Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

DEMOKRASI KEMANUSIAAN DAN SOSIALISME KERAKYATAN: REFLEKSI


PEMIKIRAN SUTAN SJAHRIR DALAM POLITIK INDONESIA

DISUSUN UNTUK MELENGKAPI TUGAS INDIVIDU


MATA KULIAH PEMIKIRAN BUDAYA POLITIK INDONESIA
Pengajar : Prof. Syam Firadus
Semester/Tahun Akademik : Ganjil/ 2022-2023

Disusun Oleh
Muhammad Rizki Hambali : 221186918019

Program Magister Ilmu Politik


Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional
2023
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang

Sutan Sjahrir merupakan salah seorang pahlawan nasional yang menggerakan


revolusi kemerdekaan Indonesia. Sutan Sjahrir merupakan actor intelektual yang
membantu Soekarno-Hatta dalam memproklamasikan Indonesia. Pemikiran-
pemikirannya yang mendalam mengenai kemerdekaan dan demokrasi sangat berperan
penting dalam melawan penjajahan pada masa itu. Sjahrir merupakan seorang anak yang
dibesarkan dengan pendidikan dan intelektual modern (Romansyah, 2013). Sutan Sjahrir
mengenal dunia organisasi sejak sekolah AMS di Bandung dan melanjutkan studinya ke
Universitas Amsterdam pada tahun 1929.

Pada Usianya yang ke 21 Tahun (1930), Sjahrir bergabung dan terpilih sebagai
sekretaris Perhimpoenan Indonesia, dengan Muhammad Hatta sebagai ketuanya. Hatta
merupakan mentor politik Sjahrir dalam membangun gerakan dan revolusi untuk
Indonesia. Hatta dan Sjahrir banyak bekerjasama dalam usaha memerdekakan Indonesia
dan menjalankan Pemerintahan Indonesia. Karir Politik Sutan Sjahrir sangat penuh
dengan tantangan. Pada tahun 1931, Sjahrir pulang ke Hindia Belanda (Indonesia) dan
bergabung dengan PNI Baru. Tiga tahun setelahnya Sjahrir, bersama dengan pimpinan
PNI Baru, ditangkap dan diasingkan oleh pemerintahan kolonial. Kemudian akhirnya
Jepang masuk ke Indonesai dan menggeser Belanda yang pada saat itu menjajah
Indonesia. Sutan Sjahrir mengambil langkah dengan memperkuat gerakan griliya bawah
tanah.

Pemikiran Sjahrir yang banyak dipengaruhi oleh barat, banyak membantunya


dalam membangun gerakan-gerakan bawah tanah. Sutan Sjahrir menitikberatkan
pemikirannya kepada kemanusiaan, demokrasi dan intelektual bagi setiap orang.
Pemikiran ini, kemudian menjadi landasan awal yang mengubah system pemerintah
Indonesia, dari Presidensial menjadi parlamenter. Namanya tercatat sebagai perdana
menteri pertama dalam pemerintahan Parlementer Republik Indonesia.

Dasar pikiran dan perjuangan Sutan Sjahrir merupakan penjelmaan ide demokrasi.
Cita-cita masyarakat yang dihayati Sutan Sjahrir adalah masyarakat sosialis yang
dibangun dengan memperhatikan harkat kemanusiaan. Pemikiran politik Sutan Sjahrir
berada pada anti kolonialisme-kapitalisme, anti feodalisme, dan anti fasisme. Strategi
Sutan Sjahrir ialah non-kooperasi, kooperasi, dan mengubah masyarakat Indonesia
melalui pendidikan. Perubahan penting setelah Proklamasi adalah terjadinya pergeseran
pemerintahan presidensial ke pemerintahan parlementer. Sutan Sjahrir memimpin
kabinet parlementer selama tiga periode berturut-turut dari tahun 1945-1947

Sjahrir merupakan seorang aktivis yang ahli dalam berargumen, salah satu lawan
bicara Sjahrir yakni Van Kleffens, diplomat Belanda yang argumennya berhasil
dipatahkan Sjahrir dalam diplomasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat Agresi
Militer I. Kegagalan Kleffens adalah sesuatu yang memalukan bagi Belanda, karena
seorang diplomat berpengalaman di gelanggang Internasional mampu dibantah oleh
diplomat muda dari negeri yang baru saja lahir, Negara Indonesia. Karena keahliannya
tersebut. Syahrir dijuluki “the smiling diplomat” (Hadi, 2015).

Pemikiran demokrasi Sjahrir dilatarbelakangi dengan kondisi sosial politik,


budaya, pendidikan dan norma yang ada di Indonesia. Melalui demokrasi yang dikemas
dengan sosialisme kerakyatan, Sjahrir mempunyai visi yang besar bagi kedaulatan
Indonesia. Sutan Sjahrir mengembangkan sosialisme demokratis yang evolusioner
menjadi sosialisme kerakyatan yang revolusionner untuk mencapai masyarakat yang
demokratis. Pemikiran Sutan Sjahrir diperjuangkan dalam bidang politik pada saat
menjadi Perdana Menteri Indonesia. Sutan Sjahrir banyak mendapat kritik dari lawan
politiknya dalam memperjuangkan demokrasi (Hidayat, 2016).

Pemikiran Demokrasi dan Sosialisme Kerakyatan Sutan Sjahrir ini menjadi


urgensi dalam tulisan ini. Konsep tersebut sangat berperan penting dalam dinamika
berdemokrasi, berbangsa dan bernegara. Dinamika historis menjadi sebuah variabel
penting dalam kemerdekaan dan kondisi Indonesia saat ini. Konsep Sjahrir
menggabungkan pemikiran barat dan kondisi sosial budaya yang ada di Indoensia
menjadi sangat menarik untuk ditelusuri.

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Masalah di atas, maka rumusan masalah dari tulisan ini
adalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran politik Sutan Sjahrir tentang sosialisme kerakyatan?


2. Bagaimana pengaruh pemikiran politik Sutan Sjahrir bagi Bangsa Indonesia?
III. Kerangka Teoritis
Pemikiran Sutan Sjahrir tentang demokrasi kemanusiaan dan Sosialisme
Kerakyatan merupakan penggabungan dua konsep besar dalam meninjau demokrasi dan
pemerintahan di Indonesia. Pemikiran demokrasi yang berlandaskan sosialisme
kerakyatan ini, mengharapkan kedaulatan penuh yang melibatkan rakyat dalam
pemerinatahan. Pemikiran ini mempertegas pelibatan setiap elemen dalam pengambilan
keputusan negara.
Bagi Sjahrir demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat itu
sendiri, seperti ilmu yang Sjahrir dapatkan selama ia berkuliah di Amsterdam. Cara
evolusioner seperti pendidikan politik dibungkus menjadi cara revolusioner oleh Sutan
Sjahrir. Hal ini dikarenakan kondisi masyarakat Indonesia yang masih terjajah sehingga
perlu diutamakan kemerdekaan atau revolusi nasional. Sosialisme demokratis yang
disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia menghasilkan pemikiran baru bagi
Sutan Sjahrir yakni ideologi sosialisme kerakyatan, sosialisme ala Indonesia yang
menarik pula untuk dikaji.
Sosialisme kerakyatan Sutan Sjahrir juga sangat erat dengan budaya dan politik.
Oleh karenanya tulisan ini akan menggunakan analisis teori Budaya Politik Almond and
Verba (1984). Almond & Verba berpendapat bahwa Budaya Politik adalah pola-pola
tertentu atau orientasi yang mengarahkan dan membentuk tindakan-tindakan politik.
Suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam
bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada dalam sistem itu. Dalam
hal ini, masyarakat mengidentifikasikan dirinya terhadap simbol-simbol dan lembaga-
lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang dimilikinya.
Almond & Verba membagi tiga komponen utama dalam memandang obyek
politik sebagai budaya politik, yaitu sebagai berikut:
1.Kognitif
Menilai tingkat pengetahuan seseorang mengenai jalannya sistem
politik, tokoh-tokoh pemerintahan, kebijaksanaan yang mereka ambil, atau
tentang simbol-simbol yang dimiliki oleh sistem politiknya. Aspek ini
menitikberatkan pada intelektual dan ilmu pengetahuan warga negara dalam
menjalnkan aspek politis.
2.Afektif
Aspek perasaan seorang warga negara terhadap aspek-aspek sistem
politik tertentu yang dapat membuatnya menerima atau menolak sistem politik
itu secara keseluruhan. Aspek ini berofkus pada perasaan atau
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, dari setiap
strategi dan langkah politik yang diambil.
3.Evaluatif
Orientasi politik ditentukan oleh evaluasi moral yang memang telah
dimiliki seseorang. Norma-norma yang dianut akan menjadi dasar sikap dan
penilaiannya terhadap kehadiran sistem politik, bagian-bagian, simbol-simbol
dan norma-norma yang dimiliki masyarakat. Orientasi evaluatif ini berkaitan
dengan evolusi normatif, moral politik dan etika politik. Aspek ini berfokus
pada nilai dan moral yang diilhami individu yang kemudian mendasari pilihan
politik yang akan diambil dan penilalian terhadap situasi politik yang terjadi.
Konsep teori ini akan menjadi pisau analisis penulis dalam menganalisa dan
merefleksikan konsep demokrasi berlandaskan sosialisme kerakyatan oleh Sutan Sjahrir.
Budaya Politik yang ada di Indonesia dan pemikiran-pemikiran politik Sjahrir yang
dipengaruhi oleh budaya barat akan menjadi sebuah kajian khusus yang diramu dalam
konsep demokrasi kemanusiaan dan sosialisme kerakyatan Sutan Sjahrir. Melalui aspek
kognitif, afektik dan evaluative dapat menggambarkan relevansi antara budaya politik
dan sosialisme kerakyatan. Budaya politik akan mempengaruhi tindakan dan sikap yang
diambil dalam mengahadapi situasi politik tertentu, yang dalam hal ini dimaknai pada
dinamika politik era kemerdekaan Indonesia.
PEMBAHASAN

IV. Demokrasi Berlandaskan Sosialisme Kerakyatan


Sjahrir yang merupakan tokoh revolusioner kemerdekaan Indonesia ini,
memiliki pemikiran politik yang cemerlang dan strategis dalam melihat Indonesia, baik
sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Perubahan-perubahan besar banyak terjadi
dalam system pemerintahan dan politik di Indonesia yang didasari oleh pemikiran
sosialisme kerakyatan Sjahrir ini. Diplomasi Beras dan Persetujuan Linggarjati
merupakan pencapaian pemerintahan Sutan Sjahrir yang meluaskan pengakuan dunia
internasional kepada Republik Indonesia
Kondisi sosial, budaya danpendidikan mempengaruhi dan membentuk
pemikiran Sutan Sjahrir dengan paham sosialisme sehingga membentuk pribadi yang
humanis, anti kolonial-kapitalis, anti fasis, dan anti feodal. Pemikiran Sutan Sjahrir
mengajarkan nilai-nilai pendidikan demokrasi. Pemikiran Sutan Sjahrir hendaknya
dijadikan sebagai pelajaran dan semangat juang menghadapi tantangan di masa kini dan
masa akan datang (Romansyah, 2013). Hal ini menjadikannya sebagai seorang
negarawan yang berpangraruh besar terhadap Indonesia dan dunia.
Sosialisme kerakyatan merupakan sebuah paham yang menekankan kepada
pengetahuan, kondisi perasaan dan visi evaluasi terhadap kondisi sosial politik tertentu.
Pemikiran Sjahrir ini sejalan dengan budaya politik yang dijelaskan oleh Almond dan
Verba. Pada masa dewasa, Sjahrir menempatkan diri dalam perjuangan kemerdekaan
serta mengasumsikan berbagai tanggung jawab yang diterimanya. Saat Soekarno
dan Hatta bertugas mengambil jalan kooperatif dengan Jepang, Sjahrir bertugas
menyusun perlawanan di bawah tanah.
Sahjrir juga membantu persiapan kemerdekaan dengan menyusun teks
proklamasi versinya sendiri yang akhirnya dibacakan di Cirebon pada 15 Agustus
1945. Sejak diangkat menjadi Perdana Menteri pada 11 November 1945,
Sjahrir bertugas memimpin perundingan dengan Belanda untuk mendapatkan
pengakuan atas kemerdekaan Indonesia serta menggalang dukungan dari dunia
internasional.
Keberhasilan Sjahrir dalam perundingan linggarjati, diplomasi beras,
dan lake succes menunjukkan sjahrir mampu menjalankan tanggung jawab yang
diberikan padanya dengan baik. Ini merupakan perwujudan generativitas seperti
yang dikemukakan oleh Erikson, dimana individu memberi kontribusi untuk
mewujudkan keadaan yang lebih baik. Sjahrir tetap membangun dan menyebarkan
paham sosialisme kerakyatannya melalui gerakan-gerakan bawah tanah. Sjahrir
bergriliya melalui jaringan-jaringan grass root yang sudah dimilikinya.
Sjahrir memilih sosialisme dalam suatu paradigma yang mengusung ide
pembentukan manusia ideal, bebas, mandiri, rasional (yang menghargai akal),
dewasa namun juga tetap bahu-membahu kepada sesama (Setyono, dkk,
2013). Pembentukan manusia yang ideal ini juga disertai dengan ide
mengenai diperlukannya negara untuk tetap menjaga kondisi-kondisi tersebut
demi keberlangsungannya. Melalui hal ini dapat terlihat bahwa selain pembentukan
negara, Sjahrir juga mengatakan pentingnya untuk membentuk manusia-manusia
(rakyat) yang berpendidikan.
Menciptakan masyarakat yang demokratis merupakan tujuan dari ideologi
Sutan Sjahrir yaitu sosialisme-kerakyatan. Sosialisme yang disesuaikan dengan keadaan
di Indonesia. Ideologi perjuangan yang memberi tujuan kepada Sutan Sjahrir untuk
mencapai masyarakat yang demokratis. Mengenai pemikiran Sutan Sjahrir terhadap
ideologi sosialisme. Baginya, Sosialisme adalah ajaran politik yang memihak golongan
miskin dan tidak berpunya yaitu kaum proletar. Ia menentang golongan yang mampu
dan menggunakan kekayaannya untuk kepentingan dirinya dengan memperoleh untung
dari kemiskinan orang yang dipekerjakannya pada perusahaan-perusahaannya
V. Kedaulatan Negara dan Politik Indonesia dalam Pandangan Sjahrir
Dalam membaca implikasi pemikiran Sutan Sjahrir terhadap kedaulatan
negara dan politik Indonesia, penulis menggunakan pembagian fase yang dijelaskan
oleh Setiawan (2020), fase tersebut terbagi menjadi dua, yaitu fase sebelum
kemerdekaan dan fase sesudah kemerdekaan.
a. Fase sebelum kemerdekaan
Pada fase ini Sutan Sjahrir memulai karirnya sebagai seorang
negarawan dan organisatoris sejati. Kehidupan sekolahnya, baik di
Bandung maupun Belanda memberikan banyak pelajaran dan pengetahuan
yang menunjung karirnya. Sjahrir tiba di Hindia Belanda pada tahun 1931.
Kehadirannya kembali di tanah air menjadi suatu tahap baru dalam
perkembangan politiknya.
Dari pendidikan di Belanda Sjahrir telah memperoleh kebiasaan untuk
melakukan analisis yang tajam, menggunakan logika yang tidak
sentimental, dan kesediaannya untuk melancarkan kritik yang tajam
terhadap hal-hal yang dianggapnya tak berharga (Legge, 1993). Hatta dan
Sjahrir bergabung dengan kelompok nasionalis Golongan Merdeka. Jalan
Politik yang diambil Sutan Sjahrir, sesungguhnya dilatarbelakangi oleh
jiwa patriotik dan pemikirannya yang menjunjung tinggi persamaan derajat
setiap manusia.
Menurut Sutan Sjahrir nasionalisme harus berpijak pada demokrasi,
karena nasionalisme bisa tergelincir pada fasisme jika bersekutu dengan
feodalisme lokal. Nasionalisme juga bisa menjadi chauvinistik dalam
hubungan internasional, jika tidak dilandasi pemikiran humanistik
(kemanusiaan). Oleh karena itu maka sosialisme sebagai ajaran golongan
kaum miskin dan kaum yang tidak berkuasa dalam negara untuk suatu
jangka waktu yang agak lama merupakan suatu ajaran menentang dan
melawan keadaan yang memihak pada golongan yang mampu dan
berkuasa itu.
Selama berkiprah dalam sebelum kemerdekaan, Sjahrir dan Hatta
berkesimpulan bahwa berperan serta dalam pemerintahan yang disponsori
Jepang akan membantu mempersatukan kegiatan kaum nasionalis dan
kaum revolusioner yang berpencar guna mencapai kemerdekaan.
Keduanya bersepakat untuk sementara waktu Hatta bekerja sama dengan
pihak Jepang, sedangkan Sjahrir akan memimpin pengorganisasian
gerakan revolusioner bawah tanah yang terkoordinasi.
ketika pada akhir tahun 1943, Jepang mendekati Hatta untuk diminta
kerja samanya, Hatta menyetujui dengan syarat ia diperbolehkan
mengorganisasi pembangunan bangsa Indonesia. Keadaan mereka yang
sulit dan kesadaran akan pentingnya pemimpin yang populer seperti Hatta
membuat Jepang dengan mudahnya menerima syarat-syarat yang diajukan
Hatta. Akan tetapi, mereka gagal ketika mengharapkan kerja sama Sjahrir
dengan cara serupa. Sjahrir memberi alasan bahwa dirinya terlalu
disibukkan oleh kegiatan ’pendidikannya’ untuk memikirkan hal-hal lain,
alasan yang dikemukakan hanya untuk ’menutupi’ kegiatannya di bawah
tanah. Sjahrir tetap bergerak secara griliya untuk membangun gerakan-
gerakan perlawanan.
Pada bulan Oktober 1944, menyusul pernyataan Perdana Menteri
Koiso di Parlemen Jepang bahwa Indonesia akan segera diberi
kemerdekaan, Sukarno-Hatta dan yang lain-lainnya diizinkan untuk secara
terbuka menganjurkan kemerdekaan. Pada tanggal 1 Maret 1945, Panitia
Persiapan Kemerdekaan yang berbasis luas di Jawa dibentuk. Setelah
mengadakan sidang secara rutin pada bulan Mei, Juni, dan Juli, Panitia
tersebut berhasil mencapai keputusan-keputusan mengenai soal-soal
ekonomi dan konstitusi (Mani, 1989).
b. Fase Kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan
Pada fase awal kemerdekaan, Sjahrir memiliki peran yang besar dalam
menyusun strategi dan mendesak Soekarno untuk segera melakukan
proklamasi kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia. Sjahrir bahkan telah
mendengar kabar kekalahan jepang pada 14 Agustus 1945. Sjahrir dan
Hatta bersepakat agar segera mendesak Soekarno untuk mengumumkan
proklamasi sebelum tangga 19 Agustus. Hingga pada akhirnya, mereka
bersepakat untuk mengumumkannya pada 17 Agustus 1945.
Belanda, yang merupakan bagian dari Sekutu belum menerima
kemerdekaan Indonesia. Sjahrir, yang sebelumnya sudah memprediksi
sikap Sekutu itu berpendirian, menghadapi Belanda, termasuk Sekutu,
tidak bisa lagi dengan senjata, tapi harus lewat diplomasi.17 Sebagai ketua
KNIP yang baru, Sjahrir mengarahkan agar hendaknya keanggotaan KNI
(Komite Nasional Indonesia), baik di pusat maupun di daerah-daerah,
lebih mencerminkan aspirasi politik nasional. Dan sejalan dengan itu, atas
saran Sjarir selaku ketua KNIP, wakil presiden yaitu Hatta pada tanggal 3
November 1945 mengumumkan Maklumat X tentang pembentukan
partaipartai di Indonesia.
Bagi Sjahrir Negara Republik Indonesia harus memperjuangkan nilai-
nilai kemerdekaan dan demokrasi, apalagi karena harus mengantisipasi
segala kemungkinan berkaitan dengan keinginan Belanda untuk kembali
menjajah Indonesia. Masalahnya mendesak karena Sekutu yang
diboncengi agen dan serdadu NICA sudah datang untuk mengambil alih
Indonesia dari tangan Jepang. Salah satu masalah yang berkembang saat
itu adalah bahwa Sekutu akan mengadili para penjahat perang, termasuk
para pemimpin Indonesia yang berkolaborasi dengan fasisme Jepang
sehingga jalan keluar satu-satunya adalah Republik Indonesia haruslah
memiliki suatu lembaga legislatif yang merupakan lembaga yang
memperjuangkan aspirasi-aspirasi dan kelompok-kelompok politik yang
hidup dalam masyarakat Indonesia bebas dari pengaruh (fasisme) Jepang.
Selain itu pemerintah juga harus dipimpin oleh tokoh Indonesia yang anti
fasisme Jepang.
Sutan Sjahrir memimpin kabinet parlementer selama tiga periode
berturut-turut dari tahun 1945-1947. Tugas utama periode kabinet Sutan
Sjahrir adalah menegakkan kedaulatan Negara Republik Indonesia melalui
diplomasi sebagai garis kebijakan politik pemerintahan, dan membangun
konstelasi pemerintahan serta konsolidasi perjuangan di dalam negeri.Pada
tanggal 12 Februari 1948 Sutan Sjahrir bersama teman-temannya
mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) (Indro, 2009). Partai Sosialis
Indonesia merupakan partai politik yang beranggotakan tokoh-tokoh
intelektual Indonesia yang sebelumnya tergabung dalam kelompok
Pendidikan Nasional Indonesia; sebuah partai yang bertujuan untuk ikut
meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa Indonesia.
Sutan Sjahrir memang bukanlah sekedar seorang politikus. Sjahrtir
adalah seorang negarawan, yakni warganegara yang dalam pengabdiannya
yang luar-biasa terhadap Negara dan Bangsa, tidak menyandarkan pikiran
dan langkah-langkahnya pada patokan kekuasaan. Dia bukan hanya
sekedar memperjuangkan kemerdekaan Indonesia untuk dapat terbebas
dari penjajahan bangsa lain tetapi bagaimana caranya untuk memperoleh
kemerdekaan bagi masyarakat kecil secara individu.
Pemikiran dan konsep Sutan Sjahrir banyak berpengaruh terhadap
pemerintahan Indonesia. Sjahrir bukan hanya sekedar Politikus tetapi ia
adalah seorang Negarawan yang memikirkan bagaimana kehidupan
generasi yang akan datang. Banyak jalan-jalan alternatif yang membantu
Indonesia dalam upaya melawan penjajahan. Sutan Sjahrir juga merupakan
seorang intelektual yang memikirkan kedaulatan dan rakyat Indonesia.
KESIMPULAN

Sosialisme Kerakyatan merupakan sebuah paham dari Sutan Sjahrir


dalam melihat dinamika Indonesia pada fase sebelum kemerdekaan dan pada fase awal
kemerdekaan. Paham ini menekankan kepada kedaulatan dan pengapusahan penindasan
terhadap rakyat dan bangsa. Konsep dasarnya adalah dengan memanusiakan manusia
dan percaya bahwa kekuasaan terttinggi berdada di tangan rakyat. Sosialisme
Kerakyatan tidak hanya persoalan tata kelola negara, namun lebih komprehensif
mengenai panataan manusia dan rakyat agar menjadi ideal dalam pengetahuan dan
pendidikan.

Pemikiran sosialisme kerakyatan Sutan Sjahrir memiliki relevansi dan


keterkaitan dalam konteks pembanguan di Indonesia. Sjahrir sangat berperan dalam
kemerdekaan itu. Selain itu, beberapa hal yang berakitan dengan tata kelola rakyat dan
pemerintahan, seperti: Pertama, usaha mengakhiri feodalisme bersama mentalitas
turunannya dan menegakan sistem demokrasi bagi kesejahteraan rakyat. Kedua, usaha
menegakan pemerintahan yang berdasarkan pada kemanusiaan. Ketiga, alternatif
pembangunan Indonesia yang berdasarkan pada Kerakyatan. Keempat, pemikiran
sosialisme kerakyatan Sjahrir dalam kaitannya dengan paradigma pembangunan sebagai
usaha membebaskan manusia dari penderitaan.
DAFTAR PUSATAKA

Almond, Gabriel A dan Sidney Verba. 1984. Budaya Politik, Tingkah Laku
Politik dan Demokrasi di Lima Negara (terj: Sahat Simamora). Jakarta:
Bumi Aksara.
Hadi, Kuncoro. 2015. Ensiklopedia Pahlawan Nasional. Yogyakarta: Istana Media.
Hidayat, Nurul. 2016. Pemikiran Sutan Sjahrir Tentang Demokrasi Indonesia Tahun
1926-1962. Universitas Jember.
Indro, Nur. 2009. Pemikiran Politik Soetan Sjahrir dan Partai Sosialis Indonesia :
Tentang Sosialisme Demokrat. Bandung:
Legge, 1993. Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan ; Peranan Kelompok
Sjahrir, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Mani, 1989. Jejak Revolusi 1945 ; Sebuah Kesaksian Sejarah. Jakarta: Pustaka Utama
Grafit.
Romansyah, R. 2013. Pemikiran Sutan Sjahrir Dalam Perjuangan Kemerdekaan
Indonesia 1927-1947. Universitas Jember.
Setiyono, dkk. 2013. Pemikiran Politik Sutan Sjahrir Tentang Sosialisme Sebuah
Analisis Psikologi Politik. Journal of Politic and Government Studies, Vol. 2,
No. 1.

Anda mungkin juga menyukai