Anda di halaman 1dari 11

Dasar Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu Politik di

Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM


Rajif Dri Angga

Pengantar

Jurusan Politik dan Pemerintahan merupakan salah satu jurusan tertua dan
terdepan dalam kajian politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM. Pada
awal pendiriannya, jurusan ini didirikan sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan akan birokrat yang akan mengisi jabatan publik di Departemen Dalam
Negeri pada waktu itu.

Akan tetapi seiring dinamika yang terjadi secara global, kajian ilmu
pemerintahan juga mengalami perkembangan yang signifikan dari segi ontologi,
epistemologi, maupun aksiologi keilmuannya. Pada tahap awal studi politik dan
pemerintahan lebih memfokuskan kajiannya pada lembaga-lembaga formal negara
yang berkaitan dengan urusan publik. Kemudian dalam perkembangannya, urusan
publik dan dinamikanya tidak dapat hanya dipahami dengan pendekatan negara
(state approach) melainkan juga dengan memasukkan dimensi masyarakat dan pasar
dalam kaitannya sebagai aktor yang turut mempengaruhi pengambilan keputusan.
Pergeseran kajian ini terutama terkait dengan ontologi keilmuan yang dikaji di
Jurusan Politik dan Pemerintahan.

Pada bagian berikutnya kita akan melihat perkembangan epistemologi


keilmuan di Jurusan Politik dan Pemerintahan. Seiring dengan terjadinya
pergeseran fokus kajian, pada akhirnya juga membawa dampak bagi pergeseran dan
perkembangan metodologi keilmuan ilmu politik dan studi pemerintahan. Lebih
lanjut penulis ingin memberikan sedikit gambaran mengenai aksiologi keilmuan di
Jurusan Politik dan Pemerintahan.

Dalam menyusun tulisan ini, penulis menggunakan metode studi pustaka


dalam proses pengumpulan data. Kepustakaan yang terkait dengan kajian jurusan
ini, seperti silabus kurikulum, jurnal, skripsi mahasiswa, dan buku panduan
akademik sangat membantu penulis dalam memahami kajian studi pemerintahan.
Di samping itu, seluruh perkuliahan yang diikuti penulis yang memang mahasiswa
pada jurusan ini merupakan riset langsung penulis dan tentunya memberikan
banyak informasi mengenai jurusan ini.

Tulisan ini bukanlah kajian final yang mampu mencakup dan menjawab
pertanyaan yang mengemuka terkait aspek keilmuan Jurusan Politik dan
Pemerintahan. Tulisan ini hanya merupakan telaah dangkal mengenai aspek-aspek
tertentu dalam jurusan ini yang dibahas secara parsial. Oleh karena itu, penulis
sangat menyadari akan perlunya kritik dari sementara kalangan untuk
penyempurnaan tulisan ini ke depan.

Perihal “Ilmu Pemerintahan” atau “Studi Pemerintahan”

Penulis sedikit banyak telah menyinggung mengenai terminologi studi


pemerintahan dan ilmu poltik di awal tulisan ini. Problema terminologis dalam
kajian keilmuan memang selalu menimbulkan kerancuan tidak hanya secara
harfiah tetapi juga kadang merambah ke permasalahan objek keilmuan.
Pemahaman mengenai kedua terminologi ini agaknya akan sedikit memberikan
kejelasan dalam melihat bagaimana kedudukan studi pemerintahan dalam ilmu
politik. Apakah keduanya merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri atau kah
kajian pemerintahan merupakan bagian dari ilmu politik.

Untuk menjawab persoalan di atas, penulis mengutip uraian Prof. Drs


Pratikno yang menjelaskan :

Namun, yang jelas, pertama, terdapat kedekatan bahkan penyamaan


‘ilmu pemerintahan’ dengan ilmu politik, dan kedua, pemerintahan
tampil tidak sebagai ilmu, tapi lebih tepat hadir sebagai studi. Namun,
tidak berarti bahwa peminat, pemelihara dan pengembang studi
pemerintahan tidak mempunyai tanggung jawab dan relefansi (sic) bagi
ilmu politik yang memberinya sudut pandang penglihatan. Studi
pemerintahan mempunyai tanggung jawab dalam pengembangan ilmu
politik, dan dinamika metodologis dalam ilmu politik akan mewarnai
studi pemerintahan.(Pratikno, 2005).
Hal yang sama terlihat dari keengganan penggunaan ilmu pemerintahan
dari perspektif global. Misalnya, penggunaan label studi pemerintahan dan
bukannya ilmu pemerintahan di negara Inggris. Pemakaian terminologi yang rancu
akan membawa kebingungan dalam memahami aspek keilmuan secara struktural.
Hal ini memang seringkali dianggap sepele oleh sementara kalangan. Akan tetapi
persoalan semacam ini akan membawa dampak secara substansial yang pada
akhirnya mengaburkan pemahaman objek kajian. Konsekuensi penggunaan kata
‘ilmu’ di depan kata pemerintahan tentunya menyangkut metodologi keilmuan
yang dikembangkan. Pada saat sekarang ini kita masih mempertanyakan kesiapan
kajian pemerintahan untuk menjadi disiplin ilmu tersendiri. Apakah kajian
pemerintahan telah memenuhi kualifikasi menyandang kata ‘ilmu’ yang pada
akhirnya menuntut pengembangan metodologi keilmuannya.

Oleh karena itu, merujuk pada uraian di atas, penulis akan menggunakan
terminologi ‘studi pemerintahan’ dan ‘ilmu politik’ dalam menjelaskan struktur
keilmuan yang membangunnya.

Aspek Ontologi Kajian Politik dan Pemerintahan

Sebelum kita melangkah lebih lanjut dalam memahami ontologi kajian ilmu
politik dan studi pemerintahan, terlebih dahulu akan dijelaskan sedikit mengenai
pemahaman filsafati tentang ontologi keilmuan. Secara sederhana, ontologi dapat
dipahami sebagai hakikat apa yang dikaji. Ontologi membahas tentang apa yang
ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan perkataan lain, suatu
pengkajian mengenai teori tentang “ada” (Suriasumantri 2006). Ontologi
merupakan bahasan mengenai objek yang ingin kita telaah. Kemudian, bagaimana
dengan objek penelaahan ilmu secara umum. Ilmu berbeda dengan agama yang
mengkaji sesuatu yang dapat ditangkap secara inderawi sekaligus sesuatu yang
berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Ilmu membatasi dirinya hanya pada
objek yang dapat dijangkau oleh pancaindera manusia atau pengalaman empiris.
Ilmu mempelajari tentang segala sesuatu sepanjang berada dalam pengalaman
empiris manusia.
Sebagaimana telah penulis jelaskan di awal tulisan ini, kajian pemerintahan
di Jurusan Politik dan Pemerintahan telah mengalami pergeseran yang signifikan
secara ontogis, epistemologis, dan aksiologis keilmuannya. Pergeseran ini terjadi
seiring dengan perkembangan studi pemerintahan (governance) dalam konteks
global. Mengenai hal ini, secara lebih jelas kiranya penulis merujuk pada salah satu
tulisan tim jurusan :

Pada tahap awal studi politik dan pemerintahan mencurahkan


perhatiannya pada kajian negara atau lebih spesifiknya pada lembaga-
lembaga politik formal (government) yang diakui dalam konstitusi.
Dalam periode ini fokus studi pemerintahan adalah mendefinisikan
lembaga-lambagapemerintahan, bagaimana lembaga-lembaga tersebut
terinstitusionalisasikan..., dan dinamika bekerjanya lembaga-lembaga
tersebut (Gaffar 2001) studi politik dan pemerintahan karenanya sangat
dekat dengan studi Ilmu Tata Negara (Staatswisenscaft), bahkan
seringkali disamakan...Pada perkembangan, cakupan studi politik dan
pemerintahan mengalami perluasan, dimana fenomena kekuasaan yang
menjadi objek utama disiplin ini tidak bisa lagi dipahami hanya dengan
melihat bekerjanya institusi formal negara. Dinamika politik dan
pemerintahan bisa dipahami secara lebih komprehensif dengan
memasukkan dimensi masyarakat (society) dalam kajian disiplin ini (Tim
JIP 2005, hlm 3).

Jelaslah kiranya bahwa pendekatan institusional negara dalam memahami


studi pemerintahan telah banyak ditinggalkan karena belum mampu memahami
aspek urusan publik secara komprehensif di samping karena wacana menguatnya
kajian civil society dan pasar secara global. Hal ini dapat dilihat dari apa yang
dikemukakan Pratikno sebagai berikut :

...bahwa fokus bahasan pada kelembagaai formal negara merupakan


pendekatan ‘lama’ dalam ilmu politik yang sudah lama dikritik dan
tergeser perannya oleh pendekatan-pendekatan lain yang lebih ‘baru’.
Apabila ilmu pemerintahan diartikan sebagai ‘semacam ilmu politik’
yang menekankan pada analisis kelembagaan formal negara, berarti
sama saja dengan membawa ilmu ini kepada fokus bahasan yang sudah
banyak direvisi dan ditinggalkan (Pratikno 2005, hlm 36).

Dengan demikian pada dasarnya ontologi kajian pemerintahan telah


mengalami pergeseran yang signifikan yang tidak terlepas dari pergeseran makna
dari government ke governance itu sendiri secara global. Istilah yang dipopulerkan
oleh Bank Dunia ini pada hakikatnya dapat dipandang sebagai penguatan institusi
masyarakat (society) dan pasar untuk mengimbangi kuatnya dominasi negara yang
dianggap telah collapse dalam usaha pembangunan.

Kemudian, kita kembali pada pertanyaan awal mengenai apa ontologi


keilmuan ilmu politik. Akan tetapi sebelumnya penulis perlu memaparkan
mengenai kedudukan studi pemerintahan dalam ilmu politik. Berdasarkan studi
pustaka yang telah penulis lakukan terhadap tulisan para dosen di Jurusan Politik
dan Pemerintahan, studi pemerintahan merupakan salah satu kajian dalam ilmu
politik. Hal ini dapat kita telaah dari tulisan Tim Jurusan Ilmu Pemerintahan :

Sekalipun kajian ilmu pemerintahan belum sampai pada titik


pendefinisian yang tegas bahwa merupakan disiplin ilmu terpisah,
namun sebagai kajian yag menjadi bagian dari ilmu politik Jurusan
Ilmu Pemerintahan memiliki fokus kajian yang spesifik yaitu segala
bentuk relasi kekuasaan yang berkaitan dengan urusan publik. Dari
posisi ini, negara hanya merupakan salah satu dari 3 (sic) ranah (dua
ranah lainnya adalah masyarakat dan pasar) dimana relasi kekuasaan
yang berkaitan dengan urusan publik mengambil tempat (Tim JIP
2005, hlm 12)

Dari uraian di atas, menjadi jelas bahwa studi pemerintahan hanya


merupakan bagian dari ilmu politik dan belum secara spesifik berkembang menjadi
disiplin ilmu tersendiri. Selain itu, kita dapat memahami bahwa ontologi keilmuan
di Jurusan Politik dan Pemerintahan menyangkut segala bentuk relasi kekuasaan
yang berkaitan dengan urusan publik. Relasi tersebut tentunya melibatkan aktor-
aktor yang secara langsung berhubungan dengan urusan publik, yaitu aktor negara,
masyarakat, dan intermediari. Ketiganya akan mewarnai setiap bahasan mengenai
studi pemerintahan secara keseluruhan.

Selain itu, dalam memandang fenomena kekuasaan studi pemerintahan,


penelaahan dimulai dengan titik pijakan atau starting point yang berbeda, yaitu
kajian dari sisi aktor yang terlibat, interaksi atau relasi antaraktor, dan nilai di balik
institusionalisasi aktor. Sebuah catatan penting adalah, walaupun dipilahkan ke
dalam tiga ranah namun di setiap ranah itu selalu dikaji melalui tiga starting point
tersebut: aktor/institusi penyelenggara kekuasaan, interaksi kekuasaan dan
nilai/norma yang diberlakukan (Jurusan Ilmu Pemerintahan, 2009).

Aspek Epistemologis Kajian Pemerintahan

Dasar epistemologi atau teori pengetahuan merupakan salah satu aspek


yang menyusun sebuah ilmu. Epistemologi merupakan bahasan mengenai
bagaimana cara mendapatkan pengetahuan atau metode yang digunakan dalam
menyusun pengetahuan. Berbeda dengan pengetahuan pada umumnya, ilmu
merupakan serangkaian pengetahuan yang didapat melalui metode keilmuan.
Secara umum dapat kita katakan bahwa metode keilmuan setiap disiplin ilmu
memiliki karakteristik tersendiri dan metode keilmuan yang dikembangkan pada
ilmu-ilmu sosial berbeda dengan metode keilmuan ilmu-ilmu alam.

Seperti telah kita ketahui, studi pemerintahan merupakan salah satu bagian
dalam ilmu politik. Hal ini membawa dampak pada bahasan metodologis kajian
pemerintahan. Oleh karena itu, studi pemerintahan menggunakan metodologi
ilmu politik dalam menelaah ontologi keilmuannya. Hal ini dapat kita lacak dari
tulisan Pratikno yang mengemukakan pendapat sebagi berikut :

...studi pemerintahan mengadopsi pendekatan (approaches) ilmu politik,


termasuk menggunakan kaca mata ilmu politik untuk melihat dimensi
praktis pemerintahan. ... bahasan metodologis memang ada pada level
Ilmu Politik, dan itu yang akan digunakan dalam studi pemerintahan
(Pratikno 2005, hlm 36).

Jurusan Politik dan Pemerintahan mengembangkan metode keilmuan yang


dapat kita cermati dari karya ilmiah mahasiswa (seperti skripsi mahasiswa). Salah
satu skripsi mahasiswa menggunakan metode participant observation yang biasanya
digunakan oleh antropolog dalam penelitian etnografi. Menurut penulis metode ini
terutama sekali berkaitan dengan pendekatan emmic yang juga dikembangkan
dalam kajian etnografi. Secara sederhana dapat didefinisikan emik sebagai salah
satu paradigma keilmuan yang memandang perlunya keterlibatan ilmuwan atau
peneliti terhadap objek kajiannya dan perlunya intersubjektivitas ilmuwan sehingga
ilmuwan dapat memahami sebuah fenomena sosial secara lebih baik. Sejauh
penulis pahami Jurusan Politik dan Pemerintahan sebagai institusi akademik
mengembangkan pendekatan emmic dalam memahami objek kajiannya. Hal ini
dapat ditelisik dari tulisan dosen pengajar yang menurut penulis merepresentasikan
pendekatan keilmuan jurusan ini :

Sebagai contoh, kajian politik di negeri ini menemukan gejala shadow


state, dimana pejabat yang resmi menjabat sebetulnya dibayang-bayangi
kalau tidak didektekan kebijakannya oleh kekuatan informal yang
resminya berada di luar domain negara... Implikasinya kelibatan
ilmuwan melalui interaksi informal dapat mengupah interaksi informal
yang didominasi oleh tokoh informal tersebut. Ilmuwan dapat ambil
bagian dalam proses demokratisasi dengan membawa persoalan-
persoalan yang didominasi tokoh ini ke arena publik. Dengan itu pula
ilmuwan dapat mengembangkan proses deliberasi yang melibatkan
berbagai fihak dalam penentuan kebijakan publik....Contoh ini
memperlihatkan mengisyaratkan adanya rabun metodologis. Ilmuwan
tidak dapat melihat secara jelas gara-gara terpaku oleh cara berfikir yang
positivistik. Ilmuwan tidak sadar akan kapasitas politik yang dimilikinya
untuk menyumbang proses demokratisasi. (Santoso & Maridjan 2007,
vol 4, hlm 7)

Dari tulisan tersebut penulis dapat melihat bagaimana cara pandang


ilmuwan politik di Jurusan Politik dan Pemerintahan menyikapi sebuah masalah
yang menjadi bidang kajian keilmuannya. Ilmuwan politik jurusan ini mempercayai
bahwa keterlibatan ilmuwan dalam realita objek kajiannya lebih mampu memberi
pemahaman terhadap realita yang dihadapinya. Pendekatan ini memungkinkan
adanya pertanggungjawaban ilmuwan dalam proses aplikasi teori dan rangkaian
rekomendasi yang dihasilkan ilmuwan sehingga ilmuwan tidak serta merta
mempersalahkan eksekutor rekomendasi yang diajukan. Menurut penulis kiranya
perlu juga dipaparkan sekelumit uraian mengenai pendekatan yang dianut
ilmuwan politik secara umum untuk mendapatkan gambaran memadai dalam
memahami aspek epistemologi ilmu politik. Sekali lagi kita sedang membicarakan
studi pemerintahan yang secara metodologis mengadopsi metodologi ilmu politik.

Menurut Gerry Stoker dalam Theory and Methods in Political Science


mengemukakan tiga pendekatan utama dalam ilmu politik, yaitu pendekatan
institusional (institutional studies), pendekatan behavioralis (behavioralism analysis),
dan teori pilihan rasional (rational choice theory). Secara singkat penulis ingin
menjelaskan bagaimana cara pandang mereka dalam menganalisa realitas politik.

Menurut pendekatan institusional, ilmu politik dipahami sebagai


serangkaian aturan, prosedur, dan organisasi formal sistem politik dan dampaknya
terhadap politik praktis. Secara historis pendekatan ini sangat terpengaruh oleh
metodologi ilmu hukum, sejarah, dan filsafat. Dalam kajian ilmu politik juga
dikenal adanya pendekatan tingkah laku (behavioralism analysis) yang menekankan
pada penelitian fakta secara empiris. Para ilmuwan penganut pendekatan ini
memandang bahwa tingkah laku politik memperlihatkan keteraturan yang dapat
dirumuskan dalam generalisasi-generalisasi yang dapat dibuktikan kebenarannya
dengan merujuk pada tingkah laku yang relevan. Pendekatan teori pilihan rasional
memandang bahwa pilihan politik dibentuk atas dasar rasionalitas yang dibangun
oleh masing-masing individu. Teori ini menggunakan penalaran deduktif yang
diarahkan melalui teori empiris dan prediksi.

Aspek Aksiologis Kajian Pemerintahan

Secara sederhana aksiologis keilmuan dapat diartikan sebagai bahasan


mengenai kegunaan dari ilmu yang dikembangkan. Aksiologi mengkaji bagaimana
ilmu tersebut dimanfaatkan. Aksiologi keilmuan Jurusan Politik dan Pemerintahan
berkaitan erat dengan peran dan kiprah ilmuwan dan alumnus dari jurusan ini bagi
masyarakat secara umum. Mahasiswa jurusan ini dibekali dengan kemampuan
teoritik-reflektif (analitic-skill) dan kapasitas instumentalistik-praktis (managerial and
practical skil). Mahasiswa jurusan ini dituntut untuk mampu menganalisa fenomena
politik yang terjadi dalam masyarakat sehingga diharapkan mereka dapat
berpartisipasi secara aktif dan mampu menyelesaikan problematika yang terjadi
dalam masyarakat. Masih terkait dengan aksiologi keilmuan Jurusan Politik dan
Pemerintahan, kegiatan pengabdian pada masyarakat adalah muara aksiologis dari
pengembangan ilmu, dan pada saat yang sama adalah lokus pengembangan ilmu itu
sendiri (Santoso & Maridjan 2007, vol 4, hlm 3). Demikian pula dengan ilmu
politik yang dikembangkan tidak lain sebagai aktivitas yang ditujukan untuk
mengupas persoalan masyarakat dalam ranah publik.

Saling Keterkaitan Antara Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Kajian


Pemerintahan

Jika uraian-uraian sebelumnya membahas mengenai aspek-aspek keilmuan


yang terpisah satu sama lain maka pada bagian ini penulis ingin mengembalikan
aspek-aspek strukturalis tersebut menjadi komponen-komponen pembangun ilmu
yang saling berkaitan. Relasi kuasa antara ranah negara, masyarakat, dan
intermediari dalam urusan publik harus dipahami sebagai ontologi kajian
pemerintahan atau dengan kata lain, objek yang dikaji dalam studi pemerintahan
adalah relasi kuasa antara ketiga ranah tersebut. Persoalan selanjutnya adalah
bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan tentang objek kajian tersebut.
Jawaban atas masalah mendasar ini terutama sekali terkait dengan epistemologi dari
studi pemerintahan. Epistemologi dijabarkan lebih lanjut dengan serangkaian
prosedur yang dinamakan metode ilmiah. Pengkajian atas aturan-aturan dalam
metode ini dinamakan metodologi ilmiah (Suriasumantri 2006, h. 119).
Sebagaimana penulis jelaskan di awal tulisan ini, letak metodologi studi
pemerintahan ada pada taraf ilmu politik. Dengan demikian studi pemerintahan
menggunakan pisau analisa ilmu politik dalam memahami fenomena relasi kuasa
dalam ranah publik tersebut.

Pemahaman ilmuwan politik mengenai objek kajiannya yang diperoleh


lewat seperangkat metodologi dan pendekatan ilmu politik yang dianutnya pada
akhirnya membawa konsekuensi pada bagaimana ilmuwan memahami persoalan
masyarakat. Ini membawa kita pada bahasan mengenai aksiologi keilmuan di
Jurusan Politik dan Pemerintahan. Ilmuwan politik tentunya akan melihat
persoalan tersebut dengan kacamata analisa dari pendekatan yang dianutnya.
Analisa atas persoalan yang menjadi objek kajian yang digeluti ilmuwan politik
akan berujung pangkal pada output yang dihasilkannya sebagai bagian dari capaian
tugas bagi pengabdian masyarakat. Di sini jelas bahwa aspek ontologi, epistemologi,
dan aksiologi yang melandasi studi pemerintahan pada dasarnya saling
berhubungan dan terkait sebagai struktur bagi bangunan keilmuan.

Kesimpulan

Jurusan Politik dan Pemerintahan UGM sebagai salah satu institusi


akademik mengembangkan kultur akademik yang dapat kita telaah melalui
sejumlah naskah akademik dan publikasi staf pengajar. Sebagai salah satu cabang
dari ilmu politik, studi pemerintahan dibangun dengan tiga konstruksi keilmuan,
yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Secara ontologis studi pemerintahan
mengkaji segala bentuk relasi kekuasaan yang berkaitan dengan urusan publik.
Relasi tersebut melibatkan aktor-aktor yang secara langsung berhubungan dengan
urusan publik, yaitu aktor negara, masyarakat, dan pasar.

Studi pemerintahan merupakan salah satu bagian dalam ilmu politik. Hal
ini membawa dampak pada bahasan metodologis kajian pemerintahan. Oleh
karena itu, studi pemerintahan menggunakan metodologi ilmu politik dalam
menelaah ontologi keilmuannya.

Aksiologi keilmuan Jurusan Politik dan Pemerintahan berkaitan erat


dengan peran dan kiprah ilmuwan dan alumnus dari jurusan ini bagi masyarakat
secara umum. Mahasiswa jurusan ini dituntut untuk mampu menganalisa
fenomena politik yang terjadi dalam masyarakat sehingga diharapkan mereka dapat
berpartisipasi secara aktif dan mampu menyelesaikan problematika yang terjadi
dalam masyarakat.

Aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi keilmuan studi pemerintahan


merupakan serangkaian landasan bagi bangunan struktural keilmuannya yang
saling terkait dan tidak terpilah satu sama lainnya. Aspek epistemologi terkait
dengan metodologi keilmuan yang digunakan ilmuwan sebagai alat telaah untuk
memahami objek kajiannya. Metode ilmiah dan pendekatan (approach) yang dianut
oleh ilmuwan politik pada akhirnya memberi jawab atas berbagai fenomena relasi
kuasa yang menjadi problematika masyarakat. Tentu saja hal ini terkait dan tak
terpilahkan dengan aksiologi keilmuannya.
Daftar Pustaka

Budiardjo, M. (2003). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Imawan, R. (2003). (Masih) Tentang Persoalan Metodologis Ilmu Pemerintahan.


Jurnal Transformasi, Vol 1, No 1 .

Isjwara, F. (1974). Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Binacipta.

Pratikno. ( 2005). Melacak Ruang Kajian Ilmu Politik : Sebuah Riset Awal. Jurnal
Transformasi, vol 1, no 1 , 36.

Purwo Santoso, K. M. (2007). Demokrasi Indonesia secara Kontekstual. Jurnal


Penelitian Politik, vol 4, no 1 .

Stoker, G. Theory and Methods in Political Science.

Suriasumantri, J. (2007). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar


Harapan.

Suriasumantri, J. (2006). Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tim Jurusan Ilmu Pemerintahan. (2005). Perkembangan Kajian Ilmu


Pemerintahan. Jurnal Transformasi, Vol 1, No 1 , 12.

Tim Jurusan Politik dan Pemerintahan. (2009). Panduan Akademik. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai