatakan dalam kend/jam atau smp/jam.
Hal ini berguna sebagai tolak ukur dalam penetapan keadaan lalu lintas
sekarang atau pengaruh dari usulan pengembangan lahan. Kapasitas jalan di
perkotaan biasanya ditentukan oleh kemampuan keadaan yang
dilewatkan/dilepaskan oleh persimpangan. Nilai kapasitas jalan yang digunakan
untuk keperluan kondisi yang diperlukan untuk jalan yang ditinjau.

Kapasitas jalan : C = Co x FCw x FCsp x FCsf x


FCcs
Sumber : Tamin, 1998

Keterangan :
C : Kapasitas
Co : Kapasitas dasar
FCw : Faktor koreksi untuk lebar jalan
FCsp : Faktor koerksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku
untuk satu arah)
FCsf : Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping
FCcs : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)

Menurut peraturan pemerintah (PP) No. 26 Tahun 1985, klasifikasi fungsi


menurut peranan Jalan adalah sebagai berikut :
1. Jalan Arteri Primer
Jaringan jalan yang menghubungkan beberapa kota jenjang kesatu yang
terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota
jenjang kedua.

120
2. Jalan Arteri Sekunder
Jaringan jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan
sekunder kedua.
3. Jalan Kolektor Primer
Jaringan jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota
jenjang kedua atau dapat pula menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota
jenjang ketiga.
4. Jalan Kolektor Sekunder
Jaringan jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
dengan kawasan sekunder ketiga.

5. Jaringan Jalan Lokal Primer


Jaringan jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota
jenjang kesatu dengan pesil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan
persil atau dapat pula menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang
ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang di bawahnya, kota jenjang ketiga
dengan persil atau kota jenjang ketiga dengan persil.
6. Jalan Lokal Sekunder
Jaringan jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan,
kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai perumahan.

a. Kapasitas Dasar (CO)


Kapasitas dasar CO ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai
yang tertera pada tabel berikut:

Tabel 2. 12
Kapasitas Dasar (CO)

Kapasitas Dasar
Tipe Jalan Keterangan
(smp/jam)
Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah 1.650 Per lajur

121
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median 1.500 Per lajur
Jalan 2 lajur tanpa pembatas median 2.900 Total dua arah
Sumber : Tamin, 1998

Kapasitas dasar untuk jalan yang lebih dari 4 lajur dapat diperkirakan
dengan menggunakan kapasitas per lajur pada Tabel 2.12 meskipun mempunyai
lebar jalan yang tidak baku.

a. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah (FCSP)


Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCSP) didasarkan pada
kondisi arus lalu lintas dari kedua arah atau untuk jalan tanpa pembatas median.
Untuk jalan satu arah dan/atau jalan dengan pembatas median, faktor koreksi
kapasitas akibat pembagian arah adalah 1,0 faktor koreksi (FCSP) ini dapat dilihat
pada Tabel 2.13.

Tabel 2. 13
Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah (FCSP)

Pembagian arah (%-%) 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30


2-lajur 2-arah tanpa pembatas
1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
median (2/2 UD)
FCSP
4-lajur 2-arah tanpa pembatas
1.00 0.985 0.97 0.955 0.94
median (4/2 UD)
Sumber : Tamin, 1998

b. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCW)


Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCW) ditentukan berdasarkan
lebar jalan efektif yang dapat dilihat pada Tabel 2.14.

Tabel 2. 14
Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCw)

Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif (m) FCw


per lajur
3.00 0.92
4 lajur berpembatas median
3.25 1.96
atau jalan satu arah
3.50 1.00
3.75 1.04

122
Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif (m) FCw
4.00 1.08

per lajur
3.00 0.91
3.25 0.95
4 lajur tanpa pembatas median
3.50 1.00
3.75 1.05
4.00 1.09
per arah
5 0.56
6 0.87
7 1.00
2 lajur tanpa pembatas
8 1.14
9 1.25
10 1.29
11 1.34
Sumber : Tamin, 1998

c. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCsf)


Faktor koreksi untuk ruas jalan yang mempunyai bahu jalan didasarkan
pada lebar bahu jalan efektif (Ws) dan tingkat gangguan samping yang penentuan
klasifikasinya dapat dilihat pada Tabel 2.16.

Tabel 2. 15
Klasifikasi Gangguan Samping

Kelas Gangguan Jumlah gangguan per


Kondisi Tipikal
Samping 200 per jam (dua arah)
Sangat rendah < 100 Permukiman
Permukiman, beberapa transportasi
Rendah 100 – 299
umum
Daerah industri dengan beberapa toko
Sedang 300 – 499
di pinggir jalan
daerah komersial, aktivitas pinggir
Tinggi 500 – 899
jalan tinggi
Sangat Tinggi > 900 Daerah komersial dengan aktivitas

123
Kelas Gangguan Jumlah gangguan per
Kondisi Tipikal
Samping 200 per jam (dua arah)
perbelanjaan pinggir jalan
Sumber : Tamin, 1998

Tabel 2. 16
Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCsf)

Kelas Faktor koreksi akibat gangguan samping dan lebar bahu jalan
Tipe Jalan gangguan Lebar bahu jalan efektif
samping <0.5 1.0 1.5 >2.0
Sangat rendah 0.96 0.98 1.01 1.03
4-lajur 2-arah Rendah 0.94 0.97 1.00 1.02
berpembatas Sedang 0.92 0.95 0.98 1.00
median (4/2D) Tinggi 0.88 0.92 0.95 0.98
Sangat Tinggi 0.84 0.88 0.92 0.96
Sangat rendah 0.96 0.99 1.01 1.03
4-lajur 2-arah
Rendah 0.94 0.97 1.00 1.02
tanpa pembatas
Sedang 0.92 0.95 0.98 1.00
median
Tinggi 0.87 0.91 0.94 0.98
(4/2UD)
Sangat Tinggi 0.80 0.86 0.90 0.95
2-lajur 2-arah Sangat rendah 0.94 0.96 0.99 1.01
tanpa pembatas Rendah 0.92 0.94 0.97 1.00
median Sedang 0.89 0.92 0.95 0.98
(2/2UD) atau Tinggi 0.82 0.86 0.90 0.95
kjalan satu arah Sangat Tinggi 0.73 0.79 0.85 0.91
Sumber : Tamin, 1998

e. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCcs)


Faktor koreksi FCcs dapat dilihat pada Tabel 2.16. dan faktor koreksi
tersebut merupakan fungsi dari jumlah penduduk kota.

Tabel 2. 17
Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCcs)

Ukuran Kota
Faktor koreksi untuk ukuran kota
(juta penduduk)

124
< 0.1 0.86
0.1 – 0.5 0.90
0.5 – 1.0 0.94
1.0 – 1.3 1.00
> 1.3 1.03
Sumber : Tamin, 1998

Besarnya faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada tingkat


pertumbuhan normal dan tingkat pertumbuhan bangkitan yang ditimbulkan oleh
adanya pembangunan.
2.7.7. Tingkat Pelayanan

Indikator tingkat pelayanan pada suatu ruas jalan menunjukan kondisi


secara keseluruhan ruas jalan tersebut. Tingkat pelayanan ditentukan berdasarkan
nilai kuantitatif seperti : VCR, kecepatan perjalanan dan berdasarkan nilai
kualitatif seperti kebebasan pengemudi dalam bergerak atau memilih kecepatan,
derajat hambatan lalu-lintas serta kenyamanan. Secara umum tingkat pelayanan
dapat dibedakan sebagai berikut :
 Tingkat pelayanan A : Kondisi arus lalu-lintasnya bebas antara satu
kendaraannya dengan kendaraan lain, besarnya kecepatan sepenuhnya
ditentukan oleh keinginan pengemudi dan sesuai batas kecepatan yang
ditentukan.
 Tingkat pelayanan B : Kondisi arus lalu-lintas stabil, kecepatan operasi
mulai dibatasi oleh kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh
kendaraan sekitarnya.
 Tingkat pelayanan C : Arus lalu-lintas masih dalam keadaan stabil,
kecepatan operasi mulai dibatasi dan hambatan dari kendaraan lain semakin
besar.
 Tingkat pelayanan D : Kondisi arus lalu-lintas mendekati kondisi kurang
stabil, kecepatan operasi relatif cepat akibat hambatan yang timbul dan
kebebasan bergerak relatif kecil.
 Tingkat pelayanan E : Volume lalu-lintas sudah mendekati kapasitas ruas
jalan, kecepatan lebih rendah dari 40 km/jam.

125
 Tingkat pelayanan F : Volume lalu-lintas tidak stabil dengan kecepatan 0
km/jam
Gambar 2. 4
Tingkat Pelayanan

Tingkat Pelayanan

A
Kecepatan operasi

D
E

0 1
Perbandingan volume dengan kapasitas

2.7.8. VCR

Volume capacity ratio merupakan perbandingan antara volume yang


melintas (smp) dengan kapasitas pada suatu ruas jalan tertentu (smp). Nilai VCR
untuk ruas jalan di dalam “daerah pengaruh” didapat berdasarkan hasil survei
volume lalu-lintas di ruas jalan serta survei geometrik untuk mendapatkan
besarnya kapasitas pada saat ini (eksisting).

VCR = Q/C

Sumber : Ofyar Z. Tamin, (1998)

Keterangan :
Q = volume
C = kapasitas
Volume(Q) : jumlah kendaraan yang melalu suatu titik pada suatu jalur gerak
per satuan waktu, dan biasanya diukur dalam satuan kendaraan per satuan waktu.

n
Q
T

126
Sumber : Morlok,1978

Q = volume lalu lintas yang melewati satu titik


n = jumlah kendaraan yang melewati titik tersebut dalam interval waktu T
T = interval waktu pengamatan

Besarnya faktor pertumbuhan lalu-lintas didasarkan pada tingkat


pertumbuhan normal dan tingkat pertumbuhan bangkitan yang ditimbulkan oleh
adanya pembangunan. Nilai VCR untuk berbagai kondisi dapat dikelompokan
sbb.

Tabel 2. 18
Nilai VCR pada Berbagai Kondisi

V/C Keterangan
< 0,8 Kondisi stabil
0,8 – 1,0 Kondisi tidak stabil
> 1,0 Kondisi kritis
Sumber : Tamin, 1998

2.8. Tinjauan Teori Aspek Perumahan Komersial

2.8.1. Kawasan Perumahan

Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik


perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan
utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. (Sumber:
UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman)
Pengertian rumah yang diberikan oleh Pindotutuko tidak jauh berbeda dengan
undang-undang nomor 4 tahun 1992. Pengertian rumah menurut Pindotutuko
(2013:2) “rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga”. pengertian yang mereka berikan tidak

127
berbeda. Menurut undang-undang nomor 4 tahun 1992 dan Pindotutuko “fungsi
rumah ada 2 yaitu sebagai tempat tinggal dan tempat pembinaan keluarga”

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman,


perumahan berada dan merupakan bagian dari permukiman. perumahan diartikan
sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

aspek-aspek yang mendasari perencanaan pembangunan perumahan tersebut


antara lain :

1. Lingkungan

perencanaan perumahan adalah manajemen lingkungan yang baik dan terarah.


Karena lingkungan perumahan merupakan aspek yang sangat menentukan dan
keberadaannya tidak dapat diabaikan. Hal tersebut dapat terjadi karena baik
buruknya kondisi lingkungan akan berdampak terhadap penghuni perumahan.
Oleh karena itu dalam perencanaan perumahan diperlukan juga perencanaan
terhadap lingkungan perumahan tersebut, terkait secara mikro (perencanaan secara
detail terhadap unit-unit rumah) serta makro (perencanaan dan pencermatan
terhadap lingkungan dimana perumahan tersebut berada).

2. Daya Beli (Affortability)

Perencanaan bangunan diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan


pembangunan yang telah dicanangkan sesuai dengan programnya. Didalam
perencanaan perumahan selalu dipikirkan kesesuaian antara ukuran bangunan,
kebutuhan ruang, konstruksi bangunan, ataupun bahan bangunan yang digunakan

128
dengan jangkauan pelayanannya. Hal itu perlu diantisipasi karena kemampuan
rata-rata (kemampuan daya beli) masyarakat pada wilayah yang satu dengan yang
lain tidak sama.

Secara fisik perumahan merupakan sebuah lingkungan yang terdiri dari


kumpulan unit-unit rumah tinggal dimana dimungkinkan terjadinya interaksi
sosial diantara penghuninya, serta dilengkapi prasarana sosial, ekonomi, budaya,
dan pelayanan yang merupakan subsistem dari kota secara keseluruhan.

Menurut K. Basset dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih lingkungan


permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen, yaitu:

 Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti


topografi, hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan
fauna.

 Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya


seperti biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.

 Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.

 Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok


melangsungkan kegiatan atau melaksanakan kehidupan.

 Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia,


yang menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti
jalan, air bersih, listrik, dan sebagainya.

2.8.1.1. Kebijakan dan Peraturan Perumahan

Berdasarkan Undang-undang No 1 Tahun 2013 tentang Perumahan dan


Permukiman;

a. Ketentuan Umum

Pembangunan perumahan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat


dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan umum sehingga perlu

129
dikembangkan secara terpadu, terarah, terencana serta berkelanjutan /
berkesinambungan. Beberapa ketentuan umum yang harus dipenuhi dalam
merencanakan lingkungan perumahan di perkotaan adalah:

a) Lingkungan perumahan merupakan bagian dari kawasan perkotaan


sehingga dalam perencanaannya harus mengacu pada Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen rencana lainnya yang ditetapkan
oleh Pemerintah Kota/Kabupaten.

b) Untuk mengarahkan pengaturan pembangunan lingkungan perumahan yang


sehat, aman, serasi secara teratur, terarah serta berkelanjutan /
berkesinambungan, harus memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan
ekologis, setiap rencana pembangunan rumah atau perumahan, baik yang
dilakukan oleh perorangan maupun badan usaha perumahan.

c) Perencanaan lingkungan perumahan kota meliputi perencanaan sarana


hunian, prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum yang
diperlukan untuk menciptakan lingkungan perumahan perkotaan yang
serasi, sehat, harmonis dan aman. Pengaturan ini dimaksudkan untuk
membentuk lingkungan perumahan sebagai satu kesatuan fungsional dalam
tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya.

d) Perencanaan pembangunan lingkungan perumahan harus dilaksanakan oleh


kelompok tenaga ahlinya yang dapat menjamin kelayakan teknis, yang
keberadaannya diakui oleh peraturan yang berlaku.

e) Penyediaan prasarana dan sarana lingkungan perumahan merupakan bagian


dari sistem pelayanan umum perkotaan sehingga dalam perencanaannya
harus dipadukan dengan perencanaan lingkungan perumahan dan kawasan-
kawasan fungsional lainnya.

f) Perencanaan pembangunan lingkungan perumahan harus menyediakan


pusat-pusat lingkungan yang menampung berbagai sektor kegiatan
(ekonomi, sosial, budaya), dari skala lingkungan terkecil (250 penduduk)

130
hingga skala terbesar (120.000 penduduk), yang ditempatkan dan ditata
terintegrasi dengan pengembangan desain dan perhitungan kebutuhan
sarana dan prasarana lingkungan.

g) Pembangunan perumahan harus memenuhi persyaratan administrasi yang


berkaitan dengan perizinan pembangunan, perizinan layak huni dan
sertifikasi tanah, yang diatur oleh Pemerintah Kota/Kabupaten setempat
dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

h) Rancangan bangunan hunian, prasarana dan sarana lingkungan harus


memenuhi persyaratan teknis kesehatan dan keselamatan sesuai Standar
Nasional Indonesia atau ketentuan-ketentuan lain yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah serta Pedoman Teknis yang
disusun oleh instansi terkait.

i) Perencanaan lingkungan perumahan juga harus memberikan kemudahan


bagi semua orang, termasuk yang memiliki ketidakmampuan fisik atau
mental seperti para penyandang cacat, lansia, dan ibu hamil, penderita
penyakit tertentu atas dasar pemenuhan azas aksesibilitas (sesuai dengan
Kepmen No. 468/ Thn. 1998), yaitu:

1. kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau


bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan;

2. kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat


atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan;

3. keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu


lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua
orang; dan

4. kemandirian, yaitu setiap orang harus dapat mencapai, masuk dan


mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam
suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.

131
j) Dalam menentukan besaran standar untuk perencanaan lingkungan
perumahan kota yang meliputi perencanaan sarana hunian, prasarana dan
sarana lingkungan, menggunakan pendekatan besaran kepadatan penduduk.

k) Dalam merencanakan kebutuhan lahan untuk sarana lingkungan,


didasarkan pada beberapa ketentuan khusus, yaitu:

1. besaran standar ini direncanakan untuk kawasan dengan kepadatan


penduduk <200 jiwa/ha;

2. untuk mengatasi kesulitan mendapatkan lahan, beberapa sarana dapat


dibangun secara bergabung dalam satu lokasi atau bangunan dengan tidak
mengurangi kualitas lingkungan secara menyeluruh;

3. untuk kawasan yang berkepadatan >200 jiwa/ha diberikan reduksi 15-30%


terhadap persyaratan kebutuhan lahan ; dan

4. perencanaan prasarana lingkungan, utilitas umum dan sarana lingkungan


harus direncanakan secara terpadu dengan mempertimbangkan keberadaan
prasarana dan sarana yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas dan
kuantitas secara menyeluruh.

Tabel 2. 19
Faktor Reduksi Kebutuhan Lahan Untuk Sarana Lingkungan Berdasarkan
Kepadatan Penduduk
Kepadatan

Klasisfikasi Kawasan Sangat


Rendah Sedang Tinggi
Tinggi

< 150 151 – 200 201 – 400 > 400


Kepadatan Penduduk
jiwa/Ha jiwa/Ha jiwa/Ha jiwa/Ha

Reduksi Terhadap 15% 30%


- -
Kebutuhan lahan (maksimal) (maksimal)

132
l) Dalam menentukan besaran standar untuk perencanaan kawasan
perumahan baru di kota/new development area yang meliputi perencanaan
sarana hunian, prasarana dan sarana lingkungan, pengembangan desain
dapat mempertimbangkan sistem blok / grup bangunan/ cluster untuk
memudahkan dalam distribusi sarana lingkungan dan manajemen sistem
pengelolaan administratifnya. Apabila dengan sistem blok / grup bangunan/
cluster ternyata pemenuhan sarana hunian, prasarana dan sarana lingkungan
belum dapat terpenuhi sesuai besaran standar yang ditentukan, maka
pengembangan desain dapat mempertimbangkan sistem radius pelayanan
bagi penempatan sarana dan prasaran lingkungan, yaitu dengan kriteria
pemenuhan distribusi sarana dan prasarana lingkungan dengan
memperhatikan kebutuhan lingkungan sekitar terdekat.

m) Perencanaan lingkungan permukiman untuk hunian bertingkat (≈ rumah


susun) harus mempertimbangkan sasaran pemakai yang dilihat dari tingkat
pendapatan KK penghuni.

3. Persyaratan Lokasi

Lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a) Lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang


diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau
dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah
setempat, dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi


tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan
pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas
bangunan pada area Bandara, daerah dibawah jaringan listrik tegangan
tinggi;

133
2. Kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi
tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang
batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam;

3. Kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian


(aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal, langsung
atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasarana dan sarana
lingkungan tersedia);

4. Kriteria keindahan/keserasian/keteraturan (kompatibilitas), dicapai dengan


penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan
yang ada, misalnya tidak meratakan bukit, mengurug seluruh rawa atau
danau/setu/sungai/kali dan sebagainya;

5. Kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan


pertumbuhan fisik/pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan
kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana;

6. Kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak


pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna
lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasarana-utilitas lingkungan;
dan

7. Kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan


keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat, terutama
aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional/lokal setempat.

b) Lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status
kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan
ekologis.

c) Keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam di sekelilingnya, dengan


mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta
pengaruhnya terhadap lingkungan, bagi tumbuhan yang ada dan mungkin
tumbuh di kawasan yang dimaksud.

134
4. Persyaratan Fisik

Ketentuan dasar fisik lingkungan perumahan harus memenuhi faktor-faktor


berikut ini:

a) Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali


dengan rekayasa/ penyelesaian teknis.

b) Kemiringan lahan tidak melebihi 15% dengan ketentuan:

1. Tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan


bermorfologi datar landai dengan kemiringan 0-8%; dan
2. Diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-
15%

2.8.1.2. Persyaratan Permukiman

Dalam penentuan lokasi suatu permukiman, perlu adanya suatu kriteria atau
persyaratan untuk menjadikan suatu lokasi sebagai lokasi permukiman. Kriteria
tersebut antara lain:

1. Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan


dilengkapi dengan rasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.

2. Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang
berasal dari sumber daya buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun,
sumber air beracun, dsb).

3. Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi


pembinaan individu dan masyarakat penghuni.

4. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %,


sehingga dapat dibuat sistem saluran air hujan (drainase) yang baik serta
memiliki daya dukung yang memungkinkan untuk dibangun perumahan.

135
5. Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan
bangunan diatasnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yaitu

- Lokasinya harus strategis dan tidak terganggu oleh kegiatan


lainnya.

- Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti


pelayanan kesehatan, perdagangan, dan pendidikan.

- Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan


dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air.

- Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan


distribusi yang siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.

- Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor, yang dapat


dibuat dengan sistem individual yaitu tanki septik dan lapangan
rembesan, ataupun tanki septik komunal.

- Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah


secara teratur agar lingkungan permukiman tetap nyaman.

- Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk


anak, lapangan atau taman, tempat beribadah, pendidikan dan
kesehatan sesuai dengan skala besarnya permukiman tersebut.

- Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

2.8.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman

Permukiman berkaitan secara langsung dengan kehidupan dan harkat


hidup manusia, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman
cukup banyak, antara lain faktor geografis, faktor kependudukan, faktor
kelembagaan, faktor swadaya dan peran serta masyarakat, faktor keterjangkauan
daya beli, faktor pertanahan, faktor ekonomi dan moneter. Faktor-faktor lain yang

136
berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah disebabkan oleh
perubahan nilai-nilai budaya masyarakat.
(Sumber: “Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, Nomor 12.April 1994)
2.8.1.4. Jenis Rumah

Menurut Richard Untermann & Robert Small (1986) dalam dalam


buku Perencanaan Tapak untuk Perumahan, maka ada beberapa tipe perumahan
antara lain:

A. Rumah Tinggal Tunggal/ Detached

Rumah tinggal tunggal atau rumah terpisah adalah rumah tinggal yang
berdiri sendiri.Rumah tinggal tunggal dipakai biasanya hanya untuk satu keluarga
dan jarak antar rumahnya berjauhan. Selain itu cottage, villa, bungalow, dan
mansion juga termasuk dalam kelompok rumah tinggal tunggal.Rumah tinggal
tunggal dibangun diatas tanah yang besarnya lebih besar dari bangunannya.
Rumah tersebut dikelilingi oleh halaman atau yard .

B. Rumah Tinggal Koppel ( Semi Detached )

Rumah Tinggal kopel adalah Rumah Tinggal Tunggal yang di sekat sama
besar antara Kiri dan Kanan, biasanya rumah tinggal kopel ini untuk disewakan
pemiliknya untuk menghemat lahan bangunan.

C. Rumah Kota (Town House)

Adalah sama seperti rumah gandeng dengan penambahan tempat parkir di


dalam bangunannya. Parkir di bagian dalam memerlukan halaman depan yang
lebih lebar (untuk menampung pengemudi dan jalan masuk dan ruangan bagian
dalam untuk kegunaan tertentu) dan kadang-kadang dibuat dengan suatu
kedalaman kira-kira 150 feet. Rumah kota menawarkan kenyamanan yang tinggi
untuk sebuah keluarga tunggal kecuali bila dibuat tanpa halaman samping.

D. Rumah Susun (Flat)

Rumah yang flesibel, yaitu mampu menyesuaikan berbagai konfigurasi.


Kerugian utama rumah susun adalah BC yang mengurangi unit-unit yang dapat

137
diorientasikan ke permukaan tanah. Rumah susun umumnya berisi ganda, artinya
mempunyai ruang-ruang yang berada di luar pada unit-unit tersebut

E. Rumah berpekarangan Dalam (Patio House)

Adalah suatu variasi pada rumah "ranch” berlantai satu tradisional.


Dengan pintu masuk di bagian tengah, ruang tamu terletak pada sisi dan ruang-
ruang tidur pada sisi lainnya. Untuk menyesuaikan pada bidang tanah yang
sempit, bentuk tersebut "dibengkokkan” dan ruang-ruang pribadinya dikitari oleh
pemagaran. Dengan menghilangkan halaman-halaman samping dan depan, rumah
"ranch” tersebut kini menjadi rumah berpekarangan dalam (patio).

F. Maisonet (Maisonette)

Adalah sebuah tipe standar dari bangunan berkapasitas tinggi dan


bertingkat rendah. Yang telah sipergunakan secara luas di seluruh dunia.
Dikatakan berkepadatan tinggi karena merupakan suatu penumpukan vertikal
maksimum dari sebuah unit berlantai dua di atas unit bangunan lainnya, dengan
dua tahapan tangga untuk lantai utama dari unit yang terletak lebih atas.

G. Rumah teras bertingkat (Terrace House)

Rumah gandeng dan berpekarangan dalam dapat saja dibuat menjenjang


ke atas maupun ke bawah sebuah perbukitan guna meningkatkan arah pandangan,
dan memberikan orientasi yang lebih baik, juga memungkinkan taman-taman atau
teras-teras di atas atap-atap dari unit-unit di bawahnya.

H. Rumah Gandeng (Row Houses)

Rumah gandeng berasal dari rumah berlantai dua tradisional yang terletak
di atas sebidang petak yang sempit.. Fung-fungsi "tempat tinggal” dasarnya
terletak pada lantai bawah: meliputi ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar
mandi kecil dan kemungkinan sebuah ruang belajar.

138
2.8.1.5. Tipe Perumahan

Perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat sehingga


masyarakat akan berusaha memenuhinya sesuai dengan keinginan dan
kemampuan yang dimilikinya. Pemenuhan kebutuhan perumahan dapat dilakukan
oleh masyarakat sendiri dan pengembang perumahan. Pemenuhan kebutuhan oleh
pengembang perumahan terdiri dari pemenuhan kebutuhan oleh pengembang

Perkembangan kondisi sosial ekonomi masyarakat menyebabkan


masyarakat berusaha memenuhi kebutuhan perumahannya berdasarkan pada
tingkat kemampuannya. Berdasarkan kondisi tersebut maka muncullah berbagai
jenis tipe perumahan dari mulai yang berkamar tidur 1 hingga lebih dari 1.

Kondisi fisik perumahan yang dibangun oleh pengembang real estate


biasanya menyesuaikan dengan harga rumah yang dijual sehingga semakin mahal
harga bangunan dijual maka bahan bangunan yang digunakan akan semakin
berkualitas dan sarana prasarana serta fasilitas lingkungan perumahan akan
semakin lengkap.

Tipe rumah yang dipasarkan di suatu perumahan pada umumnya diberi


nama berdasarkan luas tanah dan bangunan rumah. Setiap pengembang
perumahan biasanya menamai rumah yang dijualnya dengan berbagai macam
nama seperti penggunaan nama bunga, nama benda, nama tumbuhan dan tidak
ada patokan dalam penamaan rumah tergantung dari siapa pengembang
perumahan. Hal prinsip yang perlu diketahui ketika mencari rumah perumahan
adalah mendasarkan pilihan pada luas bangunan rumah dan luas tanah yang
disediakan oleh pengembang yang biasanya disebut dengan tipe rumah.

Berikut ini merupakan tipe-tipe rumah diperumahan berdasarkan luas


bangunan:

 Rumah Tipe 21

139
Sekitar awal tahun 2012, pengembang perumahan tidak diizinkan
membangun tipe rumah 21 dan diatur dalam pasal 22 ayat 3 UU Perumahan dan
kawasan Permukiman No. 1 tahun 2011 yang mengatur batasan tipe rumah
minimal 36 untuk mendapatkan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan / KPR bersubsidi) dan petunjuk pelaksanaannya dituangkan dalam
Permenpera No. 14 tahun 2012.

Namun sekitar akhir tahun 2012, kebijakan program subsidi perumahan


rakyat kembali membolehkan dipakai untuk pembelian rumah tipe 21 m² yang
didasarkan pada keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan ketentuan
Pasal 22 ayat 3 UU No.1/2011 tersebut.

Rumah Tipe 21 adalah tipe rumah dengan luas bangunan 21 m², misalnya
rumah dengan ukuran 6m x 3,5m. Ukuran tanah pada rumah tipe 21 dipadukan
dengan ukuran luas tanah 6m x 10m = 60 m² dan 6m x 12m = 72 m², sehingga
disebut rumah tipe 21/60 atau 21/72. Tipe rumah 21 biasanya hanya mempunyai 1
kamar tidur, 1 ruang tamu dan 1 kamar mandi.

 Rumah Tipe 36

Rumah Tipe 36 yaitu tipe rumah perumahan dengan luas bangunan 36


m2 contohnya rumah dengan ukuran 6 meter x 6 meter = 36 m2, luas lahan pada
rumah tipe 36 ini dapat dipadukan dengan beberapa ukuran luas tanah seperti 60
m2 sehingga disebut rumah tipe 36/60 diperumahan atau ukuran luas tanah 72
m2 dengan nama tipe rumah 36/72.

Rumah perumahan tipe 36 biasanya memiliki fasilitas 2 kamar tidur, 1 ruang


tamu dan ruang keluarga serta 1 kamar mandi /wc.

 Rumah Tipe 45
Rumah tipe 45 adalah tipe rumah perumahan dengan luas bangunan 45
m2 contohnya dengan ukuran rumah 6m x 7,5 m = 45m2 sehingga disebut rumah
tipe 45 diperumahan. Jika dengan luas tanah 8m x 12m = 96 m², maka rumah

140
disebut rumah tipe 45/96. Tipe rumah 45 biasanya mempunyai 2 kamar tidur, 1
ruang tamu, ruang keluarga, dapur, 1 kamar mandi, garasi atau teras rumah yang
cukup luas.

 Rumah Tipe 54
Rumah tipe 54 yaitu tipe rumah perumahan dengan ukuran bangunan 6m x
9m = 54m2 sehingga disebut rumah tipe 54 diperumahan, tipe rumah ini
digunakan pada rumah kelas menengah yang mengutamakan keluasan bangunan
namun dengan harga rumah yang masih dapat dijangkau konsumen calon pemilik
rumah di perumahan.

 Rumah Tipe 60
Rumah tipe 60 memiliki ukuran bangunan 6 m x 10 m = 60 m2 sehingga
disebut rumah tipe 60, rumah ini sudah cukup luas sehingga dapat digunakan pada
rumah dengan kelas mewah diperumahan namun masih dengan harga yang
terjangkau karena masih terdapat rumah mewah dengan luas bangunan yang lebih
besar lagi dari nilai 60m2.

Disamping tipe rumah tersebut di atas masih ada tipe-tipe rumah lainnya
seperti tipe 70, tipe 90 dan tipe rumah 120. Penjelasan tipe rumah tersebut hampir
sama hanya disesuaikan berdasarkan pada luas bangunan, dengan berbagai variasi
tipe rumah yang dipadukan dengan luas tanah kavling tergantung tipe rumah yang
dipasarkan oleh pengembang perumahan.

2.8.1.6.Teori Lokasi Kawasan Perumahan

Luhst (1997) menyebutkan bahwa kualitas kehidupan yang berupa


kenyamanan, keamanan dari suatu rumah tinggal sangat ditentukan oleh
lokasinya, dalam arti daya tarik dari suatu lokasi ditentukan oleh dua hal yaitu
lingkungan dan aksesibilitas. Lingkungan oleh Luhst didefenisikan sebagai suatu
wilayah yang secara geografis dibatasi dengan batasnyata, dan biasanya dihuni
oleh kelompok penduduk. Lingkungan mengandung unsur-unsur fisik dan sosial
yang menimbulkan kegiatan dan kesibukan dalam kehidupan sehari-hari.

141
Aksesibilitas merupakan daya tarik suatu lokasi dikarenakan akan memperoleh
kemudahan dalam pencapaiannya dari berbagai pusat kegiatan seperti pusat
perdagangan, pusat pendidikan, daerah industri, jasa pelayanan perbankan, tempat
rekreasi, pelayanan pemerintahan, jasa profesional dan bahkan merupakan
perpaduan antara semua kegiatan tersebut.

Penilaian dari aksesibilitas bisa berupa jarak dari Central Business Distrik
atau CBD, kemudahan mendapat pelayanan dari transportasi umum yang menuju
lokasi bersangkutan atau bisa juga dilihat dari lebar jalan yaitu semakin sempit
lebar jalan suatu lahan, maka berarti aksesibilitas dari tempat yang bersangkutan
kurang baik.

Teori pemilihan lokasi tempat tinggal dicetuskan oleh banyak pakar, baik
pakar ekonomi, perencana, dan pakar lainnya. Model pemilihan tempat tinggal
yang populer adalah model yang dicetuskan oleh William Alonso, Richard Muth,
dan Von Thunen. Mereka menjelaskan bahwa pertimbangan rumah tangga dalam
memilih lokasi tempat tinggal yang optimal dipengaruhi oleh :

1. Teori Lokasi Richard Muth Muth menjelaskan bahwa untuk


memaksimalkan utilitasnya, urban resident akan memilih lokasi tempat
tinggal dimana biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli atau
menyewa lahan seimbang dengan biaya commuting.Ketika high income
urban resident memiliki biaya marginalcommuting yang sama tetapi harga
lahan tinggi, maka ia akan memilih lokasi tempat tinggal yang cukup jauh
dari lokasi aktivitasnya. Sebaliknya, jika harga lahan tetap tetapi biaya
commuting tinggi, maka ia akan memilih lokasi tempat tinggal yang dekat
dengan pusat aktivitasnya.
2. Teori Lokasi William Alonso Menurut Alonso, individu dengan income
dan tast tertentu akan menyeimbangkan biaya commuting nya dan
keuntungan yang diperoleh dari lahan yang murah seiring dengan
meningkatnya jarak dari pusat kota dan ketersediaan ruang yang lebih
besar. Pada bid rent curve consumer akan merasa sama-sama puas pada
tiap lokasi di sepanjang kurva itu. Pada sepanjang kurva tersebut, harga

142
yang akan ditawar oleh consumer akan menurun seiring dengan
meningkatnya jarak lokasi tersebut dari pusat dimanaconsumer akan
menyeimbangkan pula dengan income, commuting cost dan the length of
the trip Pada mekanisme pasar, pemilik lahan yang bersifat monopoli akan
memberikan lahannya kepada penawar tertinggi. Dengan demikian,urban
resident yang memberikan penawaran yang terbaik akan mendapatkan
lahan tersebut.
3. Teori Lokasi Von Thunen Von Thunen sebagai pelopor teori lokasi
menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan yang paling produktif akan saling
berkompetisi untuk saling berdekatan, di lokasi pasar (inti/pusat kota),
sehingga kondisi ini diikuti dengan temuan bahwa biaya sewa lahan
tertinggi adalah wilayah yang dekat dengan pasar atau berada pada pusat
kota. Menurut Thunen, dasar pengembangan dari model analisis lokasi
untuk wilayah konsentrik adalah hubungan antara pasar, produksi, dan
jarak. Lokasi yang tidak menimbulkan efek transportasi yang tinggi dan
memiliki jangkauan yang mudah dengan areal lain.

2.8.2. Kriteria Pembangunan Perumahan

Berdasarkan petunjuk Rencana Kawasan Perumahan Kota yang disusun oleh


Departemen Pekerjaan Umum tahun 1997, suatu kawasan perumahan selayaknya
memenuhi persyaratan dasar untuk pengembangan kota, yakni :

 Aksesibilitas, yakni kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan


perumahan dalam bentuk jalan dan transportasi.

 Kompatibilitas, yakni keserasian dan keterpaduan antara kawasan yang


menjadi lingkungannya.

 Fleksibilitas, yakni kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan


perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan
prasarana.

 Ekologi, yakni keterpaduan antara tata kegiatan alam yang mewadahinya

143
2.8.2.1. Pengertian Pemukiman Kumuh

Secara umum, daerah kumuh (slum area) diartikan sebagai suatu kawasan
pemukiman atau pun bukan kawasan pemukiman yang dijadikan sebagai tempat
tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi substandar atau tidak layak yang
dihuni oleh penduduk miskin yang padat. Kawasan yang sesungguhnya tidak
diperuntukkan sebagai daerah pemukiman di banyak kota besar, oleh penduduk
miskin yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap diokupasi untuk dijadikan
tempat tinggal, seperti bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah
kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, dan di bawah jembatan. Beberapa ciri-
ciri daerah kumuh ini antara lain:

1. Dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel, baik karena pertumbuhan
penduduk akibat kelahiran mapun karena adanya urbanisasi.

2. Dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap, atau
berproduksi subsisten yang hidup di bawah garis kemiskinan.

3. Rumah-rumah yang ada di daerah ini merupakan rumah darurat yang


terbuat dari bahan-bahan bekas dan tidak layak.

4. Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, biasanya ditandai oleh


lingkungan fisik yang jorok dan mudahnya tersebar penyakit menular.

5. Langkanya pelayanan kota seperti air bersih, fasilitas MCK, listrik, dsb.

6. Pertumbuhannya yang tidak terencana sehingga penampilan fisiknya pun


tidak teratur dan tidak terurus; jalan yang sempit, halaman tidak ada, dsb.

7. Kuatnya gaya hidup “pedesaan” yang masih tradisional.

8. Secara sosial terisolasi dari pemukiman lapisan masyarakat lainnya.

9. Ditempati secara ilegal atau status hukum tanah yang tidak jelas (
bermasalah ).

144
10. Biasanya ditandai oleh banyaknya perilaku menyimpang dan tindak
kriminal.

Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena


ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat (UU No. 1
Tahun 2011). Begitujuga dengan UN-Habitat (2005) mendefinisikan rumah
tangga permukiman kumuh sebagai suatu kelompok masyarakat yang tinggal di
permukiman dengan kondisi kekurangan terhadap beberapa hal, yaitu kurangnya
akses terhadap air bersih. Pada umumnya, sumber air bersih di wilayah
permukiman kumuh sangat terbatas. Seringkali sumber air yang ada telah
terkontaminasi (Abrams, 1964 dalam tugas akhir Syafni, 2008:20).

2.8.2.2. Identifikasi Pemukiman Kumuh

Identifikasi kawasan permukiman kumuh perlu ditetapkan pedoman


sebagai panduan dalam melaksanakan identifikasi. Untuk itulah disiapkan konsep
pedoman identifikasi kawasan permukiman kumuh. Pedoman ini disusun dengan
sasaran umum yaitu menghasilkan sebaran kawasan permukiman kumuh yang ada
di setiap daerah (kota/kabupaten). Dengan tambahan kriteria prioritas penanganan
maka pedoman ini dirancang dapat menghasilkan lokasi-lokasi kawasan
permukiman kumuh yang memiliki hubungan dengan kota metropolitan dan
fungsi daerah yang bersangkutan sebagai penyangga. Secara keseluruhan
pedoman identifikasi ini disusun dengan memperhatikan pokok-pokok dibawah
ini:

1. Lokasi identifikasi adalah kawasan-kawasan permukiman khusunya yang


ada di kota/kabupaten yang menjadi daerah penyangga kota metropolitan.
2. Kawasan kumuh yang diidentifikasi diprioritaskan pada kawasan
permukiman yang memiliki kaitan dan atau memberi andil tumbuhnya
permukiman kumuh didaerah bersasngkutan yang merupakan hinterland
kota metropolitan sekaligus memberi andil sulitnya penanganan
kekumuhan di kota metropolitan.

145
3. Data-data dan informasi mengenai lokasi kawasan permukiman kumuh
yang terkumpul digunakan untuk melakukan analisis sebab akibat dan
rekomendasi penanganan kawasan permukiman yang ada di
kota/kabupaten penyangga kota metropolitan.
4. Rekomendasi penanganan memperhatikan hasil analisis sebab akibat serta
rencana program penanganan kawasan kumuh oleh pemerintah daerah.

2.8.3. Pola Lokasi Permukiman dan Komersial

A. Pola Pemukiman Memanjang (Linear).

 Mengikuti Jalan

Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri jalan. Umumnya pola
pemukiman seperti ini banyak terdapat di dataran rendah yang morfologinya
landai sehingga memudahkan pembangunan jalan-jalan di pemukiman. Namun
pola ini sebenarnya terbentuk secara alami untuk mendekati sarana transportasi

 Mengikuti rel kereta api

Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri rel kereta api.
Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak terdapat di daerah perkotaan
terutama di DKI Jakarta dan atau daerah padat penduduknya yang dilalui rel
kereta api.

 Mengikuti Alur Sungai

Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang mengikuti aliran sungai.


Biasanya pola pemukiman ini terdapat di daerah pedalaman yang memiliki
sungai-sungai besar. Sungai-sungai tersebut memiliki fungsi yang sangat penting
bagi kehidupan penduduk.

 Mengikuti Garis Pantai

Daerah pantai pada umumnya merupakan pemukiman penduduk yang bermata


pencaharian nelayan. Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang

146
mengikuti garis pantai. Hal itu untuk memudahkan penduduk dalam melakukan
kegiatan ekonomi yaitu mencari ikan ke laut.

B. Pola Pemukiman Terpusat

Pola pemukiman ini mengelompok membentuk unit-unit yang kecil dan


menyebar, umumnya terdapat di daerah pegunungan atau daerah dataran tinggi
yang berelief kasar, dan terkadang daerahnya terisolir. Di daerah pegunungan pola
pemukiman memusat mengitari mata air dan tanah yang subur. Sedangkan daerah
pertambangan di pedalaman pemukiman memusat mendekati lokasi
pertambangan. Penduduk yang tinggal di pemukiman terpusat biasanya masih
memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan dalam pekerjaan. Pola pemukiman
ini sengaja dibuat untuk mempermudah komunikasi antar keluarga atau antar
teman bekerja.

C. Pola Pemukiman Tersebar

Pola pemukiman tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau daerah gunung
api dan daerah-daerah yang kurang subur. Pada daerah dataran tinggi atau daerah
gunung api penduduk akan mendirikan pemukiman secara tersebar karena
mencari daerah yang tidak terjal, morfologinya rata dan relatif aman. Sedangkan
pada daerah kapur pemukiman penduduk akan tersebar mencari daerah yang
memiliki kondisi air yang baik. Mata pencaharian penduduk pada pola
pemukiman ini sebagian besar dalam bidang pertanian, ladang, perkebunan dan
peternakan pemukiman memanjang memiliki ciri pemukiman berupa deretan
memanjang karena mengikuti jalan, sungai, rel kereta api atau pantai.

2.8.4. Kawasan Komersil

Komersial adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan perdagangan,


bernilai niaga tinggi sehingga terkadang mengkorbanakan nilai- nilai sosial
budaya. Atau komersial dapat juga diartikan segala sesuatu yang berniali
ekonomis, atau niali lebih sehingga dapat diambil keuntungan darinya. Apapun
barangnya berpotensi dibuat menjadi koersial.

147
Kawasan komersial adalah area yang mempunyai fungsi dominan untuk
kegiatan komersial atau disebut sebagai kawasan pusat perniagaan/usaha kota,
letaknya tidak selalu di tengah-tengah kota dan mempunyai pengaruh besar
terhadap kegiatan ekonomi kota (Kamus Tata Ruang, s.v.”kawasan komersial).
Koridor jalan komersial merupakan koridor jalan yang pemanfaatan ruang di
sepanjang jalannya untuk kegiatan komersial, perkantoran yang kompleks dan
pusat pekerjaan di dalam kota (Bishop,1989).

Ketika jalan raya diperluas dari pusat kota ke pinggiran kota yang
kemudian diikuti dengan tumbuhnya pertokoan, restoran dan area parkir maka
lahirlah koridor komersial ditandai dengan deretan bangunan komersial, parkir
halaman depan, jalan berorientasi pejalan kaki dan barisan elemen penanda
sepanjang jalan utama dari pusat kota ke pinggiran kota.

2.8.4.1. Teori Lokasi Komersial

Teori Lokasi Komersial terdiri dari beberapa teori diantara lain :


a. The Nucleations
a. Didistribusikan secara adil merata di seluruh daerah perkotaan
b. Terasosiasi dengan hirarki
c. Mal di daerah perkotaan setara dengan yang ada di tempat sentral
d. Mal di dalam wilayah perkotaan merupakan bagian dari hubungan
sistematis antara daerah perdagangan, penduduk yang dilayani, tingkat
dalam hirarki, dan kepadatan penduduk
 Level:
 Pusat toko yang terisolasi
 Pusat lingkungan
 Pusat komunitas
 Pusat regional
 Jumlah tingkat dalam hirarki sangat tergantung pada ukuran daerah
perkotaan Dengan meningkatnya persaingan dari pusat terpencil, CBD
mempertahankan peran dominan dengan berkonsentrasi pada

148
penyediaan barang khusus, menawarkan berbagai variasi dan di atas
segalanya, item harga yang lebih tinggi.

Karakteristik Nucleus
a. Dari sudut Jalan: aksesibilitas yang tinggi terhadap kepada konsumen
b. Pusat lingkungan: ditandai dengan penambahan kenyamanan batas yang
lebih tinggi
c. Pusat-pusat komunitas: menyediakan jenis belanja kurang khusus
d. Pusat-pusat regional:
 fungsi yang lebih tinggi, ex: cabang pusat kota yang memiliki toko
serba ada
 Peningkatan jenis usaha spesialisasi
e. CBD (Central Business District)
Gambar 2. 5
Gambar Central Business Districk
Frame

Core

(Sumber https://www. central+business+district)

Inti didominasi oleh:


1. Kegiatan keuangan: Bank, lembaga pemberi pinjaman, asuransi
2. Fungsi ritel khusus
3. Pelayanan sosial dan professional
Bingkai berbagai layanan bisnis :
 Situs banyak pembaharuan & kota proyek mempercantik kota,
2.8.4.2. Perkembangan Koridor Komersial

Pada tahun 1980-an pengembang memperluas investasi dengan


mengembangkan format retail berkelompok (cluster retail) yang secara khusus
menjual produk tertentu menjadi toko tunggal bertema besar, seperti elektronik,

149
furnitur, dan lain-lain yang bertujuan merebut pangsa pasar dari toko kecil dan
supermarket.

Format baru ini membutuhkan lahan yang besar pada lokasi yang strategis dan
berdampak terhadap kepadatan lalu-lintas. Pada 1990-an, perubahan gaya hidup
dan preferensi konsumen menyebabkan pergeseran pusat perbelanjaan tertutup
dan bentuk koridor ke bentuk open air shopping yakni kegiatan belanja yang
dikombinasikan dengan kegiatan rekreasi ruang terbuka. Kegiatan belanja seperti
ini membutuhkan site besar untuk mendukung aktifitas retail, hiburan, dan
kegiatan makan. Perkembangan ini bergeser dari lingkungan belanja yang
berorientasi kendaraan sepanjang koridor ke pengalaman belanja yang dilakukan
dengan berjalan kaki.

Kegiatan belanja yang digabungkan dengan rekreasi berkembang ke


pengembangan pusat kota dengan menambahkan hunian dan kantor di atas fungsi
retail, dan lokasi yang dipilih berada di persimpangan jalan utama. (Bohl, Charles
C., 2002).

Aspek yang mempengaruhi perkembangan mall dan shopping center adalah


jarak perjalanan, perubahan selera konsumen, gaya hidup dengan waktu yang
terbatas dan kebutuhan tempat hiburan. Alasan lainnya adalah perubahan
permintaan pasar, perubahan kebijaksanaan publik, ide-ide baru urban desain dan
perubahan budaya (Bohl, Charles C., 2002).

2.9 Teori Setruktur Ruang

2.9.1 Pengertian Sruktur Ruang

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta meliharan
kelangsungan hidupnya. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman,
sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan
fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang

150
baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang
adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial,
dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu
dengan yang lainnya membentuk tata ruang.

Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan


kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa
perencanaan, yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan
melayani fungsi kegiatan yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala
kota, yang merupakan satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional
bahkan internasional. Rencana sturktur ruang kota mencakup: rencana
pengembangan pusat pelayanan kegiatan kota, dan rencana sistem prasarana kota.
Rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kegiatan kota menggambarkan
lokasi pusat-pusat pelayanan kegiatan kota, hirarkinya, cakupan/skala layanannya,
serta dominasi fungsi kegiatan yang diarahkan pada pusat pelayanan kegiatan
tersebut. Sedangkan rencana sistem prasarana kota mencakup sistem prasarana
yang mengintegrasikan kota dalam lingkup yang lebih luas maupun
mengitegrasikan bagian wilayah kota serta memberikan layanan bagi fungsi
kegiatan yang ada/direncakan dalam wilayah kota, sehingga kota dapat
menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan tujuan penataan ruang kota yang
ditetapkan.

Menurut Nia K. Pontoh & Iwan Setiawan (2008), unsur pembentuk


struktur tata ruang kota terdiri dari pusat kegiatan, kawasan fungsional, dan
jaringan jalan. Kota atau kawasan perkotaan pada dasarnya dapat dipandang
sebagai suatu sistem spasial, yang secara internal mempunyai unsur-unsur yang
menjadi pembentuknya serta keterkaitannya satu sama lain. Kota sebagai suatu
sistem/tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak, yang mencirikan kawasan dengan kegiatan utama
bukan pertanian. Wujud struktural pemanfaatan ruang kota adalah unsur-unsur
pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural berhubungan satu
dengan yang lainnya membentuk tata ruang kota. Wujud struktural pemanfaatan

151
ruang kota di antaranya meliputi hierarki pusat pelayanan kegiatan perkotaan,
seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan; yang
ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, dan lokal.

Selain pusat-pusat pelayanan kegiatan perkotaan dan kawasan fungsional


perkotaan, unsur pembentuk struktur tata ruang kota adalah sistem prasarana dan
sarana. Prasarana perkotaan adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan
kawasan permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jenis
prasarana : Transportasi, Air bersih, Air limbah, Drainase, Persampahan, Listrik,
dan Telekomunikasi. Sarana perkotaan adalah kelengkapan kawasan permukiman
perkotaan, yaitu : Pendidikan, Kesehatan, Peribadatan, Pemerintahan dan
Pelayanan umum, Perdagangan dan Industri, dan sarana olahraga serta ruang
terbuka hijau.

Menurut Doxiadis (1968), permukiman atau perkotaan merupakan totalitas


lingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur :

a. Alam (nature)
Keadaan permukiman perkotaan berbeda dengan permukiman
perdesaan. Lansekap yang ada biasanya lebih luas, dan biasanya berlokasi
di dataran, dekat dengan danau, sungai atau laut, dan dekat dengan rute
transportasi. Hal ini cukup penting untuk perumahan lebih dari 20.000
penduduk, dan menjadi prasyarat utama untuk perumahan 100.000
penduduk atau lebih. Rumah-rumah kecil perkotaan, seperti yang dibuat di
masa lalu dengan alasan keamanan, mungkin terdapat di lembah, puncak
bukit atau gunung. Akan tetapi, perumahan yang dibangun sekarang, atau
perumahan-perumahan besar di masa lalu, membutuhkan dataran yang
luas dan kedekatan dengan jalur utama komunikasi untuk tetap bertahan.
b. Individu manusia (Antropos) dan Masyarakat (Society)
Perumahan perkotaan berbeda dengan perumahan perdesaan, dan
sebagian besar dikarenakan perbedaan karakteristik dan perilaku. Semakin
besar perubahan perumahan dari desa ke kota, dan semakin besar
kepadatan dan ukuran dari perumahan perkotaan, semakin besar perbedaan

152
di antara orang-orang. Dimensi dan karakteristik baru dalam pola hidup
perkotaan membutuhkan suatu mekanisme adaptasi dalam usaha untuk
mencapai atau melakukan penyesuaian terhadap sumberdaya baru dan
kondisi tempat tinggal. Di kota besar dengan kepadatan tinggi, terdapat
perbedaan komposisi umur dan jenis kelamin, dala struktur pekerjaan,
dalam pembagian tenaga buruh dan struktur sosial. Hal ini memaksa
manusia untuk mengembangkan karakteristik yang berbeda sebagai
individual, kelompok, unt, dan komunitas. Manusia di perumahan
perkotaan adalah anggota dari komunitas yang lebih besar, masyarakat
luas, dan jangkauan interaksi sosialnya meningkat. Anggota keluarganya
mendapat dampak dari institusi sosial yang berbeda pada akhirnya
mengambil alih fungsi tertentu dari keluarga.
c. Ruang Kehidupan (Shells)
Ruang kehidupan dari perumahan perkotaan memiliki banyak
karakteristik meskipun ukurannya bervariasi. Semakin besar ukuran
perumahan, semakin internasional karakteristiknya; sementara semakin
kecil ukurannya, semakin dipengaruhi oleh faktor lokal. Hal ini terjadi
karena sebagian besar perumahan kecil masih dipengaruhi oleh budaya
lokal di masa lalu, dan sebagian lagi karena intervensi ekonomi yang ada
lebih kecil bila dibandingkan dengan perumahan skala besar dan hal ini
memperkuat kekuatan lokal.
d. Jaringan (Network)
Salah satu cara paling mendasar untuk menggambarkan struktur
permukiman adalah berhubungan dengan jaringan dan terutama sistem
sirkulasi – jalur transportasi dan titik-titik pertemuan (nodal point).
Tempat ini biasanya adalah suatu pusat dengan ruang terbuka yang bisa
mempunyai beragam bentuk mulai dari yang alami hingga geometrik. Jika
populasi telah tumbuh lebih dar beberapa ribu jiwa, sebuah titik pertemuan
bisa tumbuh mengikuti sepanjang jalan utama atau terpecah menjadi dua
atau lebih titik pertemuan lainnya. Pecahan titk pertemuan ini lebih kecil

153
bila dibandingkan titik pertemuan utama. Bila titik pertemuan semacam ini
terbentuk, hal ini agak mengurangi kepentingan nodal utama.

Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik


permukiman sebagai suatu kawasan memiliki unsur: Place (tempat tinggal); Work
(tempat kerja); Folk (tempat bermasyarakat). Di Indonesia, Kus Hadinoto (1970-
an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu :

 Wisma : tempat tinggal (perumahan)


 Karya : Tempat bekerja (kegiatan usaha)
 Marga : Jaringan pergerakan, jalan
 Suka : Tempat rekreasi/hiburan
 Penyempurna : Prasarana – sarana

Menurut Kevin Lynch dalam The image of the city (1960) ada lima unsur
dalam gambaran mengenai kota yaitu :

1. Path, Jalur yang biasa, sering atau potensial dilalui oleh pengamat,
misalnya: jalan, lintasan angkutan umum, kanal, rel kereta api. Manusia
mengamati kota ketika bergerak dalam “path”.

2. Edge, Batas antara dua kawasan yang memisahkan kesinambungan,


elemen linier yang tidak dianggap/digunakan sebagai “path” oleh
pengamat. Misalnya : pantai, lintasan rel kereta api, dinding, sungai.

3. District, Bagian kota berukuran sedang sampai besar, tersusun sampai dua
dimensi yang dapat dimasuki pengamat (secara mental), dan dapat diknali
dari karakter umumnya.

4. Node/core, Titik/lokasi strategis yang dapat dimasuki pengamat. Dapat


berupa konsentrasi pengguanaan/cirri fisik yang penting. Misalnya :

154
persimpangan, tempat perhentian, ruang terbuka, penggantian moda
angkutan, dan lain-lain.

5. Landmark, Titik acuan bersifat eksternal yang tidak dapat dimasuki


pengamat, biasanya berupa struktur fisik yang menonjol. Apabila dilihat
dari jauh, dari berbagai sudut pandang dan jarak, di atas elemen lainnya,
dijadikan acuan.

Menurut Eko Budiharjo, Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya
manusia yang paling rumit dan muskil sepanjang peradaban. Struktur merupakan
bentuk dan wajah serta penampilan kota, merupakan hasil dari penyelesaian
konflik perkotaan yang selalu terjadi, dan mencerminkan perkembangan
peradaban warga kota maupun pengelolanya.

Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga,


2005: 97, yaitu:

 Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan,


pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok
dalam pusat pelayanan.
 Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan
perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
 Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang
terbuka hijau.
 Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.

Struktur ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran sistem perkotaan


wilayah kabupaten dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan
untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala
kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan
kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air,
termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai.
(UU Penataan Ruang, 2007)

155
Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan disebutkan
bahwa Struktur dan pola pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan
berisi :

a. Arahan pengembangan dan distribusi penduduk;


b. Arahan pengembangan sistem pusat-pusat permukiman, termasuk sistem
pusat jasa koleksi dan distribusi;
c. Arahan pengembangan kawasan permukiman, perindustrian, pariwisata,
jasa perniagaan, dan kawasan lainnya;
d. Arahan pengembangan sistem prasarana dan sarana primer yang meliputi
prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana
pengelolaan lingkungan.

2.9.2 Teori Tentang Struktur Ruang Kota

Hubungan interaksi antara manusia dengan lingkungannya mengakibatkan


adanya pola penggunahan lahan yang beraneka ragam. Hal ini disebabkan karena
situasi dan kondisi lahan yang berbeda-beda sehingga menuntut manusia yang
mengggunakannya harus menggunakan cara penggunaan yang berbeda pula.
Penggunaan alam sekitar harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang
meliputi keadaan fisik lingkungan, keadaan sosial dan keadaan dari segi ekonomi.
Nah, sehubungan dengan hal ini, munculah beberapa teori seperti teori konsentris,
sektoral, inti ganda, konsektoral, poros dan historis (Danang Endarto, Hal. 209).

1) Teori Konsentris (Concentric Theory)


Teori tentang struktur ruang kota yang pertama adalah teori
konsentris yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest W. Burgess,
seorang sosiolog asal Amerika Serikat yang meneliti kota Chicago pada
tahun 1920. Ia berpendapat bahwa kota Chicago telah mengalami
perkembangan dan pemekaran wilayah seiring berjalannya waktu dan
bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan itu semakin meluas
menjauhi titik pusat hingga mencapai daerah pinggiran. Zona yang

156
terbentuk akibat pemekaran wilayah ini mirip sebuah gelang yang
melingkar.
Teori ini memungkinkan terjadi pada daerah eropa dan amerika
seperti london, kalkuta, chicago dan Adelaide (Australia) dimana
lingkungannya yang sangat mudah untuk dibangunnya jalur transportasi.
Di Indonesia, teori seperti ini sangat sulit terwujud (hanya di kota-kota
besar) karena lingkungan di Indonesia banyak yang merupakan daerah
pegunungan, berlembah, memiliki sungai besar dan daerah yang terpisah
laut. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

2) Teori Sektoral (Sector Theory)


Teori tentang struktur ruang kota yang kedua adalah teori sektoral
yakni teori yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt dari hasil penelitiannya
yang dilakukannya pada tahun 1930-an di kota Chicago. Hommer Hoyt
berpendapat bahwa unit-unit kegiatan di perkotaan tidak menganut teori
konsentris melainkan membentuk unit-unit yang lebih bebas. Ia
menambahkan bahwa daerah dengan harga tanah yang mahal pada
umumnya terletak di luar kota sedangkan harga tanah yang lebih murah
biasanya merupakan jalur-jalur yang bentuknya memanjang dari pusat
kota (pusat kegiatan) menuju daerah perbatasan. Untuk lebih jelasnya bisa
dilihat pada gambar di bawah ini.

157
3) Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang ketiga adalah teori inti
ganda yakni teori yang dikemukakan oleh dua orang ahli geografi yang
bernama Harris dan Ullman pada tahun 1945. Mereka berdua berpendapat
bahwa teori konsentris dan sektoral memang terdapat di perkotaan namun
apabila dilihat lebih dalam lagi, maka akan didapati kenyataan yang lebih
kompleks.
Kenyataan yang kompleks ini disebabkan karena dalam sebuah
kota yang berkembang akan tumbuh inti-inti kota yang baru yang sesuai
dengan kegunaan sebuah lahan, misalnya adanya pabrik, universitas,
bandara, stasiun kereta api dan sebagainya. Nah, inti-inti kota tersebut
akan menciptakan suatu pola yang berbeda-beda karena kita tentunya akan
tahu bahwa sebuah tempat yang dibuka (misalnya pabrik), maka
disekitarnya akan tumbuh pemukiman kos-kosan, perdagangan kecil dan
sebagainya yang tentunya semua ini akan ikut mempengarui struktur ruang
kota. Biasanya faktor keuntungan dari segi ekonomilah yang melatar
belakangi munculnya inti-inti kota ini.

158
4) Teori Konsektoral (Tipe Eropa)
Teori tentang struktur ruang kota yang keempat adalah teori
konsektoral (tipe Eropa) yakni teori yang dikemukakan oleh Peter Mann di
Inggris pada tahun 1965. Peter Mann mencoba untuk menggabungkan
teori konsentris dan sektoral, akan tetapi disini teori konsentris lebih
ditonjolkan.

5) Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)


Teori tentang struktur ruang kota yang kelima adalah teori
konsektoral (tipe Amerika Latin) yakni teori yang dikemukakan oleh
Ernest Griffin dan Larry Ford saat melakukan penelitian di Amerika Latin

159
pada tahun 1980. Teori ini bisa Anda lihat gambarannya seperti pada
gambar berikut.

6) Teori Poros
Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros
yakni teori yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini
menekankan bahwa jalur tranportasi dapat memberikan pengaruh yang
sangat besar terhadap struktur ruang kota.

7) Teori Historis
Teori tentang struktur ruang kota yang terakhir yakni teori historis
yang dikemukakan oleh Alonso. Teorinya didasari atas nilai sejarah yang
berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di kota tersebut.
Kita bisa melihat gambaranya di bawah ini.

160
Daerah yang menjadi pusat kegiatan dalam kurun waktu yang lama akan
mengalami kerusakan lingkungan, akibatnya sejumlah penduduk akan pindah ke
daerah pinggiran yang masih asri dan alami (lihat garis yang menunjuk keluar).
Kerusakan lingkungan di daerah pusat kegiatan ini akan mengundang pemerintah
setempat untuk melakukan perbaikan sehingga ketika dirasa telah lebih baik, hal
ini akan mengundang sejumlah masyarakat untuk tinggal di dekat wilayah pusat
kegiatan. Beberapa alasannya adalah karena mudahnya tranportasi, banyaknya
pusat perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya (lihat garis yang menunjuk ke
dalam).

Perbaikan terus di lakukan dimana yang awalnya hanya di lakukan pada


wilayah 1 (pusat kegiatan) kemudian merambat ke wilayah 2, 3 dan seterusnya.
Tentunya ini akan menarik masyarakat untuk memindahkan tempat tinggalnya
dari wilayah 1 ke wilayah yang lebih tinggi sehingga terjadilah perubahan tempat
tinggal. Beberapa alasannya pada umumnya karena wilayah pusat kegiatan sangat
padat penduduk sehingga tidak begitu nyaman.

2.9.3 Bentuk dan Model Struktur Ruang

Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi
menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105)
1. Monocentric city

161
Monocentric city adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah
penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan
yang sekaligus berfungsi sebagai CBD (Central Bussines District).
2. Polycentric city
Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan
tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari
satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota.
Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang
dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota.
Sementara itu, CBD secara berangsur-angsur berubah dari pusat pelayanan
retail (eceran) menjadi kompleks kegiatan perkantoran komersial yang daya
jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan wilayah kota saja, tetapi
wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota.
CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional
centre) akan membentuk kota menjadi polycentric city atau cenderung seperti
multiple nuclei city yang terdiri dari:
a. CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran
b. Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang
tadinya dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan setelah
berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi
dilayani oleh sub pusat kota
c. Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai
perkembangan kota
d. Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan
wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota
e. Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang
secara berangsur-angsur tidak menunjukkan bentuk kota lagi,
melainkan mengarah ke bentuk pedesaan (rural area)

3. Kota metropolitan

162
Kota metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota
satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut,
tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan
penduduk wilayah metropolitan.
Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat –
pusat pelayanannya diantaranya:
a. Mono centered
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling
terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain.
b. Multi nodal
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat
yang saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat selain terhubung
langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat.
c. Multi centered
Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung
satu sama lainnya.
d. Non centered
Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub
pusat. Semua node memiliki hirarki yang sama dan saling terhubung
antara yang satu dengan yang lainnya.

163
Gambar Model Struktur Ruang
Sumber : Sinulingga 2005

Selain itu beberapa penulis juga menggolongkan tipologi struktur sebagai


gambar berikut:

Gambar Tipologi Struktur Ruang


Sumber : Wiegen (2005)

2.9.4Pengertian Pusat dan Sub Pusat Pelayanan Kota


Pusat kota merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik,
sosial budaya, ekonomi, dan teknologi. Jika dilihat dari fungsinya, pusat kota
merupakan tempat sentral yang bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah-
daerah di belakngnya, mensuplainya dengan barang-barang dan jasa-jasa

164
pelayanan, jasa-jasa ini dapat disusun menurut urutan menaik dan menurun
tergantung pada ambang batas barang permintaan. Pusat kota terbagi dalam dua
bagian:
1. Bagian paling inti (The Heart of The Area) disebut RBD (Retail Business
District) Kegiatan dominan pada bagian ini antara lain department store,
smartshop, office building, clubs, hotel, headquarter of economic, civic,
political.
2. Bagian diluarnya disebut WBD (Whole Business District) yang ditempati
oleh bangunan yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi dalam jumlah
yang besar antara lain pasar dan pergudangan.

Sedangkan menurut Arthur dan Simon (1973), pusat kota adalah pusat
keruangan dan administrasi dari wilayahnya yang memiliki beberapa ciri, yaitu
1. Pusat kota merupakan tempat dari generasi ke generasi menyaksikan
perubahan-perubahan waktu.
2. Pusat kota merupakan tempat vitalitas kota memperoleh makanan dan
energi, dengan tersebarnya pusat-pusat aktivitas seperti pemerintahan,
lokasi untuk balai kota, toko-toko besar, dan bioskop.
3. Pusat kota merupakan tempat kemana orang pergi bekerja, tempat ke mana
mereka ”pergi ke luar”.
4. Pusat kota merupakan terminal dari pusat jaringan, jalan kereta api, dan
kendaraan umum.
5. Pusat kota merupakan kawasan di mana kita menemukan kegiatan usaha,
kantor pemerintahan, pelayanan, gudang dan industri pengolahan, pusat
lapangan kerja, wilayah ekonomis metropolitan.
6. Pusat kota merupakan penghasilan pajak yang utama, meskipun kecil
namun nilai bangunan yang ada di pusat kota merupakan proporsi yang
besar dari segala keseluruhan kota, karena pusat kota memiliki prasarana
yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.
7. Pusat kota merupakan pusat-pusat fungsi administratif dan perdagangan
besar, mengandung rangkaian toko-toko eceran, kantor-kantor profesional,

165
perusahaan jasa, gedung bioskop, cabang-cabang bank dan bursa saham.
Dalam kota kecil yang swasembada, kawasan ini juga menyediakan
fasilitas perdagangan besar mencakup pusat-pusat administratif dan
transportasi yang diperlukan.

Sedangkan pengertian sub pusat pelayanan kota adalah suatu pusat yang
memberikan pelayanan kepada penduduk dan aktivitas sebagian wilayah kota,
dimana ia memiliki hirarki, fungsi, skala, serta wilayah pelayanan yang lebih
rendah dari pusat kota, tetapi lebih tinggi dari pusat lingkungan.

2.9.5 Faktor-Faktor Timbulnya Pusat Pelayanan

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya suatu pusat-pusat pelayanan, yaitu:


1. Faktor Lokasi
Letak suatu wilayah yang strategis menyebabkan suatu wilayah dapat
menjadi suatu pusat pelayanan.
2. Faktor Ketersediaan Sumber Daya
Ketersediaan sumber daya dapat menyebabkan suatu wilayah menjadi
pusat pelayanan.
3. Kekuatan Aglomerasi
Kekuatan aglomerasi terjadi karena ada sesuatu yang mendorong kegiatan
ekonomi sejenis untuk mengelompok pada suatu lokasi karena adanya
suatu keuntungan, yang selanjutnya akan menyebabkan timbulnya pusat-
pusat kegiatan.
4. Faktor Investasi Pemerintah
Ketiga faktor diatas menyebabkan timbulnya pusat-pusat pelayanan secara
ilmiah, sedangkan faktor investasi pemerintah merupakan sesuatu yang
sengaja dibuat (Artificial).

166
2.9.6 Perkembangan Kota dan Struktur Ruang

Perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan


perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda.
Sorotan perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang
berbeda dan untuk menganalisis ruang yang sama. Menurut J.H.Goode dalam
Daldjoeni (1996: 87), perkembangan kota dipandang sebagai fungsi dari pada
faktor-faktor jumlah penduduk, penguasaan alat atau lingkungan, kemajuan
teknologi dan kemajuan dalam organisasi sosial.
Sedangkan menurut Bintarto (1989), perkembangan kota dapat dilihat dari
aspek zone-zone yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dalam konsep ini
Bintarto menjelaskan perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan
yang membentuk zone-zone tertentu di dalam ruang perkotaaan sedangkan
menurut Branch (1995), bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan posisinya
secara geografis dan karakteristik tempatnya. Branch juga mengemukakan contoh
pola-pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk ilustrasi seperti :
a) topografi,
b) bangunan,
c) jalur transportasi,
d) ruang terbuka,
e) kepadatan bangunan,
f) iklim lokal,
g) vegetasi tutupan dan
h) kualitas estetika.

Secara skematik Branch,menggambarkan 6 pola perkembangan kota, sebagai


berikut:

167
Gambar Pola Umum Perkembangan Perkotaan

Sumber : Branch, 1996

Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal


perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa
alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk
kota yang disarankan, yaitu;

(a) bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans),
kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian
fungsional yang efektif dan efisien;
(b) bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat
kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan
dan yang menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan
berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga
bagi penduduk kota;
(c) bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang
jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan
sebagai daerah hijau terbuka;
(d) bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih
kecil tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan
perkotaan hanya terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya
linier, dipinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial dan
dibelakangnya ditempati permukiman penduduk;
(e) bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota
biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga
memungkinkan terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil;
(f) bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang
besar dan kompak terdapat beberapa urban center , dimana masing-masing
pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama
lain; dan

168
(g) bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya
dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya
tidak dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi
sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.

169
Gambar Beberapa Alternatif Bentuk Kota

(Sumber : Hudson, 1999)

bentuk kota: satelit, kota bintang, cincin, linear, memancar, kompak dan
bawah tanah.

Dalam perencanaan fungsional yang dikemukakan Anthony J. Catanese


bahwa bentuk kota terbentuk dari (1) tata guna lahan, (2) pembangunan
perumahan (real estate), (3) infrastruktur, (4) lingkungan, (5) transportasi, (6)
perumahan, (7) pelestarian benda-benda bersejarah, (8) teknologi.

Melville mengemukakan bahwa secara fisik unsur-unsur perkotaan


terbentuk dari bangunan-bangunan, bangunan yang lain yang bukan berupa
bangunan gedung, jalur-jalur tranportasi dan utilitas kota, ruang terbuka,
kepadatan perkotaan, pengaruh iklim, vegetasi, kulaitas estetika, dan perancangan
perkotaan. Sedangkan secara sosial unsur perkotaan dipengaruhi oleh besaran
jumlah penduduk, komposisi penduduk, dan penduduk lanjut usia.

2.10 Teori Pola Ruang

Rencana pola ruang wilayah kota merupakan rencana distribusi


peruntukan ruang dalam wilayah kota yang meliputi rencana peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

Rencana pola ruang wilayah kota berfungsi:


 sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat
dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kota;
 mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;
 sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima
tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun; dan
 sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah kota.

Rencana pola ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan:


 kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota;

170
 daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kota;
 kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan
lingkungan; dan
 ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Rencana pola ruang wilayah kota dirumuskan dengan kriteria:


 merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWN beserta
rencana rincinya;
 merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW provinsi
beserta rencana rincinya;
 memperhatikan rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota yang
berbatasan;
 memperhatikan mitigasi bencana pada wilayah kota;
 memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan dalam wilayah
kota;
 menyediakan ruang terbuka hijau minimal 30 % dari luas wilayah kota;
 menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal;
 menyediakan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan sosial,
budaya, dan ekonomi masyarakat kota; dan
 jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu
perencanaan pada wilayah kota bersangkutan;
 mengacu pada klasifikasi pola ruang wilayah kota yang terdiri atas
kawasan lindung dan kawasan budi daya.

2.10.1 Kawasan Lindung

Kawasan lindung yang dapat terdiri atas:


 hutan lindung;
 kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya,
yang meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air;

171
 kawasan perlindungan setempat, yang meliputi sempadan pantai,
sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar
mata air;
 ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi taman RT,
taman RW, taman kota dan permakaman;
 kawasan suaka alam dan cagar budaya;
 kawasan rawan bencana alam, yang meliputi kawasan rawan tanah
longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir; dan
 kawasan lindung lainnya.

2.10.2 Kawasan Budi Daya

Kawasan budi daya yang terdiri atas:


 kawasan perumahan yang dapat dirinci, meliputi perumahan dengan
kepadatan tinggi, perumahan dengan kepadatan sedang, dan perumahan
dengan kepadatan rendah;
 kawasan perdagangan dan jasa, yang diantaranya terdiri atas pasar
tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern;
 kawasan perkantoran yang diantaranya terdiri atas perkantoran
pemerintahan dan perkantoran swasta;
 kawasan industri, yang meliputi industri rumah tangga/kecil dan industri
ringan;
 kawasan pariwisata, yang diantaranya terdiri atas pariwisata budaya,
pariwisata alam, dan pariwisata buatan;
 kawasan ruang terbuka non hijau;
 kawasan ruang evakuasi bencana meliputi ruang terbuka atau ruang-ruang
lainnya yang dapat berubah fungsi menjadi melting point ketika bencana
terjadi;
 kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan
 kawasan peruntukan lainnya, meliputi antara lain: pertanian,
pertambangan (disertai persyaratan yang ketat untuk pelaksanaan
penambangannya), pelayanan umum (pendidikan, kesehatan, peribadatan,

172
serta keamanan dan keselamatan), militer, dan lain-lain sesuai dengan
peran dan fungsi kota.

2.10.3 Ketentuan Pemetaan Pola Ruang

Rencana pola ruang wilayah kota harus digambarkan dengan ketelitian


peta skala minimum 1:25.000 dan mengikuti ketentuan sistem informasi geografis
yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;
Cakupan rencana pola ruang wilayah kota meliputi ruang darat dan ruang laut
dengan batasan 4 (empat) mil laut diukur dari garis pantai di wilayah kota atau
sampai batas negara yang disepakati secara internasional apabila kota terkait
berbatasan laut dengan negara lain;
Rencana pola ruang wilayah kota dapat digambarkan dalam beberapa lembar peta
yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)
atau mengikuti ketentuan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(Bakosurtanal). Untuk wilayah kota yang memiliki wilayah pesisir dan kelautan
perlu dilengkapi dengan peta batimetri (yang menggambarkan kontur laut) skala
1:25.000; dan
Penggambaran rencana pola ruang wilayah kota harus mengikuti peraturan
perundangan-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang, antara lain memuat
sistem jaringan prasarana utama dan sungai;
Rencana pola ruang untuk ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi
wilayah kota diatur lebih lanjut dengan pedoman tersendiri;
Harus mengikuti peraturan perundang-undangan terkait pemetaan rencana tata
ruang.

173
BAB II ................................................................................................................... 20

TINJAUAN TEORI .............................................................................................. 20

2.1. Aspek Kebijakan , Kelembagaan Dan Pembiayaan ............................... 20

2.1.1. Teori Kebijakan ............................................................................. 20

2.1.1.1. Deskripsi ................................................................................. 22

2.1.1.2. Evaluasi .................................................................................... 23

2.1.1.3. Proses Pembuatan Kebijakan ................................................... 24

2.1.2. Definisi Kelembagaan ..................................................................... 25

2.1.2.1. Kelembagaan Pemerintah ...................................................... 26

2.1.2.2. Kelembagaan Daerah ............................................................. 27

2.1.2.3. Kelembagaan Masyarakat ........................................................ 27

2.1.2.4. Karakteristik Kelembagaan .................................................... 28

2.1.3. Definisi Pembiayaan ...................................................................... 29

2.1.3.1. Sumber-sumber Pembiayaan pembangunan Daerah ............ 29

2.1.3.2. Sumber Pendapatan Pemerintah ............................................ 29

2.1.3.3. Teori Pembiayaan Kabupaten ................................................ 38

2.2. Aspek Fisik ............................................................................................. 39

2.2.1. Pengertian Wilayah ......................................................................... 39

2.2.2. Topografi ......................................................................................... 39

2.2.3. Morfologi ........................................................................................ 40

2.2.4. Hidrologi ......................................................................................... 41

2.2.5. Geologi ............................................................................................ 42

2.2.5.1. Jenis Batuan ............................................................................. 42

2.2.5.2. Alami ....................................................................................... 43

2.2.5.3. Non Alami................................................................................ 47


2.2.6. Klimatologi ..................................................................................... 47

2.2.7. Kemampuan Lahan ......................................................................... 51

2.2.8. Kesesuaian Lahan............................................................................ 61

2.2.9. Konsep Dasar GIS ........................................................................... 65

2.3. Tata Guna Lahan .................................................................................... 67

2.3.1. Tata Guna Lahan ............................................................................. 68

2.3.2. Fungsi Lahan ................................................................................... 69

2.3.3. Pola Penggunaan Lahan .................................................................. 71

2.3.3.1. Kawasan Terbagun .................................................................. 71

2.3.3.2. Kawasan Non Terbangun......................................................... 72

2.3.3.3. Pola Permukiman ..................................................................... 73

2.3.3.4. Pola Industri ............................................................................. 73

2.3.3.5. Pola Perdagangan ..................................................................... 74

2.3.4. Tujuan Tata Guna Lahan ................................................................. 74

2.3.5. Bentuk Penggunaan Lahan di Perkotaan......................................... 75

2.3.6. Perubahan Pemanfaatan Lahan ....................................................... 76

2.3.7. Faktor-faktor Perubahan Lahan....................................................... 76

2.3.8. Teori Intensitas Pemanfaatan Ruang ............................................... 77

2.4. Aspek Kependudukan ............................................................................. 78

2.4.1. Teori Kependudukan ....................................................................... 78

2.4.1.1. Jumlah Penduduk ..................................................................... 81

2.4.1.2. Laju Pertumbuhan Penduduk ................................................... 82

2.4.1.3. Kepadatan Penduduk ............................................................... 82

2.4.1.4. Struktur Penduduk ................................................................... 83

2.4.1.5. Urbanisasi ................................................................................ 84


2.4.1.6. Migrasi ..................................................................................... 84

2.4.2. Teori Sosial Kependudukan ............................................................ 85

2.4.2.1. Sosial Kependudukan .............................................................. 85

2.4.2.2. Kebudayaan dan Masyarakat ................................................... 86

2.4.2.3. Perubahan Sosial dan Kebudayaan .......................................... 87

2.4.2.4. Masalah Sosial ......................................................................... 88

2.5. Aspek Ekonomi ...................................................................................... 89

2.5.1. Definisi Ekonomi ............................................................................ 89

2.5.2. Karakteristik Ekonomi .................................................................... 90

2.5.2.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi .................................................... 90

2.5.2.2. Pendapatan Perkapita ............................................................... 90

2.5.3. Struktur Perekonomian.................................................................... 91

2.5.4. Pola Aliran Barang .......................................................................... 92

2.5.5. Analisis Perekonomian.................................................................... 92

2.5.5.1. Teori LQ (Location Quotient).................................................. 92

2.5.5.2. Teori Multiplier Effect ............................................................. 93

2.6. Aspek Sarana Prasarana ......................................................................... 94

2.6.1. Pengertian Sarana dan Prasarana .................................................... 94

2.6.2. Kriteria Pengelompokan Sarana dan Prasarana .............................. 95

2.6.2.1. Kriteria Pengelompokan Sarana .............................................. 95

2.6.2.2. Kriteria Pengelompokan Prasarana ........................................ 105

2.7. Aspek Transport ................................................................................... 110

2.7.1. Pengertian Transportasi ................................................................. 110

2.7.2. Fungsi Transportasi ....................................................................... 112

2.7.3. Sistem Transportasi ....................................................................... 113


2.7.4. Konsep Perencanaan Transportasi ................................................ 117

2.7.5. Satuan Mobil Penumpang (SMP) ................................................. 119

2.7.6. Kapasitas Jalan .............................................................................. 120

2.7.7. Tingkat Pelayanan ......................................................................... 125

2.7.8. VCR .............................................................................................. 126

2.8. Tinjauan Teori Aspek Perumahan Komersial ...................................... 127

2.8.1. Kawasan Perumahan ..................................................................... 127

2.8.1.1. Kebijakan dan Peraturan Perumahan ..................................... 129

2.8.1.2. Persyaratan Permukiman ....................................................... 135

2.8.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan


Permukiman ............................................................................................ 136

2.8.1.4. Jenis Rumah ........................................................................... 137

2.8.1.5. Tipe Perumahan ..................................................................... 139

2.8.1.6. Teori Lokasi Kawasan Perumahan ........................................ 141

2.8.2. Kriteria Pembangunan Perumahan ................................................ 143

2.8.2.1. Pengertian Pemukiman Kumuh ............................................. 144

2.8.2.2. Identifikasi Pemukiman Kumuh ............................................ 145

2.8.3. Pola Lokasi Permukiman dan Komersial ...................................... 146

2.8.4. Kawasan Komersil ........................................................................ 147

2.8.4.1. Teori Lokasi Komersial ......................................................... 148

2.8.4.2. Perkembangan Koridor Komersial ........................................ 149

2.9 Teori Setruktur Ruang .......................................................................... 150

2.9.1 Pengertian Sruktur Ruang ............................................................. 150

2.9.2 Teori Tentang Struktur Ruang Kota.............................................. 156

2.9.3 Bentuk dan Model Struktur Ruang ............................................... 161


2.9.4 Pengertian Pusat dan Sub Pusat Pelayanan Kota .......................... 164

2.9.5 Faktor-Faktor Timbulnya Pusat Pelayanan ................................... 166

2.9.6 Perkembangan Kota dan Struktur Ruang ...................................... 167

2.10 Teori Pola Ruang .............................................................................. 170

2.10.1 Kawasan Lindung.......................................................................... 171

2.10.2 Kawasan Budi Daya ...................................................................... 172

2.10.3 Ketentuan Pemetaan Pola Ruang .................................................. 173

Gambar 2. 1 Gambar Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis ........................ 66


Gambar 2. 2 Diagram Sistem Transportasi Makro & Mikro ............................. 116
Gambar 2. 3 Bangkitan Pergerakan ................................................................... 118
Gambar 2. 4 Tingkat Pelayanan ......................................................................... 126
Gambar 2. 5 Gambar Central Business Districk ................................................. 149
Gambar Model Struktur Ruang ........................................................................... 164

Gambar Tipologi Struktur Ruang........................................................................ 164

Gambar Pola Umum Perkembangan Perkotaan .................................................. 168

Gambar Beberapa Alternatif Bentuk Kota .......................................................... 170

Tabel 2. 1 Prosedur Analisis Kebijakan Dengan Tahap Pembuatan Kebijakan .. 25


Tabel 2. 2 Kesesuaian Kemiringan Lereng Terhadap Penggunaan Lahan .......... 40
Tabel 2. 3 Bobot Satuan Kemampuan Lahan....................................................... 61
Tabel 2. 4 Aturan Kelas Lereng ........................................................................... 64
Tabel 2. 5 Aturan Kelas Jenis Tanah .................................................................... 65
Tabel 2. 6 Aturan Kelas Intensitas Hujan ............................................................. 65
Tabel 2. 7 Perbedaan antara Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan ... 87
Tabel 2. 8 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor .................... 88
Tabel 2. 9 Informasi Model Bangkitan Pergerakan Berdasarkan Zona ............. 118
Tabel 2. 10 Ekivalen Pengelompokkan Kendaraan Kedalam (SMP) ................ 119
Tabel 2. 11 Besar Nilai SMP Berdasarkan Karakteristik Kendaraan ................ 119
Tabel 2. 12 Kapasitas Dasar (CO) ..................................................................... 121
Tabel 2. 13 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah (FCSP) ........... 122
Tabel 2. 14 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCw) ..................... 122
Tabel 2. 15 Klasifikasi Gangguan Samping....................................................... 123
Tabel 2. 16 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCsf) ........ 124
Tabel 2. 17 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCcs) .................. 124
Tabel 2. 18 Nilai VCR pada Berbagai Kondisi .................................................. 127
Tabel 2. 19 Faktor Reduksi Kebutuhan Lahan Untuk Sarana Lingkungan
Berdasarkan Kepadatan Penduduk ...................................................................... 132

Anda mungkin juga menyukai