Anda di halaman 1dari 7

Grezia Eleganza Nur Pradani

10/299447/SP/24131
Politik dan Pemerintahan Fisipol
UGM

Pengkajian Ilmu Administrasi Negara


dari Sisi Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi
Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Ilmu Sosial
Dasar. Kajian penelitian ini meliputi hakekat, substansi, dan makna Ilmu Administrasi Negara.
Ilmu Administrasi Negara merupakan salah satu cabang ilmu sosial. Penulis menitikberatkan
analisa tentang Ilmu Administrasi Negara. Lebih spesifik, penulis akan mendeskripsikan aspek
ontologi, epistemologi, dan aksiologi secara sederhana. Ilmu selalu berkembang,
perkembangan ilmu tersebut tiada batas. Analisis ilmu tersebut bersifat dinamis dan bukan
statis. Seiring perkembangan keilmuan, kemapanan suatu ilmu itu tidak ada. Lebih dinamis dan
bukan statis dalam analisisnya. Perkembangan ilmu sangat berpengaruh pada kegiatan civitas
akademik (riset, pembelajaran, bahkan pelayanan kepada masyarakat).
Ilmu Administrasi Negara telah mengalami pergeseran menjadi Jurusan Manajemen
dan Kebijakan Publik (JMKP) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada.
Jurusan tersebut mengupas praktek administrasi maupun praktek pemerintah. Praktek
administrasi maupun praktek pemerintah itu telah mengalami banyak perkembangan dan
pergeseran. Seperti kita ketahui bahwa ilmu tidak berhenti dalam satu titik saja, ilmu
berkembang seiring kemajuan pemikiran manusia dalam pengkajiannya. Adapun alasan bagi
penulis memilih ilmu Administrasi Negara untuk dikaji adalah eksistensi ilmu yang dianggap
oleh penulis sebagai sesuatu yang krusial. Mengingat Ilmu Administrasi Negara telah
memisahkan diri dengan Ilmu Politik dan mengalami penegasan jati diri melalui sisi ontologi,
epistemologi, dan aksiologi maka inilah sebagian besar yang akan dibahas dalam penulisan ini.
Dalam rangka memperoleh tujuan pengkajian yang diharapkan, penulis melakukan
metode kajian pustaka. Kajian pustaka yang dilakukan adalah dengan menganalisa skripsi
mahasiswa Administrasi Negara dengan mengikuti alur cara berpikir penulisnya untuk
mendapatkan substansi keilmuan Administrasi Negara. Selain itu, penulis juga melakukan
interview dengan mahasiswa Administrasi Negara baik yang sudah cukup lama bergelut di
bidang tersebut sampai mahasiswa yang baru saja menggeluti ilmu ini. Penulisan yang
dilakukan adalah kualitatif dengan penekanan analisis dan hubungan kasualitas apakah dalam

1
Ilmu Administrasi Negara menganut emik ataukah etik. Untuk mendapatkan jawaban final dari
pertanyaan tersebut, harus dicari sisi keilmuan ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Mengenai sejarah Ilmu Administrasi Negara sendiri, Ilmu ini lahir sejak Woodrow
Wilson (1887), yang kemudian menjadi presiden Amerika Serikat pada 1913-1921, menulis
sebuah artikel yang berjudul “The Study of Administration” yang dimuat di jurnal Political
Science Quarterly. Kemunculan artikel itu sendiri tidak lepas dari kegelisahan Wilson muda
akan perlunya perubahan terhadap praktek tata pemerintahan yang terjadi di Amerika Serikat
pada waktu itu yang ditandai dengan meluasnya praktek spoil system (sistem perkoncoan) yang
menjurus pada terjadinya inefektivitas dan inefisiensi dalam pengelolaan negara. Studi Ilmu
Politik yang berkembang pada saat itu ternyata tidak mampu dengan baik maka diperlukan
suatu Ilmu yang kemudian disebut Wilson sebagai Ilmu Adminstrasi. Ilmu yang oleh Wilson
disebut Ilmu Administrasi tersebut menekankan dua hal, yaitu perlunya efisiensi dalam
mengelola pemerintahan dan perlunya menerapkan merit system dengan memisahkan urusan
publik dari urusan pelayanan publik (Ambar Widaningrum 2010, h. 3).
Banyak ilmuwan administrasi yang merujuk pada penjelasan ilmiah yang dilakukan
oleh Farank J. Goodnow terhadap gagasan Wilson dalam bukunya “Politics and
Administration” pada 1900 sebagai lahirnya Ilmu ini dan terpisahkannya dengan Ilmu Politik.
Masa ini disebut dengan era dikotomi politik- administrasi. Melalui paradigma ini, Ilmu
Administrasi Negara mencoba mendefinisikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi yang
berbeda dari Ilmu Politik sebagai wujud dari eksistensinya sebagai ilmu (Ambar Widaningrum
2010, h. 5).
Dilihat dari penjabaran kata administrasi itu sendiri, cukup membantu dalam
menemukan ontologi dari keilmuan ini. J. Wajong (1962, h. 2) mengungkapkan arti
administrasi adalah proses yang pada pokoknya meliputi kegiatan merencanakan dan
merumuskan kebijaksanaan politik (formulation of policy) pemerintah dengan jalan menyusun
organisasi dengan menyiapkan alat yang diperlukan dan memimpin organisasi agar tujuannya
tercapai. Hal ini pula yang kurang lebih menjadi salah satu kegiatan yang ada dalam Ilmu
Administrasi Negara.
Menurut sumber pribadi, Ilmu Administrasi Negara sendiri mempunya arti sebagai
proses bagaimana memanajemen sebuah regulasi yang cocok untuk negara, dan mengatur
jalannya negara. Secara lebih spesifik di dalamnya terdapat teori organisasi, menajemen dan
kebijakan publik, analisis dan pembuatan kebijakan publik, manajemen birokrasi dan
pelayanan publik, penelitian sosial bahkan relasi antara swasta dengan pemerintah dalam hal
birokrasi. (Fauzan Nur, Adi,& Arisna 2010, komunikasi personal,13 Januari).
2
Ilmu Administrasi mempunyai fokus kajian yaitu sebagai pusat perhatian proses
administrasi dan sebagai tempat praktek yaitu lembaga pemerintahan. Namun hal ini berubah
setelah mengalami pergeseran dari Ilmu Administrasi Negara menjadi Manajemen dan
Kebijakan Publik. Perubahan dari Administrasi Negara menjadi Administrasi Publik,
kemudian dari Administrasi Publik menjadi Manajemen dan Kebijakan Publik, memiliki
pengaruh yang signifikan dalam ontologi pengkajian ilmu ini. Lokus Ilmu Administrasi negara
menurut Dwiyanto (2007) lembaga pemerintah dirasa terlalu sempit untuk menjadi lokus Ilmu
Administrasi Negara. Ilmu administrasi dianggap terlalu sempit dan tidak relevan di awal abad
ke-21 yang semakin kompleks dan dinamis (Ambar Widaningrum 2010, h. 11). Perubahan
yang semula berlokus pada birokrasi pemerintahan menjadi pada organisasi publik sehubungan
dengan menjadi administrasi publik. Kemudian dari Administrasi Publik menjadi Manajemen
Kebijakan Publik berlokus lebih pada pemecahan instrument kebijakan publik dan proses
manajerial.
Pergeseran yang terjadi tidak hanya mempengaruhi ontologi ilmu ini, melainkan juga
mempengaruhi epistemologi keilmuan ini. Epistemologi ini mempunyai arti bagaimanakah
ilmu ini dikaji atau dengan cara apakah identifikasi dalam kajian ilmu ini. Epistemologi seperti
apakah yang digunakan ilmu ini? Apakah dalam mendapatkan sesuatu (realitas empiris) ini
melalui penjaminan objektifvitas dan netralitas ilmuan ataukah melalui realitas yang
dikonstruksi bersama melalui penjaminan intersubjektifitas dan keberpihakan umum?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu diketahui bahwa Ilmu Administrasi
Negara memiliki pendekatan- pendekatan. Sukarna (1981, h. 4) mengemukakan bahwa J.M
Pfifner dan Robert V. Presthus dalam buku “Public Administration” menggunakan tiga
pendekatan dalam mempelajari Ilmu Administrasi Negara yaitu:
1. Constitutional-legal-historical approach (Pendekatan berdasar kepada sejarah hukum
konstitusi). Pendekatan ini didasarkan atas suatu kerangka kerja tentang hak- hak dan
kewajiban- kewajiban pemerintah yang ditetapkan Undang- Undang Dasar (konstitusi) atau
ditentukan terlebih dahulu oleh pemikiran- pemikiran atau keputusan- keputusan berdasar
kepada hukum yang ada. Tetapi, tipe studi seperti ini saat ini dianggap menunjukkan
gambaran yang sempit terhadap Ilmu Administrasi Negara.
2. Structural descriptive approach (Pendekatan berdasarkan kepada penguraian struktur).
Pendekatan ini hanya menekankan kepada struktur organisasi teknik kepegawaian negeri
dan administrasi keuangan. Pendekatan ini cenderung memberikan hal- hal yang berguna
bagi administrasi daripada memberikan gambaran tentang administrasi.

3
3. Socio-Psychological-approach (Pendekatan berdasar kepada psychology sosial).
Pendekatan ini menekankan kepada pentingnya suatu perasaan, sehingga memberikan
gambaran yang tepat bagaimana seharusnya berbuat. Pendekatan ini meyakini bahwa
dalam proses administrasi ada ketertiban dan ketetapan (consistency) atau sekurang-
kurangnya hubungan manusia itu merupakan pusat dari kegiatan administrasi.
Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut, didapatkan bahwa terjadi pergeseran cara
pandang. Dimulai dari pendekatan yang pertama yaitu pendekatan berdasar kepada sejarah
hukum konstitusi. Tekanan keilmuan ditekankan pada hukum yang membuat ilmu tersebut
tunduk kepada konstitusi. Ini menunjukkan bahwa pada masa itu Ilmu Administrasi Negara
lebih memegang objektivisme daripada intersubjektivisme. Kemudian mengalami pergeseran
yang lebih menekankan pada struktur dan adminstrasi keuangan. Dimana semakin lama, ilmu
Administrasi Negara semakin tidak tunduk pada satu teori yang universal, bahkan mereka bisa
bertolak belakang dari teori tersebut dan membuat teori sendiri sehingga didapatkan suatu ilmu
yang berkembang bukan ilmu yang statis.
Epistemologi yang ditawarkan yaitu apakah penganut positivism ataukah non-
positivist? Mengingat kembali bahwa Ilmu Administrasi Negara adalah Ilmu Sosial dimana
objek penelitiannya adalah manusia sebagai masyarakat yang tidak dapat diprediksi seperti
ilmu- ilmu alam maka dalam pengkajiannya menurut penulis tidak relevan jika disamakan
dengan ilmu- ilmu alam yang memandang segala sesuatunya bersifat empirical. Tetapi tidak
dapat dipungkiri pula bahwa ilmu- ilmu sosial pernah menginduk “metode” ilmu alam. Seperti
yang dipikirkan oleh August Comte, bapak pendiri Sosiologi Modern. Hal ini perlu didukung
pula dengan hasil penelitian ilmuan yang bergelut di Ilmu Administrasi Negara contohnya yaitu
dalam skripsi.
Metode yang digunakan dalam skripsi yang penulis pelajari mayoritas adalah metode
kualitatif dengan variasi analisis. Penulis skripsi berhubungan langsung dengan masyarakat
contohnya melalui pemberian motivasi pada masyarakat. Analisa yang digunakan dalam
penulisan skripsi tersebut adalah analisa deskriptif untuk menggambarkan level masyarakat
setempat. (Veri Nurlita 2007, bagian pendahuluan). Skripsi yang kedua yang penulis baca
selanjutnya juga menggunakan metode kualitatif dengan analisa deskriptif dan mengambil
studi kasus. (Dewi Sekar Tanjung 2003, bagian pendahuluan).
Secara epistemologi, perubahan makna dari Administrasi Negara menjadi Majemen
dan Kebijakan Publik juga berpengaruh terhadap cara bagaimana ilmuwan adminitrasi publik
ke depan mengembangkan ilmu ini. Jika selama ini ilmuwan administrasi publik lebih berkutat
pada diskusi yang bersifat filosofis tentang administrasi, standar etika dan norma bagi manajer
4
publik dalam menjalankan tugasnya, maka ke depan jika administrasi publik berubah menjadi
manajemen publik, orientasi keilmuan dari disiplin ilmu ini lebih bergeser pada hal- hal
empirical tentang bagaimana mengembangkan keilmuan untuk membantu manajer publik
mencapai tujuan organisasi, peningkatan manajerial, dan peningkatan akuntabilitas manajerial
(Ambar Widaningrum 2010, h. 20). Hal- hal yang empirical tersebut merupakan perwujudan
dari proses, alur, tata kelola, manajerial, bahkan implementasi suatu kebijakan publik.
Seperti yang telah penulis jelaskan tadi, pergeseran tersebut telah mengubah mind set
keilmuan yang semula berskala sempit menjadi lebih luas. Dari objektivisme menjadi
intersubjektivisme dengan keberpihakan umum yang tergantung pada objek kajian masalah
yang diteliti. Peranan subjek dalam membentuk fakta sosial tidak disingkirkan dibuktikan
dengan peneliti yang masuk ke dalam lingkungan masyarakat dan ikut serta dalam proses
pengembangan ilmu tersebut. Objektivitas yang dikontrol oleh kesahihan suatu teori belum
tentu berlaku di sini. Bisa saja peneliti menemukan teori baru dan bahkan menolak teori lama
ketika berinteraksi dengan masyarakat.
Pola induktif dimulai dari khusus menuju umum sebagai penguji hipotesis yang ada
menjadi alternatif bagi mereka yang tidak menggunakan pola deduktif yang lebih patuh pada
suatu teori. Tanpa menghiraukan latar belakang objek, seperti moral dan psikologi maka dalam
pemecahan masalah yang berkaitan dengan ilmu ini tidak akan bisa mencapai solusi yang tepat.
Selain itu dalam penelitian yang berkaitan dengan ilmu ini juga tidak harus berbasis pada suatu
hukum, bahkan bisa menciptakan hukum baru seperti teori baru. Penelitian juga bersifat
penelitian jangka panjang dan memerlukan pengamatan dan masuk ke dalam komunitas
sebagai objeknya. Ilmu sosial mengalami krisis metodologis, termasuk Ilmu Administrasi
Negara. Metodologis yang lebih pada fenomenologi yaitu konsep dunia kehidupan. Seperti
yang dikemukakan oleh F. Budiharman (2003, h.59) bahwa konsep dunia- kehidupan
merupakan konsep yang dapat menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan yang mengalami krisis
akibat cara berpikir positivist dan saintistis. Selain fenomenologi, penulis juga melihat bahwa
dalam metode ilmu ini juga menggunakan penafsiran tentang tindakan sosial yang mengarah
pada metode hermeneutic (menunjukkan peranan subjek dalam meneliti). Metode yang ketiga
adalah Teori Kritis Mahzhab Frankfrut dan Jurgen Habermas yang memusatkan pada
penekanan peranan kesadaran (subjek) contohnya yaitu rasionalitas. Ketiga metode tersebut
adalah ciri ilmu- ilmu sosial termasuk ilmu administrasi negara yang mencoba memberi
tendensi metodologis ilmu yang berbeda dengan ilmu- ilmu alam.
Pada sisi aksiologis keilmuan, telah penulis sebutkan di atas bahwa ilmu Administrasi
Negara mengalami penegasan menjadi Manajemen dan Kebijakan Publik yang berpengaruh
5
pada nilai guna dari ilmu ini. Tidak sekedar pada tahap administrasi, tetapi diperluas pada tahap
manajerial seperti pengimplementasian kebijakan publik. Keterlibatan diri dalam realita
diperlukan dalam penelitian.
Fungsi dari ilmu ini pada intinya sama yaitu guna menciptakan keteraturan dan tata
kelola yang baik atau good governance (Fauzan Nur 2010, komunikasi personal,13 Januari),
mengetahui proses kebijakan dan pengelolaannya melalui manajemen publik yang digunakan,
apakah kebijakan tersebut layak untuk dilakukan, layak dilakukan namun memerlukan sedikit
perubahan atau inovasi, ataukah harus dirubah secara total dengan mengganti kebijakan yang
baru (Adi 2010, komunikasi personal,13 Januari). Untuk mengatasi masalah publik seperti
kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan tujuan negara. Pemerintah dibentuk untuk
melayani rakyatnya bukan untuk dilayani, jadi mengembangkan dan memperbaiki birokrasi
pemerintah dan kebijakan yang sudah tidak sesuai menjadi fungsi dari ilmu ini juga (Arisna
2010, komunikasi personal,13 Januari).
Pada tahap akhir, dapat disimpulkan bahwa ontologi, epistimologi, dan aksiologi yang
ada pada ilmu Administrasi Negara yang menjadi Manajemen dan Kebijakan Publik adalah:
1. Ontologinya adalah kenyataan tentang sesuatu yang berhubungan dengan pemecahan
masalah instrument kebijakan publik dan proses manajerial dalam pemerintahan.
a. 2Epistimologi yang digunakan adalah fenomenologi, hermeneutic, dan
teori kritis hasil dari kritikan paham positivisme selayaknya ilmu sosial
lain dengan metode penelitian kualitatif.
2. Aksiologinya adalah keterlibatan diri dalam realita sehingga berpengaruh pada kegiatan
objek yang diteliti.
Dari ketiga ciri di atas dapat penulis simpulkan bahwa Ilmu Administrasi Negara yang
sekarang menjadi Manajemen dan Kebijakan Publik merupakan ilmu yang dalam pemecahan
masalahnya tidak memadai jika menggunakan positivisme. Hal ini dapat dibuktikan dengan
penerapan pemecahan masalah yang terjadi dalam Ilmu Administrasi Negara. Konsep- konsep
ilmu alam yang dikenal “mutlak” tidak dapat menyelesaikan secara relevan ilmu Administrasi
Negara. Jadi, ilmuan dalam ilmu administrasi negara dikatakan sebagai emik (non-positivist)
dibuktikan dengan penerapan pemecahan masalah dalam ilmu Administrasi Negara
memerlukan keterlibatan dalam fenomena sosial bukan sekedar objektivitas namun
subjektivitas juga diperlukan.

6
Referensi
Dewi Sekar Tanjung 2003, Relasi Pemerintahan-Swasta ‘Studi Kasus Relasi antara Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi dengan Kantor Cabang Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
dalam Rekrutmen Calon Tenaga Kerja Indonesia di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah’,
skripsi Ilmu Administrasi Negara, Universitas Gadjah Mada.
Fauzan Nur, Arisna,& Adi 2010, komunikasi personal, 13 Januari
Hardiman, B 2003, Melampaui Positivisme dan Modernitas: Diskursus Filosofis tentang Metode Ilmiah
dan Problem Modernitas, Kanisius, Yogyakarta.
Nurlita, Veri 2007, ‘Partisipasi Masyarakat Sambi dalam Mewujudkan Community Based Tourism
Desa Sambi’, skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Gadjah Mada.
Sukarna, 1981, Pengantar Ilmu Administrasi Negara, Alumni, Bandung.
Wajong, J 1962, Fungsi Administrasi Negara, Djambatan, Jakarta.
Widaningrum, Ambar 2010, ‘Dari Administrasi Negara ke Manajemen dan Kebijakan Publik:
Redefinisi Wadah Ilmuwan dan Praktisi Administrasi Negara dalam Merespon Perubahan
Zaman’, lembaran kuliah dibagikan di jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, Mei.

Anda mungkin juga menyukai