Anda di halaman 1dari 9

RESUME ANALIS KEBIJAKAN

(WILLIAM N. DUNN dalam Bukunya Analisis Kebijakan Publik


dan NUGROHO dalam Bukunya Kebijakan Publik, Formulasi,
Implementasi dan Evaluasi)
oleh :
Wista Dwi Handono P (104674221)

ANALISIS KEBIJAKAN
Menurut William N Dunn Analisis kebijakan ialah Disiplin ilmu sosial terapan yang
menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan serta
memindahkan informasi relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat
politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan.
Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang bersifat
deskriptif, evaluatif, dan preskriptif. Sebagai disiplin ilmu terapan, analisis kebijakan publik
meminjam tidak hanya ilmu sosial dan perilaku tetapi juga administrasi publik, hukum, etika
dan berbagai macam cabang analsisis sistem dan matematika terapan. Analisis kebijakan ini
diharapkan mampu unntuk menghasilkan informasi dan argumen yang masuk akal mengenai:
1) Nilai yang merupakan sebagai tolok ukur masalah teratasi, 2) fakta yang diaman sebagai
pembatas atau meningkatkan nilai, 3) tindakan yang penerapannya menghasilkan nilai, untuk
menghasilkan ketiga hal tersebut seorang analis dapat memakai satu atau lebih pendekatan
yang ada antara lain : empiris, valuatif, dan normatif.
Pendekatan Empiris ditekankan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat
dari suatu kebijakan publik tertentu. Pendekatan ini menghasilkan informasi yang bersifat
deskriptif. Pendekatan Evaluatif sendiri ditekankan pada penentuan bobot atau nilai beberapa
kebijakan, pada pendekatan ini perkembangan disiplin ilmu inilah yang sering menjadi akibat
dari penelitian terapan ketimbang sebagai penyebabnya. Pendekatan Normatif ditekanan pada
rekomendasi tindakan, menghasilkan informasi yang bersifat preskriptif serta memiliki hasil
rekomendasi terhadap kebijakan apa yg sebaiknya diadopsi utk masalah publik

Bentuk – Bentuk Analisis Kebijakan


1. Analisis Kebijakan Retrospekrif ( apa yang terjadi dan perbedaan apa yang dibuat )
2. Analisis Kebijakan Prospektif ( apa yang akan terjadi dan apa yang harus dilakukan )
ANALIS KEBIJAKAN
Analis Kebijakan adalah para ahli yang melakukan penelitian atau pengamatan
terhadap berbagai kebijakan yang ada dimana mereka mampu untuk menilai sebuah
kebijakan yang ada dan memberikan rekomendasi kebijakan baru berdasarkan penelitian dan
pendapat-pendapat mereka. Menurut William N Dunn Analis kebijakan terbagi menjadi
tiga tipe analis yaitu :
1. Analis yang berorientasi pada disiplin (Discipline-oriented analysts). Kelompok orang/ para
ilmuan pollitik dan sosiologi yang berusaha mengembangkan dan menguji teori yang
didasarkan pada teori dan konsekwensi-konsekwensi kebijakan serta jarang mengidentifikasi
tujuan-tujuan dan sasaran spesifik dari para pembuat kebijakan dan tidak melakukan usaha
apapun untuk membedakan variable-variable kebijakan yang merupakan hal yang dapat
diubah melalui manipulasi kebijakan dan variable situasional yag tidak dapat dimanipulasi.
2. Analis yang berorietasi pada masalah (Problem-oriented analysts). Kelompok orang/ para
ilmuan yang berusaha menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi dari kebijakan, serta tidak
memperhatikan pengembangan dan pengujian teori-teori yang dianggap penting didalam
disiplin lmu sosial, tetapi lebih memperhatikan variable yang dapat dimanipulasi oleh
pembuat kebijakan. Orientasi masalahnya jarang menyajikan informasi mengenai tujuan dan
sasaran kebijkan yang spesifik karena masalah yang dianalisis bersifat umum.
3. Analis yang berorietasi pada aplikasi (Applications-oriented analysts). Kelompok orang/
para ilmuan pollitik, sosiologi, adm public, dan profesional pekerja sosial yang berusaha
menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi dan program publik, tetapi tidak memperhatikan
pengembangan dan pengujian teori-teori dasar. Lebih jauh kelompok ini idak hanya
memperhatikan variable-variable kebijakan, tapi juga melakukan identifikasi tujuan dan
sasaran kebijakan dari para pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan. Informasi megenai
tujuan-tujuan dan sasaran kebijakan memberi landasan bagi pemantauan, dan evaluasi hasil
kebijakan yang spesifik, yang dapat digunakan oleh praktisi untuk merumuskan masalah-
masalah kebijakan, mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan baru dan
merekomendasikan arah tindakan untuk memecahkan masalah.
Analis kebijakan diharapkan untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi tentang
nilai-nilai, fakta-fakta, dan tindakan-tindakan. Ketiga macam informasi tersebut dihubungkan
dengan tiga pendekatan analisis kebijakan yaitu: empiris, valuatif, dan normatif.
Menurut Nugroho dalam bukunya Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi (2004:85), “peran analis kebijakan adalah memastikan bahwa kebijakan yang
hendak diambil benar-benar dilandaskan atas manfaat optimal yang akan diterima oleh
publik, dan bukan asal menguntungkan pengambil kebijakan.” Oleh karenanya seorang analis
kebijakan perlu memiliki kecakapan-kecakapan sebagai berikut :
1. Mampu cepat mengambil fokus pada kriteria keputusan yang paling sentral;
2. Mempunyai kemampuan analisis multi-disiplin, jika pun tidak, mampu mengakses kepada
sumber pengetahuan di luar disiplin yang dikuasainya;
3. Mampu memikirkan jenis-jenis tindakan kebijakan yang dapat diambil;
4. Mampu menghindari pendekatan toolbox (atau textbook) untuk menganalisis kebijakan,
melainkan mampu menggunakan metode yang paling sederhana namun tepat dan
menggunakan logika untuk mendesain metode jika metode yang dikehendaki memang tidak
tersedia;
5. Mampu mengatasi ketidakpastian;
6. Mampu mengemukakan dengan angka;
7. Mampu membuat rumusan masalah yang sederhana namun jelas;
8. Mampu memeriksa fakta-fakta yang diperlukan;
9. Mampu meletakkan diri pada posisi orang lain (empati), khususnya sebagai pengambil
kebijakan dan publik yang menjadi konstituennya;
10. Mampu untuk menahan diri hanya untuk memberikan analisis kebijakan, bukan keputusan.
11. Mampu tidak saja mengatakan “ya” atau “tidak” pada usulan yang masuk, namun juga
mampu memberikan definisi dan analisa dari usulan tersebut;
12. Mampu menyadari bahwa tidak ada kebijakan yang sama sekali benar, sama sekali rasional
dan sama sekali komplit;
13. Mampu memahami bahwa ada batas-batas intervensi kebijakan publik;
14. Mempunyai etika profesi yang tinggi.

Tugas Analis Kebijakan


1. Membantu merumuskan cara untuk mengatasi atau memecahkan masalah kebijakan publik
2. Menyediakan informasi tentang apa konsekuensi dari alternatif kebijakan
3. Mengidentifikasi isu dan masalah kebijakan publik yang perlu menjadi agenda kebijakan
pemerintah
4. Meningkatkan kualitas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
Ketertarikan Para Analis Kebijakan Publik
1. Ketertarikan untuk memahami kebijakan (analysis of policy)
2. Ketertarikan untuk memperbaiki kualitas kebijakan (analysis for policy)
3. Ketertarikan untuk kedua aktivitas tersebut
ANALISA KEBIJAKAN

Analisis kebijakan menurut Dunn (1994) merupakan suatu aktivitas intelektual dan praktis
yang dimaksudkan untuk menciptakan, memberi penilaian kritis, dan mengkomunikasikan
pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan, sedangkan menurut Quade
(1984) dalam Effendi (2000), analisis kebijakan adalah suatu bentuk penilaian terapan yang
digunakan untuk memperoleh pemahaman tentang isu-isu sosioteknis dan memperoleh solusi
yang lebih baik, sedangkan menurut Weimer dan Vining (1988), analisis kebijakan
merupakan advice yang berorientasi pada masyarakat yang relevan dengan keputusan publik
dan dibentuk berdasarkan nilai-nilai sosial.

Secara luas lebih lanjut Dunn (1994) mendefinisikan analisis kebijakan publik adalah satu
diantara sejumlah aktor lainnya dalam sistem kebijakan, suatu sistem kebijakan (policy
sistem) atau seluruh pola institusional dimana didalamnya kebijakan dibuat, mencakup
hubungan timbal balik antara ketiga unsur yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan
lingkungan kebijakan.

Definisi masalah kebijakan tergantung pada pola keterlibatan pelaku kebijakan (policy
stakeholders), karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah,
lingkungan kebijakan (policy environment) merupakan konteks khusus dimana kejadian-
kejadian disekeliling isu kebijakan terjadi, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat
kebijakan dan kebijakan publik, sehingga sistem kebijakan merupakan proses yang dialektis
dimana dimensi objektif dan subjektif dari pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dari
prakteknya. ( Dunn,1994).

Dalam rangka memecahkan masalah ada beberapa tahap penting dari kebijakan publik antara
lain (Dunn, 1994) yaitu: penetapan agenda kebijakan (agenda setting), Formulasi kebijakan
(policy formulation), adopsi kebijakan (policy adoption), implementasi kebijakan (policy
implementation), dan penilaian kebijakan ( policy assesment), dimana tahap-tahap tersebut
akan dibahas sebagai berikut :

(1). Agenda Setting


Pada tahap penetapan agenda kebijakan, ditentukan apa yang menjadi masalah publik yang
perlu dipecahkan, hakekat permasalahan ditemukan melalui proses yang dikenal dengan
nama problem structuring. Menurut Peter (1984), bahwa suatu isu kebijakan dapat masuk
menjadi agenda kebijakan apabila isu tersebut : 1) Memiliki efek yang besar terhadap
masyarakat; 2) Membuat analogi dengan cara mengkiaskannya dengan kebijakan yang telah
ada; 3) Menghubungkannya dengan simbol-simbol (nasional/ politik); 4) Terjadinya market
failure dan ; 5) Ketersediaan Teknologi bagi penyelesaian masalah tersebut.

Problem structuring didasarkan pada 4 fase pencarian masalah, menurut Dunn (1994) fase
tersebut adalah : pencarian masalah (problem search), pendefinisian masalah (problem
definition), spesifikasi masalah (problem sfecification), dan pengenalan masalah (problem
sensing). Sedangkan untuk merumuskan masalah dapat digunakan berbagai metode yaitu :
analisis batasan masalah, analisis klasifikasi, analisis hirarkis, sinektik, brainstorming,
analisis multi persfektif, analisis asumsional, serta pemetaan argumentasi.

(2). Policy Formulation


Pada tahap formulasi kebijakan , para analis mengidentifikasikan kemungkinan kebijakan
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, untuk itu diperlukan suatau prosedur
yang dinamakan forecasting, dimana konsekuensi dari masing-masing pilihan kebijakan
dapat diungkapkan.

Menurut Peter (1984), formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk
menyelesaikan masalah publik, pada tahap ini para analis memulai mengaplikasikan beberapa
teknik analisis untuk berusaha menjustifikasi bahwa sebuah pilihan kebijakan adalah lebih
baik dari yang lain, adapun perangkat yang dapat digunakan bagi formulasi kebijakan adalah;
1) Analisis biaya manfaat; 2) Analisis keputusan dimana sebuah keputusan harus diambil
dalam ketidakpastian dan keterbatasan informasi.

(3). Policy Adaption.


Adopsi kebijakan merupakan tahap dimana ditentukan pilihan-pilihan kebijakan melalui
dukungan stakeholders, tahap ini detentukan setelah melalui proses rekomendasi, menurut
Effendi (1999) langkah rekomendasi meliputi :
a) Pengidentifikasian alternatif – akternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk
merealisasikan masa depan yang diinginkan yang merupakan langkah terbaik dalam upaya
mencapai tujuan tertentu.
b) Pengidentifikasian kriteria-kriteria untuk menilai alternatif yang akan direkomendasikan.
c) Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan criteria-kriteria yang
relevan agar efek positif alternatif kebijakan tersebut lebih besar dari efek negatif yang akan
ditimbulkannya.

Lebih lanjut Effendi (1999), mengemukakan metode identifikasi alternatif kebijakan adalah
sebagai berikut :
1.Researched analysis and experimentation
2.Analisis tidak bertindak
3.Quick surveys
4.Review literature
5.Perbandingan dengan pengalaman dunia nyata
6.Passive collection and classifikasi
7.Tipologi
8.Analogi
9.Brainstorming
10.Perbandingan ideal

Untuk menyeleksi atau memilih alternatif kebijakan yang ada diperlukan kriteria relevan
yang standar, dengan menerapkan kriteria tersebut seorang analis dapat merekomendasikan
alternatif mana yang paling baik untuk mencapai tujuan kebijakan, berkaitan dengan hal
tersebut Patton dan Sawicki (1988) dalam Keban ( 1999) mengemukakan beberapa kriteria
penting yang biasa digunakan yaitu: Technical Feasibility, Political Viability, Economic and
Financial Possibility dan Administrative Operability.

Technical Feasibility mengukur apakah keluaran (outcome) dari kebijakan atau program
dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, dalam kriteria ini ada dua subkriteria pokok yang
dibahas yaitu Effectiveness dan Adequacy, Effectiveness menyangkut sejauh mana kebijakan
atau program mencapai apa yang diinginkan, sedangkan Adequacy menyoal sampai seberapa
jauh kebijakan/program yang disarankan akan mampu memecahkan persoalan baik
keseluruhan ataupun sebagian.

Economic and Financial Possibility menyangkut evaluasi ekonomis dari policy atau program
yang ada, yang meliputi aspek perubahan dalam nilai seperti perubahan asset ekonomis,
GDP, Human Capital, dan non human resources lainnya, aspek Economis Efficiency, aspek
Profitability dan aspek Cost-Effectiveness.

Political Viability menyangkut 5 subkriteria yang harus diperhatikan yaitu Acceptability yang
menyangkut apakah suatu alternatif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para
klien dan aktor-aktor lainnya dalam masyarakat, Appropriateness berkenaan dengan apakah
suatu alternatif kebijakan tidak merusak atau bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah ada
dalam masyarakat, Responsiveness berkenaan dengan apakah suatu alternatif kebijakan akan
memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada, Legal dalam pengertian apakah suatu alternatif
kebijakan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, serta Equity yang
mengacu pada kriteria alternatif kebijakan yamg dipilih apakah akan menciptakan keadilan
dan pemerataan dalam masyarakat.

Kriteria terakhir adalah Administrative Operability yang menyangkut penilaian pada


beberapa elemen Administrative seperti Authority yang berkenaan dengan kewenangan
mengimplementasi suatu kebijakan atau program, Institusional Comitment yang menyangkut
kesamaan komitment dari administrator level atas sampai bawah, Capability berkenaan
dengan kemampuan skill dan staff serta financial suatu implementor agent, dan
Organizational Support yang berkaitan dengan ada atau tidaknya dukungan peralatan,
fasilitas fisik dan pelayanan- pelayanan lainnya terhadap alternatif kebijakan.

Adapun teknik yang paling praktis untuk memilih dan merekomemdasikan suatu alternatif
kebijakan adalah dengan mengunakan sitem rangking (Keban,1999), dimana total skor yang
paling sedikit akan dianggap yang paling baik, ataupun dengan menggunakan sistem indeks
untuk masing-masing alternatif, sehingga indeks yang tertinggi akan menjadi alternatif
terbaik.

(4). Policy Implementation


Implementasi kebijakan merupakan suatu tahap dimana kebijakan yang telah diadopsi
dilaksanakan oleh unit-unit administrasi tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan
sumber daya lainnya, pada tahap ini monitoring dilakukan, menurut Godon (1986) dalam
Keban (1999) implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk
realisasi program, dalam hal ini administrator mengatur cara untuk mengorganisir,
menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan-kebijakan yang telah diseleksi.
Mengorganisir berarti mengatur sumber daya , unit-unit dan metode-metode untuk
melaksanakan program, melakukan interpretasi berkaitan dengan menterjemahkan bahasa
atau istilah-istilah program ke dalam rencana dan petunjuk yang dapat diterima dan feasible.
Menerapkan berarti menggunakan instrument-instrument, melakukan pelayanan rutin,
pembayaran-pembayaran atau merealisasikan tujuan-tujuan program.

Lebih lanjut Effendi (2001) mendefinisikan implementasi adalah apa yang terjadi setelah
suatu peraturan perundangan ditetapkan dengan memberikan otorisasi pada suatu program,
kebijakan, manfaat atau suatu bentuk output yang jelas ( tangible), sedangkan tugas
implementasi kebijakan itu sendiri adalah menjadi penghubung yang memungkinkan tujuan-
tujuan kebijakan mencapai hasil (outcomes) melalui aktivitas-aktivitas pemerintah.

(5). Policy Assesment


Penilaian kebijakan adalah tahap terakhir dari tahap pembuatan kebijakan publik, dimana
diadakan penilaian apakah semua proses implementasi sesuai dengan apa yang telah
ditentukan sebelumnya atau tidak, pada tahap ini evaluasi diterapkan.

Menurut Samudra, dkk (1994) evaluasi kebijakan ditujukan untuk mengetahui 4 aspek yaitu :
1) Proses pembuatan kebijakan; 2) Proses implementasi; 3) Konsekuensi kebijakan dan; 4)
Efektivitas dampak kebijakan, evaluasi terhadap aspek pertama diatas dapat dilakukan
sebelum maupun sesudah kebijakan dilaksanakan, keduanya disebut sebagai evaluasi Sumatif
dan Formatif, sedangkan evaluasi terhadap aspek kedua disebut sebagi evaluasi
implementasi, sedangkan evaluasi terhadap aspek ketiga dan keempat dinamakan evaluasi
dampak kebijakan.

Sejalan dengan tahap-tahap kebijakan diatas, untuk mengubah Scientific Information menjadi
Policy Relevant Information, seorang analis kebijakan harus melakukan prosedur yang lazim
dipakai (Dunn,1994) yaitu :
1. Perumusan masalah (definisi) untuk menghasilkan informasi masalah kebijakan.
2. Peramalan (prediksi) untuk menghasilkan gambaran tentang masa depan kebijakan mengenai
konsekuensi dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk konsekuensi tidak melakukan
sesuatu untuk menyelesaikan masalah.
3. Rekomendasi (preskripsi) untuk menghasilkan informasi tentang tindakan kebijakan yang
paling baik dimana efek positif yang ditimbulkan lebih besar dari pada efek negatifnya.
4. Pemantauan (diskripsi) untuk menghasilkan informasi hasil kebijakan
(output/outcome).
5. Evaluasi untuk menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan publik, baik kinerja
efficiency, kinerja Efektivenees, kinerja Quality. kinerja Equity, maupun kinerja
Sustainability.

Anda mungkin juga menyukai