NIM : 1901110594
MATA KULIAH : METODOLOGI PEMERINTAHAN
KELAS : B ILMU PEMERINTAHAN
DOSEN : DR. KHAIRUL ANWAR, M.SI
RESUME BUKU
Judul : ILMU PEMERINTAHAN (Disiplin Dan Metodologi)
Pengarang : Khairul Anwar
Penerbit : Taman Karya
Pengantar : Zulkarnaini
BAB I
ILMU PEMERINTAHAN
Tesisnya adalah bahwa ilmu pemerintahan adalah ilmu pengetahuan dengan basis
keilmuan ilmu politik. Mc Iver berpendapat bahwa ilmu pemerintahan bukannya kita
bermaksud meragukan kelayakan ilmu politik sebagaimana yang dikemukakan sebagai pakar.
Secara faktual harus diakui bahwa dalam ilmu pemerintahan terdapat sekumpulan
pengetahuan sistematis yang penting tentang pelbagai tipe dan watak pemerintahan, tentang
hubungan-hubungan pemerintahan yang diperintah dalam pelbagai situasi sejarah, tentang
pemerintahan menjalankan fungsinya. Kumpulan pengetahuan yang demikian itu kiranya
sesuai untuk disebut Ilmu Pemerintahan.
ONTOLOGI
Secara makna, kata ilmu didepan konsep ilmu pemerintahan memiliki arti dan isyarat
adanya metodologi yang menunjukkan subject matter, objek formal¸ dan focus of interest.
Secara faktual, misalnya pergeseran ontologis telah terjadi, tetapi berlangsung tanpa
perdebatan filosofis. Kuat dugaan karena basis epistemologis. Hal ini terbukti dari
bergesernya fokus kajian dari pemerintah ke interaksi antara negara dan warga negaranya.
Kajian ilmu pemerintahan sudah memiliki metodologi ilmu sendiri. Dapat ditunjukkan
dengan diakuinya mata kuliah metodologi ilmu pemerintahan dalam kurikulum nasional oleh
kesatuan program studi ilmu pemerintahan indonesia.
Secara etimologi, metodologi berasal dari kata metha, hodos, dan logos. Secara
umum artinya adalah jalan yang ditempuh mencapai kebenaran yang selaras dengan
penyampaian Erawan (2004) menyampaikan bahwa metodologi dapat pula diartikan adalah
sebagai strategi, teori, asumsi, dan memilih suatu metode. Keilmuan ilmu pemerintahan
menunjuk pada metode-metode yang dipergunakan dalam ilmu politik. Oleh sebab itu,
metodologi ilmu pemerintahan mempunyai pengaruh yang penting pada ruang lingkup ilmu
politik dan ilmu pemerintahan. Karena metodologi ilmu menunjukkan sampai sejauh mana
dan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh ilmu pemerintahan.
Secara epistemologi, sebuah teori ilmiah tentu saja didukung oleh sejumlah fakta dan
data. Secara emprik, dari data dan fakta ilmu menurut Van Dyke ilmu pemerintahan terus
menerus diuji dalam mendapatkan kebenaran ilmu. Secara metodologis, untuk
mensimplifikasikan teori dan fakta atau fenomena secara sistematik diperlukan metode
penelitian. Dalam mempelajari ilmu pemerintahan pemahaman akan keterkaitan antara
metodologi, gelombang pemikiran, tradisi mashab, teori, dan metode adalah sesuatu yang
sangat penting, karena disinilah sesungguhnya logika gambaran maju mundurnya ilmu
pemerintahan dimasa lalu dan akan datang dan secara terus menerus direvisi dalam rangka
mendorong ilmu pemerintahan sebagai ilmu pengetahuan, melalui perkembangan dan
pertumbuhan ilmu politik terutama di indonesia.
Axiologi
Menurut gaffar bahwa ada dua fungsi ilmu pemerintahan yang pertama adalah fungsi
penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan fungsi akademis. Dan yang kedua
adalah fungsi non-akademis, sama halnya dalam ilmu politik, fungsin akademis dalam ilmu
pemerintahan adalah fungsi dalam memberikan perkuliahan, seminar, melakukan penelitian,
dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pengabdian di tengah-tengah masyarakat. Fungsi non
akademis adalah fungsi dimana setiap individu yang mengemban tugas dalam
mengembangkan dan mengajarkan ilmu pemerintahan hendaknya menanamkan nilai-nilai
yang menyangkut kehidupan kenegaraan di indonesia, seperti nilai demokrasi, nilai
patriotisme, dan nilai-nilai yang akan membuat insan anak didik mempunyai kapasitas
kemampuan politik yang ,lebih baik dari kebanyakan warga masyarakat yang lainnya.
Peta Pemikiran
Teori sistem adalah salah satu bentuk kongkrit dari hasil perkembangan kemajuan
metodologi classic kelembagaan. Teori ini dapat dimasukkan dalam pengelompokkan tradisi
pemikiran normatif dalam ilmu politik. Dikatakan normatif, teorisasi sistem memandang
kehidupan politik selalu dalam keadaan seimbang dan stabil dan bersifat linearistik dan tidak
dialetik.
BAB II
PARADIGMA ILMU
Tahap 1: Gejala gejala pemerintahan dikaji oleh ilmu yang ada pada waktu itu.jadi
merupakan salah satu kajian ilmu tertentu,misalnya sosiologi,hukum,politik dsb.jadi
disini gejala gejala pemerintahan baru muncul menjadi objek umum.
Tahap 2: Gejala pemerintahan dipelajari oleh disiplin ilmu pengetahuan yang
ada.sehinga terbentuklah spesialisasi disiplin ilmu yang bersangkutan.
Tahap 3: Terbentuknya kelompok ilmu pengetahuan yang dikonstruksikan dari
konsep konsep sumbangan disiplin ilmu tertentu,sehinga terbentuk ilmu
pemerintahan.
Tahap 4: Ilmu pemerintahan pada tahap ini mempunyai metodologi sendiri,ilmu
pemerintahan mempunyai kemampuan eksplanasi dan prediksi.
Tahap 5:metodologi ilmu pemerintahan digunakan oleh ilmu lain
Tahap 6: Ilmu pemerintahan sudah mempunyai cabang ilmu tersendiri misalnya
sosiologi pemerintahan.
Tahap 7: Apabila cabang ilmu pemerintahan ini sudah mempunyai metodologi sendiri
misalnya metodologi sosiologi pemerintahan.
Tradisonal
Sejak semula ,masalah masalah politik dalam kehidupan pemerintahan telah dipelajari
oleh manusia.data data tentang pemerintahan telah dihimpun sejak zaman yunani kuno oleh
Herodotus(450) SM ,Plato(427-347)SM,dan aristoteles (384-322)SM,sementara itu di Asia
ada pusat kebudayaan india ,china,yang mewariskan praktik pemerintahan yang
bermutu.perkembangan selanjutnya di eropa seperti jerman ,austria dan prancis,bahasan
politik dan pemerintahan dalam abad18 dan 19 banyak di pengaruhi oleh ilmu hukum dan
sejarah.di ingris permasalah pemerintahan diangap termasuk filsafat,terutama moral
philosophy,dan bahasanya diangap tidak dapat dilepaskan dengan sejarah ,sehinga
pendekatan normative dan legal formal sangat menonjol.perkembangan yang berbeda terjadi
di amerika serikata.mula mula tekanan yuridis seperti yang terdapat di eropa mempengaruhi
masalah pemerintahan.
setelah memasuki abad 19 dan 20 ilmu politik dan pemerintahan berkecimpung pula dalam
persoalan metode metode ilmiah.untuk menjawab pertnyaan klasik apakah ilmu politik itu
ilmu pengetahuan maka para tokoh tokoh seperti sarjana university of chicago Charles
E.Miriram”a new aspec of politik 1925 dan george .E.G Catlin,the science and method of
politics 1927 berusaha melepaskan diri dari tekanan dan kungkungan pemikiran normatif
yang legal formal,kepada gagadan pemikiran yang empiris dan mengunakan metode ilmiah
yang cangih.
Diantara aliran aliran itu ,aliran Chicago demikian besar pengaruhnya,luasnya
cakupan dan pengikut aliran ini secara tidak langsung membuktikan kemampuannya
mengintegrasikan berbagai informasi pengetahuan yang tersebar.proses ini menciptakan
sesuatu dalam terminologi khun disebut Paradigma baru yang mengusung perangkat metode
ilmiah,sebelumnya paradigma clasic mengusung nilai dan tujuan masyarakat.paradigma baru
itu dikenal dengan behavioralisme paradigma.
Behavioralisme
Pemikiran mazhab ini adalah tingkah laku politk yang lebih menjadi fokus,daripada
lembaga lembaga politik arau kekuasaan atau keyakinan politik. konsep konsep pokok dari
kaum behavioralisme dapat disimpulkan sebagai berikut.1:tingkah laku politk memperlihatka
keteraturan yang dirumuskan dalam generalisasi generalisasi 2:generlisasi ini pada azasnya
harus dapat dibuktikan kebenarannya dengan menunjuk pada tingkah laku yang
relevan,3:untk mengumpulkan dan menafsirkan data diperlukan teknik penelitian yang
cermat,4:untuk mencapai kecermatan itu diperlukan pengukuran twintifikasi5:dalam
membuat analisis politik nilai nilai pribadi si peneliti sedapat mungkin tidak main
peranan6:penelitian politik mempunyai sikap terbuka terhadap konsep teori dan ilmu sosial
lainnya termasuk ilmu pemerintahan.
Post Behavioralisme
Gerakan ini ditimbul di Amerika pada pertengahan dekade enam puluhan an.gerakan
protes ini terpengaruh oleh tulisan cendikiawan seperti Herbert Marcuese,Wright Mills,Jean
paul Sarte,dan banyak mendapat dukungan di kampus universitas.reaksi kelompok ini
berbeda dengan kelompok tradisonal,yang pertama lebih memandang masa depan,sedangkan
kelompok kedua lebih memandang masa lampau.reaksi post Behavioralisme ditunujuk untuk
merubah penelitian dan pendidikan ilmu politik menjadi ilmu pengetahuan yang murni sesuai
dengan pola pikir eksakta dengan sandaran pemikiran positive.post positive memiliki ciri ciri
sebagai berikut:1: mencoba memperoleh gambaran yang lebih luas.2bersifat
holistik3berusaha memahami makna atau pemahaman yang mendalam4memandang hasil
penelitiaan sebagai spekulatif.menurut pendukung paradigma ini manusia adalah control
bukan objek.dalam perjalananya pandangan ini berkembang karena pemerintah tak mampu
memprolakmirkan diri sebagai satu satunya sumber kekuassan yang absah.
Secara anotology,menurut pendukung mashab post positivisme pendekatan yang luas
dan holistik adalah keharusan bagi studi dtudi ilmu pemerintahan agar tak lepas dari realitas
yang ada.secara metodologis post behavioralisme dan tuntutan paradigma post positivisme
adalah tuntutan kepada ilmu pemerintahan agar tidak kehilanggan kontak dengan realitas
realitas sosial.bagi ilmu pemerintahan ,kemunculan arus post behavioralisme ini membawa
pemikiran baru dalam memperkuat studi studi pemerintahan terapan sesuai bentuk masalah
sistem pemerintahan modern.
Struktalisme metodologi ini memiliki perbedaan dari dua metodologi sebelumnya
menuru Sanuasi ,walaupun fokusnya sama kepada dinamika politik dan
pemerintahan,perbedaannya adalah arus pemikiran struktualis menempatkan
nilai,norma,aturan,hukum,regulasi dsb.ilmu politik dalam mazhab struktalis (termasuk ilmu
pemerintahan) kontomporer,seperti halnya ilmu sosial positivistik lainya,di tandai dengan
karekteristik berikut,pertama kajian yang berangkat dari asumsi mengenai determinisme dan
kaum kausal universal.pengetahuan dalam bentuk sebab akibatlah yang disebut pengentahuan
ilmiah.kedua membedakan fakta dengan nilai ,fakta didasari observasi empiris dan kerena
dapat di uji kebenaranya.ketiga tujuan ilmu pengetahuan ialah membangun teori dengan
mengenarilisasi hubungan kausal diantara pengetahuan faktual.kemepat,membuat perbedaan
logis antara ilmuwan yang memiliki nilai sendiri dan mempelajari sikap dan pendapat yang di
dasari oleh nilai nilai tertentu.menurut sanusi 2019,struktur adalah sebuah konsep yang
dirumuskan untuk membeda kan dengan realitas kongkret atau empiris.
Post Struaktalisme
Arus baru dalam ilmu politik ini nampak dari beberapa pemikiran misalnya
begaimana jacques derrida melakukan kritik terhadap masalah internal system
demokrasi.dalam disiplin ilmu pemerintahan pandangan post struktalis dan institusionaalism
berpengaruh dalam beberapa pemikiran para ilmuwan pemerintahan di indonesia misalnya
Affan Gaffar,Taliziduhu Ndraha,Purwo Santoso,Cornrlis Lay,Muchlis Hamdi dan Ryaas
Rasyid.menurut ilmuwan ilmu pemerintahan ini bahwa masa transisi menuju demokrasi
haruslah disikapi secara lebih hati hati,kerena prestasi dan status suatu negara demokrasi
ternyata telah menjadi tempat persembunyian berbagai inskonsistensi dalam
bernegara.perdebatan ini memberikan inspirasi bahwa masalah konsektual meminjam istilah
hunington menjadi hal yang harus di antisipasi.tujuannya menghindari proses konsodilisasi
demokrasi berjalan ,sehingga tidak terjebak kembali kepada otoriter.pemikiran dan tindakan
bersama menghindari otoralisme inilah menjelaskan bahwa argumen paradigm post
struktalisme berperan penting dalam menjelaskan fenomena politik pemerintahan dewasa ini
dan masa depan.
Institusionalisme
Neo Institusionalisme
Dibidang ilmu pemerintahan kajian kajian berparadigma Neo institusionali ini
menampakkan diri anatara lain melalui kajian kajian yang dibukukan tahun 2002 dan pidato
pengukuhan guru besar purwo santoso tahun 2019.
institusionalisme pilihan rasional paradigma institusionalisme pilihan dimulai dari teori teori
formal dalam ilmu ekonomi dan analisis modeling formal.salah satu ciri paradigma ini adalah
para ahlinya memusatkan perhatiannya pada institusi dalam waktu tertentu dalam batas batas
tertentu ada dalam analisis lintas waktu.realitas politik dan pemerintahan dibaca dalam
bingkai model model formal ekonomi dalam rangka menemukan hal yang substansional
misalnya kaitan”interface”negara dan pasar. Menurut Haas ,dalam Anderista,bahwa ada tiga
maslah tipikal khas pemerintahan yang membuatnya unik dan setiap orang harus betul betul
memahaminya sebelum mengambil keputusan di sektor pemerintahan
pertama banyak pemain independen yang seringkali mempengaruhi perjalanan karir anda
kedua jalur kewenanggan membingungkan yuridiksinya tumpang tindih serta filosofi dan
tujuan masing masing seringkali bertentangan. Ketiga sulitnya membuat konsensus atau
menyepakati apa sebenarnya masalah yang dihadapi .rumitnya membuat konsensus atas apa
sebenarnya maslah bersama tersebut justru menjadi salah satu pemicu seringnya pemerintah
mengambil tindakan yang benar pada masalah yang salah.
BAB III
BEBERAPA TEORI
Pengertian Teori
Dilhat drai sisi etimologis, kata “teori” berasal dari bahasa Yunani yang artinya
“melihat”. Dari pengertian ini bisa dikatakan secara mudah bahwa teori adalah suatu
pandangan atau persepsi tentang apa yang terjadi, menjelaskan mengapa itu terjadi dan
mungkin juga meramalkan kemungkinan berulangnya kejadian itu dimasa depan. Maka dari
itu dapat disimpulkan bahwasanya teori tidak lain merupakan generalisasi yang abstrak
tentang fenomena-fenomena, yang terdiri dari sejumlah konsep-konsep yang saling berkaitan
secara sistematik yang pada akhirnya merupakan yang dapat menjelaskan fenomena itu.
Dengan kata lain, bahwa teori politik merupakan bahasa atau generalisasi tentang fenomena
politik, yang mana mencakup tujuan dari kegiatan-kegiatan politik, dan cara-cara mencapai
tujuan itu, kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhan-kebutuhan yang dissebabkan oleh
situasi politik.
Kontekstualitas sejarah
Gunnel dan Von Schid menunjukkan bahwa perkembangan teori politik dimulai
sekitar tahun 1700-an. Pada waktu teori politik masih merupakan suatu bidang kegiatan
dalam studi etika dan filsafat moral. Dengan basis analisis kekuasaan, narasi teori politik
dikaitkan dengan teori negara dan etika politik. Alih-alih, selanjutya teori-teorib politik
masuk kedalam era baru, dimana Teori Politik Positif (awal abad ke-20an). Bila dipahami
secara sempit, teori politik positif berarti teori pilihan rasional yang diterapkan pada bidang
stuasi politik. Teori ini berakar dari ilmu ekonomi dan mendapat tempat dalam analisi ilmu
politik awal abad 20-an. Ada tiga jenis utama teorisasi positif, yaitu: analisis kondisional,
rasional, dan intensional.
Tnomena teori dalam artian filsafat politik hendak menjelaskan fenomena politik
berdasarkan rasio. Pokok pemikiran filasafat politik ini menjelaskan bahwa persoalan-
persoalan yang menyangkut alam semesta seperi Metafisika dan Efistemologi harus
dipermasalahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik dalam kehidupan sehari-hari dapat
diatasi. Studi-studi teori politik masa kini (tingkatan) ini tampaknya lebih bersifat normatif,
karena disini yang ditemui adalah nilai-nilai yang kandungannya (konsep), baik buruk. Plato
misalnya, menggambarkan bahwa hakekat keadilan merupakan pedoman untuk mencapai
“kehidupan yang baik” buak manusia yang “zoon policon” bagi Jhon Locke bahwa dalam
kehidupan sosial termasuk kehidupan politik, manusia harus mempertimbangkan masalah
etika dan moral. Ideologi politik biasanya mendasarkan diri pada keyakinan adanya suatu
pola tata tertib sosial politik yang ideal dan mencoba membahas, mendiagnosa serta
menyarankan bagaimana tujuan ideal itu dicapai. Dengan demikian, filsafat politik berbeda
dengan teori politik sistimatis, ideologi politik. Tujuan utama yaitu menggerakkan kegiatan
dan aksi masyarakat (Jenkin,1967).
Kalau dilihat dari perkembangan kedudukan teori politik dan berbagai cakupan, dapatlah
kiranya kita runut bahwa terdapat perbedaan dan cakupan serta analisis dari era klasik teori
politik hingan kontemporer. Teori politik Klasik umumnya membahas tentang nilai bukan
fakta. Menurut Miriam Budiarjo (1985) ada dua fungsi Teori Politik Klasik. Pertama,
menunjukkan pedoman dan patokan yang bersifat moral dan yang sesuai dengan norma-
norma moral. Sehinga kehidupan politik yang ideal dapat diwujudkan. Kedua, teori politik
semacam ini mencoba mengatur hubungan antara anggota masyarakat sedemikian rupa
sehingga disatu pihak, memberikan kepuasan individual, dan dilain pihak, dapat
membimbingnya ke suatu struktur masyarakat politik yang stabil dan dinamis. Teori politik
Kontemporer, umumnya membahas sistem politik dan perubahan politik berdasarkan
kenyataan dan empiris, melakukan penelitian-penelitian dengan metode dan teknik yang
canggih seiring dengan perkembangan baru di dalam ilmu politik beserta perangkat
analisanya, dan statiska dan pendekatan perilaku politik parailmuwan politik kontemporer,
berusaha menemukan dan menjelaskan, dan meramalkan kenyataan-kenyataan empiris
opolitik, berdasarkan fakta dan didukung oleh data. Gagasan teori politik kontemporer ini
sejalan dengan perkembangan behavioralisme, dimana perilaku politik menjadi unit
analisisnya.
KEKUASAAN
Defenisi
Konsep power (kekuasaan;kekuatan) menempati posisi yang istimewa dalam studi politik dan
pemerintahan. Kautilya, tokok negarawan India Kuno yang menulis karya besarnya pada
abad ke 4 SM menafsirkan kekuasaan sebagai “pemilikan kekuatan” (yaitu suatu atribut)
yang berasal dari tiga unsur: pengetahuan, kekuatan, militer, dan keberanian. Selaras dengan
Kautilya diatas Harold D Laswell dan Abraham Kaplan, dalam bukunya Power and Society
merumuskan kekuasaan adalah kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku
lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhirmenjadi sesuai dengan keinginan
drai pelaku yang mempunyai kekuasaan. Defenisi ini menampkkan sisi “paksaan atau
negatif”, padahal kekuasaan memiliki aspek positif atau sukarela.
Teori Elite
Vilredo Pareto dalam bukunya “The Mind and Society” melukis pengertian elite
dengan mengajak kita untuk mengamati kehidupan masyarakat dengan segala aktivitasnya
yang ada didalamnya dia menawarkan bahwa dalam setiap cabang kehidupan yang ada
didalam masyarakat, aktivitas yang dilakukan setiap individu yang menjadi anggota
masyarakat tersebut diberi indeks sebagai punjuk kemampuannya. Berdasarkan angka indeks
terhadap aktivitas masyarakat di dalam kehidupannya akan memunculkan sebagian
anggotanya menjadi elite. Dengan demikian akan ditemukan berbagai elit dalam suatu
masyarakat misalnya elit bidang ekonomi, bidnag politik, bidang hukum, dan sebagainya.
Para elit itu adalah orang yang memiliki kelebiha atau keunggulan dibandingkan dengan
orang lain. Para elit ini berada pada struktur puncak dalam bidang masing-masing di tengah
masyarakat. Para pihak inilah disebut elit.
Tak dapat dsangkal bahwa teroi politik elit kontemporer saat ini di negara-negara
berkembang banyak dipengaruhin oleh analisa distribusi Harold Laswell, analisa sistem
David Easton, analisa struktural-fungsionalnya Gabriel Almond dan teori komunikasi Karl
Deutsch. Karena teori politik kontemporer dengan kemajuan perangkat metodologisnya,
seiring dengan perkembangan behavioralisme. Menurut David Easton (1965) ada tiga fungsi
teori politik elit kontemporer, yaitu: (1) memungkinkan kita mengenali variable-variable
politik yang penting dan menerangkan hubungan maisnh-maisng. Tanpa sebelumnya
membuat rencana analisis sulit bagi kitra untuk berbuat demikian.. (2) adanya kerangka teori
yang diterima secara luas oleh pertanyaan lapangan, akan memungkinkan diadakannya
perbandingan antara hasil riset yang bermacam-macam. (3) adanya kerangka teori, setidak-
tidaknya sekumpulan konsep yang relatif konsisten, juga menolong kita membuat riset yang
lebih dapat diandalkan.
Teori Negara
Plato ahli pikir pertama yang menerima paham adanya alam bukan benda melalui alam ia
menjelaskan pengetahuan susila dan menjadi latar belakang dari alam jasmani. Dalam
karyanya “Politeia”, Plato menganalogi negara seperti jiwa. Hakekat negara adalah haket
jiwa. Disana ada unsur rasional da irasional. Untuk menjamin negara dapat menegakkan
moralitas, maka negara harus dikuasai oleh para ahli pikir atau filsuf. Negara dibentuk oleh
kelas penguuasa, pembantu penguasa dan kelas pekerja. Masing-masing kelompok
pembentuk negara memilik kelebihannya, kelas penguasa banyak mengetahui segala sesuatu
yang dibutuhkan negara, kelas pembantu penguasa memiliki semangat kerja yang tinggi,
sedangkan kelas pekerja memiliki keinginan mengejar kepentingan diri sendiri. Selaras
dengan pemikiran Plato gurunya, Aristoteles memandang bahwa negara membutuhkan
kekuasaan yang mutlak untuk mendidik warganya dengan nilai-nilai moral yang rasional.
Dalam bukunya Politica, Aristoteles merumuskan asal muasal negara, yaitu dari gabungan
individu yang menjadi kelompok, kemudian membentuk kampung dan sebagainya hingga
organisasi tersempurna yaitu negara.
Teori Liberal
Thomas Hobbers dam Hegel berpendapat bahwa dalam masyarakat politik, neara
berkuasa untuk menyelanggarakan kepentingan umum. Tapi, Locke mempertanyakan bahwa
dalam kenyataannya, apakah negara bisa menjalankan kekuasaannya demin kepentingan
umum? Ternyata tidak. Negara sering menggunakan kekuasaanny untuk kepentingan dirinya.
Apalagi kalau kekuasaan negara ini mutlak adanya. Makanya munculah Jhon Locke yang
menyatakan bahwa kekuasaan negara tidak boleh mutlak. Tapi ada batas-batas ini adalah
“hak asasi manusia yang paling dasar” atau basic human rights, yang menurut Locke terdiri
atas kehidupan, kemerdekaan, dan kepemilikan. Ketiga hak ini boleh disentuh oleh negara
manapun juga.
Teori Ekonomi Politik
Dewasa ini isu politik dan ekonomi telah berkembang pesat termasuk dalam studi
pemerintahan. Ada empat gelombang pemikiran ekonomi politik yang dapat dipandang
sebagai akar sejarah kajian ekonomi politik dewasa ini. Pertama, periode antar abad 14 dan
18 menjadi saksi “transformasi besar” di Eropa Barat ketika dampak perniagaan lama
kelamaan mengikis perekonomian foedal. Perekonomian yang baru muncul memberikan
peluang untuk ekspresi aspirasi individu yang mendorong usaha yang sebelumnya tidak
tertekan oleh gereja, negara, dan masyarakat. Kedua, seiring dnegan perubahan produksi dan
perdagangan, ide-ide baru bermunculan. Istilah aktual “Political Economy” diperkenalkan
pada 1616 oleh penulis Perancis yaitu Antonyene deMonthcetien (1571-1621) dalam
bukunya yang berjudul Treatise on Political Economy. Yang mana para ekonom politik awal
itu berusaha mengembangkan pedoman-pedoman dan menawarkan rekomendasi kebijakan
bagi usaha pemerintah untuk mendorong perniagaan.
Ekonomi-Politik Klasik
Dalam sejarah literatur ekonomi-politik dapat ditemukan bahwa Adam Smith (1723-
1790) adalah orang yang membentuk dasar pemikiran Political Economy klasik, sehingga
teori ekonomi politik klasik ini mengkombinasikan spirit optimis dan pesimis mereka tentang
perekonomian pasar. Rasa optimis memusatkan pada antisipasi bahwa pasar akan
membangkitkan banyak kekayaan dan kebebasan individu tanpa perlu pengawasan oleh
gereja atau negara. Dalam hal ini, asumsinya jika belenggu batasan olitik dan agama
dihilangkan, maka individu akan makmur dan sejahtera dan masyarakat akan tetap teratur.
Selain ide diatas, Adam Smith berulangkali menyatakan bahwa pasar tidak akan bekerja
secara magic. Demikian pula Maltus dan Ricardo lebih pesimis lagi. Dengan pertumbuhan
populasi yang cepat dan sulai tanah yang ada relatif tetap, mereka memprediksi masa depoan
kehidupan yang tidak terelakkan bagi sebagian besar populasi. Tuan tanah akan sejahtera
karena mereka menerima uang sewa yang lebih besar lagi karena meningkatnya permintaan
tanah untuk menanam tanaman pangan, tetapi keuntungan kapitalis berkurang karena mereka
terpaksa membayar upah tinggi sehingga pekerja mampu membeli makanan yang lebih
mahal. Walaupun prediksi-prediksi kemiskinan besar dna hambatan pertumbuhan, para
ekonomi klasik banyak tetap komitmen terhadap laissez-faire. Masa depan akan suram, tetapi
upaya-upaya oleh pemerintah untuk memberikan campur tangan hanya untuk memperburuk
lagi situasi itu karena kecendrungan untuk over populasi.
Ekonomi-Politik Neoklasik
Akar sejarah ekonomi neoklasik muncul dari keterbatasan Radicalism dan
Conservatism. Radicalism menimbulkan ketakutan penyitaan properti swasta, sementara
banyak yang menganggap Conservatism sebagai ancaman terhadap demokrasi dan
modernisasi. Untuk menekankan fokusnya pada pilihan individu, para pakar teori neoklasik
telah mengubah nama bidang studinya. Dan oada awal abad 20 Economics neoklasik telah
mencapai status dominan antara perspektif-perspektif yang bersaing dalam politycal
ekonomy. Para ekonom klasik berusaha membuat teori yang menyesuaikan keilmuan ilmu
fisika. Untuk mencapai tujuan ini, mereka menerapkan matematika sebagai metide analitik
untuk menerangkan pilihan produsen dan konsumen in dividu. Dibawah kondisi persaingan
sempurna, individu terkait dalam jual beli yang saling mneguntungkan sampai mereka
mendapat kepuasan yang sebesar mungkin dari sumber daya dengan perintahnya. Dengan
telah menunjukkan bahwa pasar bebas mengakibatkan efisiensi, para ekonom neoklasik
banyak menegasakn resep klasik lessez-faire sambil menghindari ide-ide konflik kelas dan
stagnasi ekonomi yang dapat ditolak.
Ekonomi-Politik Modern
Menurut Jeffry Friden, modern political economy merupakan jalan tengah dari dua
aliran pemikiran yang bertentangan, yaitu antara ekonomi klasik dan neo-klasik. Hasilnya
adalah gabungan antara analisis individu dengan analisis institusi. Dengan kata lain,
walaupun pendukung pendekatan ini menekankan pentingnya tingkah laku independent aktor
individu, kelompok ini juga mengakui bahwa tingkah laku individu itu berlangsung dalam
konteks institusi yang meilingkupinya. Para pendukung perspektif modern political economy,
memandang kebijakan adalah sebagai hasil interaksi sebagai aktor yang berkepentingan
dalam arena politik. Semua pihak individu maupun kelompok yang terlibat dalam interaksi
tersebut diasumsikan rasional, yaitu aktir yang memaksimalkan lisasi perolehan, utility
maximization. Dalam upaya mencapai tujuannya, aktor politik diasumsikan melakukan
perhitungan untung rugi dengan seksama.
BAB IV
Definisi Kebenaran
Istilah kebenaran sebelumnya memiliki rentang yang sangat luas, tergantung dari perspektif
mana melihatnya. Juliene Ford mengemukakan istilah kebenaran dalam empat arti yang
berbeda.
Kebenaran pertama, adalah kebenaran metafisik. Kebenaran itu tidak dapat diuji
benar atau tidaknya berdasarkan norma-norma eksternal, seperti kesesuaian dengan alam,
logika detektif, atau standar-standar perilaku profesional
Kebenaran kedua, adalah kebenaran etik, yang merujuk pada perangkat standar moral
atau profesional tentang perilaku yang pantas dilakukan, termasuk kode etik.
Kebenaran ketiga, adalah kebenaran logis, sesuatu dianggap benar apabila secara
logik atau matematis konsisten dan koheren dengan apa yang telah diakui sebagai sesuatu
yang benar atau sesuai dengan apa yang benar menurutkepercayaan metafisik.
Kelompok Rasionalis
Para ilmuan sepakat bahwa langkah kearah pencapaian kebenaran ilmu termasuk
ilmupemerintahan dicapai lewat pemahaman berbagai fenomena atau metoe deduktif, dan
kemudian dengan cara mengkonstruksikan teori-teori baru.
Kaum rasionalis memandang ide telah ada dan bersifat apriori yang hanya dapat
diketahui oleh manusia lewat kemampuan berfikir rasionalnya. Secara singkat mereka
menyadari ide adalah pra-pengalaman yang didapat manusia lewat penalaran nasional. Dalam
hal ini rasionalitas ilmu pengetahuan dicapai melalui observasi, pembentukan teori dalam
upaya untuk mnecapai kebenaran. Untuk mencapai tujuan tersebut ditentukan oleh dasar
pemikiran bahwa fakta tidak hanya bersifat produktif tapi juga eksplanatif dan juga terbuka
untuk kritik.
Karl R. Popper
Menurut Pooper tujuan ilmu pengetahuan adalah mencapai kebenaran. Jalan kearah
tersebut dilakukan ilmu pengetahuan dengan merumuskan hukum-hukum yang bersifat
umum dan kompleks yang dilakukan dengan serangkaian pengujian dan pembuktian.
Menurut Pooper ilmiah atau tidaknya suatu teori itu harus dapat diuji ataupun dapat
disangkal.
Sementara itu Popper berpendapat bahwa kebenaran suatu teori hanyalah sebatas tahap
mendekati kebenaran defenitif. Oleh karenanya yang dapat dilakukan dalam ilmu
pengetahuan hanyalah mengurangi kadar kesalahan sejauh mungkin sehingga dapat
mendekati kebenaran-kebenaran objektif.
Imre Lakatos
Lakatos sependapat dengan Popper dalam melihat kekuatan metode tersebut, yakni
pada keterbukaan terhadap penyangkalan dan kritik. Tetapi tidak sependapat yaitu
memungkinkan ada klasifikasi saja bisa menghancurkan suatu teori. Menurut Lakatos, yang
terjadi dalam pembaharuan suatu ilmu sebetulnya merupakan peralihan dari teori yang satu
ke teori yang lainnya. Hal itu lebih jelasnya yang berlangsung menurut dia adalah suatu
program penelitian. Dimana teori-teori yang beruntun atau berdampingan muncul sebagai
alternatif. Jika semua itu menghasilkan teori yang lebih baik, maka hal tersebut disebut
program penelitian progresif. Tetapi jika tidak menghasilkan yang lebih baik maka disebut
program penelitian degeratif
Thomas S. Kuhn
Pemikiran Kuhn tentang rasionalitas sains dan revolusi ilmu pengetahuan, bahwa
perkembangan sains berjalan secara komulatif dan linear, tetapi secara revolusioner. Ia tidak
menyangkut bahwa sains memang merupakan bentuk pengetahuan yang bjektif tetapi
objektifitas yang impersonal, bebas nilai dan didasarkan atas fakta-fakta yang bisa diamati
secara netral. Rasionalitas sains pada dasarnya terletak pada conssensus para ahli yang
membentuk suatu komunitas pelaku sains daripada penelitiannya yang serba logis, obyektif
dan mengikuti hukum yang sudah baku.
Sains kata Kuhn tidak berurusan dengan kebenaran tetaoi menyibukkan diri dengan
pemecahan dan penggarapan teka-teki. Dengan hal ini ia bersebrangan dengan Popper dan
para peneliti lainnya yang berpendapat bahwa kemajuan sains membawa kita untuk
sementara dekat dengan kebenaran objektif tentang kenyataan kenyataan alam.
Feyerabend
Selanjutnya menurut Feyerabend, bahwa antara teori-teori harus bisa dilakukan perbandingan
karena kita melihat rasionalitas ilmu bukanlah hanya bersifat instrumental tetapi juga tujuan
yakni adanya tujuan tertentu dari prosedur-prosedur yang ditempuh.
Laudans
Menurut laudans, pendekatan kebenaran adalah kebenaran yang paling menghampiri, yang
bisa menjelaskan keseluruhan tujuan dari penyelidikan ilmiah, dimana pada esensinya
dikonstruksikan atau hasil bentukan dari metode-metode ilmu secara langsung.
Menurut laudans selanjutnya bahwa ilmu dalam kealaman dapat dicapai melalui observasi
yang beruntut dari berbagai kondisi yang satu sampai ke kondisi final dimana kita akan
menemukan peringkat kebenaran terakhir dari berbagai observasi tersebut.
Teori Korespodensi, yang beranggapan bahwa sebuah pernyataan itu benar jika apa yang
diungkapkan itu merupakan fakta.
Teori Koherensi, yang beranggapan sesuatu dianggap benar jika terdapat koherensi dan
konsistensi, dalam arti tidak terjadi kontradiktif pada saat bersamaan antara dua atau lebih
logika.
Teori Pragmatisme, yang beranggapan bahwa kebenaran hanya dalam salah satu
konsekuensi saja.
Teori Sintaksis, adalah kebenaran yang berangkat dari tata bahasa yang melekat.
BAB V
KONSEP & BAHASA
Fungsi Konsep
Konsep memiliki 3 fungsi, yaitu klasifikasi, komparasi, dan kuantifikasi, sebagai berikut :
1. Klasifikasi, merupakan alat analisis ilmiah yang paling elementer. Dalam tahap ini,
pengklasifikasian fenomena didasarkan kepada suatu kriteria tertentu lalu dirumuskan
dalam sebuah konsep.
2. Komparasi, bias disebut dengan konsep perbandingan dengan karakteristik konsep
dimiliki menjadi lebih banyak, lebih sedikit, dan paling sedikit.
3. Kuantifikasi, jika konsep komparasi membantu membuat skala atau ranking, banyak
atau sedikit karakteristik guna generalisasi, maka konsep kuantifikasi menunjukkan
berapa jumlah karakterisitik yang dimiliki oleh masing – masing kategori sehingga
dapat ditarik kesimpulan.
Jenis Kata
Salah satu cara mengklasifikasikan data ialah kata – kata logik dan deskriptif. Kata – kata
logik tidak merujuk pada suatu yang empiric, tetapi kata logik tersebut hanya berfungsi
sebagai penghubung antara kata – kata deskripstif. Kata – kata deskriptif dapat diobservasi
secara langsung dan secara tidak langsung. Kata – kata deskriptif dapat dibedakan menjadi 2
yakni, Partikularistik, merujuk pada hal tertentu satu dari himpunan atau kelas tertentu.
Kedua, Deskriptif Universal, merujuk pada himpunan hal atau fakta yang memiliki
karakteristik tertentu.
Fungsi Bahasa
Bahasa adalah salah satu lambing gerak pemikiran dalam kegiatan yang merupakan abstraksi
dari objek yang kita pikirkan, dimana objek yang kongkrit dinyatakan dalam bentuk kata –
kata. Dengan demikian, bahasa dapat berfungsi memberikan informasi, merubah suasana,
memberikan anjuran dan merubah keadaan menjadi lain.
BAB VI
GENERALISASI
Definisi Generalisasi
Menurut Mohtar Mas’oed (1990) Generalisasi adalah pernyataan tentang hubungan antara
dua konsep atau lebih.pernyataan ini bisa bermacam macam mulai dari yang sangat
sederhana sampai yang sangat rumit.ada dua urgensi generalisasi dalam ilmu pengetahunan
termasuk ilmu pemerintahan:
Generalisasi memberikan suatu gambaran yang rinci dan luas tentang suatu fenomena
(pemerintahan).dengan mengetahui bahwa seorang pemimpin lebih berkuasa
dibandingkan pemimpin lain,pernyataan ini adalah suatu informasi yang menarik dan
dikaji secara lebih dalam.
fungsi utama ilmu pengetahuan adalah menjelaskan (explanation)dan meramalkan
(prediction)fenomena empirik.
Sifat Generalisasi
Kondisionalitas : suatu Generalisasi ilmiah adalah menyatakan suatu hubungan
empirik antaea konsep konsep dalam bentuk kondisional.dengan perkataan lain hal ini
dijelaskan secara,Empirik digeneralisasikan dan “Kondisional”.
Empirik
Pertama ,jika suatu generalisasi pada dasarnya merupakan hubungan antar konsep
empirik ,maka diharapkan suatu generalisasi itu logis atau tidak tergantung sebagian
besar pada konsep konsepnya.
Jangkauan Generalisasi
ilmuwan Pemerintahan sering dihadapkan dengan suatu dilema.para ilmuwan harus
membuat keputusan yang sulit tentang penekanan atas penelitian yang harus
dilakukannya.berdasarkan ruang lingkup penerapannya generalisasi bisa
diklasifikasikan ke dalam generalisasi tingkat tingi dan tingkat rendah.
Bab VII
Positivisme dan Behavioralisme