ANALISIS KEBIJAKAN
Menurut William N Dunn Analisis kebijakan ialah Disiplin ilmu sosial terapan yang
menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan serta
memindahkan informasi relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat
politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan.
Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang bersifat
deskriptif, evaluatif, dan preskriptif. Sebagai disiplin ilmu terapan, analisis kebijakan publik
meminjam tidak hanya ilmu sosial dan perilaku tetapi juga administrasi publik, hukum, etika
dan berbagai macam cabang analsisis sistem dan matematika terapan. Analisis kebijakan ini
diharapkan mampu unntuk menghasilkan informasi dan argumen yang masuk akal mengenai:
1) Nilai yang merupakan sebagai tolok ukur masalah teratasi, 2) fakta yang diaman sebagai
pembatas atau meningkatkan nilai, 3) tindakan yang penerapannya menghasilkan nilai, untuk
menghasilkan ketiga hal tersebut seorang analis dapat memakai satu atau lebih pendekatan
yang ada antara lain : empiris, valuatif, dan normatif.
Pendekatan Empiris ditekankan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat
dari suatu kebijakan publik tertentu. Pendekatan ini menghasilkan informasi yang bersifat
deskriptif. Pendekatan Evaluatif sendiri ditekankan pada penentuan bobot atau nilai beberapa
kebijakan, pada pendekatan ini perkembangan disiplin ilmu inilah yang sering menjadi akibat
dari penelitian terapan ketimbang sebagai penyebabnya. Pendekatan Normatif ditekanan pada
rekomendasi tindakan, menghasilkan informasi yang bersifat preskriptif serta memiliki hasil
rekomendasi terhadap kebijakan apa yg sebaiknya diadopsi utk masalah publik
Analisis kebijakan menurut Dunn (1994) merupakan suatu aktivitas intelektual dan praktis
yang dimaksudkan untuk menciptakan, memberi penilaian kritis, dan mengkomunikasikan
pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan, sedangkan menurut Quade
(1984) dalam Effendi (2000), analisis kebijakan adalah suatu bentuk penilaian terapan yang
digunakan untuk memperoleh pemahaman tentang isu-isu sosioteknis dan memperoleh solusi
yang lebih baik, sedangkan menurut Weimer dan Vining (1988), analisis kebijakan
merupakan advice yang berorientasi pada masyarakat yang relevan dengan keputusan publik
dan dibentuk berdasarkan nilai-nilai sosial.
Secara luas lebih lanjut Dunn (1994) mendefinisikan analisis kebijakan publik adalah satu
diantara sejumlah aktor lainnya dalam sistem kebijakan, suatu sistem kebijakan (policy
sistem) atau seluruh pola institusional dimana didalamnya kebijakan dibuat, mencakup
hubungan timbal balik antara ketiga unsur yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan
lingkungan kebijakan.
Definisi masalah kebijakan tergantung pada pola keterlibatan pelaku kebijakan (policy
stakeholders), karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah,
lingkungan kebijakan (policy environment) merupakan konteks khusus dimana kejadian-
kejadian disekeliling isu kebijakan terjadi, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat
kebijakan dan kebijakan publik, sehingga sistem kebijakan merupakan proses yang dialektis
dimana dimensi objektif dan subjektif dari pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dari
prakteknya. ( Dunn,1994).
Dalam rangka memecahkan masalah ada beberapa tahap penting dari kebijakan publik antara
lain (Dunn, 1994) yaitu: penetapan agenda kebijakan (agenda setting), Formulasi kebijakan
(policy formulation), adopsi kebijakan (policy adoption), implementasi kebijakan (policy
implementation), dan penilaian kebijakan ( policy assesment), dimana tahap-tahap tersebut
akan dibahas sebagai berikut :
Problem structuring didasarkan pada 4 fase pencarian masalah, menurut Dunn (1994) fase
tersebut adalah : pencarian masalah (problem search), pendefinisian masalah (problem
definition), spesifikasi masalah (problem sfecification), dan pengenalan masalah (problem
sensing). Sedangkan untuk merumuskan masalah dapat digunakan berbagai metode yaitu :
analisis batasan masalah, analisis klasifikasi, analisis hirarkis, sinektik, brainstorming,
analisis multi persfektif, analisis asumsional, serta pemetaan argumentasi.
Menurut Peter (1984), formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk
menyelesaikan masalah publik, pada tahap ini para analis memulai mengaplikasikan beberapa
teknik analisis untuk berusaha menjustifikasi bahwa sebuah pilihan kebijakan adalah lebih
baik dari yang lain, adapun perangkat yang dapat digunakan bagi formulasi kebijakan adalah;
1) Analisis biaya manfaat; 2) Analisis keputusan dimana sebuah keputusan harus diambil
dalam ketidakpastian dan keterbatasan informasi.
Lebih lanjut Effendi (1999), mengemukakan metode identifikasi alternatif kebijakan adalah
sebagai berikut :
1.Researched analysis and experimentation
2.Analisis tidak bertindak
3.Quick surveys
4.Review literature
5.Perbandingan dengan pengalaman dunia nyata
6.Passive collection and classifikasi
7.Tipologi
8.Analogi
9.Brainstorming
10.Perbandingan ideal
Untuk menyeleksi atau memilih alternatif kebijakan yang ada diperlukan kriteria relevan
yang standar, dengan menerapkan kriteria tersebut seorang analis dapat merekomendasikan
alternatif mana yang paling baik untuk mencapai tujuan kebijakan, berkaitan dengan hal
tersebut Patton dan Sawicki (1988) dalam Keban ( 1999) mengemukakan beberapa kriteria
penting yang biasa digunakan yaitu: Technical Feasibility, Political Viability, Economic and
Financial Possibility dan Administrative Operability.
Technical Feasibility mengukur apakah keluaran (outcome) dari kebijakan atau program
dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, dalam kriteria ini ada dua subkriteria pokok yang
dibahas yaitu Effectiveness dan Adequacy, Effectiveness menyangkut sejauh mana kebijakan
atau program mencapai apa yang diinginkan, sedangkan Adequacy menyoal sampai seberapa
jauh kebijakan/program yang disarankan akan mampu memecahkan persoalan baik
keseluruhan ataupun sebagian.
Economic and Financial Possibility menyangkut evaluasi ekonomis dari policy atau program
yang ada, yang meliputi aspek perubahan dalam nilai seperti perubahan asset ekonomis,
GDP, Human Capital, dan non human resources lainnya, aspek Economis Efficiency, aspek
Profitability dan aspek Cost-Effectiveness.
Political Viability menyangkut 5 subkriteria yang harus diperhatikan yaitu Acceptability yang
menyangkut apakah suatu alternatif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para
klien dan aktor-aktor lainnya dalam masyarakat, Appropriateness berkenaan dengan apakah
suatu alternatif kebijakan tidak merusak atau bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah ada
dalam masyarakat, Responsiveness berkenaan dengan apakah suatu alternatif kebijakan akan
memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada, Legal dalam pengertian apakah suatu alternatif
kebijakan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, serta Equity yang
mengacu pada kriteria alternatif kebijakan yamg dipilih apakah akan menciptakan keadilan
dan pemerataan dalam masyarakat.
Adapun teknik yang paling praktis untuk memilih dan merekomemdasikan suatu alternatif
kebijakan adalah dengan mengunakan sitem rangking (Keban,1999), dimana total skor yang
paling sedikit akan dianggap yang paling baik, ataupun dengan menggunakan sistem indeks
untuk masing-masing alternatif, sehingga indeks yang tertinggi akan menjadi alternatif
terbaik.
Lebih lanjut Effendi (2001) mendefinisikan implementasi adalah apa yang terjadi setelah
suatu peraturan perundangan ditetapkan dengan memberikan otorisasi pada suatu program,
kebijakan, manfaat atau suatu bentuk output yang jelas ( tangible), sedangkan tugas
implementasi kebijakan itu sendiri adalah menjadi penghubung yang memungkinkan tujuan-
tujuan kebijakan mencapai hasil (outcomes) melalui aktivitas-aktivitas pemerintah.
Menurut Samudra, dkk (1994) evaluasi kebijakan ditujukan untuk mengetahui 4 aspek yaitu :
1) Proses pembuatan kebijakan; 2) Proses implementasi; 3) Konsekuensi kebijakan dan; 4)
Efektivitas dampak kebijakan, evaluasi terhadap aspek pertama diatas dapat dilakukan
sebelum maupun sesudah kebijakan dilaksanakan, keduanya disebut sebagai evaluasi Sumatif
dan Formatif, sedangkan evaluasi terhadap aspek kedua disebut sebagi evaluasi
implementasi, sedangkan evaluasi terhadap aspek ketiga dan keempat dinamakan evaluasi
dampak kebijakan.
Sejalan dengan tahap-tahap kebijakan diatas, untuk mengubah Scientific Information menjadi
Policy Relevant Information, seorang analis kebijakan harus melakukan prosedur yang lazim
dipakai (Dunn,1994) yaitu :
1. Perumusan masalah (definisi) untuk menghasilkan informasi masalah kebijakan.
2. Peramalan (prediksi) untuk menghasilkan gambaran tentang masa depan kebijakan mengenai
konsekuensi dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk konsekuensi tidak melakukan
sesuatu untuk menyelesaikan masalah.
3. Rekomendasi (preskripsi) untuk menghasilkan informasi tentang tindakan kebijakan yang
paling baik dimana efek positif yang ditimbulkan lebih besar dari pada efek negatifnya.
4. Pemantauan (diskripsi) untuk menghasilkan informasi hasil kebijakan
(output/outcome).
5. Evaluasi untuk menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan publik, baik kinerja
efficiency, kinerja Efektivenees, kinerja Quality. kinerja Equity, maupun kinerja
Sustainability.