Anda di halaman 1dari 9

Sosiologi Politik

PERTEMUAN KE I
SOSIOLOGI POLITIK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pertemuan ke I dalam mata kuliah ini mempelajari tentang arti politik. Anda diharapkan mampu
membedakan:
A.1.Pengertian politik, baik itu secara umum maupun arti politik menurut para ahli,
A.2.Sosiologi Politik,
A.3.Hubungan Sosiologi Politik dengan Ilmu Politik
A.4. Konsep Gagasan dalam Ilmu Politik
A.5. Konsep Politik
Di akhir perkuliahan anda diharapkan mampu memahami arti politik secara umum.

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Pengertian Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini
merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat
politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan
secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari
sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara
untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles) politik adalah hal yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara politik merupakan kegiatan yang
diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat politik adalah
segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Dalam konteks
memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi,
sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah
pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

Amelia Haryanti, SH, MH 1


Sosiologi Politik

Tujuan Pembelajaran 1.2:


Pengertian Sosiologi Politik

Sosiologi politik merupakan sebuah sub-bidang yang muncul dan berkembang dalam
sosiologi kontemporer dan ilmu politik. Dari definisi yang sederhana tersebut sebenarnya
dapat dianalisa bahwa sosiologi politik merupakan penggabungan dua disiplin ilmu yaitu ilmu
politik dan ilmu sosial yang kemudian sosiologi politik ini dapat dikategorikan sebagai sub-
bidang dari sosiologi kontemporer atau dari ilmu politik, sehingga menjadi suatu kewajaran
apabila sosiologi politik menjadi bagian bidang ilmu politik maupun bidang sosiologi
kontemporer. Karena pada dasarnya materi yang terdapat di dalamnya merupakan campuran
dari berbagai bahan yang dipinjam dari ilmu politik dan sosial. Namun untuk mempermudah
memahami pengertian sosiologi politik sebaiknya dimulai dari definisi secara bahasa dahulu.
Dari segi bahasa sosiologi politik terdiri dari dua kata yaitu sosiologi dan politik. Istilah
sosiologi ditemukan oleh Auguste Comte untuk menunjukkan ilmu tentang masyarakat.
Sebelum itu Comte pernah mempergunakan istilah „fisika sosial‟ dalam arti yang sama, akan
tetapi kemudian menggantikannya dengan „sosiologi‟ karena ahli matematika asal Belgia
Quetelet telah mempergunakan istilah „fisika sosial‟ bagi studi statistika tentang gejala moral
(1836), yang dikatakan Comte sebagai sebuah percobaan pemberian istilah yang jelek. Istilah
yang lain adalah istilah politik. Istilah politik (Politics) di dunia barat banyak dipengaruhi oleh
filsuf Yunani kuno abad ke-5 S.M filsuf seperti Plato dan Aristoteles menganggap politics
sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik. Di dalam polity
semacam itu manusia akan hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan
bakat, bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas
yang tinggi. Pandangan normatif ini berlangsung sampai abad ke-19.
Dewasa ini definisi mengenai politik yang sangat normatif itu telah terdesak oleh
definisi-definsi lain yang lebih menekankan pada upaya (means) untuk mencapai masyarakat
yang baik, seperti kekuasaan, pembuatan keputusan, kebijakan, alokasi nilai, dan sebagainya.
Jadi pada hakikatnya sosiologi politik merupakan jembatan yang menghubungkan antara
bidang sosiologi dan ilmu politik & di antara keduanya dipercaya memiliki hubungan dua arah
yaitu di mana sosiologi politik memberikan penekanan yang sama pada variabel sosial dan
politik. Sebagai contoh adalah mengenai sistem kepartaian yang sosiologi politik tidak

Amelia Haryanti, SH, MH 2


Sosiologi Politik

menjelaskan tentang bagaimana sistem kerja partai yang hanya merespon & merefleksikan dari
sosial ekonomi, tetapi ia justru menyelidiki tentang bagaimana kondisi masyarakat yang
diakibatkan oleh sistem kepartaian. Sehingga tidak tepat juga bila sosiologi politik
dipersepsikan oleh banyak kalangan sebagai sosiologi yang menginvasi ilmu politik.

Tujuan Pembelajaran 1.3:


Hubungan Sosiologi Politik dan Ilmu Politik

Seperti yang sudah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, dapat diketahui bahwa
hubungan antara sosiologi politik dan ilmu politik sangat erat kaitannya dan nyaris sama
artinya bahkan di beberapa negara tertentu pembedaan yang terjadi pada keduanya ini hanya
semata- mata bersifat administratif dan pedagogis. Di Amerika Serikat misalnya, di mana
sosiologi dan ilmu politik biasanya menjadi dua “departemen” yang berbeda namun tetap saja
di kedua departemen tersebut sosiologi politik tetap diajarkan sebagai telaah terhadap
fenomena kekuasaan. Selain itu ada pembahasan yang menarik mengenai hubungan yang
terjadi dalam sosiologi politik yaitu mengenai masalah pembedaan antara ilmu politik dalam
sosiologi dengan sosiologi politik. Ilmu politik dalam sosiologi jelas-jelas merupakan sub
bidang dan sub divisi dari bidang sosiologi. Pada ilmu politik dalam sosiologi, fenomena
politik diperlakukan sebagai variabel dependen dan fenomena sosial diterima sebagai dasar
variabel penjelas. Padahal dalam sosiologi politik, upaya untuk memahami fenomena politik
selalu dihubungkan dengan faktor-faktor sosial, seperti pengujian hubungan antara politik dan
masyarakat, struktur sosial dan struktur politik, dan perilaku sosial dan perilaku politik.
Dengan demikian, sosiologi politik merupakan titik persimpangan yang lahir ketika
pendekatan sosiologi dan politik digabungkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup
dari sosiologi politik lebih luas dibandingkan dengan ilmu politik dalam sosiologi yang ruang
lingkupnya lebih sempit karena hanya melihat dan memahami satu fenomena saja.

Tujuan Pembelajaran 1.4:


Konsep-Konsep Gagasan dalam Definisi Sosiologi Politik

Amelia Haryanti, SH, MH 3


Sosiologi Politik

Banyaknya ketidaksepakatan para ahli terhadap makna yang tepat pada sosiologi
politik kemungkinan disebabkan oleh sosiologi politik itu sendiri yang begitu kaya akan
gagasan yang saling bertentangan. Gagasan pertama yang saling bertentangan adalah
mengenai anggapan bahwa sosiologi politik sebagai ilmu mengenai negara. Cara untuk
menentukan sosiologi politik sebagai ilmu mengenai negara adalah dengan menempatkannya
dalam klasifikasi-klasifikasi ilmu sosial berdasarkan pada sifat masyarakat yang dipelajari.
Konsep politik di sini mungkin mengenai negara bisa diinterpretasikan sebagai negara bangsa
atau negara pemerintah. Sebuah negara bangsa adalah yang merujuk kepada masyarakat
nasional. Sedangkan negara pemerintah adalah yang merujuk kepada para penguasa dan
pemimpin dari masyarakat nasional. Oleh sebab itu, arti sosiologi politik sangat sempit dan
terbatas.
Gagasan kedua dalam sosiologi politik adalah mengenai proses interaksi antara
masyarakat dan politik. Pandangan dari Bendix dan Lipset di sini lebih cocok dan tepat untuk
digunakan. Keduanya mengatakan bahwa “ilmu politik dimulai dengan negara dan meneliti
bagaimana hal itu mempengaruhi masyarakat, sementara sosiologi politik dimulai dengan
masyarakat dan dan mulai meneliti bagaimana hal itu mempengaruhi negara.” Gagasan ketiga
adalah mengenai konsep dalam sosiologi politik yang lebih modern yang menekankan otoritas
umum terhadap seluruh masyarakat (termasuk masyarakat nasional). Konsep ini terinspirasi
dari Leon Duguit. Ia membuat perbedaan antara pemerintah dan yang diperintah. Ia percaya
bahwa dalam setiap kelompok manusia dari terkecil hingga terbesar didapati orang-orang yang
memerintah dan patuh, orang-orang yang membuat aturan dan menyepakatinya, dan orang-
orang yang membuat keputusan dan menaatinya.
Beberapa sosiolog menerima dan memodifikasi definisi ini seperti Weber, Aron,
Vedel, Bourdeu, dan Duverger. Gagasan ke empat adalah mengenai sosiologi politik sebagai
integrasi antara sosiologi dan ilmu politik yang kemudian diduga menjurus pada spesialisasi.
Dengan demikian sosiologi politik dapat disetting sebagai keturunan dari orangtua yang lebih
mapan yaitu sosiologi dan ilmu politik yang kemudian mengkhususkan diri pada hubungan
interaksi yang dihasilkan dari kedua disiplin ilmu tersebut.
Gagasan ini bermanfaaat karena menghancurkan hambatan antara sosiologi dan ilmu
politik tanpa menghapuskan batasan-batasan identitas dan ciri khas keduanya. Hal ini secara
sistematis lebih dimaksudkan untuk membangun jembatan penghubung yang melintasi

Amelia Haryanti, SH, MH 4


Sosiologi Politik

berbagai batas. Meskipun „sosiologi politik‟ masih belum menghasilkan makna yang jelas.
Jadi secara garis besar, keempat pengertian di atas menunjukkan bahwa sosiologi politik
memiliki arti yang luas.
Kesimpulan Sosiologi politik memang tidak dapat dilepaskan dari perdebatan dan
pertentangan dari mulai mengenai sejarah, definisi, ruang lingkup dan sebagainya. Hal ini
tidak terlepas karena memang sosiologi politik sendiri memang belum lama terbentuk sebagai
salah satu bagian dari disiplin ilmu sosial dan juga ilmu politik. Secara tujuan, sosiologi politik
juga dirasa sangat penting untuk menjembatani antara sosiologi dan ilmu politik sehingga
tidak mengherankan jika sosiologi politik secara definisi, ruang lingkup dan pembahasan juga
masih samar-samar. Namun terlepas dari itu semua, kehadiran sosiologi politik tetap penting
untuk menjawab tantangan terhadap perkembangan zaman yang semakin cepat akibat
terjadinya revolusi yang memengaruhi berbagai bidang kehidupan salah satunya yaitu politik.

Tujuan Pembelajaran 1.5:


Konsep Politik

1. Politik ialah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan
mewujudkan kebaikan bersama.
2. Politik ialah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
3. Politik sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan
kekuasaan dalam masyarakat.
4. Politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan Pelaksanaan kebijakan
umum.
5. Politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan/atau mempertahankan sumber-sumber
yang dianggap penting.
Klasik - Politik sebagai suatu asosiasi warga negara yang berfungsi menyelenggarakan dan
membicarakan hal ihwal yang menyangkut kebaikan bersama seluruh anggota masyarakat
(Aristoteles). - Tidak adanya kejelasan mengenai patokan kepentingan umum yang disetujui
untuk kebaikan bersama. - menekankan aspek filosofis (idea dan etik) daripada aspek politik -
berpolitik ialah membicarakan dan merumuskan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan ikut

Amelia Haryanti, SH, MH 5


Sosiologi Politik

serta dalam upaya mengejar tujuan bersama - metode kajian yang digunakan yaitu spekulatif-
normatif.
Politik sebagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara.- Politik merupakan
persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk mempengaruhi pembagian
kekuasaan antarnegara maupun antar kelompok di dalam suatu negara (Max Weber).
Ilmu politik dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari hakikat, kedudukan, dan
penggunaan kekuasaan dimanapun kekuasaan itu ditemukan- Ilmu politik mempelajari hal
ihwal yang berkaitan dengan kekuasaan dalam masyarakat, yakni sifat, hakikat, dasar, proses-
proses, ruang lingkup, dan hasil kekuasaan.- Dalam konsep ini tidak membedakan kekuasaan
yang beraspek politik dari kekuasaan yang tidak beraspek politik
Politik sebagai kegiatan merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum.- David Easton
merumuskan politik sebagai the authoritative allication of values for a society, atau alokasi
nilai-nilai secara otoritatif, berdasarkan kewenangan, dan karena itu mengikat untuk suatu
masyarakat.- Lasswell menyimpulkan proses politik sebagai masalah who gets what, when,
how. “Mendapatkan apa” artinya mendapatkan nilai-nilai. “kapan” berarti ukuran pengaruh
yang digunakan untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan nilai- nilai terbanyak.
“bagaimana” berarti, dengan cara apa seseorang mendapatkan nilai-nilai.- Kelemahan
pandangan ini adalah menempatkan pemerintah sebagai sarana dan wasit terhadap persaingan
diantara berbagai kekuatan politik untuk mendapatkan nilai-nilai yang terbanyak dari
kebijakan umum.- Fungsional cenderung melihat nilai-nilai secara instrumental bukan sebagai
tujuan seperti yang ditekankan pandangan klasik
Kegiatan untuk mempengaruhi proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum tiada
lain sebagai upaya untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan nilai-nilai. Dalam
memperjuangkan upaya itu sering sekali terjadi perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan,
bahkan pertentangan yang bersifat fisik di antara berbagai pihak- Keputusan politik merupakan
upaya penyelesaian konflik.- Kelemahan pandangan ini adalah konflik tidak semua berdimensi
politik sebab, selain konflik politik terdapat pula konflik pribadi, ekonomi, agama, yang tidak
selalu diselesaikan melalui proses politik dari segi metodologi, kelima pandangan ini acap kali
dikelompokkan menjadi dua kategori umum, yakni tradisional dan behavioralisme. Ilmu
politik tradisionalmemandang gejala politik dari segi normatif (ought to be“yang seharusnya”)
dan menganggap tugas ilmu politik untukmemahami dan memeriksa gejala politik, bukan

Amelia Haryanti, SH, MH 6


Sosiologi Politik

menjelaskanapalagi memperkirakan apa yang akan terjadi. Ilmu politik tradisional melihat
politik sebagai perwujudan tujuan masyarakat-negara. Termasuk ilmu politik tradisional dalam
hal ini yang berupa pandangan klasik dan kelembagaan.
Behavioralisme memandang politik dari segi apaadanya (what it is) yang berupaya
menjelaskan mengapa gejala politik tertentu terjadi seperti itu, kalau mungkin memperkirakan
juga gejala politik apa yang akan terjadi. Behavioralisme melihat politik sebagai kegiatan
(perilaku), yang berawal dengan asumsi terdapatkeajegan atau pola dalam perilaku manusia.
Oleh karena itu, politik sebagai pola perilaku dapat dijelaskan dan diperkirakan. Termasuk
behavioralisme dalam hal ini yang berupa kekuasaan, konflik, dan fungsionalisme.

Amelia Haryanti, SH, MH 7


Sosiologi Politik

C. PERTANYAAN DAN LATIHAN


1. Implementasi apa yang kita harapkan dari mempelajari sosiologi politik?
2. Bagaimana kita mensosialisasikan politik kepada masyarakat di lingkungan tempat
tinggal kita?

D. DAFTAR PUSTAKA
Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h.118
Joko Budi Santoso, Modul Kewarganegaraan, h.12-13
Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Rakhmat jalaluddin 2006. Komunikasi politik khalayak dan efek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya

Amelia Haryanti, SH, MH 8


Sosiologi Politik

BAB II
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SOSIOLOGI POLITIK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pertemuan ke II dalam mata kuliah ini mempelajari tentang arti politik. Anda diharapkan mampu
membedakan:
A.1.Pengantar Sosiologi Politik
A.2. Asal Mula Perkembangan Sosiologi Politik
A.3. Skema Konsepsual
A.4. Konsep Sosialisasi Politik
A.5. Sosiologi Politik dan Nilai-Nilai
A.6. Peranan Sosiologi Politik
A.7. Pendekatan Politik
Di akhir perkuliahan anda diharapkan mampu memahami sejarah dan perkembangan sosiologi
politik dunia dan di Indonesia.

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 2.1:
Pengantar Sosiologi Politik

Memberi batasan pada ilmu politik tidak semudah yang kita duga.Jika sosiologi itu
terutama memperhatikan tingkah laku manusia dalam konteks masyarakat dan dalam hal ini
mencakup segala-galanya, maka jelaslah politik itu hanya memperhatikan beberapa aspek saja
dari masyarakat. Karena itu W.G. Runciman “Social Science and political Theori“ (1965:1)
menyatakan, “disiplin ilmu yang terpisah-pisah seperti ekonomi” demografi
krinminologi,ataupun politik, harus dianggap sebagai ilmu yang memiliki sifat koordinatif dan
merupakan cabang khusus dari sosiologi (atau dari ilmu pengetahuan social).
Aspek – aspek masyarakat yang menjadi pusat perhatian studi politik, khusunya lembaga
– lembaga sosial seperti badan legislative dan eksekutif, partai politik dan dan kelompok –
kelompok kepentingan, dan beberapa bidang khusus dari mental serta tingkah laku manusia,
seperti prose pemilihan atau legislative.Karena itu menjadi semakin sulit pula bagi kita untuk
menentukan batas-batas ilmu pengetahuan politik, dan kemudian untuk mendefinisikannya.

Amelia Haryanti, SH, MH 9

Anda mungkin juga menyukai