Anda di halaman 1dari 76

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Anggota Legislatif DPRD


Kota Kendari Tahun 2019 Di Kecamatan Kambu

OLEH

MULKI SETIAWAN
S1B1 17 192

JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya
Proposal yang berjudul Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Anggota
Legislatif DPRD Kota Kendari Tahun 2019 Di Kecamatan Kambu
Adapun pembuatan Proposal ini dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas pada
mata kuliaH MSDM. Materi pada Proposal ini diharapkan dapat memperkaya diri
dalam memahami tentang Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan
Anggota Legislatif DPRD Kota Kendari Tahun 2019 Di Kecamatan Kambu
Pada kesempatan ini Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah terlibat dan membantu dalam penyusunan Proposal ini.
Selain itu Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
penyempurnaan Proposal ini.

Kendari, 29 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................9
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Partisipasi Politik.................................................................12
2.2 Penelitian Terdahulu.........................................................................33
2.3 Kerangka Pikir...................................................................................36
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Tipe Penelitian...................................................................................38
3.2 Lokasi & Waktu Penelitian...............................................................39

3.3 Subyek & Informan

Penelitian…………………………………….39

3.4 Teknik Penentuan Informan Penelitian…………………………..40

3.5 Jenis dan Sumber Data…………………………………………….40

3.6 Teknik Pengumpulan Data………………………………………..41

3.7 Konseptualisasi……………………………………………………..43

3.8 Teknik Analisis Data……………………………………………….45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Kambu……………………………48

4.2 Hasil Penelitian……………………………………………………..51

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan………………………………………………………....71
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk

memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR,

DPD dan DPRD provinsi dan kabupaten kota. Wakil rakyat tersebutlah yang akan

memperjuangkan kepentingan rakyat dan daerahnya.. Pemilihan Umum

(PEMILU) juga merupakan sarana dari pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil guna

menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

UUD1945.

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Kedaulatan

berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar“. Makna

dari kedaulatan ditangan Rakyat ini ialah rakyat memiliki kedaulatan,

tanggungjawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin

yang akan membentuk pemerintahan, guna mengurus dan melayani seluruh

lapisan masyarakat, serta memilih wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya

pemerintahan.

Salah satu di antara elemen dan indikator yang paling mendasar dari

keberhasilan dan kualitas pelaksanaan penyelenggaraan pemilu yang demokratis

adalah adanya keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses berjalannya

tahapan-tahapan pemilu, khususnya dalam hal pengawasan atau pemantauan

proses pemilu. Peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam mengawasi atau
memantau jalannya proses kontestasi demokrasi merupakan hal yang sangat

penting,Partisipasi bertujuan mendorong aktif kegiatan demokrasi untuk semua

proses kepemiluan.partisipasi menjadi indikator peningkatan kualitas demokrasi

dan kehidupan politik bangsa.

Menurut (Miriam Budiardjo.2008) dalam bukunya dasar-dasar ilmu politik

menjelaskan bahwa partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau

sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain

dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung

memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).Kegiatan itu mencakup

tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat

umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat

pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu gerakan

sosial dengan direct action-nya, dan sebagainya (Budiardjo2008).

Pada prinsipnya demokrasi merupakan partisipasi seluruh rakyat dalam

mengambil keputusan-keputusan politik dan menjalankan pemerintahan.

Keputusan politik yang dimaksud adalah kesepakatan yang ditetapkan menjadi

sebuah aturan yang akan mengatur kehidupan seluruh rakyat itu sendiri.

Keterlibatan atau partisipasi rakyat adalah hal yang sangat mendasar dalam

demokrasi, karena demokrasi tidak hanya berkaitan dengan tujuan sebuah

ketetapan yang dihasilkan oleh suatu pemerintahan, tetapi juga berkaitan dengan

seluruh proses dalam membuat ketetapan itu sendiri. Demokrasi memberikan

peluang yang luas kepada rakyat untuk berpartisipasi secara efektif dalam proses

pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan publik serta persamaan bagi


seluruh warga negara dewasa untuk ikut menentukan agenda dan melakukan

kontrol terhadap pelaksanaan agenda yang telah diputuskan secara bersama.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan setiap warga negara untuk

berpartisipasi dalam bidang politik. Menurut Teorell, et al, (2007) partisipasi

politik warga diantaranya dengan memberikan suara dalam Pemilu/Pilkada,

mengirim surat/pesan kepada pemerintah, ikut dalam aksi protes atau demonstrasi,

menjadi anggota partai politik, menjadi anggota organisasi kemasyarakatan,

mencalonkan diri untuk jabatan publik, memberikan sumbangan kepada partai

atau politisi, hingga ikut dalam acara penggalangan dana (Morrison, 2016)

Dalam konteks kepemiluan,Partisipasi bertujuan mendorong aktif kegiatan

demokrasi untuk semua proses kepemiluan. Kepentingan fokus partisipasi

menjadi indikator peningkatan kualitas demokrasi dan kehidupan politik bangsa.

Oleh karena itu, partisipasi politik masyarakat, baik dalam bentuk formal maupun

ekstra formal dalam ikut serta mengawasi atau memantau jalannya

penyelenggaraan pemilu, jangan dipandang sebelah mata. Karena, eksistensinya

dapat mencegah tindakan-tindakan kontra demokrasi yang dapat mengoyak dan

mendegradasi loyalitas rakyat terhadap sistem demokrasi di Indonesia.

Demokrasi kekinian adalah demokrasi yang mampu meningkatkan

partisipasi politik masyarakat, sehingga mampu menjadi jawaban terhadap setiap

masalah-masalah kebangsaan hari ini.


Seperti halnya pemilihan umum baik pemilihan kepala daerah ataupun

pemilihan Presiden, dan anggota legislatif DPR-RI,DPD,DPRD Provinsi

Kabupaten/Kota seharusnya menjadi momen penting untuk untuk menjalankan

setiap sendi-sendi demokrasi, karena demokrasi bagi bangsa Indonesia 

merupakan tatanan kenegaraan yang paling sesuai dengan martabat manusia yang

menghormati dan menjamin pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun

disisi yang lain ketika praktek demokrasi sudah dilaksanakan acap kali tetap saja

dijumpai kekecewaan-kekecewaan sebagian masyarakat yang tidak puas terhadap

pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden dan legislative tersebut.

Contoh yang paling faktual adalah kekisruhan tentang banyaknya warga negara

yang hilang hak memilihnya karena tidak terdaftar didalam Daftar Pemilih Tetap

(DPT).

Dalam konstelasi demikian, kemudian mengkonklusikan kekecewaan

masyarakat terhadap pelaksanaan pemilihan secara langsung sebagai sebuah

persengketaan yang memerlukan kepastian hukum. Sehingga payung hukum yang

menjamin semua persengketaan dalam pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil

presiden yang dilaksanakan secara langsung bisa diselesaikan dengan sebaik dan

seadil mungkin menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi.Meskipun

pemilihan umum merupakan sarana berdemokrasi bagi warga negara dan

merupakan hak warga negara yang dijamin oleh konsitusi


Fenomena saat ini untuk menjadikan partisipasi masyarakat sebagai alat

ukur keberhasilan demokrasi masih belum pasti. Tingginya dan rendahnya

partisipasi politik masyarakat pada Pemilahan umum sangat menarik untuk di

teliti ,agar kita dapat mengetahui berbagai factor yang mendorong masyarakat

hingga mau berpartisipasi. Karena tingginya partisipasi politik masyarakat dalam

pemilu merupakan indicator penting dalam perkembangan demokrasi. Dan hal

tersebut merupakan tujuan atau cita-cita dari sebuah demokrasi.

Pada Pemilu tahun 2019 lalu merupakan pemilu serentak pertama di

Indonesia, di mana pemilih akan melakukan pencoblosan surat suara secara

bersamaan baik untuk Presiden/Wakil Presiden, maupun DPR RI/DPD RI, dan

DPRD Provinsi/Kab/Kota diseluruh wilayah Indonesia Termaksud juga di

antaranya wilayah kota kendari provinsi Sulawesi tenggara.

Di Kota Kendari berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa Daftar

Pemilih Tetap (DPT) Kota kendari pada pemilahan umum tahun 2019 pada 17

april tahun 2019 adalah sebanyak 179.885 orang dengan rincian 91.161 orang

perempuan, dan 88.724 orang laki-laki. Adapun rincian dari masing-masing DPT

di Kecamatan yang ada di kota kendari sebagai berikut : Kecamatan Abeli

sebanyak 15.850 pemilih. Kecamatan Baruga 13.243 pemilih, Kecamatan Kadia

20.803 pemilih, Kecamatan Kambu 10.794 orang, dan Kecamatan Kendari 16.535

orang. Sementara Kecamatan Kendari Barat 25.679 pemilih, Kecamatan

Mandonga 21.326 pemilih, Kecamatan Poasia 18.041 orang, Kecamatan Puuwatu


20.663 pemilih, dan Wuawua sebanyak 16.951 orang pemilih

(Kpu.Kendarikota.Go.Id).

Penulis ingin mengkaji lebih jauh mengenai Fenomena terhadap tingkat

partisipasi politik masyarakat sebagai alat ukur keberhasilan pesta demokrasi

pemIlihan umum terutama berhubungan dengan pemilihan anggota legislatif

DPRD Kota Kendari Tahun 2019 terkhusus diwilayah Kecamatan Kambu Kota

Kendari Karena bentuk partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat kecamatan

kambu kota kendari sangat bervariasi. Fenomena pada pemilihan umum yang

dilakukan bulan April 2019 lalu masih dijumpai kurangnya partisipasi masyarakat

untuk memilih , Asumsi yang beredar dimasyarakat menganggap bahwa

pemilihan umum Legislatif tersebut hanya menguntungkan pihak-pihak yang

berkepentingan saja, tanpa melihat unsur-unsur yang ada di masyarakat apalagi

diwilayah perkotaan yang tentunya kulturnya berbeda dengan masyarakat wilayah

pedesaan.

Masyarakat wilayah perkotaan cenderung individualistik Sehingga masih

banyaknya masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih suaranya dalam

pemilihan umum Legislatif DPRD Kota kendari tahun 2019 Khususnya di

Kecamatan Kambu. Pada pemilihan umum anggota Legislatif DPRD kota kendari

tahun 2019 khususnya masyarakat di wilayah kecamatan kambu masih banyak

masyarakat yang tidak ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum tersebut. Salah

satu kecamatan yang mempunyai luas wilayah cukup luas dengan jumlah DPT

(daftar pemilih tetap) 10.794 orang,, namun masih terdapat kurang lebih 40% dari

jumlah tersebut yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemihan umum
tersebut. Salah satunya alasan atau rendahnya pertisipasi masyarakat adalah tidak

ada keuntungan bagi mereka, karena wakil rakyat tersebut kurang memperhatikan

keadaan masyarakat dibawah. Sehingga masyarakat lebih memilih memanfaatkan

waktu untuk kegiatan perekonomian/sehari-hari pada saat pemilihan umum

Legislatif berjalan (Hasil Wawancara Awal dengan pihak PPK ,21 mei 2019)

Pemilihan umum Legislatif (DPRD) Kota Kendari merupakan salah satu

bentuk partisipasi masyarakat dalam memilih pemimpin untuk lima tahun

mendatang. Penulis tertarik untuk meneliti di daerah ini karena masyarakatnya

yang heterogen dan cenderung aktif di dalam kampanye, sehingga penulis ingin

melihat bagaimana partisipasi politik yang tercermin didalam masyarakat

Kecamatan Kambu Kota kendari baik itu melalui pemungutan suara, kampanye,

dan partai politik baik itu melalui penggunaan hak pilih politik, keikutsertaan

seseorang dalam kampanye seperti mengikuti sosialisasi dengan menyampaikan

janji-janji politik oleh partai politik yang dilakukan dilingkungan masyarakat, dan

keanggotaan seseorang dalam partai politik juga dapat mempengaruhi masyarakat

disekitar untuk berpartisipasi pada pemilihan umum Legislatif (DPRD) kota

kendari tahun 2019.

Berdasarkan fenomena dan kenyataan yang telah dijelaskan di atas, maka

penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul Partisipasi Politik

Masyarakat Dalam Pemilihan Anggota Legislatif DPRD Kota Kendari Tahun 2019

Di Kecamatan Kambu
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis

menetapakan rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Anggota

Legislatif DPRD Kota Kendari Tahun 2019 Di Kecamatan Kambu ?

2. Faktor –faktor yang mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat Dalam

Pemilihan Anggota Legislatif DPRD Kota Kendari Tahun 2019 Di

Kecamatan Kambu ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah :

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan Partisipasi Politik Masyarakat

Dalam Pemilihan Anggota Legislatif DPRD Kota Kendari Tahun 2019 Di

Kecamatan Kambu

2. Untuk mengidentifikasi dan menganilisis Faktor –faktor yang

mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Anggota

Legislatif DPRD Kota Kendari Tahun 2019 Di Kecamatan Kambu

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

ilmiah guna menambah khasanah ilmu pengetahuan melalui


pengembangan kajian ilmu politik terutama pada kajian partisipasi politik

,Komunikasi Politik dan mata kuliah relevan lainya dengan

pengembangan konsep partisipasi politik masyarakat dan pemilihan

umum legislative DPRD kota

2. Manfaat Praktis

Memberi informasi dan masukan bagi penyelenggara pemilihan

yakni KPUD kota kendari Bawaslu dan instansi terkait terhadap studi

partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislative DPRD Kota

Kendari khususnya di wilayah Kecamatan Kambu.

3.manfaat metodelogi

Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan informasi pada

penelitian- penelitian serupa yang akan datang terhadap studi

partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislative DPRD Kota

Kendari khususnya di wilayah Kecamatan Kambu.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian yang dilakukan di kecamatan Kambu.kota kendari provinsi

Sulawesi Tenggara dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, pada bagian ini memuat hal yang memaparkan alasan

pemilihan judul yang meliputi, latar belakang, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian.dan sistematika penulisan

BAB II Kajian Teori , pada bagian ini dipaparkan mengenai tinjuan pustaka

dan literature terhadap konsep konsep teori berdasarkan judul yang

diteliti, definisi para pakar yang dijabarkan melalui tujuan pustaka


dalam bentuk konsep-konsep,penelitian dahulu yang relevan dengan

penelian yang diangkat dan juga bagan kerangka pikir

BAB III Metode penelitian pada bagian ini dipaparkan mengenai lokasi dan

waktu penelitian penelitian yang dijadikan tempat dan jadwal

penelitian,tipe penelitian jenis dan sumber data, teknik penentuan

imforman, teknik pengumpulan data, definisi konseptualisasi dan

teknik analisis data


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Partisipasi Politik

a. Pengertian Partisipasi politik

Politik Setiap warga negara berhak dan wajib untuk berpartisipasi dalam

setiap aspek kehidupan dan bernegara. Partisipasi warga negara dapat mencakup

seluruh aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam kehidupan politik. Dalam

kehidupan politik partisipasi warga negara tidak hanya berkaitan dengan

pemilihan pimpinan negara saja, tetapi partisipasi warga negara tersebut juga

mampu secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi setiap kebijakan

yang diambil oleh pemerintah. Lebih lanjut Budiardjo (2008) mendefinisikan

bahwa :

“Partisipasi politik sebagai kegiatan individu atau kelompok orang


untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan
memilih pemimpin negara, dan secara langsung atau tidak langsung,
mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini
mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,
menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok
kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat
pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya.”

Sementara Conway dalam (Widjanarko, 2004) mengatakan bahwa

terminologi partisipasi politik memiliki makna sebagai upaya warga negara dalam

mempengaruhi dan memilih struktur otoritas dan kebijakan pemerintah. Definisi

ini menunjukkan bahwa pertisipasi poolitik merupakan kegiatan yang dilakukan


langsung oleh warga negara. Tidak jauh berbeda, Samuel P. Hunington dan Joan

M.Nelson (dalam Budiardjo, 2008) mengatakan :

“By political participation we mean activity by private citizen


designed to influence government dicision making. Participation may be
individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic,
peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective”
Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan adalah partisipasi politik

bukan semata sikap-sikap, namun merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat

empiris , merupakan kegiatan warga negara asli, bukan individuindividu yang

bermain di wilayah pemerintahan; pokok perhatiannya adalah kegiatan yang

mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, dan kegiatan tersebut tidak

memperdulikan berhasil atau tidaknya tujuan yang hendak dicapai, yaitu

mempengaruhi keputusan dan tindakan pemerintah.

Herbert McClosky dalam (Budiarjo, 2008) mengatakan,

“The term “political participation” will refer to those voluntary


activities by which members of a society share in the selection of rules
and, directly or indirectly, in the formation of public policy”.
(Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses
pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam
proses pembentukan kebijakan umum).
Sementara itu, Dalton (Priambodo, 2000) mengatakan

“We can organize potential of participation into three grouping :


personal characteristics, group effects, and political attitudes”. Ini
menunjukkan adanya keterkaitan partisipasi politik dengan
karakteristik personal, pengaruh kelompok, dan sikap politik.
Dari definisi-definisi tersebut, peneliti kemudian menariknya ke dalam

pengertian yang lebih sempit, yaitu partisipasi politik adalah suatu kegiatan suka
rela individu ataupun kelompok orang, baik langsung maupun tidak langsung,

untuk aktif dalam kehidupan politik yang bertujuan mempengaruhi kebijakan

pemerintahan, pembentukan kebijakan umum, dan semua bentuk aktivitas yang

dimaksud mempengaruhi pemerintah. Kegiatan tersebut adalah pemberian suara

dalam pemilu, keikutsertaan dalam kampanye politik, menjadi anggota suatu

partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan

pejabat pemerintah , dan kritik terhadap kebijakannya.

b. Bentuk Partisipasi Politik

Conway dalam (Widjanarko, 2004) mengklasifikasikan bentuk partisipasi

politik dalam dua jenis, yakni konvensional dan non-konvensional. Partisipasi

yang bersifat konvensional mengarah pada aktivitas yang diterima sebagai sesuatu

yang sesuai dengan budaya politik yang dominan. Sebaliknya, partisipasi politik

non-konvensional mengarah pada aktivitas yang tidak diterima dalam budaya

politik dominan. Berbeda dengan Conway, Huntington dan Nelson (Priambodo,

2000) membedakan bentuk-bentuk partisipasi politik dalam kategori sebagai

berikut:

1. Electoral Activity,

yaitu segala bentuk kegiatan yang secara langsung atau pun tidak

langsung berkaitan dengan pemilu. Electoral Activity ini juga

mencakup pemberian suara, sumbangan untuk kampanye, bekerja

dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau


setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan

umum.

2. Lobbying,

yaitu tindakan dari individu atau pun sekelompok orang untuk

menghubungi pejabat pemerintah atau pun tokoh politik dengan tujuan

untuk mempengaruhi pejabat atau pun tokoh pilitik tersebut terkait

masalah yang mempengaruhi kehidupan mereka.

3. Organizational activity,

yaitu keterlibatan warga masyarakat ke dalam berbagai organisasi sosial

dan politik.

4. Contacting,

yaitu partisipasi yang dilakukan oleh warga negara dengan cara

langsung misalnya melakukan komunikasi untuk membangun jaringan

kerjasama.

5. Violence,

yaitu cara-cara kekerasan untuk mempengaruhi pemerintah.

Penggunaan kekerasan mencerminkan motivasi-motivasi partisipasi

yang cukup kuat. Kekerasan dapat ditujukan untuk mempengaruhi

kebijakan- kebijakan pemerintah (huru-hara, pemberontakan) atau

mengubah seluruh sistem politik dengan cara revolusi.

Sementara itu, Verba et al (Priambodo, 2000) menemukan bahwa

individu-individu cenderung memilih bentuk-bentuk partisipasi politik yang

dilakukan secara tetap sesuai motivasi dan tujuan, tidak berubah-ubah seperti
diasumsikan banyak analist. Bentuk-bentuk partisipasi yang sejenis membentuk

kelompok (cluster) bersama. Pengelompokan tersebut kemudian dimodifikasi oleh

Dalton (2009) sebagai berikut:

1. Voting,

yaitu bentuk-bentuk partisipasi politik yang terkait dengan pemilihan

(voting/electing). Voting adalah bentuk yang paling sederhana untuk

mengukur partisipasi.

2. Campaign activity,

yaitu aktivitas kampanye yang mewakili bentuk- bentuk partisipasi

yang merupakan perluasan dari pemilihan (extension of electoral

participation). Termasuk di dalamnya bekerja untuk partai atau

seorang kandidat, menghadiri pertemuan-pertemuan kampanye,

melakukan persuasi terhadap orang lain untuk memilih, dan segala

bentuk aktivitas selama dan antara pemilihan.

3. Communal activity.

Bentuk-bentuk partisipasi ini berbeda dengan aktivitas kampanye

karena aktivitas komunal mengambil tempat di luar setting pemilihan

(out side the electoral setting). Termasuk keterlibatan dalam

kelompok-kelompok masyarakat yang interest dan concern dengan

kebijakan umum seperti kelompok studi lingkungan, kelompok wanita,

atau proteksi terhadap konsumen.


4. Contacting personal on personal matters.

Bentuk partisipasi ini berupa individu melakukan kontak terhadap

individu berkait dengan suatu materi tertentu yang melekat pada orang

tersebut. diperlukan inisiatif dan informasi yang tinggi berkait isu yang

spesifik, dalam kontak yang bersifat perseorangan ini. Bentuk

partisipasi ini seringkali digunakan untuk membangun pengertian,

kepercayaan, mencari koneksi, atau pun membangun jaringan.

5. Protest,

yaitu bentuk-bentuk partisipasi yang unconventional seperti

demonstrasi dan gerakan protes. Walaupun individu-individu yang

memilih bentuk partisipasi ini sering berada di luar jalur/saluran yang

normal, namun mereka seringkali menjadi bagian penting dalam

proses demokratisasi.

Menurut Ramlan Surbakti, bentuk partisipasi dibedakan menjadi

partisipasi aktif dan partisipasi pasif:

1. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul

mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum

yang berbeda kepada pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan

untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak dan ikut dalam

kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan.

2. Sedangkan partisipasi pasif antara lain, berupa kegiatan mentaati peraturan

pemerintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan

pemerintah (Surbakti, 2003:74)


Sementara Miriam Budiarjo memandang bentuk partisipasi politik yaitu,

partisipasi politik dapat bersifat aktif dan bersifat pasif. Bentuk yang paling

sederhana dari partisipasi aktif adalah ikut memberikan suara dalam pemilu, turut

serta dalam demonstrasi dan memberikan dukungan keuangan dengan jalan

memberikan sumbangan. Sedangkan bentuk partisipasi pasif adalah bentuk

partisipasi yang sebentar-sebentar, misalnya bentuk diskusi politik informal oleh

individu-individu dalam keluarga masing – masing, ditempat kerja atau diantara

sahabat-sahabat (Budiarjo,2008)

c. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik

Salah satu faktor yang turut berpengaruh dalam partisipasi politik adalah

sosialisasi politik. Menurut Rush dan Althoff (dalam Budiardjo, 2008),

“sosialisasi politik merupakan suatu proses dengan mana individu-individu dapat

memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politik

masyarakatnya.” Pengetahan yang di peroleh oleh individu sangat penting dalam

membentuk tindakan individu (over behavior) Rush dan Althof (dalam Budiardjo,

2008) mensugestikan bahwa partisipasi politik itu bervariasi berkaitan dengan

empat faktor utama, yaitu :

1) Sejauh mana orang menerima perangsang politik ;

2) Karakteristik pribadi individu

3) Karakteristik sosial individu ; dan

4) Keadaan politik atau lingkungan politik di mana individu, dapat

menemukan dirinya sendiri.


Sejalan dengan hal tersebut, Weiner (dalam Budiardjo, 2008)

mengemukakan bahwa partisipasi politik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni:

1) Modernisasi

2) Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial

3) Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa

4) Konflik para pemimpin politik

5) adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan sosial,

ekonomi dan kebudayaan.

Menurut Ramlan Surbakti (2003:128), factor-faktor yang mempengaruh

itingkat partisipasi politik seseorang adalah kesadaran politik dan kepercayaan

orang tersebut kepada pemerintah. Aspek kesadaran politik seseorang meliputi

kesadaran terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara, baik hak – hak

politik, ekonomi, maupun hak –hak mendapatkan jaminan sosial dan hukum.

Lebih lanjut Menurut Weimer (dalam Sastroatmojo, 1995:91), setidaknya

ada lima penyebab yang mempengaruhi meluasnya partisipasi politik, yaitu:

 Modernisasi disegala bidang

berakibat pada partisipasi warga kota baru seperti kaum buruh, pedagang

dan profesional untuk ikut serta mempengaruhi kebijakan dan menuntut

keikutsertaannya dalam kekuasaan politik sebagai bentuk kesadarannya

bahwa mereka pun dapat mempengaruhi nasibnya sendiri.

 Terjadinya perubahan–perubahan struktur kelas sosial.

Perubahan struktur kelas baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas

menengah dan pekerja baru yang makin meluas dalam era industrialisasi
dan modernisasi. Hal ini menyebabkan munculnya persoalan, siapa yang

berhak ikut serta dalam pembuatan keputusan–keputusan politik

mengakibatkan perubahan– perubahan pola partisipasi politik.

 Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa.

Munculnya ide–ide baru seperti nasionalisme, liberalisme dan egaliterisme

mengakibatkan munculnya tuntutan– tuntutan untuk berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan. Komunikasi membantu menyebarluaskan seluruh

ide – ide ini kepada masyarakat. Akibatnya masyarakat yang belum maju

sekalipun akan menerima ide–ide tersebut secara cepat, sehingga sedikit

banyak berimplikasi pada tuntutan rakyat.

 Adanya konflik diantara pemimpin–pemimpin politik.

Pemimpin politik yang bersaing memperebutkan kekuasaan sering kali

untuk mencapai kemenangan dilakukan dengan cara mencari dukungan

massa, dengan menyuarakan ide–ide partisipasi massa. Implikasinya

muncul tuntutan terhadap hak–hak rakyat, baik HAM, keterbukaan,

demokratisasi maupun isu – isu kebebasan pers.

 Keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dan urusan sosial, ekonomi

dan kebudayaan.

Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah ini seringkali merangsang

tumbuhnya tuntutan–tuntutan yang terorganisir untuk ikut serta dalam

mempengaruhi pembuatan keputusan politik. Hal tersebut merupakan

konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam segala bidang kehidupan.


Berdasarkan pendapat para ahlitersirat bahwa partisipasi politik individu

dipengaruhi oleh dua faktor, yakni dari dalam diri dan faktor dari luar diri. Faktor

dari dalam diri dipengaruhi oleh pengetahuan individu, karakter pribadi individu

dan sikapnya (respon) terhadap rangsangan politik sedangkan faktor dari luar diri

dipengaruhi oleh karakteristik sosial, kondisi politik, modernisasi, perubahan

struktur sosial, pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa,

serta keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan sosial, ekonomi,

dan kebudayaan.

d. Fungsi dan Tujuan Partisipasi Politik

Budiardjo (2008) menyatakan bahwa partisipasi politik bertujuan untuk

mempengaruhi proses-proses politik dalam penentuan pengambilan kebijakan

yang dilakukan oleh pemerintah. Partisipasi politik harus benar- benar dilakukan

oleh masyarakat agar kebijkan yang diambil pemerintah lebih berpihak dan

memperhatikan kepentingan masyarakat. Melalui partisipasi politik diharapkan

mampu membangun suatu sistem politik yang stabil dan menciptakan suatu

kehidupan negara yang lebih baik.

Di samping itu, Robert Lane (Rush dan Althof, 2008) dalam studinya

mengenai keterlibatan politik, mempersoalkan bahwa partisipasi politik

memenuhi empat macam fungsi, yakni :

1) Partisipasi politik masyarakat untuk mendukung program-program

pemerintah;
2) Partisipasi politik masyarakat berfungsi sebagai organisasi yang

menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah

dalam mengarhkan dan meningkatkan pembangunan;

3) Kontrol terhadap pemerinah dalam pelaksanaan kebijakannnya.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan

bahwa fungsi partisipasi politik pada dasarnya adalah sebagai media untuk

menyuarkan aaspirasi masyarkat demi mengarahkan dan mengontrol kebijakan

pemerintah agar arah pembangunan negara lebih berpusat pada aspirasi dan

kepentingan masyarakat demi mewujudkan kehidupan politik negara yang kuat

dan dinamis serta sebagai suatu media untuk mengembangkan sistem politik agar

mekanisme politik itu hidup dan berjalan sesuai dengan prosesnya.

e. Jenis – Jenis Perilaku Masyarakat Dalam Partisipasi Politik

Menurut Milbrath dan Goel (dalam Budiarjo,2008), membedakan

partisipasi politik menjadi beberapa kategori perilaku yaitu:

1. Apatis, yaitu orang yang menarik diri dari proses politik.

2. Spektator, yaitu berupa orang – orang yang setidak – tidaknya pernah ikut

dalam pemilu.

3. Gladiator, yaitu orang – orang yang secara aktif terlibat dalam proses

politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan

kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, serta aktivis

masyarakat

4. Pengkritik, yaitu orang – orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang

tidak konvensional.
2.1.2. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum

a. Pengertian Pemilu

Pemilihan umum dalam negara demokrasi merupakan salah satu unsur

yang sangat penting, karena salah satu parameter mengukur demokratis tidaknya

suatu negara adalah dari bagaimana perjalanan pemilu yang dilaksanakan oleh

negara tersebut. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat

(G.Sorensen.2003) . Implementasi dari pemerintahan oleh rakyat tersebut adalah

dengan memilih wakil rakyat atau pemimpin nasional melalui mekanisme yang

dinamakan dengan pemilu. Jadi pemilu dalam arti sempit adalah satu cara untuk

memilih wakil rakyat (Mashudi.1993) .

Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan

secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945Sebagai suatu bentuk implementasi dari

demokrasi, pemilu selanjutnya berfungsi sebagai wadah yang menyaring calon-

calon wakil rakyat ataupun pemimpin negara yang memang benar-benar memiliki

kapasitas dan kapabilitas untuk dapat mengatas nama kan rakyat. . (Uu No 5

Tahun 2011)

Selain dari pada sebagai suatu wadah yang menyaring wakil rakyat

ataupun pemimpin nasional, pemilu juga terkait dengan prinsip negara hukum

(Rechtstaat), karena melalui pemilu rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang

berhak menciptakan produk hukum dan melakukan pengawasan atau pelaksanaan

kehendak-kehendak rakyat yang digariskan oleh wakil-wakil rakyat tersebut. Hak


asasi rakyat dapat disalurkan dengan adanya pemilu, demikian juga halnya dengan

hak untuk sama di depan hukum dan pemerintahan (M.Mahmud.1993)

Pemilu menjadi suatu jembatan dalam menentukan bagaimana

pemerintahan dapat dibentuk secara demokratis. Rakyat menjadi penentu dalam

memilih pemimpin maupun wakilnya yang kemudian akan mengarahkan

perjalanan bangsa. Pemilu menjadi seperti transmission of belt, sehingga

kekuasaan yang berasal dari rakyat dapat berubah menjadi kekuasaan negara yang

kemudian menjelma dalam bentuk wewenang-wewenang pemerintah untuk

memerintah dan mengatur rakyat.

Pemilihan umum diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu, yang

dimaksud dengan penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan

pemilu yang terdiri atas KPU dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan

fungsi penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden

dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur,

bupati, dan walikota secara demokratis. Lembaga penyelenggara pemilu tersebut

adalah KPU yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas

melaksanakan pemilu sesuai dengan amanat Konstitusi (Uu No 7 Tahun 2017).

Masyarakat sebagai pihak yang memiliki peran besar dalam Pemilu,

memiliki kebebasan memilih atau memiliki kebebasan hak dan kewajiban warga

negara. Hal ini sesuai atau telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal

28E, Undang undang tentang pemilu yaitu nomor 10 Tahun 2008 disebutkan

dalam Pasal 19 ayat (1) : “WNI yang pada hari pemunggutan suara telah berumur
17 tahun atau lebih/ pernah kawin mempunyai hak pilih”. Hak dipilih dan

memilih juga tercantum dalam Udang-Undang No 39 Tahun 1999 tetang HAM

Pasal 43 yang mengatakan “ Setiap warga Negara berhak dipilih dan memilih

dalam pemilu”. Peraturan serupa juga dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2005

tetang pengesahan konvenan hak sipil politik yaitu Pasal yang berbunyi “Hak

setiap warga Negara ikut serta dalam penyelenggaraan urusan publik , untuk

memilih dan dipilih. Hampir tidak ada sistem pemerintahan yang bersedia

menerima cap tidak demokratis, maka hampir tidak ada sistem pemerintahan yang

tidak menjalankan pemilu. Artinya, pelaksanaan dan hasil pemilu merupaka

refleksi dari suasana keterbukaan dan aplikasi dari nilai dasar demokrasi,

disamping perlu adanya kebebasan berpendapat warga negara. Pemilu memang

dianggap akan melahirkansuatu representasi aspirasi masyarakat yang tenttu saja

berhubungan erat dengan legtitimasi lembaga pemerintah. (Titik Triwulan, 200 : 247)

b. Fungsi Pemilihan Umum

menurut haris (1998 : 8) Sebagai sebuah aktivitas politik, pemilu pastinya

memiliki fungsi-fungsi yang saling berkaitan atau interdependensi. Adapun

fungsi-fungsi dari pemilu itu sendiri adalah:

a) Sebagai Sarana Legitimasi Politik

Fungsi legitimasi ini terutama menjadi kebutuhan pemerintah dan

sistem politik. Melalui pemilu, keabsahan pemerintahan yang berkuasa

dapat ditegakkan, begitu pula program dan kebijakan yang dihasilkannya.

Pemerintahan berdasarkan hukum yang disepakati bersama tak hanya


memiliki otoritas untuk berkuasa, melainkan juga memberikan sanksi

berupa hukuman dan ganjaran bagi siapapun yang melanggarnya

b) Fungsi Perwakilan Politik.

Fungsi ini terutama menjadi kebutuhan rakyat, baik untuk

mengevaluasi maupun mengontrol perilaku pemerintahan dan program

serta kebijakan yang dihasilkannya. Pemilu dalam kaitan ini merupakan

mekanisme demokratis bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakil yang

dapat dipercaya yang akan duduk dalam pemerintahan

c) Sebagai Sarana Pendidikan Politik Bagi Rakyat

Pemilu merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat

yang bersifat langsung, terbuka dan massal, yang diharapkan bias politik

dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang demokrasi. Pendidikan

politik ini dilakukan oleh partai politik karena partai politik adalah

organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga

negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-

cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,

masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Uu No 2 Tahun 2008)

Penekanan Pembukaan UUD 1945 pada kedaulatan rakyat memberikan

salah satu arti bahwa Indonesia adalah negara demokrasi, oleh karena itu sistem

yang ada dalam pemerintahan maupun kehidupan bernegara haruslah dijiwai oleh

kedaulatan rakyat atau demokrasi dan karenanya Pasal-Pasal yang terdapat dalam
UUD Tahun 1945 bemafaskan kedaulatan rakyat atau Demokrasi yang tercermin

dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut UUD. Pembukaan UUD Tahun 1945 menyebutkan bahwa

disusunlah kemerdekaan dan kebangsaan

. Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Menurut C. S. T. Kansil,

kedaulatan itu merupakan salah satu syarat berdirinya suatu negara. Seperti

diketahui salah satu unsur dari negara yaitu adanya pemerintahan yang

berkedaulatan oleh karenanya, pemerintah dalam suatu negara harus memiliki

kewibawaan (authority) yang tertinggi (supreme) dan tak terbatas (unlimited).

(Kansil, 1997) Dalam arti kenegaraan, kekuasaan tertinggi dan tak terbatas dari

negara tersebut adalah kekuasaan pemilih dan tertinggi dalam suatu negara untuk

mengatur seluruh wilayahnya tanpa campur tangan dari pemerintah lain

c.Hak Pilih dalam Pemilu

Pada azasnya setiap warganegara berhak ikut serta dalam Pemilihan

Umum. Hak warganegara untuk ikut serta dalam pemilihan umum disebut Hak

Pilih, yang terdiri dari Hak pilih aktif (hak memilih) dan Hak pilih pasif (hak

dipilih) .

Setiap warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah

berumur tujuh belas tahun atau lebih atau sudah/ pernah kawin, mempunyai hak

memilih. Seorang warga negara Indonesia yang telah mempunyai hak memilih,

baru bisa menggunakan haknya, apabila telah terdaftar sebagai pemilih.

Seseorang yang telah mempunyai hak memilih, untuk dapat terdaftar

sebagai pemilih, harus memenuhi persyaratan:


a) tidak terganggu jiwa/ ingatannya;

b) tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan Pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebaliknya seorang warga negara

Indonesia yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),

kemudian ternyata tidak lagi memenuhi persyaratan tersebut di atas, tidak

dapat menggunakan hak memilihnya.

Masalah dan gejolak seringkali terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal

ini disebabkan karena tidak akuratnya data pemilih. Ada warga masyarakat yang

telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih, ternyata tidak terdaftar dalam Daftar

Pemilih Tetap (DPT), malah sebaliknya orang-orang yang sudah meninggal dunia

namanya masih tercantum dalam DPT. Sebenarnya masalah ini lebih bersifat

teknis dan administratif, tetapi oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan, masalah

ini dipolitisasi sehingga tidak jarang menimbulkan gejolak dan konflik.

Berdasarkan pengamatan, ketidakakuratan pemilih/ DPT ini disebabkan

oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Belum tertatanya dengan baik data kependudukan, yang mana hal ini

merupakan wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini

Depatemen Dalam Negeri beserta jajarannya.

b. Pemutakhiran data/ verifikasi data pemilih tidak dilakukan oleh KPU

beserta jajarannya dengan baik.

c. Masyarakat, dalam hal ini calon pemilih, tidak berusaha secara aktif,

agar mereka tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

d.Asas Asas Pemilu


Dalam pelaksanaan pemilihan umum asas - asas yang digunakan

diantaranya sebagai berikut :

a. Langsung , berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk

memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan

keinginan diri sendiri tanpa ada perantara

b. Umum , berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara

yang memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku,

ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial

yang lain.

c. Bebas . berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan

sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja

yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan

paksaan dari siapa pun.

d. Rahasia , berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin

kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat 23

suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun

suaranya diberikan.

e. Jujur ,berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak

dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

f. Adil , berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta

pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari

kecurangan pihak manapun.


e. Tujuan dan Fungsi Pemilihan Umum

Tujuan Pemilu Pemilihan Umum Menurut Prihatmoko (2003:19) pemilu

dalam pelaksanaanya memiliki tiga tujuan yakni:

1) Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan

alternatif kebijakan umum (public policy).

2) Pemilu sebagai pemindahan konflik kepentingan dari masyarakat kepada

badan badan perwakilan rakyat melalui wakil wakil yang terpilihatau

partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap

terjamin.

3) Pemilu sebagai sarana memobilisasi, menggerakan atau menggalang

dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut

serta dalam proses politik.

Selanjutnya tujuan pemilu dalam pelaksanaanya berdasarkan Undang-

Undang Nomor 8 tahun 2012 pasal 3 yakni pemilu diselenggarakan untuk

memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

2.1.3 Tinjauan tentang Lembaga Legislatif

Menurut Budiarjo (2008) Lembaga Legislatif adalah lembaga yang

legislature atau lembaga yang membuat undang-undang. Angota –angotanya

dianggap mewakili rakyat. Di Indonesia lembaga legislatif disebut Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR). Dewan Perwakilan Rakyat dianggap sebagai sebuah

lembaga yang merumuskan kemauan rakyat dengan jalan menentukan


kebijakansanaan umum (public policy) yang mengikat seluruh masyarakat.

Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijakan kebijakan tersebut.

Lembaga legislate dapat pula dikatan bahwa lembaga legislatif merupakan

lembaga yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum.

Lembaga legislatif adalah penghubung antara masyarakat dengan pemerintah. Di

Negara Indonesia lembaga legislatif yang ada yaitu Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Namun sejak pemilu 2004 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003

18 tentang susunan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, yang disebut lembaga

perwakilan Rakyat (legislatif) adalah Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Lembaga Legislatif

dalam mejalankan amanah rakyat memiliki beberapa fungsi.

Menurut Priyatmoko (1995:152) dalam Baiduri (2007:9) dikemukakan

bahwa wujud dan fungsi lembaga legislatif secara umum dapat diklasifikasikan

kedalam tiga bentuk yaitu:

1. Representasi Merupakan fungsi lembaga legislatif terhadap

keanekaragaman demografi, sosiologis, ekonomi, kultura maupun politik

dalam masyarakat.

2. Pembuat Keputusan Merupakan fungsi lembaga legislatif saat dihadapkan

pada berbagai masalah didalam masyarakat demi terwujudnya

kesejahteraan bersama atas tujuan bersama yang disepakati. Ukuran

pelaksanaan fungsi ini dapat dilihat dari kemampuan lembaga ini

mengantisipasi perkembangan masa depan, mengidentifikasi problem


problem utama, dan kemampuan menjadi mediasi penyelesaian berbagai

konflik secara damai.

3. Pembentukan Legitimasi Merupakan fungsi lembaga perwakilan atas

nama rakyat berhadapan dengan pemegang kekuasaan (pemerintah).

Pelaksanaan fungsi ini akan menentukan stabiltas politik, dan iklim kerja

yang efektif bagi pemerintah

Selanjutnya, Mardiah, dkk dalam Baiduri (2007:10) mengemukakan

bahwa ada tiga fungsi pokok Dewan Perwakilan Rakyat yaitu :

1. Fungsi legislasi adalah fungsi penyusunan peraturan daerah.

2. Fungsi Anggaran (budgeting) adalah fungsi penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah

3. Fungsi Pengawasan adalah fungsi control dan pengawasan terhadap

jalannya pemerintahan daerah. Dari berbagai pendapat para ahli diatas

dapat disimpulkan bahwa fungsi lembaga legislatif yakni penyusunan

peraturan daerah dalam hal perundang undangan, penyusunan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan mengontrol jalannya

pemerintahan daerah sehingga stabiltas politik, dan iklim kerja dalam

pemerintahan dapat berjalan efektif

2.2 Penelitian Terdahulu

Sepanjang penelusuran penulis mengenai judul ini, adapun judul yang

hampir serupa yang ditulis oleh:


1. (Masye Maryanti dkk.2015) dalam skripsinya yang berjudul “ Partisipasi

Politik Masyarakat Pada Pemilihanlegislatif di Minahasa Tenggara Tahun

2014 “ yang menerangkan bahwa :

Partisipasi politik masyarakat dalam PILEG tahun 2014 di

kabupaten Minahasa Tenggara lalu sudah cukup baik jika dilihat dari

angka warga yang menggunakan hak pilihnya. Namun ditemukan bentuk

partisipasi yang dilakukan akibat di mobilisasi dengan politik uang.

Pragmatisme masyarakat Minahasa Tenggara terlihat cukup tinggi pada

PILEG tahun 2014 lalu. Penyelenggara Pemilu baik KPUD maupun

PANWAS terlihat tidak mempunyai kekuatan untuk mengatasi berbagai

pelanggaran yang terjadi.

2. (Ratnia Solihah.2018) dalam jurnalnya yang berjudul “Peluang dan

tantangan pemilu serentak 2019 dalam perspektif politik” yang

menerangkan bahwa :

Pemilihan Umum 2019 adalah pemilihan legislatif dengan

pemilihan presiden yang diadakan secara serentak. Hal ini dilakukan

berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14 / PUU-11/2013

tentang pemilu serentak, yang bertujuan untuk meminimalkan pembiayaan

negara dalam pelaksanaan pemilu, meminimalisir politik biaya tinggi bagi

peserta pemilu, serta politik uang yang melibatkan pemilih,

penyalahgunaan kekuasaan atau mencegah politisasi birokrasi, dan

merampingkan skema kerja pemerintah. Pemilu serentak akan

mempengaruhi komitmen penguatan partai politik dalam koalisi permanen


untuk memperkuat basis kekuatan mereka di lembaga-lembaga negara

yang tinggi sehingga dengan pemilu serentak diharapkan bisa

memfasilitasi pembenahan Sistem Presidensial di Indonesia. Untuk

mewujudkan pemilihan 2019 yang simultan, ada peluang dan tantangan

yang salah satunya dapat dipelajari melalui perspektif politik, yang dalam

makalah ini dilakukan melalui kajian pustaka dan dokumentasi. Menurut

hasil penelitian, dalam mewujudkan pemilihan umum 2019 antara

pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, ada beberapa hal yang

menjadi peluang dan tantangan dalam perspektif politik, baik untuk

parpol, pemerintah, pemilih, dan penyelenggara pemilu. Untuk itu,

diperlukan upaya-upaya terkait bagaimana merancang pemilihan yang

serentak dalam perspektif politik, yakni dengan mereformasi sistem

perwakilan, sistem pemilihan, system kepartaian, dan dalam melaksanakan

pemilihan umum serentak 2019 memiliki tujuan menciptakan

pemerintahan yang efektif.

3. (Yasmuni Anrasdi Putra.2017 ) dalam jurnalnya yang berjudul “

Partisipasi Masyarakat Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 Di

Kecamatan Kambu Kota Pekanbaru “ yang menerangkan bahwa :

Tingkat partisipasi masyarakat pada Pemilihan Umum Legislatif

Tahun 2014 di Kecamatan Kambu yaitu pemberian suara, bentuk

partisipasi politik ini sangat antusias karena hampir 38 % pemilih pemula

Kecamatan Kambu yang terdaftar dalam DPT datang ke TPS untuk

menggunakan hak pilihnya. Kampanye, kegiatan ini dilakukan oleh


sebagian pemilih di Kecamatan Kambu. Pemilih pemula Kecamatan

Kambu melakukan kegiatan kampanye karena faktor hiburan, sedangkan

untuk alasan memperhatikan isu kampanye masih minim. Berbicara

masalah politik, partisipasi politik ini dilakukan oleh pemilih Kecamatan

Kambu biasanya di lingkungan kerja dan lingkungan sekolah. Kegiatan ini

dilakukan oleh pemilih tertentu saja, hal ini dipengaruhi beberapa faktor

diantaranya pendidikan, jenis kelamin dan status sosial-ekonomi.

Faktor penghambat partisipasi masyarakat pada Pemilihan Umum

Legislatif Tahun 2014 di Kecamatan Kambu adalah kesibukan kegiatan

sehari-hari, perasaan tidak mampu dan larangan dari pihak keluarga,

sedangkan faktor pendorong partisipasi masyarakat pada Pemilihan Umum

Legislatif Tahun 2014 di Kecamatan Kambu adalah : pertama, rasa ingin

tahu pemilih yang sebelumnya hanya sebagai penonton proses politik

pemilihan anggota Legislatif, kini mereka akan menjadi pelaku atau

pemilih yang akan menentukan terpilihnya seorang anggota Legislatif.

Dari sinilah rasa keingintahuan pemilih untuk ikut andil dalam pesta

demokrasi dan ingin merasakan secara langsung keterlibatan mereka

dalam pemilu. Kedua, kesadaran politik para pemilih. Hal ini dikarenakan

pemilih di Kecamatan Kambu mempunyai keinginan untuk mensukseskan

Pemilu Legislatif yang diselenggarakan untuk membawa Negeri ini

kearah yang lebih baik.

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu diatas, yang membedakan

dengan penilitian yang akan dilakukan adalah penulis lebih memfokuskan pada
untuk Mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana partisipasi politik masyarakat

dalam pemilihan anggota legislatif DPRD kota kendari tahun 2019 di kecamatan

kambu dan mengidentifikasi faktor-faktor pendukung atau penghambat partisipasi

poltik masyarakat di kecamatan kambu dalam pemilihan anggota legislatif DPRD

Kota Kendari Tahun 2019

2.3 Kerangka Pikir

Menurut Sugiyono (2008:60) kerangka pikir adalah sintesa tentang

hubungan antar variable yang disusun dari berbagai teori yang telah di

deskripsikan, selanjutnya di analisis secara kritis dan sistematis sehingga

menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variable yang diteliti

Dalam kerangka pikir ini dikemukakan beberapa konsep yang dapat

menjadi dasar dalam menjelaskan pentingnya variabel tersebut dan hubungannya

antara satu sama lainnya, sehingga fokus penelitian ini akan semakin jelas arah

pembahasan penelitian yang akan dilaksanakan. Dalam penelitian yang dilakukan

mengenai Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Anggota Legislatif

DPRD Kota Kendari Tahun 2019 Di Kecamatan Kambu, penulis akan

menganilisis dengan menggunakan pendekatan teori pada masing-masing

variabel. Pada variabel partisipasi politik penulis menggunakan pisau analisis

(parameter/indikator) teori yang dikemukakan oleh Huntington dan Nelson yang

dikutip (Priambodo, 2000) adapun bentuk-bentuk partisipasi politik masyarakat

adalah berupa :

1) Electoral Activity (Kegiatan Pemilihan)


2) Lobbying, (Melobi)
3) Organizational Activity (Keterlibatan Dalam Organisasi Politik)
4) Contacting,(Menghubungi)
Sedangkan untuk faktor –faktor yang mempengaruhi partisipasi politik

penulis menggunakan teori yang di kemukakan oleh Weiner yang dikutip oleh

(Budiardjo, 2007) mengemukakan bahwa partisipasi politik dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yakni:

1. Modernisasi
2. Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial
3. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa
4. Konflik para pemimpin politik
5. Adanya Keterlibatan Pemerintah
Untuk lebih jelasnya keterkaitan antar dimensi variabel tersebut dapat

dilihat pada bagan kerangka pikir berikut :

Gambar 1 Bagan Kerangka Pikir

Pemilihan Anggota Legislatif DPRD Kota


Kendari Tahun 2019 di Kecamatan Kambu

Partisipasi Politik Faktor –Faktor

1.Kegiatan Pemilihan 1. Modernisasi


2. Melobi dengan tokoh politik 2. Terjadinya perubahan-perubahan
3. Keterlibatan Dalam Organisasi struktur kelas sosial
Politik 3. Pengaruh kaum intelektual dan
4,Menghubungi tokoh politik meningkatnya komunikasi massa
4. Konflik para pemimpin politik
Huntington dan Nelson dalam 5. Adanya Keterlibatan Pemerintah
(Priambodo, 2000)
Weiner dalam (Budiardjo, 2007)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif.

Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Wiratna 2015 : 21), yang dimaksud dengan

penelitian kualitatif adalah salah satu cara atau prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang

yang diamati. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara

holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah

(Moleong, 2007:6).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang ditelaah dengan

menggunakan deskriptif kualitatif, untuk memperoleh hasil secara mendalam dan

menyeluruh mengenai Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Anggota

Legislatif DPRD Kota Kendari Tahun 2019 Di Kecamatan Kambu Adapun jenis

pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian

yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang

berdasarkan data-data. Data yang diperolah dalam penelitian ini akan dianalisa

dengan menggunakan bentuk analisis kualitatif. Analisis ini akan

mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan temuan di lapangan dan selanjutnya

diberi penafsiran dan kesimpulan.


3.2 Lokasi & Waktu Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang penulis pilih dalam menunjang

pengumpulan data penelitian ini adalah di Kecamatan Kambu,Kota

Kendari,Provinsi Sulawesi Tenggara dengan sasaran penelitian untuk memperoleh

data dan informasi pada masyarakat sekitar yang memilih anggota legislative

DRPD Kota Kendari di daerah pemilihan (dapil) wilayah kecamatan kambu.

Penentuan Lokasi penelitian dengan pertimbangan terdapat hal yang menarik

untuk diteliti terutama berkaitan dengan Partisipasi pemilih masyarakat di

wilayah kecamatan kambu dalam menggunakan hak pilihnya pada pemilihan

umum serentak Legislatif DPRD Kota kendari tahun 2019. Fenomena pada

pemilihan umum yang dilakukan bulan April 2019 lalu masih dijumpai kurangnya

minat masyarakat untuk memilih anggota Legislatif DPRD Kota kendari tahun

2019 di wilayah kecamatan kambu tersebut.

Sedangkan jadwal penelitian rencana di mulai bulan juli 2019 sampai dengan

selesai

3.9 Subyek & Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama

dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Informan penelitian adalah

orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi

latar belakang penelitian (Moleong 2000 : 97). Informan merupakan orang yang

benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti dan Dalam penelitian

kualitatif tidak digunakan istilah populasi. Dalam penelitian ini penentuan

informan dilakukan secara disengaja berdasarkan tujuan dan kebutuhan peneliti


Dengan mempertimbangkan bahwa informan mampu memberikan keterangan dan

informasi mengenai permasalahan dalam penelitian ini.

Untuk melengkapi data penelitian, maka penelitian menetapkan informan

penelitian 10 orang informan yang terdiri atas :

 1 orang PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan)

 1 orang Anggota Legislatif

 1 orang PANWAS Kecamatan

 1 orang petugas KPPS

 2 orang masyarakat yang memilih di wilayah kambu

3.10 Teknik Penentuan Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Teknik Penentuan Informan

dengan Teknik Purposive sampling. Teknik ini mencakup orang-orang yang

dpilih atas dasar dibuat periset berdasarkan tujuan riset . beberapa riset kualitatif

sering menggunakan teknik ini dalam riset observasi eksploratoris atau

wawancara mendalam. Biasanya teknik purposif dipilih untuk riset yang

lebih mengutamakan kedalaman data dari pada untuk tujuan representatif yang

dapat digeneralisasikan (Kriyantono .2006: 159),

3.5 Jenis dan Sumber Data

3.5.1.Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

a. Data kualitatif, adalah data yang diperoleh dalam bentuk informasi

yang tidak berupa angka-angka. Data kualitatif ini berupa hasil

wawancara dan gambaran umum


b. Data kuantitatif, Berupa data pendukung yang diperoleh di lokasi

penelitian dalam bentuk angka

3.5.2.Sumber data

Sumber data Dalam penelitian ini, peneliti akan mengeksplorasikan jenis

data kualitatif yang berkaitan dengan masing-masing fokus penelitian yang

sedang diamati. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan

sekunder. Sumber data adalah para informan yang memberikan informasi yang

dibutuhkan peneliti.

1. Sumber data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari informan

penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan alat bantu

seperti pedoman wawancara atau juga dengan menggunakan taperecorder atau

juga dengan kertas yang sudah disiapkan sebelumnya.

2. Sumber data Sekunder

Data Sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diambil secara tidak

langsung dari sumber data. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data yang

diperoleh melalui studi dokumentasi, buku-buku, surat kabar, makalah, arsip

dan dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengan penelitian

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1.Penelitian Kepustakaan (Library research), ini dilakukan melalui pengumpulan

dan penelaan literatur-literatur yang relevan dengan permasalahan yang dikaji


untuk mendapatkan kejelasan dalam upaya penyusunan landasan teori yang

sangat berguna dalam pembahasan selanjutnya, literatur tersebut dapat berupa

buku, laporan, artikel, jurnal, internet, dan lain-lain yang dapat dijadikan acuan

dalam penelitian ini.

2.Penelitian Lapangan (field research), ini dilakukan dengan cara observasi

kelokasi penelitian. Teknik yang digunakan dengan cara ini adalah:

a.Metode observasi

Metode observasi yaitu “cara pengumpulan data yang dilakukan

secara sistematis dan sengaja, diawali dengan mengadakan pengamatan

dan pencatatan atas gejala yang sudah diteliti dengan melibatkan diri

dalam latar yang sedang diteliti. Penelitian menggunakan metode

observasi untuk mengetahui secara langsung apa yang terdapat di lapangan

tentang Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Anggota

Legislatif DPRD Kota Kendari Tahun 2019 Di Kecamatan Kambu

b. Metode Wawancara

Metode ini mencakup cara yang dipergunakan seseorang untuk

suatu tujuan tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendapat

secara lisan langsung dari seseorang atau informan. Sesuai dengan rencana

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kasus, maka pedoman

wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya

memuat garis besar yang diwawancarai. Dengan wawancara ini kreatifitas

pewawancara sangat diperlukan. Hasil wawancara banyak bergantung

pada pewawancara.Pewawancara bertujuan untuk mengetahui bagaimana


Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Anggota Legislatif

DPRD Kota Kendari Tahun 2019 Di Kecamatan Kambu

c.Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk

mengumpulkan data dari sumber noninsani, sumber ini terdiri dari

dokumen,laporan,notulen hasil rapat dan rekaman seperti surat kabar,

buku harian, naskah pribadi, foto-foto, catatan kasus, dan lain sebagainya.

Melalui teknik dokumentasi ini peneliti mengumpulkan data-data yang

diperlukan yang ada di tempat atau lokasi penelitian.

3.7 Konseptualisasi

Adapun konsep operasional sebagai acuan dalam penelitian ini dapat

didefinisikan sebagai berikut :

1. Partisipasi politik adalah suatu kegiatan suka rela individu ataupun

kelompok orang, baik langsung maupun tidak langsung, terkait dengan

pemberian suara dalam pemilu, keikutsertaan dalam kampanye politik,

menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan

hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah , dan kritik terhadap

kebijakannya. Dengan dimensi dimensi berikut :

a. Electoral Activity, adalah segala bentuk kegiatan yang secara langsung

atau pun tidak langsung masyarakat kecamatan kambu berkaitan

dengan pemilu calon anggota DPRD Kota kendari. mencakup

pemberian suara, sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu


pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan

yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan umum.

b. Lobbying adalah tindakan dari individu atau pun sekelompok orang

masyarakat kecamatan kambu untuk menghubungi tokoh politik calon

anggota DPRD Kota kendari dengan tujuan untuk mempengaruhi

tokoh pilitik tersebut terkait masalah yang mempengaruhi kehidupan

mereka.

c. Organizational activity, adalah keterlibatan warga masyarakat

kecamatan kambu ke dalam berbagai organisasi sosial dan politik

ataupun tim sukses calon anggota DPRD Kota kendari

d. Contacting, adalah partisipasi yang dilakukan oleh warga kecamatan

kambu dengan cara langsung misalnya melakukan komunikasi untuk

membangun jaringan kerjasama dengan calon anggota DPRD Kota

kendari

e. Violence, adalah cara-cara kekerasan untuk mempengaruhi memilih

calon anggota DPRD Kota kendari tertentu

2. Faktor –faktor yang mempengaruhi partisipasi politik adalah berkaitan

dengan faktor pendukung dan penghambat masyarakat kecamatan kambu

dalam memberikan hak politik untuk memilih anggota DPRD Kota

kendari dengan dimensi-dimensi berikut :

a. Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke

arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek kehidupan


masyarakat kecamatan kambu dalam memilih anggota DPRD Kota

kendari

b. Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial adalah merujuk

kepada perbedaan hierarkis (atau stratifikasi) antara insan atau

kelompok masyarakat kecamatan kambu kambu dalam memilih

anggota DPRD Kota kendari

c. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa

adalah merujuk kepada kemampuan orator dan strategi yang matang

timsukuses dalam meyakinkan dan mempengaruhi pemilih masyarakat

kecamatan kambu dalam memilih anggota DPRD Kota kendari

d. Konflik para pemimpin politik adalah merujuk pada terjadinya konflik

antara masyarakat kecamatan kambu dengan pemimpin politik kota

kendari sehingga mempengaruhi minat memilih anggota DPRD Kota

kendari dari partai pendukung pemerintah

e. adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan

sosial, ekonomi dan kebudayaan adalah merujuk pada keterlibatan

pihak pemerintah kota kendari dalam mengintervensi untuk memilih

anggota DPRD Kota kendari dari partai pendukung pemerintah

3.8 Teknik Analisis Data

Untuk mempermudah dalam memahami data yang diperoleh dan agar

data terstruktur secara baik, rapi dan sistematis, pengolahan data dilakukan untuk

memisahkan mana data yang relevan dan yang tidak. Menurut Miles dan

Huberman dalam (Bungin 2001:99), pengolahan data dilakukan melalui


beberapa tahapan, diantaranya :

a. Pengumpulan Data

Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek penelitian melalui

wawancara semi terstruktur dan observasi, dimana data tersebut direkam

dengan taperecorder dibantu dengan alat tulis lainnya. Data yang telah

berhasil dikumpulkan kemudian dibuatkan transkripnya dengan mengubah

hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi verbatim. Data yang didapat

dibaca berulang-ulang agar penulis mengerti benar data hasil wawancara

dan observasi tersebut.

b. Reduksi Data

Mereduksi data yang ada dengan cara menyusun dan

mengklasifikasi data yang diperoleh ke dalam pola tertentu atau

permasalahan tertentu untuk mempermudah pembacaan dan pembahasan

sesuai dengan kebutuhan penelitian.

c. Penyajian Data

Menyajikan data dilakukan dengan cara memaparkan data yang

sudah diklasifikasikan, kemudian diinterpretasikan dengan mengaitkan

sumber data yang ada sambil dianalisis sesuai dengan item-item yang

dikaji dalam penelitian ini. Hasil analisis terhadap pokok-pokok masalah

yang dibahas atau dikaji dalam penelitian ini selanjutnya dituangkan secara

deskriptif dalam laporan hasil penelitian. Dalam mengolah data atau proses

analisisnya, penulis menyajikan terlebih dahulu data yang dipindah

dilapangan dari hasil wawancara dan observasi.


d. Simpulan

Sebagai tahapan akhir dari pengolahan data adalah penarikan

simpulan. Adapun yang dimaksud dengan penarikan simpulan adalah

pengambilan kesimpulan data-data yang diperoleh setelah dianalisa untuk

memperoleh jawaban kepada pembaca atas kegelisahan dari apa yang

dipaparkan pada latar belakang masalah.

Setelah mengambil kesimpulan dari data-data yang diperoleh,

peniliti melakukan verifikasi dengan menggunakan teknik trianggulasi.

Yaitu cara yang digunakan bagi peningkatan validitas data dalam

penelitian kualitatif. Trianggulasi ini dilakukan oleh peniliti dengan

menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas

permasalahan yang dikaji.Alur model penelitian menurut Miles dan

Huberman yang lebih dikenal dengan alur interaktif siklus analisis tersebut

dapat penulis gambarkan sebagaimana berikut :

Gambar : Alur Analisa Data

Sumber : Miles dan Huberman (HB. Sutopo 2002).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Kambu

4.1.1. Keadaan Geografis

Secara astronomis, Kecamatan Kambu terletak antara 3o58’39” –

4o4’45” Lintang Selatan, serta antara 122o30’39” – 122o33’42” Bujur Timur.

Berdasarkan posisi geografisnya, Kecamatan Kambu memiliki batas - batas

yaitu: di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mandonga, sebelah Selatan

berbatasan dengan Baruga dan Poasia, sebelah Timur berbatasan dengan

Kecamatan Poasia, serta di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kadia,

Kecamatan dan Wua- Wua, dan Kecamatan Baruga.

Kecamatan Kambu terdiri dari 4 Kelurahan definitif. Dapat dilihat bahwa,

Kelurahan Mokoau memiliki wilayah terluas yakni 10,7 km², sedangkan

Kelurahan Padaleu memiliki wilayah terkecil yang hanya seluas 2.62 km². Secara

administratif, Ibukota Kecamatan Kambu adalah Kelurahan Lalolara. Kelurahan

Lalolara merupakan keluarahan yang paling jauh dari ibukota kecamatan yaitu

sekitar 2 kilometer, sedangkan untuk 3 Kelurahan yaitu Padaleu, Mokoau, dan

Kambu mempunyai jarak terdekat sekitar 1 Kilo dari kecamatan.


4.1.1.2. Kependudukan

Tabel 3: Jumlah Penduduk Kecamatan Kambu Kota Kendari

No kelurahan Jenis Kelamin Jumlah Pemilih

Laki-laki Perempua

1 Mokoau 1 792 1 596 3 388

2 Kambu 5 162 5 214 10 376

3 Padaleu 2 858 2 775 5 633

4 Lalolara 7 727 7 569 15 296

Kecamatan Kambu 17 539 17 154 34 693

Sumber/Source : Kantor Camat Kambu/Kambu Subdistrict Office

Tabel diatas menunjukan jumlah penduduk di Kecamatan Kambu Kota

Kendari, yang terdiri dari Kelurahan Mokoau dengan jumlah penduduk 1.792 jiwa,

Kambu dengan jumlah penduduk 5.162 jiwa, Padaleu dengan jumlah 2.858 jiwa,

dan Lalolara berjumlah 17.154 jiwa. Jumlah keseluruhan penduduk di Kecamatan

Kambu berjumlah 34.693

4.1.2. Profil Pemilihan Anggota Legislatif DPR Kota Kendari Tahun 2019 di

Kecamatan Kambu

Pada pemilihan Legislatif di Kota Kendari Terutama di Kecamatan Kambu

ada 5 calon Dapil 4 (Kecamatan Kambu-Baruga):

1. La Ode Ali Akbar (Gerindra), 1.270 suara


2. Heti Purnawati Saranani (PDIP), 1.117 suara

3. LM. Rajab Jinik (Golkar), 1.316 suara

4. Jabar Al-Jufri (PKS), 1.994 suara

5. Hj. Rostina Tarimana (PKS), 1.483 suara

6. Anita Dahlan Moga (PAN), 1.559 suara

Tabel 1 : Jumlah TPS di Kecamatan Kambu Kota Kendari pada


Pemilihan Legislatif tahun 2019

No kelurahan Jumlah TPS Jumlah?total

Biasa Khusus

1 Mokoau 5 - 5

2 Kambu 12 - 12

3 Padaleu 8 - 8

4 Lalolara 16 - 16

Kecamatan Kambu 41 - 41

Sumber/Source : Kantor Camat Kambu/Kambu Subdistrict Office

Data diatas menunjukan jumlah TPS yang ada di Kecamatan Kambu Kota

Kendari pada pemilihan legislatif 2019 berjumlah 41 TPS yaitu di Kelurahan

Mokoau berjumlah 5 TPS, kambu berjumlah 12 TPS, Padaleu berjumlah 8 TPS,

dan Lalolara berjumlah 16 TPS

Tabel 2: Jumlah Pemilih di Kecamatan Kambu Kota Kendar pada


Pemilihan Legislatif 2019
No kelurahan Jenis Kelamin Jumlah Pemilih

Laki- Perempuan

laki

1 Mokoau 873 874 1.747

2 Kambu 1 717 1.799 3.516

3 Padaleu 1 194 1.221 2.415

4 Lalolara 1 589 1.527 3.116

Kecamatan Kambu 5.373 5.421 10.794

Sumber/Source : Kantor Camat Kambu/Kambu Subdistrict Office

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Partisipasi politik

Partisipasi politik adalah suatu kegiatan suka rela individu ataupun

kelompok orang, baik langsung maupun tidak langsung, terkait dengan

pemberian suara dalam pemilu, keikutsertaan dalam kampanye politik, menjadi

anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan

(contacting) dengan pejabat pemerintah , dan kritik terhadap kebijakannya.

Dengan dimensi dimensi berikut :

4.2.1.1. Electoral Activity

Electoral Activity, adalah segala bentuk kegiatan yang secara langsung

atau pun tidak langsung masyarakat kecamatan kambu berkaitan dengan pemilu
calon anggota DPRD Kota kendari. mencakup pemberian suara, sumbangan untuk

kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon,

atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan umum.

pemilih dalam pemilu legislatif 2019 yang terjadi di Kecamatan Kambu

Kota Kendari merupakan suatu respon yang diberikan pemilih kepada calon

anggota legislatif. Pada saat menjelang pemilu pemilih di Kecamata Kambu

Kota Kendari tidak memikirkan bagaimana caranya memanfaatkan partisipasi

politik secara periodik ini, untuk memperbaiki keterpurukan Provinsi Sulawesi

Tenggara pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Pemilih meyakini

bahwa tujuan pemilu secara teoritis sangatlah mulia tetapi pemilih juga meyakini

bahwa aktor-aktor politik dalam hal ini calon anggota legislatif tidak jauh berbeda

dengan pemain judi. Keberuntungan akan menghampiri jika nanti ia terpilih menjadi

seorang wakil rakyat, dan kerugian kekalahan sudah menjadi resiko mengikuti

kompetisi sebagai calon wakil rakyat. Kerugian terbesar calon anggota legislatif

daerah pemilihan ketika tidak terpilih adalah kerugian berupa material.

Berdasarkan hasil penelitian dapat di ungkapkan salah seorang masyarakat

bahwa :

“.Kami lihat calon anggota dewan khususnya di Kecamatan Kambu ni


sangat bersaing dikursi Dewan dengan memiliki visi dan misi program yang di
tawarkan kepada masyarakat kami cukup menerima apa yang di tawarkan pada
masing-masing calon anggota dewan dari berbagai partai plitik menurut saya kami
pertimbangkan saja siapa yang dekat dengan api dia yang menyalah. (wawancara 11
September 2019)

Hal tersebut merupakan bentuk timbal balik dari pemilih yang menganggap

bahwa calon anggota legislatif tidak akan pernah mengabdi pada rakyat tetapi hanya

mencari pekerjaan yang enak meskipun mengeluarkan biaya yang besar.


Melalui pengalaman itu maka pemilih di Kecamatan Kambu Kota Kendari

menganggap adanya tujuan mulia dari pemilu kini telah hilang. Tujuan-tujuan

tersebut hanyalah bersifat abstraktif. Menjelang pelaksanaan pemilu legislatif

banyak calon anggota legislatif melakukan pencitraan diri, dengan memamerkan

berbagai kebaikan yang pernah dilakukannya, berbagai upaya untuk meyakinkan

pemilih di Kecamatan Kambu Kota Kendari untuk memilih dirinya dilakukannya

secara intensif demi tercapainya tujuan mereka.

Kegiatan memilih merupakan salah satu hak setiap warga negara untuk

berpartisipasi politik secara periodik. Persoalan yang muncul adalah bagaimana agar

dalam penggunaan hak pilih itu memiliki signifikan dalam transformasi sistem

politik yang berkualitas. Menggunakan hak pilih pada dasarnya memberikan

mandat kepada calon anggota legislatif untuk mengurus kepentingan rakyat.

Penggunaan hak pilih harus cermat, kekeliruan dalam menggunakan hak pilih akan

berdampak pada pengabaian kepentingan rakyat. Pemberian suara dalam pemilu

legislatif tahun 2019 merupakan bentuk dari sekian banyak bentuk partisipasi

politik. Pada negara demokrasi voting menjadi ukuran yang paling minimum dari

politik konvensional.

Dapat dipertegas hasil wawancara dengan salah satu toko masyarakat yang

di ungkapkan oleh bapak Abu bahwa :

:.Dalam rangka pemilihan legislatif tahap-tahap yang ditetapkan oeh KPUD


sudah mengikuti aturan yang ada tetapi saya melihat pelaksanaan pilleg khususnya
di Kecamatan Kambu ini saya sebagai masyarakat memilih anggota Dewan sesuai
dengan integritasnya dan program yang akan di terapkan serta membangun mitra
denga masyarakat ketika terpilih nantinya selain itu saya melihat banyak calon
anggota Dewan untuk dipilih program yan ditawarkan tidak sesuai dengan
kebutuhan kami di Kecamatan Kambu khususnya Kelurahan Kambu yang kami
inginkan disni pembenahan infrastruktur seperti jalan dreinase. Tetapi program yang
ditawarkan oleh calon anggota legislatif jujur saja tidak sesuai dengan harapan
masyarakat Kambu.” (wawancara 11 September)
Pada pemilu legislatif tahun 2019, pemilih di Kecamatan Kambu Kota

Kendari tidak ada yang menjadi pemilih idealis yang artinya sikap politik

pemilih tidak tumbuh sebagai akibat kuatnya ideologi atau setidaknya kuatnya

cita-cita moral dikalangan pemilih. Ideologi atau cita-cita moral yang, menjadikan

pemilu sebagaimana mestinya luruh tergantikan dengan manfaat praktis berupa

material dan kepentingan. Misalkan terdapat pemilih yang terlibat dalam aktivitas

pemilu legislatif tahun 2019 dengan cara harus diberi kompensasi tertentu,

misalnya imbalan materi yang itu dapat berupa uang, barang ataupun kepentingan.

Permintaan kompensasi paling sering dilakukan pada saat pelaksanaan

kampanye. Tidak dipungkiri oleh pemilih di Kecamatan Kambu Kota Kendari

bahwa dalam tahapan pelaksanaan pemilu tahapan yang paling ditunggu adalah

pada saat masa pelaksanaan kampanye. Hal tersebut dikarenakan berbagai alasan

seperti, mendapatkan penghasilan tambahan secara cuma-cuma dari partai politik

maupun calon anggota legislatif, mendapatkan order pemasangan atribut partai

politik dan calon anggota legilatifnya, menerima bantuan material secara kolektif,

bertukar kepentingan dengan calon anggota legislatif, dan misi balas dendam

dengan cara memoroti uang calon anggota legislatif. Pemilih akan merasa enggan

terlibat dalam aktivitas kampanye, penggunaan hak suara, atau setidaknya tidak

akan memilih calon anggota legislatif jika tidak diberi kompensasi dimuka.

Sikap yang ditunjukan pemilih di Kecamatan Kambu Kota Kendari pada

pemilu legislatif tahun 2019 menjadikan biaya pencalonan anggota legislatif

menjadi sangat mahal. Calon anggota legislatif yang tidak atau sedikit

memberikan kompensasi pada pemilih tidak bisa berharap banyak untuk


mendapatkan dukungan suara.

Pemilih kecewa dengan perilaku calon anggota legislatifnya yang bagi

pemilih telah dianggap mengabaikan mandat yang diberikanya. Pragmatisme

pemilih ini muncul sebagai respon terhadap pelaku politikus atau dalam hal ini

adalah calon anggota legislatif. Pragmatisme pemilih di Kecamatan Kambu Kota

Kendari ini tidak tumbuh semata- mata hanya dari hati pemilih tetapi dipicu oleh

anggota legislatif sebelumnya telah dicitrakan serba negatif dan strategi kampanye

calon anggota legislatif untuk duduk di kursi DPRD Kota Kendari dengan cara-

cara kotor. Pemilih menganggap, wakil mereka akan segera melupakannya ketika

telah duduk dan tidak bermanfaat bagi pemilih, maka lebih baik mendapatkan

kompensasi material maupun kepentingan di muka daripada tidak sama sekali.

Sebagai pengecekan terhadap pernyataan sebelumnya maka salah satu pemilih

Asmaun mengatakan bahwa:

“Memilih caleg tidak perlu dengan niat tulus….kalau memilih dengan


hati nurani rugi bos Cuma dibohongi saja karena uujung-ujungnya setelah
berhasil duduk di DPRD Kabupaten Kebumen calon anggota legislatif akan
menggunakan rumus 113, yang artinya satu tahun untuk beradaptasi, satu tahun
untuk bekerja sungguh-sungguh dan tiga tahun untuk mengembalikan serta
mengumpulkan modal untuk persiapan pemilihan pemilu legislatif. Mending
minta imbalan dimuka kan jelas manfaatnya ada…meskipun kadang hanya buat
foya-foya. (hasil wawancara 10 September)

Berdasarkan pernyataan tersebut tersebut bahwa pemilih menggunakan

pilihan rasionalnya. Sebagai mahluk rasional manusia dalam hal ini pemilih,

merupakan aktor yang selalu mempunyai tujuan-tujuan yang mencerminkan apa

yang dianggapnya sebagai kepentingan diri sendiri. Seorang pemilih akan

menetapkan pilihannya pada suatu kondisi keterbatasan sumber daya.

Keputusan untuk menetapkan sikap dan tindakan yang efisien seorang pemilih

harus memilih antara beberapa alternatif, dengan cara membuat perangkingan


pilihan dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian bagi dirinya. Pemilih

mempunyai beberapa alternatif diantaranya, memilih calon anggota lagislatif yang

memberi kompensasi uang paling besar, memilih sesuai hati nurani namun

meminta kompensasi ke semua calon anggota legislatif dan memilih dengan hati

nurani saja. Pada bentuk ini pemilih di Kecamatan Kambu Kota Kendari lebih

banyak menggunakan alternatif dengan cara memilih calon anggota legislatif yang

memberi kompensasi paling besar dan memilih sesuai hati nurani namun meminta

kompensasi ke semua calon anggota legislatif. Hal itu disebabkan pertimbangan

untung dan rugi, apabila pemilih menggunakan alternatif dengan cara memilih

dengan hati nurani maka hanya akan dirugikan oleh calon anggota legislatif.

4.2.1.2. Lobbying

Lobbying adalah tindakan dari individu atau pun sekelompok orang

masyarakat kecamatan kambu untuk menghubungi tokoh politik calon anggota

DPRD Kota kendari dengan tujuan untuk mempengaruhi tokoh pilitik tersebut

terkait masalah yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Berikut wawancara dengan anggota PPK bahwa :

“. Pada Pileg di Kota Kendari terutama di Kecamatan Kambu memang


masi ada masyarakat yang mengharapkan serangan fajar, bukan hanya Pileg
malah pada pilkada masi banyak masyarakat yang mengharapakan serangan
fajar.”

Permintaan bantuan berupa uang secara individu dapat dikatakan sebagai

bentuk keserakahan individu pemilih. Uang yang dihasilkan digunakan untuk

keperluan pribadi. Pemilih yang mempunyai seni komunikasi baik dan mempunyai

mental tinggi akan mendapatkan uang secara maksimal. Melalui lobi-lobi politik

praktis pemilih berusaha mengeruk modal dari calon anggota legislatif. Pemilih
dalam bentuk ini bervariasi dari pemilih awam dan pemilih yang mempunyai

wewenang. Pada pemilih awam uang yang diperoleh cenderung sedikit, karena

mereka hanya mengandalkan keberuntungan saat calon anggota legislatif

memberikan biaya sebagai pelumas pemilih dan saat ada calon anggota legislatif

yang melakukan serangan fajar. Pemilih awam lebih berkomitmen siapa yang

memberi lebih besar maka dialah yang dipilih. Berbeda dengan pemilih awam,

pemilih yang mempunyai wewenang akan memperolah uang yang lebih

maksimal dari calon anggota legislatif.

Berikut adalah wawancara yang dilakukan dengan masyarakat bahwa:


“.Pada pemilihan legislatif di kota kendari terutama di Kecamatan
Kambu banyak masyarakat yang mengharapakan serangan fajar pada calon
legislatif berupa logistik maupun uang untuk keperluan pribadi mereka,”

Pemilih wewenang merupakan seorang pemilih yang menduduki jabatan

yang strategis dalam kelompok masyarakat. Melalui lobi politiknya pemilih

wewenang menjanjikan sejumlah pemilih yang akan memilih calon anggota legilatif

yang dilobi.

4.2.1.3. Organizational activity

Organizational activity, adalah keterlibatan warga masyarakat kecamatan

kambu ke dalam berbagai organisasi sosial dan politik ataupun tim sukses calon

anggota DPRD Kota kendari. Melihat segi kuantitas, jumlah pemilih perempuan

di Kecamatan Batulappa lebih banyak dari pemilih laki-laki, proporsi ini

tentunya cukup berpengaruh pada hasil pemilu. Perilaku memilih merupakan

produk sosial, ada berbagai faktor sosial yang saling berpengaruh dan

memunculkan berbagai reaksi terhadap objek-objek politik. Pada bagian ini

juga digambarkan mengenai informasi-informasi yang diperoleh oleh perempuan


tentang proses pemilihan caleg dan partai serta proses politik yang ada. Informasi

yang diterima akan saling terkait dengan lingkungan sosial dan karakter dan

aspek kognisi perempuan. Selain itu akan diidentifikasi keikutsertaan dan

informasi yang di terima tentang proses tersebut seperti caleg-caleg yang maju

pada Pemilu 2019.

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sejauh mana informasi yang

diterima oleh perempuan pada proses pemilihan anggota legislatif, maka diajukan

beberapa pertanyaan sebagai indikator untuk mengetahui hal tersebut dan juga

untuk mengetahui keikutsertaannya pada pemilihan umum. Diantaranya apakah

anda ikut memilih dan siapa yang anda pilih pertanyaan yang lebih mendetail

juga diajukan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang informasi dan

pengetahuan perempuan seperti tanggapan terhadap keterlibatan perempuan pada

proses pemilihan umum, dan seberapa penting proses pemilihan umum

berpengaruh pada kehidupannya.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan calon anggota

legislatif, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan terhadap proses

pemilihan umum untuk anggota legislatif berbeda-beda. Hal ini juga terlihat

dari aspek keikutsertaan pada pemilihan umum yang tidak diikuti oleh seluruh

informan. Seperti yang disampaikan oleh salah satu Anggota PPK pada

pemilihan legislataf tahun 2019 di Kecamatan Kambu Kota Kendari sebagai

berikut:

“tingkat partisipasi pemilih di Kecamatan Kambu Kota Kendari pada


pemilihan legislative 2019 lalu bisa dikata cukup tinggi karena hampir 90 %
masyarakat yang mempunyai hak pilih baik laki- laki maupun perempuan turut
memberikan hak pilihnya pada saat itu, sebagi bagian dari penyelenggara tentu
kita merasa puas dengan kontribusi ini karena ini menunjukkan bahwa
masyarakat sudah mulai menyadari bahwa memilih itu penting untuk diri dan
bangsa” (Hasil wawancara tgl. 13 September 2019)

Pemaparan dari informan diatas memberikan kita cerminan bahwa

tingkat partisipasi pemilih perempuan di Kecamatan Batulappa tergolong tinggi,

namun ini belum bisa dijadikan indikator dalam melihat atau menilai bahwa

Masyarakat khususnya pemilih perempuan di Kecamatan Batulappa ikut

berpartisipasi dalam pemilihan legislative 2014 lalu karena kesadaran politiknya

tapi bisa jadi karena ada motif lain sehingga mereka turut memberikan suaranya

pada saat itu. Salah satunya apa yang disampaikan oleh Hasni , sebagai berikut

“saya ikut memilih pada waktu itu (pemilihan legislative 2014) karena
suami saya menyuruh dan kebetulan suamiku ada sepupunya ikut
maccaleg jadi kita sekeluarga yang sudah bisa memilih yaa kita ikut
memilih semua” (Hasil wawancara tgl. 10 September 2019)
Apa yang diungkapkan oleh salah satu informan diatas membenarkan

bahwa pemilih dalam memberikan hak politiknya pada pemilihan legislative

2014 lalu terkesan diarahkan dan hanya ikut oleh apa yang disampaikan oleh

orang yang dipercaya, bukan karena kesadaran politiknya untuk perubahan yang

lebih baik. Mobilisasi yang massif dari berbagai kelompok kepentingan seperti

partai, tim sukses bahkan calon legislative sendiri adalah salah satu pendorng

utama sehingga tingkat partisipasi pada pemilihan calon anggota legislative

tahun 2019 di Kecamatan Kambu Kota Kendari cukup tinggi. Sebagai mana

tergambar pada data yang diperoleh di lokasi penelitian, dimana dari 100

Responden hanya 43 orang yang merasa ikut memilih karena kemaun sendiri

dan sebanyak 57 Respondeng yang hanya diarahkan atau dimobilisasi.


Hal ini menunjukka bahwa dari sekian banyak pemilih yang

menggunakan hak pilihnya pada pemilihan Anggota Legislatif 2019 Khususnya

di Kecamatan Kambu Kota Kendari menandakan kalau kemandirian dan

kesadaran politik pada pemilih sepertinya masih jauh dari harapan. Perilaku

politik pemilih di Kecamatan Kambu Kota Kendari tidak jauh berbeda dengan

perilaku politik dikecamatan yang lain yang pada umumnya bersipat cuek dan

acuh tak acuh dengan perkara politik

4.2.1.4. Menghubungi Tokoh Politk

Contacting, adalah partisipasi yang dilakukan oleh warga kecamatan

kambu dengan cara langsung misalnya melakukan komunikasi untuk membangun

jaringan kerjasama dengan calon anggota DPRD Kota kendari

Berikut wawancara dengan tokoh masyarakat bahwa :

“.Bagi saya pribadi memang banyak calon legislatif yang membangun


jaringan dengan tokoh masyarakat karena tokoh masyarakat memiliki
kepercayaan di masyarakat setempat dan bisa memberi suara untuk calon
legislatif.

Dengan hasil wawancara di atas dengan adanya kerjasama dengan tokoh

masyarakat bisa sangat membantu calon legislatif untuk mendapatkan suara dari

masyarakat dan itu salah satu strategis untuk bisa memenangkan pemilihan.

4.2.2. Faktor –faktor yang mempengaruhi partisipasi politik

Faktor –faktor yang mempengaruhi partisipasi politik adalah berkaitan

dengan faktor pendukung dan penghambat masyarakat kecamatan kambu dalam

memberikan hak politik untuk memilih anggota DPRD Kota kendari dengan

dimensi-dimensi berikut :
4.2.2.1.Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas social

Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas social adalah merujuk

kepada perbedaan hierarkis (atau stratifikasi) antara insan atau kelompok

masyarakat kecamatan kambu kambu dalam memilih anggota DPRD Kota

kendari pada Pemilu 20019 terdapat 24 partai yang bersaing. Partai-partai bebas

menentukan platform politik. Pada saat yang sama, perilaku komunikasi massa dan

komunikasi interpersonal jauh lebih bebas dibandingkan sebelumnya. Perubahan

lingkungan politik tersebut mengubah pengetahuan, keyakinan, dan pemaknaan para

pemilih terhadap partai politik. Setiap warga negara yang telah memenuhi syarat hak

pilih aktif, bebas menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Ia bebas menentukan

partai manapun yang menjadi pilihannya, bisa loyal dan bisa juga berubah. Pada

kenyataannya, sebagian pemilih mengubah pilihan politiknya dari suatu Pemilu ke

Pemilu lainnya.

Partisipasi politik para pemberi suara (voters) yang menetap dilandasi oleh

sikap dan sosialisasi. Sikap seseorang sangat mempengaruhi perilaku politiknya.

Sikap itu terbentuk melalui sosialisasi yang berlangsung lama, bahkan sejak

seorang calon pemilih masih berusia dini. Pada usia dini seorang calon pemilih

telah menerima pengaruh politik dari orang tuanya, baik dari komunikasi

langsung maupun dari pandangan politik yang diekspresikan orang tuanya. Sikap

tersebut menjadi lebih mantap ketika menghadapi pengaruh berbagai kelompok

acuan seperti pekerjaan, kelompok pengajian dan sebagainya. Proses panjang

sosialisasi itu kemudian membentuk ikatan yang kuat dengan partai politik atau

organisasi kemasyarakatan lainnya. Perilaku pemberi suara dibentuk oleh faktor-

faktor jangka panjang, terutama faktor sosial. Karakter kelompok sosial dimana

pemilih itu berada, memberi pengaruh sangat penting dalam proses pembentukan
ikatan emosional pemilih dengan simbol-simbol partai, terutama pada awal

proses sosialisasi.

Simbol-simbol kelompok dan ikatan kesejarahan dengan proses tertentu

dapat melekat pada simbol-simbol partai. Perilaku pegawai negeri memilih

Partai Plitik, atas dasar pertimbangan kemudahan-kemudahan yang diperoleh

dari birokrat dan kerugian jika tidak memilih partai tersebut. Meskipun saat

ini pegawai negeri berdasarkan Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 1999 telah diberi

kebebasan untuk menentukan pilihan politiknya, namun pada umumnya para

pegawai negeri tersebut masih tetap loyal terhadap partai politik. Mereka

beranggapan bahwa partai tersebut telah berjasa dalam membesarkan namanya.

Selama ini diyakini partai politik telah memberikan kemudahan-kemudahan

tertentu bagi kelompok pegawai negeri. Selain itu, bagi kelompok pengusaha dan

kaum bisnis, lebih-lebih yang banyak berhubungan dengan pemerintah, akan

cenderung mendukung partai politik, sebab jika tidak mendukung partai politik,

para pengusaha dan kaum bisnis akan kesulitan mendapat proyek dan fasilitas

yang menguntungkan perusahaan mereka.

Berikut hasil wawancara dengan salah seorang informan yang berstatus

PNS bahwa :

‘.Menurut saya yang PNS ini saya harus betul-betul tentukan pilihan saya
karena untuk kedepannya bagi saya dan masyarakat lainnya, karena kalau
kita salah memilih nati kedepannya daerah tersebut bukannya berkembang
malah semakin rusak.
Di perkuat dengan hasil wawancara dengan seorang pengusaha bhwa :

“.bagi saya seorang pengusaha harus betul-yakin dengan apa yang saya
akan pilih untuk masa depan saya dan usaha saya ini, terutama masyarakat kecil.

Berdasarkan hasil penelitian, semua Informan yang bermatapencaharian

sebagai PNS, pensiunan dan pengusaha di K e c a m a t a n K a m b u K o a


K e n d r i tidak melakukan perubahan pilihan politiknya pada Pemilu 2019. Mereka

sangat mantap dan yakin terhadap partai politik yang dipilihnya sejak dulu.

4.2.2.2. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi

massa

Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa adalah

merujuk kepada kemampuan orator dan strategi yang matang timsukuses dalam

meyakinkan dan mempengaruhi pemilih masyarakat kecamatan kambu dalam

memilih anggota DPRD Kota kendari Mobilisasi massa merupakan kegiatan

menggerakkan massa dalam jumlah besar untuk melakukan suatu hal, misalnya

demo, kampanye dan lain-lain. Biasanya aksi-aksi ini selalu dibiayai oleh pihak-

pihak tertentu, misalnya membayar orang untuk datang ke TPS dan diarahkan

untuk memilih pasangan yang telah ditentukan. Salah satu cara untuk meraih

suara yang terbanyak dalam pemilu adalah memobilisasi massa pemilih. Gerakan

mobilisasi pemilih kerap terjadi guna meraih dukungan suara mayoritas, dan

dalam setiap pelaksanaan pilkada tidak terlepas dari praktik semacam ini.

Fenomena demikian memang lumrah terjadi di setiap momentum politk lima

tahunan seperti ini. Seperti yang terjadi dalam pemilihan legislatif di Kecamatan

Kambu Kota Kendari tahun 2019. Masyarakat dalam menyalurkan suaranya

dimobilisasi untuk memilih pasangan yang telah ditentukan sebelumnya.

Hal ini tergambarkan dalam wawancara penulis dengan seorang anggota

PPK, yang mengatakan bahwa:

“…saya lihat penguasa sekarang perlu perubahan caranya memerintah,


karena bawahan terus menerus dipaksa, mulai Camat, Kepala Desa, Dusun
sampai ke tingkat RW. Memang kalau disini, apalagi kalau ada caleg yang
merupakan pilihan Bupati, itu harus didukung, karena kalau tidak akan
dianggap sebagai lawannya.”
Selama ini, struktural pemerintahan mulai dari Camat, Kepala Desa hingga

sampai ke tingkat masyarakat mendapatkan paksaan dari Bupati. Dalam hal

memilih pun masyarakat sudah diatur pilihannya. Masyarakat Kecamatan Kambu

Kota Kendari memilih mengikuti pilihan Legislatif, karena menolak pilihan

Legislatif berarti memilih untuk menjadi lawan.

Sekcam menambahkan:

“…kalau ada desa yang tidak memilih pasangan yang sudah ditentukan,
lihat saja pembangunan di desanya. Bahkan ada warga, yang karena
diketahui bukan pendukungnya bupati, anaknya tidak diterima masuk di
SMAN 1 Bajeng. Jadi masyarakat disini menjadi takut…”

Dikatakan bahwa kekuasaan yang dimiliki seseorang atau kelompok lain

dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari

pihak pertama. Kekuasaan yang dimiliki membuatnya lebih mudah dalam

memobilisasi pemilih. Melalui jabatannya, Ichsan Yasin Limpo memerintahkan

bawahannya untuk mempengaruhi pilihan masyarakat dengan janji-janji baik

jabatan maupun materi yang dijanjikan kepada Birokrat. Bantuan ataupun

memberikan ancaman tidak akan mendapat bantuan dari pemerintah menjadi hal

digunakan oleh salah satu pasangan pada Pilleg Kecamatan Kambu Kota Kendari

2019. Hal ini juga dapat tergambarkan dengan wawancara seorang Aparatur Sipil

Negara yang mengatakan, bahwa:

“…Contoh, kalau kau tidak pilih ini, tidak kubantu mko, seorang karaeng
bilang begini di sebuah kampung, atau tokoh masyarakat, atau kepala
desa, kepala dusun bilang begini di sebuah kampung, kalau kau tidak ikut
sama saya, saya tidak akan bantu mko. Masyarakat ini berpikir, ih tidak di
kasi maki raskin, tidak di kasi maki BLT (Bantuan Langsung Tunai) &
Program KeluargaHarapan, dan lain-lain. Itulah mereka tadi, khawatir,
mengerti maksudku toh. Inilah yang kemudian dipakai kemarin,…”
Ancaman agar masyarakat mau memilih pasangan yang berkuasa menjadi

kekhawatiran tidak akan mendapatkan bantuan dari pemerintah membuat

masyarakat menjadi pragmatis dalam menentukan pilihannya. Kalau pun ada

masyarakat yang tetap menolak pilihan Bupati, masyarakat tidak akan

mendapatkan pelayanan yang memuaskan dari birokrasi pemerintah Kabupaten

Gowa. Senada dengan yang disampaikan oleh bapak Sisgon ia mengatakan,

bahwa:

“…Ini juga karena camat juga sudah dipegang sama bupati, jadi orang-
orangnya bupati.”

Penguasaan struktural pemerintahan di Kota Kendari oleh pengusa

tergambarkan dengan wawancara penulis dengan informan diatas. Hal ini pun

dimanfaatkan betul oleh Caleg yang di bantu oleh penguasa tersebut untuk

mempengaruhi pilihan pemilih. Sekcam menambahkan :

“…karena petahanan (caleg yang bantu oleh pengusas) itu selain kultural,
dia juga menguasai structural, mulai dari sekda dan jajarannya, para camat,
lurah, kepala desa juga dia kuasai, dia perintahkan ke dusunnya, dusunnya
perintahkan kader-kader yang jalan itu, yang biasanya kader KB, nanti dia
inilah yang menetukan kau miskin, kau tidak miskin dan sebagainya itu.
Dan itu masih berlaku disini, orang khawatir nanti kita tidak dapat raskin,
akhirnya mereka berlomba menunjukkan ke kepala desa kalau mereka
memilih calonnya.

Hasil wawancara penulis dengan beberapa informan diatas menunjukkan

bahwa masyarakat dimobilisasi dalam pemilihan Legislatif Kecamatan Kambu


Kota Kendari tahun 2019. Kecenderungan mobilisasi pemiih pada pemilihan lebih

menggunakan ancaman oleh peguasa pada saat Legislaf. Secara psikologis

masyarakat akan merasa terancam tidak diberikan bantuan ekonomi, sosial,

maupun hukum sehingga masyarakat harus memilih sesuai dengan yang diserukan

oleh sang penguasa, sehingga mobilisasi memberikan dampak kemenangan bagi

pasangan Caleg pada Pilleg Kecamatan Kambu Kota Kendari Tahun 2019.

Sehingga mobilisasi pemilih dapat dianggap sebagai salah satu faktor yang

memenangkan pasangan caleg yang di Bantu oleh pengusa.

4.2.2.3. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam

urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan

Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan sosial,

ekonomi dan kebudayaan adalah merujuk pada keterlibatan pihak pemerintah kota

kendari dalam mengintervensi untuk memilih anggota DPRD Kota kendari dari

partai pendukung pemerintah. Penelitian juga menemukan salah satu faktor yang

membantu kemenangan Caleg dalam Pemilihan Legislatif di Kecamatan ambu

Kota Kendari Tahun 2019, adalah pemanfaatan Birokrasi, yang akan diuraikan

lebih lanjut dalam sub bab ini. Sejak penyelenggaraan pemilihan kepala daerah

secara langsung baik gubernur dan bupati/ walikota yang dipilih langsung oleh

rakyat, selalu menjadi ajang pertarungan oleh para calon pasangan beserta tim

pemenangannya untuk meraup suara sebesar besarnya. Selain partai politik dan

tim pemenangannya sebagai mesin pengumpul suara, maka berbagai simpul sipil

digerakkan demi meraih suara.


Komunitas, kelompok bahkan organisasi massa dan keagamaan lainnya

pun tidak segan-segan memberikan dukungan untuk calon pasangan tertentu.

Bahkan PNS/ASN dijadikan sebagai lumbung suara rill pada setiap perhelatan

pilkada. Sementara PNS sebagai aparatur negara yang idealnya tidak terlibat

dukung mendukung pun terjebak oleh arus politik praktis demi suatu jabatan atau

takut untuk ditempatkan pada posisi tanpa jabatan (non job). Meskipun dalam

pemilihan Ichsan Yasin Limpo tidak lagi maju dalam pilkada, namun kuasa yang

dimiliki dapat memberikan kekuatan untuk melakukan politisasi birokrasi. Ketika

terjadi perubahan kekuasaan dari Wali Kota ke Gubernur yang lain, telah menjadi

hal lumrah ketika pejabat yang mengisi struktur di birokrasi juga mengalami

perubahan.

Hal tersebut menjadi ketakutan dari oknum PNS, pemutasian yang selama

ini terjadi cenderung bukan dikarenakan hasil kerja PNS yang buruk, melainkan

karena PNS tersebut dianggap tidak memilih Bupati terpilihketika masa Pilkada

dan oknum PNS tersebut dianggap sebagai musuh politiknya. Hal tersebut juga

terjadi pada birokrasi Kabupaten Gowa, sehingga birkorasi cenderung tunduk

kepada pilihan Bupati pada saat pilkada. Wawancara penulis dengan Masyarakat

berstatus Pegawai Negri Sipil (PNS) mengungkapkan bahwa :

“…Masyarakat Kecamatan Kambu tidak bodoh dan takut kalau bicara


seperti ini, apalagi kalau Aparatur Sipil Negara, saya yakin mereka tidak
mau, karena bisa saja mereka dimutasi ke daerah terpencil. Jadi
masyarakat disini itu ditekan untuk memilih. kalau ditahu ada PNS yang
tidak mendukung, tunggu saja bakal di lempar ke daerah terpencil.” juga
sedikit (Hasil wawancara 11 September)
Keterlibatan Pemerintah dalam pileg Kecamatan Kambu Kota Kendari

dapat tergambarakan dari hasil wawancara di atas, Intervensi yang dilakukan

oleh Pemerintah membuat netralitas Aparatur Sipil Negara menjadi diragukan,

keberadaan PNS, adapun wawancara dengan Sekcam Kambu Kota Kendari

mengungkapkan bahwa:

“Sebetulnya kita tetap berada pada pelayanan publik, kekhawatiran ketika


Aparatur Sipil Negara berpihak kepada salah satu calon, akan terjadi
Aparatur Sipil Negara yang menjadi pelayan penguasa, karena ketakutan
akan mutasi pejabat struktural. partisipasi politik yaitu, bahwa dalam
melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang
bersifat paksaan

Hasil wawancara penulis diatas, menunjukkan bahwa dalam pileg 2019 di

Kecamatan Kambu Kota Kendari, baik masyarakat maupun Aparatur Sipil Negara

dalam menyalurkan aspirasi suaranya mendapatkan tekanan oleh pemerintah

untuk memilih calon yang telah dipilih oleh pemerintah. Menggunakan birokrasi

pada pemerintah Kabupaten Gowa, inilah yang biasanya terjadi dalam

pemilukada. Bagaimana penguasa sebelumnya ingin melanjutkan kekuasaannya.

Hal ini di perkuat lagi oleh wawancara peneliti dengan Petugas Panwas

Kecamatan Kambu Kota endari. yang mengatakan :

“…Semestinya kenapa ada UU yang mengatur pencalonan petahana,


karena salah satu kekhawatirannya petahana itu menggunakan struktur menjadi
alat politiknya, itulah kemudian salah satu faktor yang digunakan praktek politik
kemarin yang memang di wariskan oleh kader partai politik...”

Seperti kader partai politik yang diwariskan elit politik yang betul-betul

memanfaatkan sturktural pemerintahan yang ada di Kecamatan Kambu Kota

Kendari untuk memenangkan pertarungan di Pilleg Kota Kendar. Sesuai dengan

penjelasan sebelumnya mengenai aktor politik yang dimana, calon anggota


legislatif sebagai aktor politik yang memiliki peran dalam pemilihan Legislatif di

Kecamatan Kambu Kota Kendari.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

Pegawai Negeri Sipil secara tegas melarang keterlibatan Pegawai Negeri Sipil

(PNS) dalam berkampanye, namun dalam perhelatan Pilkada masih saja ada

beberapa oknum birokrasi yang tidak netral. Beberapa diantara mereka

mendukung salah satu kandidat. Bahkan aksi itu kadang dilakukan secara terang-

terangan dan juga terindikasi adanya aparat yang menggerakkan masyarakat

dalam memilih salah sau calon. Hal tersebut dapat tergambarkan dari hasil

wawancara penulis dengan anggota PPK yang mengatakan:

“...Seharsnya yang harus kita pahami itu pak camat, lurah, desa itu kan
aparat pemerintah, secara aturan UU mereka tidak boleh mengarahkan
karena pemilu itu umum, bebas, dan rahasia, itu aturan. Jika ada aparat
yang mengkampanyekan calonnya maka itu melanggar UU ASM
(Aparatur Sipil Negara)....Ada atau tidaknya di bajeng ini, ya kalau kepala
desa itu wajar, karena mereka terlahir dari jabatan politik, tetapi kalau pns,
kalau di bajeng itu ada, tetapi yang mungkin dia sebagai pribadi-pribadi
manusia biasa, tidak memakai lambangnya sebagai seorang aparat
pemerintah kemudian berkampanye ditempat umum itu jelas-jelas
melanggar, tapi bisa saja meraka di warung kopi, bisa saja mereka ketemu
dengan warga di acara pesta atau di acara ‘apa’ tanpa menggunakan itu
mereka juga mengatakan bahwa lebih bagus ini pilihannya...”(wawancara
13 Oktober 2019)

petugas KPPS Kecamatan Kambu Kota Kendari juga menambahkan :

“...Seorang aparat pemerintah sedang memakai baju dinas lengkap dengan


lambangnya, anda berkampanye itu pelanggaran tapi anda pakai baju biasa
sebagai manusia biasa, sebagai masyarakat biasa juga silahkan, itu hak
anda, itu hak politik anda namanya dan dijamin kebebasannya.Saya
katakan, ada tidaknya saya kira itu akan tetap ada...tetapi yang harus kita
pahami, baik camat maupu lurah, manusia juga tidak bisa dijauhkan
dengan politik, artinya sebagai Aparatur Sipil Negara juga harus punya
pilihan, terserah dia apakah dia bisa memilih bahwa saya sebagai seorang
camat saya tidak boleh berkampanye, tapi sebagai pribadikan ini haknya
orang mau kampanye atau tidak kita juga tidak bisa
membebani...”(wawancara 12 Oktober @019

Hal tersebut menggambarkan, bahwa selama birokrat mampu

menempatkan dirinya pada saat Pilkada, yang berarti “dia” mampu menempatkan

dirinya sebagai pribadi politiknya pada saat Pilleg, dan tetap menjadi birokrat

yang netral pada saat melayani masyarakat luas. Yang berarti, ketika birokrat

mengampanyekan salah satu calon pada saat pilleg berarti hal tersebut dapat

tergolong sebagai melanggar aturan yang telah ditetapkan. Dari wawancara

tersebut menggambarkan disisi lain, bahwa birokrasi juga dapat dikatakan salah

satu faktor yang mampu menyumbangkan kemenangan bagi Calon Legislatif. Ini

tidak terlepas dari peran penguasa yang masih menjabat ketika Pilleg Kota

Kendari Tahun 2019,


BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasrakan hasil dan pembahsan dalam penelitian ini dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Partisipasi politik

Pemilih mempunyai beberapa alternatif diantaranya, memilih calon

anggota lagislatif yang memberi kompensasi uang paling besar,

memilih sesuai hati nurani namun meminta kompensasi ke semua

calon anggota legislatif dan memilih dengan hati nurani. Melalui lobi

politiknya pemilih wewenang menjanjikan sejumlah pemilih yang akan

memilih calon anggota legilatif yang dilobi. Perilaku politik pemilih di

Kecamatan Kambu Kota Kendari tidak jauh berbeda dengan perilaku

politik dikecamatan yang lain yang pada umumnya bersipat cuek dan

acuh tak acuh dengan perkara politik


DAFTAR PUSTAKA

Buku :

A.Rahman H.I.2007 Sistem Poltik Indonesia Yogyakarta : graham ilmu

Baiduri,intan .2007 faktor-faktor yang memperngaruhi pelaksanaan fungsi


legislasi DPRD bandar lampung : universitas lampung

Budiarjo,Mariam.2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik Jakarta : Gramedia Pustaka

Bungin ,Burhan 2001 Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitif .Yogyakarta :


Gajah Mada Press

Cholisin .2007 Dasar-Dasar Ilmu Politik . Yogyakarta : UNY press

C.S.T. Kansil, 1997, Pengantatar Ilmu Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta :
Balai Pustaka,

Dalton.R.Almond G Powell Tromp K.2009 Comparative Politics Today : A


World View 9th Edn New York : Person Longman

G. Sorensen, 2003. Demokrasi dan Demokratisasi, Yogyakarta, : Pustaka Pelajar,

Hb.Sutopo .2002 Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori Dan Terapannya


Dalam Penelitian . Surakarta Uns Press

J. Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja


Rosdakarya;
2007 Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Penerbit
PT Remaja Rosdakarya Offset,

Kriyantono Rachmat 2006 Teknik Praktis Riset Komunikasi .Jakarta : Kencana

Mas’oed mochtar dan mac Andrews .2000 perbandingan system poltik.yogyakarta


gajah mada university press

Mashudi, 1993 Pengertian-Pengertian Mendasar Tentang Kedudukan Hukum


Pemilu Di Indonesia Menurut UUD 1945, Bandung, : Mandar Maju

M. Mahfud, Didalam Buku Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Yogyakarta :


Gama Media,

Prihatmoko.J.Joko.2003 Pemilu 2004 Dan Konsolidasi Demokrasi, Semarang :


LP2I
Rush Michael Dan Althoff .2008 Pengantar Sosiologi Politik.Jakarta : Rajawali
Press

Subakti,Ramlan.2003 Memahami Ilmu Politik Dasar-Dasar Ilmu Poltik ,Jakarta :


Gramedia Widiasarana Indonesia

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung


Alfabeta.

Sujarweni, V., Wiratna. 2015. Metodologi Penelitian Bisnis & Ekonomi.


Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Samuel P Huntington Dan Joan Nelson.1994 Partisipasi Politik Di Negara


Berkembang Jakarta : Rineka Cipta

Sastroatmodjo,Sudino.1995 Perilaku Politik,Semarang : IKIP Semarang Press

Syamsuddin Haris, 1998. Menggugat Pemilu Orde Baru, Sebuah Bunga Rampai.
Jakarta. : Yayasan Obor Indonesia dan PPW-LIPI,

Titik Triwulan, 2009 Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta,


Prestasi Pustaka

Jurnal/skripsi/karya ilmiah :

Masye Maryanti Dkk.2015 Dalam Skripsinya Yang Berjudul “ Partisipasi Politik


Masyarakat Pada Pemilihan legislatif Di Minahasa Tenggara Tahun
2014

Morrison (2016) Tingkat Partisipasi Politik Dan Sosial Generasi Muda .Jurnal
Visi Komunikasi Vol: 15 No 1 Mei 2016 96-112

Priambodo.A.2000 dalam skripsinya sikap politik,pengaruh kelompok dan


partisipasi politik dikalangan mahasiswa,studi deskriptif pada
mahasiswa , depok : universitas Indonesia

Ratnia Solihah.2018 dalam jurnalnya yang berjudul “Peluang dan tantangan


pemilu serentak 2019 dalam perspektif politik di akses juni 2019

Teorell, et al, (2007) dalam jurnal internasional yang berjudul political


participacion mapping the rain di akses juni 2019

Wijnarko,wisnu (2004) hubungan antara modal sosial dan identitas


kemahasiswaan dengan partisipasi politik konvensional tesis ;fakultas
psikologi UI
Yasmuni Anrasdi Putra.2017 dalam jurnalnya yang berjudul “ Partisipasi
Masyarakat Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 Di
Kecamatan Kambu Kota Pekanbaru di akses juni 2019

Perundang –undangan :

Undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik

Undang-undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Penyelenggara Pemilu

Media :

Kpu.kendarikota.go.id

Anda mungkin juga menyukai