BAB I
PERKEMBANGAN ILMU HUKUM DAN IMPLIKASI
METODOLOGISNYA
Seiring dengan Teori Evolusi makhluk hidup sebagaimana dikemukakan
oleh Darwin, teori evolusi juga diaplikasikan dalam alat pemikiran ilmu-ilmu
sosial. Pengaruh Teori Evolusi Darwin pada pemikiran para teoritisi ilmu
pengetahuan sosial ternyata akhirnya juga berpengaruh kepada para teoritisi ilmu
pengetahuan sosial yang memfokuskan perhatiannya pada perkembangan hukum
sebagai institusi sosial. Manakala pada asasnya Teori Evolusi Darwin itu
mengedepankan tesis bahwa fenomena hayati mengalami perkembangan dari
wujud-wujud organisme yang simpleks ke kompleks, maka perkembangan
masyarakat sebagai supra organisme dengan segenap komponen organiknya
(institusinya, salah satunya adalah hukum), juga mengalami perkembangan seperti
itu. Dari masyarakat simpleks ke masyarakat kompleks. Pranata hukum yang
simpleks untuk menata hubungan-hubungan dalam satuan kerabat yang berskala
terbatas, berdasarkan askripsi-askripsi tradisional, akan berevolusi menuju ke
wujudnya yang lebih kompleks untuk menata hubungan-hubugan dalam skala
nasional yang lebih luas dan yang kini tak dapat dan tidak harus dibangun
berdasarkan kesepakatan-kesepakatan kontraktual yang mesti diupayakan secara
rasional dari interaksi ke interaksi antarindividu. Demikian pula ilmu hukum
dapat disimak perkembangannya, evolusinya dari waktu ke waktu seiring dengan
perkembangan atau evolusi sosialnya yang akan berimplikasi pula dalam
metodologi penalaahannya.
Hukum merupakan sebuah alat ketertiban yang mencerminkan etika dasar
masyarakatnya. Kehidupan politik masyarakat berbasis sistem demokrasi juga
hanya bisa berjalan dengan baik jika memiliki sistem hukum yang kuat dan
efektif. Berbeda dengan Plato yang mengkultuskan kekuasaan tiran, Aristoteles
lebih memilih demokrasi sebagai basis epistimologi ilmu hukumnya. Sementara
metode Aristoteles lebih empiris ketimbang Plato yang normatif-filosofis.
Aristoteles lebih mengutamakan penyelidikan observasi empiris ketimbang dialog
filosofis yang tidak mengindahkan realitas. Sehingga saat hukum itu berasal dari
cermin kehidupan sosial, seorang yuris hendaknya meneliti realitas dan fakta
hukum ketimbang bercengkrama dengan dunia ideanya yang terkesan subjektif
itu. Dalam hal ini pendekatan hukum lebih ditekankan pada pendekatan empiris.
BAB II
LEGAL PLURALISME: SEBUAH PENDEKATAN TERHADAP HUKUM
YANG MULTIFACET
Dominasi hukum pusat dan dimatikannya hukum adat yang telah menjadi
jiwa masyarakat adat, secara teoretik bertentangan dengan konsepsi pluralisme
hukum. Hukum pada dasarnya ialah plural dan tidak bisa disamaratakan di tengan
budaya dan hukum masyarakat yang berbeda-beda. Konsepsi pluralisme hukum
muncul sebagai bantahan sentralisme hukum bahwa hukum negara merupakan
satu-satunya petunjuk dan pedoman tingkah laku. Padahal pada lapangan sosial
yang sama, terdapat lebih dari satu tertib hukum yang berlaku.
BAB III
RELASI ANTARA TRADISI, PARADIGMA, TEORI, KONSEP DAN
PILIHAN METODE DALAM PROSES PENELITIAN HUKUM
Metodologi penelitian menjelaskan tentang upaya pengembangan ilmu
berdasarkan tradisi-tradisinya. Demikian pula tentang hasil-hasil yang dicapai,
yang disebut pengetahuan atau knowledge, baik yang bersifat deskriptif (kualitatif
dan kuantitatif) maupun yang bersifat hubungan (proporsi tingkat rendah, proporsi
tingkat tinggi, dan hukum-hukum). Beberapa hal pokok dalam metode ilmiah
yang digunakan dalam suatu penelitian perlu diperhatikan dengan mengacu pada
prinsip bahwa penelitian adalah sebuah proses pencarian, sehingga penggunaan
istilah proses penelitian akan lebih tepat dibandingkan dengan metode penelitian.
Berbeda dengan objek penelitian pada ilmu sosial, penelitian dalam ilmu
hukum memiliki objek berupa hukum yang bersifat complex dan complicated.
Hukum sebagai objek penelitian haruslah dipandang sebagai sebuah sistem, yang
menurut Lawrence M. Friedman hukum itu merupakan kesatuan dari tiga
komponen, yakni komponen substansi, komponen struktur dan komponen budaya.
Hukum dapat dikatakan bukan hanya rules, melainkan juga behavior.
Pertanyaannya adalah, mungkinkah objek penelitian yang memiliki karakteristik
complex dan complicated tersebut diteliti dengan menggunakan proses penelitian
yang bersifat parsial, sederhana dan dangkal? Jawabnya tentu “tidak”, meskipun
juga dapat dijawab “mungkin”. Dijawab “tidak”, ini tentu untuk kalangan yang
berikir secara holistic, hendak memotret hukum dari segala penjuru sisinya.
Dijawab “mungkin”, karena memang banyak kalangan yang hendak memotret
hukum hanya dari penjuru sisi tertentu dengan mengabaikan penjuru sisi lainnya.
Di sinilah pentingnya tradisi penelitian. Oleh karena itu, untuk menentukan
konsistensi proses penelitiannya, sebaiknya seorang peneliti harus menjangkarkan
lebih dahulu “Tradisi Penelitian” mana yang hendak dipancangkan.
BAB IV
PARADIGMA DALAM PENELITIAN HUKUM
Ritzer mengintisarikan bahwa paradigm mempunyai tiga kegunaan, yaitu;
(1) sebagai pembeda antarkomunitas ilmiah yang satu dengan lainnya; (2) untuk
membedakan tahap-tahap historis yang berbeda dalam perkembangan suatu ilmu;
(3) sebagai pembeda antar cognitive groupings dalam suatu ilmu yang sama.
Lebih lanjut dikatakan hubungan antara paradigma dengan teori. Teori hanya
merupakan bagian dari paradigma yang lebih besar. Sebuah paradigma dapat
meliputi dua atau lebih teori, eksemplar, metode-metode dan instrumen-instrumen
yang saling terkait.
BAB V
URGENSI TEORI DALAM PENELITIAN HUKUM
Setiap penelitian yang membutuhkan teori yang mendukung atau relevan
dengan topik tulisan yang bersangkutan, serta berkaitan langsung dengan
permasalahan. Dengan demikian, teori bermanfaat untuk mendukung analisis
terhadap penelitian. Teori pun memberikan bekal kepada kita apabila akan
mengemukakan hipotesis. Karena hipotesis dalam penelitian dapat digunakan
sebagai tolak ukur sekaligus tujuan penelitian dalam bentuk pembuktian
dituangkan dalam simpulan.
Penyusunan teori merupaka n tujuan utama dari ilmu karena teori
merupakan alat untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena yang diteliti. Teori
selalu berdasarkan fakta, didukung oleh dalil dan proposisi. Secara definitif, teori
harus berlandaskan fakta empiris dan/atau nonempiris karena tujuan utamanya
adalah menjelaskan dalam penelitian kualitatif dan memprediksi kenyataan atau
realitas dalam penelitian kuantitatif. Suatu penelitian dengan dasar teori yang baik
akan membantu mengarahkan si peneliti dalam upaya menjelaskan fenomena
yang diteliti.
BAB VI
SISI LAIN TENTANG KONSEP, KARAKTER, FUNGSI DAN TUJUAN
ILMU HUKUM SERTA RAGAM METODOLOGINYA
Objek telaah ilmu hukum adalah tata hukum yang berlaku, yakni sistem
konsetual aturan hukum dan keputusan hukum yang bagian-bagian pentingnya
negara yang di dalamnya ilmu hukum diemban , jadi keseluruhan teks otoritatif
bermuatan aturan-aturan hukum yang terdiri atas produk perundang-undangan,
putusan-putusan hakim, hukum tidak tertulis, dan karya ilmuwan hukum yang
berwibawa dalam bidangnya yang disebut doktrin. Pengembanan ilmu hukum
terarah pada upaya untuk menjawab pertanyaan hukum dalam rangka menemukan
dan menawarkan alternatif penyelesaian yuridis bagi permasalahan
kemasyarakatan tertentu (mikro maupun makro) dengan mengacu dan dalam
kerangka tata hukum postif yang berlaku. Pengembanan ilmu hukum adalah
kegiatan mempersiapkan putusan hukum yang secara rasional dapat
dipertanggungjawabkan, yakni yang dapat ditempatkan dalam kerangka tatanan
hukum yang berlaku sebagai salah satu subsistem dari sistem kemasyarakatan
(societal system) sebagai suatu keseluruhan, untuk itu maka teks otoritatif yang
bermuatan berbagai aturan hukum yang berlaku tersebut harus dihimpun. Ditata,
dipaparkan dan disistematisasi, yang mutlak mensyaratkan interpretasi terhadap
teks otoriatif itu.
BAB VII
PENELITIAN ILMIAH DALAM PENCARIAN KEBENARAN HUKUM
Pengetahuan diperoleh melalui proses pembelajaran dan karena
pengetahuan yang ada pada manusia diperoleh dari sumber yang berbeda maka
dibutuhkan riset dan penelitian untuk menentukan kebenaran tentang suatu
pengetahuan. Kebenaran dalam riset dan penelitian diperoleh melalui proses
penelaran (akal dan indra) dan tidak melalui proses penalaran (intuisi dan wahyu).
Penelitian mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan
konsisten. Terdapat berbagai macam penelitian yang dapat digunakan, dibedakan
menurut jenisnya, bentuknya, kegunaannya, analisisnya, tujuannya, disiplin ilmu,
dan menurut tempatnya. Suatu penelitian agar dapat diyakini kebenarannya, jenis
metode penelitian yang dipakai harus sesuai karena metode adalah alat untuk
menemukan jawaban dari suatu permasalahan.
BAB VIII
PENTAHAPAN PROSES PENELITIAN
Pertama-tama perlu pengenalan terhadap konsep hukum dan metodologi
hukum apa yang akan digunakan dalam penelitian. Metodologi penelitian
mengikuti konsep hukum yang diterapkan. Metode penelitian ilmu hukum
umumnya adalah penelitian hukum normatif namun dalam perkembangannya,
metode penelitian ilmu hukum mampu mengakomodasi penelitian ilmu sosial
yang bersifat empiris-deskriptif. Menghasilkan perpaduan antara metode
penelitian hukum dogmatik dengan metode penelitian empirik yang disebut
dengan socio-legal research.
BAB IX
MENYUSUN PROPOSAL PENELITIAN
Proposal penelitian memegang peranan penting dalam proses penelitian,
dalam proposal penelitian terdapat perencanaan yang matang dan sistematis
tentang apa yang akan diteliti. Melalui proposal penelitian juga dapat dilihat
kemampuan peneliti dalam merencanakan kegiatan penelitian. Proposal penelitian
terdiri atas judul penelitian, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, hipotesis (jika
ada), metode penelitian, daftar pustaka, dan lampiran-lampiran. Untuk bagian
rumusan masalah, sebaiknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, kalimatnya
singkat, padat, dan jelas, serta ada pembatasan masalah hingga apa yang diteliti
menjadi lebih spesifik dan lebih sesuai dengan judul penelitian yang diajukan.
BAB X
DATA PENELITIAN DALAM KARYA ILMIAH
Data dalam penelitian normatif disebut bahan hukum, yang terdiri atas
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data ada dalam berbagai macam
bentuk, dibagi berdasarkan wujud data, jenis data, sumber data, cara pengumpulan
data, cara pengolahan data, dan kedalaman analisis data. Menurut wujud data
terbagi atas perilaku dan dokumen, biasa digunakan dalam penelitian ilmu sosial.
Menurut jenis data, ada dua macam yatu data kualitatif dan kuantitatif. Data
primer dan sekunder merupakan pembagian data berdasarkan sumber data.
Setelah data penelitian terkumpul, data yang ada tidak serta merta
dimasukan ke dalam hasil penelitian. Data perlu diolah dan dianalisis, teknik
pengolahan dan analisis data bergantung pada jenis data. Dalam pengolahan data
dikenal istilah populasi dan sampel. Menurut Sugiyono, Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang mempunyai kualitas atau
karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil
dari populasi yang diteliti). Pengambilan sampel tidak dapat dilakukan secara
sembarangan, ada teknik-teknik pengambilan sampel yang harus digunakan
dengan mempertimbangkan ukuran sampel yang sesuai dengan ukuran populasi
dan dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran data agar data yang
diperoleh adalah hasil yang benar dan mewakili data sebenarnya.
Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling terbagi atas dua, yaitu
probability sampling dan non probability sampling. Probability sampling
merupakan teknik sampling yang memberikan kesempatan yang sama bagi
anggota populasi untuk menjadi sampel. Dalam probability sampling terdapat
beberapa metode yaitu simple random sampling, dispropotionate stratified
random sampling, proportionate stratified random sampling, dan area sampling
(cluster sampling). Selanjutnya adalah non probability sampling, berkebalikan
dengan probability sampling, teknik ini tidak memberikan kesempatan yang sama
kepada seluruh anggota populasi untuk menjadi sampel. Dalam teknik ini terdapat
beberapa metode yaitu sampling sistematis, sampling kuota, sampling aksidental,
purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling.
Setelah data yang ada sudah diolah, maka data tersebut perlu dianalisis.
Ada dua jenis analisis, yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis
kuantitatif adalah analisis yang menitikberatkan pada data-data numerikal yang
diolah dengan statistika. Selanjutnya adalah analisis kualitatif, analisis ini lebih
menitikberakan pada proses penyimpulan deduktif dan duktif serta pada analisis
terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan
logika ilmiah.
SUMMARY BUKU
Koentjaraningrat
BAB III
METODE PENGGUNAAN BAHAN DOKUMEN
1. Pendahuluan
BAB IV
BEBERAPA DASAR METODE STATISTIK DAN SAMPLING
DALAM PENELITIAN MASYARAKAT
3. Teori probabilitas
Kita sering melihat anak bermain adu lempar gambar. Anak yang menang
adalah yang gambarnya jatuh gambar, sedangkan anak yang kalah adalah yang
gambarnya jatuh putih. Kemungkinan anak itu bisa kalah atau memang adalah 2.
Para ahli statistik mempunyai metode untuk mengukur "kemungkinan-
kemungkinan" suatu peristiwa seperti melempar gambar tersebut di atas, bisa
menghasilkan suatu peristiwa khas tertentu .
BAB V
PENGAMATAN SEBAGAI SUATU METODE PENILITIAN
1. Pendahuluan
Usaha pengamatan atau observasi yang cermat, dapat dianggap merupakan
salah satu cara penelitian ilmiah yang paling sesuai bagi para ilmuwan dalam
bidang ilmu-ilmu sosial di negara-negara yang belum dapat mengembangkan
prasarana penelitian yang memerlukan biaya amat banyak. Banyak sekali
kenyataan yang dapat dan perlu diteliti, tapi biasanya anggaran dan tenaga ahli
sangat terbatas sehingga haruslah digunakan cara penelitian yang dapat
menghasilkan pengetahuan yang sesuai dengan syarat-syarat penelitian ilmiah,
tanpa memerlukan banyak biaya ataupun tenaga ahli.
1. Daya pengamatan
Daya pengamatan manusia tidak tanpa batasnya. Tidak semua yang ada di
lingkungannya dapat dilihat oleh orang yang bersangkutan, sedangkan ada hal-hal
tertentu yang hanya sebagian saja dapat dilihat, seperti bagian belakang dari apa
yang terlihat bilamana berdiri disuatu tempat. Dengan demikian, pengetahuan
seseorang mengenai lingkungannya, yang didasarkan atas pengamatan sendiri,
tidaklah lengkap. Banyak hal sebenarnya tidak diketahui sungguh-sungguh
berdasarkan pengamatan sendiri, melainkan didasarkan atas pengalaman
pengamatan di masa lampau yang dianggap, tetapi belum tentu sama dengan
kenyataan yang dihadapi sekarang.
2. Sasaran pengamatan
Teori yang digunakan sebagai rangka pemikiran, memberikan batasan pada
apa yang dianggap penting untuk diperhatikan (Parsons,1949). Hanyalah orang
yang justru tak banyak berpengetahuan yang tidak berusaha menggunakan teori
dalam usaha pengamatan, sehingga menentukan saja sendiri di lapangan
penelitian kenyataan mana yang akan dianggap penting untuk diamati dan
kenyataan mana yang bisa diabaikan saja.
3. Fakta dan tafsiran
Gejala atau kenyataan yang terlihat, seperti tani yang sedang membajak di
sawah, sekelompok wanita yang sedang berjalan kepasar, anak-anak yang sedang
bermain di pekarangan sekolah, dan mobil yang sedang berhenti di depan rumah,
ditanggapi dengan membuat pernyataan, rumusan, ataupun istilah yang
menggambarkan gejala atau kenyataan yang bersangkutan. Kata tani atau
pernyataan "tani yang sedang membajak sawah" adalah apa yang dinamakan
fakta, yaitu suatu pernyataan, rumusan, atau istilah dalam rangka pemikiran
tertentu yang dapat dibuktikan ada atau tidak ada dalam kenyataan. Jadi seperti
apa yang juga sudah diterangkan pada halaman 9-10 di atas, suatu fakta bukanlah
kenyataan itu sendiri bukanlah merupakan apa yang terlihat, melainkan
merupakan apa yang dikatakan mengenai apa yang dilihat terwujud. Bilamana
seseorang mengemukakan bahwa ia "memiliki fakta-faktanya" atau hendak
"mengumpulkan fakta" maka bukanlah kenyataan yang bersangkutan yang
dimiliki atau hendak dikumpulkannya, melainkan ia memiliki atau hendak
mengumpulkan pernyataan-pernyataan yang merupakan deskripsi, penggambaran
dari kenyataan yang menjadi perhatiannya.
BAB VI
METODE WAWANCARA
1. Pendahuluan
Metode wawancara atau metode interview, nencakup cara yang dipergunakan
kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan
keterangan atau pendirian secara lísan dari seorang responden, dengan bercakap-
cakap berhadapan muka dengan orang itu. Dalam hal ini, suatu percakapan
meminta keterangan yang tidak untuk tujuan suatu tugas, tetapi yang hanya untuk
tujuan beramah-tamah, untuk tahu saja, atau untuk ngobrol saja, tidak disebut
wawancara. Juga kalau ada seorang anak bertanya-tanya kepada orang tuanya
mengenai aneka warna hal, biasanya juga tidak disebut wawancara.
1. Persiapan wawancara
Saran-saran Mengenai Persiapan Wawancara dan Sikap Dalam Wawancara.
Saran-saran tercantum di bawah ini merupakan saran mengenai sikap umum yang
sebaiknya diperhatikan oleh seorang ahli peneliti dalam persiapan serta dalam
waktu wawancara, dan sekaligus merupakan sebuah ringkasan dari apa yang
terurai di atas dalam seksi 2 ini.
2. Wawancara dengan panel
Wawancara dengan panel, atau dengan mengumpulkan sejumlah yang telah
diseleksi, adalah berguna untuk penelitian tambahan yang bermaksud
mengumpulkan"pendapat umum" hengenai suatu masalah atau peristiwa. Kalau
diwawancaraa sendiri-sendiri, orang sering mempunyai kecondongan untuk
membesar-besarkan keadaan dan mendapat kesempatan untuk memberiketerangan
yang kurang benar. Sebaliknya, kalau diwawancara bersama orang lain dalam
kelompok, kehadiran orang lain akan menahannya dan membatasinya.
Suatu kelompok dari responden yang diwawancara mengenai pendapat
mereka tentang suatu peristiwa, biasanya terdiri dari individu-individu yang
mewakili berbagai golongan dan lapisan masyarakat yang ada. Dalam wawancara,
para anggota panel dapat saling batas-membatasi, maupun saling isi-mengisi
(Lazarsfield,Fiske, 1938; hlm. 596-612).
BAB VII
METODE PENGGUNAAN DATA PENGALAMAN INDIVIDU
1. Pendahuluan
Dengan data pengalaman individu" di sini dimaksud bahan Lerangan
mengenai apa yang dialami oleh individu-individų tertentu sebagai warga dari
suatu masyarakat yang sedang menjadi obyek penelitian. Di dalam ilmu psikologi
sering dipakai istilah personal document, dalam ilmu sejarah dan ilmu sosiologi
dipakai istilah human document, sedangkan dalam ilmu antropologi budaya lebih
sering terkenal dengan istilah individual'slifehistory untuk data tersebut
1. Perkembangan metode penggunaan data pengalaman individu dalam ilmu
antropologi budaya dan sosiologi
a. Data pengalaman individu penting bagi si peneliti, untuk
memperoleh pandangan dari dalam mengenai gejala-gejala sosial
dalam suatu masyarakat, melalui pandangan dari para warga
sebagai partisipan dari masyarakat yang bersangkutan.
b. Data pengalaman individu penting bagi si peneliti untuk mencapai
pengertian mengenai masalah individu warga masyarakat yang
suka berkelakuan lain dari yang biasa, dan mengenai masalah
peranan deviant individual seperti itu sebagai pendorong gagasan
baru dan perubahan dalam masyarakat dan kebudayaan
c. Data pengalaman individu penting bagi si peneliti untuk
memperoleh pengertian mendalam tentang hal-hal psikologis yang
tak mudah dapat diobservasi dari luar, atau dengan metode interviu
berdasarkan pertanyaan langsung. Hal itu biasanya sudah mengenai
pengaruh lingkungan kebudayaan terhadap jiwa si individu dan
data serupa itu secara praktis penting dalam penelitian psikiatri dan
mental healthresearch.
d. Data pengalaman individu penting bagi si peneliti untuk mendapat
gambaran yang lebih mendalam mengenai detil dari hal yang tidak
mudah akan diceritakan orang dengan metode interviu berdasarkan
pertanyaan langsung. Hal itu biasanya mengenai cara hidup orang
gelandangan, anak nakal, wanita tunasusila, penjahat dan
sebagainya, yang secara praktis penting dalam ilmu kriminologi
2. Metode pengumpulan data pengalaman individu
Pengumpulan bahan pengalaman individu harus terutama dilakukan dengan
metode wawancara, dan dengan mengurnpulkan data dalam dokumen pribadi
seperti otobiografi, surat príbadi, catatan dan buku harian serta memoirs.
BAB VIII
PENYUSUNAN DAN PENGGUNAAN KUISIONER
1. Pendahuluan
1. Kuesioner
Seperti diterangkan di atas maka kuesioner merupakan suatu daftar yang
berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu hal atau dalam sesuatu
bidang. Dengan demikian maka kuesioner dimaksud kan sebagai suatuu daftar
pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden
(orang-orang yang menjawab). Suatu sifat yang baik dari kuesioner adalah
kuesioner dapat disusun dengan teliti dan tenang dalam kamar kerja si peneliti
sehingga penyusunan serta perumusan pertanyaannya dapat mengikuti suatu
sistematik yang sesuai dengan masalah yang diteliti serta cabang ilmu sosial yang
digunakan. Dengan menggunakan kuesioner, maka sistematik yang meliputi isi
dan tata urut pertanyaan ditentukan oleh si peneliti sendiri setelah dipikirkan
masak-masak.
2. Penyusunan kuisiuner dan sifat-sifat pertanyaan
Hipotesa sebagai Pangkal Pertanyaan dalam Kuesioner. Suatu penelitian yang
mempergunakan metode kuesioner biasanya ber pangkal kepada satu atau
beberapa masalah yang telah dirumuskan sebelumnya dalam bentuk satu atau
beberapa hipotesa. Hipotesa itu harus diperinci ke dalam bagian-bagiannya,
berupa konsep-konsep yang lebih khusus.
3. Bentuk dan susunan pertanyaan
Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalam suatu kuesioner dapat
mempunyai bentuk dan susunan yang berbeda-beda, tergantung dari sifat dan
maksud penelitian itu. Adapun bentuk yang lazim dipakai adalah: (i) pertanyaan
terbuka, dan (id pertanyaan tertutup Istilah Inggris dalam textbook adalah open
questions dan closed questions (Bandingkan dengan apa yang diuraikan pada hlm.
140 diatas),
4. Penggunaan kuesioner
Sesudah suatu kuesioner disusun lengkap, maka mulailah tahap penggunaan
dari kuesioner untuk mendapat keterangan dari warga masyarakat yang menjadi
obyek penelitian. Namun betapa cermat dan teliti pun penyusunan pertanyaan-
pertanyaan agar bisa memancing jawaban-jawaban tepat yang dikehendaki, toh
senantiasa ada risiko bahwa kuesioner itu mengandung kelemahan atau kesalahan
yang kemudian akan mengurangi nilai ilmiah dari seluruh proyek penelitian
BAB IX
METODE PENGGUNAAN “PROJECTIVETEST"
1.Konsep Proyeksi
Van Lennep telah menyusun suatu penggolongan ke dalam lima arti dari
istilah proyeksi, yang dianggap pandangan-pandangan psikoanalitis. Keiima arti
itu adalah
1. Proyeksi sebagai pengamatan normal, mengenai gejala, dimana karena
suatu sebab maka hal-hal tertentu dipindahkan dari dunia dalam kedunia
luar
2. Proyeksi sebagai halusinasi (waham) atau gejala-gejala lain yang
mendekati ini. Di sini suatu ide (pikiran) dijadikan sesuatu dalam persepsi,
yakni tanpa ada suatu rangsang dari luar; dan hanya karena suatu ide kita
melihat sesuatu di dunia luar
3. Proyeksi sebagai transferensi. Dalam hal ini, jika kita mempunyai suatu
perasaan terhadap seseorang (biasanya seorang yang dicintai), maka
perasaan itu dipindahkan kepada orang lain (umpamanya bila terjadi di
dalam psikoterapi di mana perasaan yang tadinya dirasakan terhadap orang
lain dipindahkan kepsikoterapeut).
4. Proyeksi mengenai hal mencari atau mengkreasi korelat untuk efek-
efeknya di dalam dunia luar (dimana efek di sini digunakan dalam arti
yang sangat umum, ialah meliputi kehidupan seorang pada umumnya).
5. Prosyeksi mengenai hal mencari analogon (diri) dalam dunia luar. Disini
dapat dikatakan kita mengulangi diri sendiri dalam dunia luar. Afek-afek
diri-sendiri dilemparkan (gantungkan) pada orang lain (secara tidak sadar).
2. Teknik teknikproyektif
Dasar dari teknik-teknik proyektif ialah bahwa seorang individu dihadapkan
dengan berbagai stimuli yang ambiguous (tidak berstrukturjelas) dan kemudian
diajak untuk memberikan reaksi atau mengadakan respon terhadap stimuli
tersebut. Dengan cara demikian dianggap bahwa di antara reaksi-reaksi orang
tersebut, dapat memproyeksikan berbagai isi kebutuhannya (atau aspek-aspek
kehidupan dalamnya), dan bahwa proyeksi-proyeksi ini akan dinyatakan sebagai
jawaban-jawaban (respons) atau cerita terhadap stimuli yang ambiguous tersebut.
3. Thematicapperceptiontest (tat)
Di antara teknik-teknik proyektif, ThematicApperceptionTest yang selanjutnya
akan disebut sebagai TAT, merupakan tes yang nendekati popularitas dari tes
Rorschach. Kedua teknik tersebut mempunyai fungsi komplementer dalam
pemeriksaan psikologis Bila tes Rorschach merupakan suatu metode untuk
mengenal struktur kepribadian seorang, maka TAT dapat dianggap bisa mengis
struktur tersebut dengan apa yang dialami subyek, antara lain data-data kongkret
mengenai hubungan interpersonalnya dan lain-lain situasi yang penting dan yang
mungkin menyebabkan tekanan-tekanan bagi subyek.
4. Potensi teknik proyeksi dalam penelitian
Penggunaan teknik-teknik proyektif dapat dikatakan terutama dijumpai dalam
bidang klinis. Hal ini antara lain disebabkan karena teknik administrasi dan
interpretasi tes membutuhkan latihan yang intensif, adanya lebih banyak
penekanan pada karakteristik individual daripada karakteristik kelompok; dan
adanya kesukaran dan ketidakpastian mengenai kebenaran dan validitas dari
prosedur tersebut.
BAB X
PENGGUNAAN DATA KUANTITATIF
1. Pendahuluan
Bab ini terutama dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai
pengertian dan penggunaan data kuantitatif dalam penelitian masyarakat dan
bukan untuk memberi teknik formula-formula dan rumusan-rumusan berdasarkan
statistik atau matematik. Pada hakekatnya, penggunaan data kuantitatif berkisar
kepada masalah pengukuran. Tujuan terakhir dari ilmu pengetahuan, termasuk
ilmu-ilmu sosial, adalah untuk memperoleh metode dan alat-alat pengukuran yang
setepat-tepatnya, agar dapat tercapai pengetahuan yang memungkinkan dibuat
rumusan berupa kemungkinan-kemungkinan ataupun "ramalan-ramalan" tentang
apa yang dapat terjadi dalam keadaan tertentu.
2. Variabel kuantitatif dan kualitatif
Ada anggapan yang lazim, bahwa seakan-akan kedua macam data ini saling
bertentangan, ataupun bahwa data kuantitatif adalah lebih "baik" dari data
kualitatif, sedangkan sebenarnya mereka saling mengisi. Dalam tiap usaha ilmiah,
obyek yang dijadikan bahan penelitian tidak dapat dipelajari dalam
keseluruhannya. Harus diadakan pilihan mengenai ciri-ciri atau aspek-aspek mana
yang ingin diteliti sesuai dengan tujuan penelitian. Berlainan dengan dalam ilmu
eksak, dalam ilmu-ilmu sosial pemilihan ciri-ciri atau aspek-aspek dari fakta
sosial itu pun sudah merupakan suatu masalah. Ciri atau aspek dari fakta sosial
yang mempunyai lebih dari satu nilai dinamakan "variabel', maka dapat dibedakan
antara variabel kuantitatif dan variabel kualitatif.
BAB XI
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
1. Pendahuluan
Tahap analisa data adalah tahap yang sangat penting ,pada tahap ini data di
kerjakan dan di manfaatkan sedemikian rupa,sampai berhasil menyimpulkan
kebenaran kebenran yang dapat di pakai untuk menjawab persoalaan –persoalan
yang di ajuhkan dalam penelitian. Analisa kualitatif itu di sebut juga analisa
statis .proses dapat di bagi menjadi tiga tahap,yang satu sama lain berkaitan
erat.tahap pertama adalah tahap pendahuluan yang di sebut tahap pengelolaan
data. Adapun tahap terahir adalah tahap penemuan hasil kususnya pada tahapa
kedua dan ketiga pengetahuan dan pengkuran yang cermat menurut ilmu statistik
sangatlah di perlukan.kenyataan ini yang menyebabkan analisa kuantitif di sebut
juga analisa statis di bandingkan dengan analisa kualitatif ,analisa kuantitafif
memang lebih mampu meperlihatkan hasil yan cermat. Perihal perhitungan
analisa matematis bagaimanapun juga adalah aktofitas yang di tunjukan secara
sadar oleh disiplin kecermatan dan ketelitian.
2 Editing
3. konding
4. prakonding
Menurut cara ini setiap pernyataan dalam kuosioner selalu di ikuti oleh
serangkaian alternative jawaban yang pada hakikatnya merupakan kategori yang
telah diberi kode sebelumnya
a. Lambda adalah suatu nukuran gabungan antara dua variable kualitaif (atau
variable atau variable yang berskal nominal.) lomdba tetap di pakai untuk
untuk data yang tidak berurutan kategorinya. Dengan kata lian , kalaupun
uruutan katerogri variable di ubah ,maka hal itu tidak mempengarhi
lambda.hubungan yang mempuyai arah dapat berdea dalam besaran
lambda ,atas dasar variable mana yang di perlukan seagai variable bebebas
dan mana yang di perlukana sebagai variable tergantung.
b. Tau goodman dan rustal
Sama seperti lambda , tau sesuai untuk mengukur hubungannya ,hubungan
antar variable kualitatif ,dan kedua macam tau pun mempuyai arah dan
ukuran yang sesuai denan sifat pokok dari masalah yang di teliti.besaran
Tau menyebabr dari dari 0 sampai dengan 1,0.nilai 0 menujuhan tidak
adanya pengurangan dalam kesalahan, sedang nilai 1 menujuhkan bahwa
pengetahuan mengenai variable bebas memungkinkan predisi mengenai
variable tergantung tampa kesalahan sama sekali.
BAB XIII
PENULISAN LAPORAN PENELITIAN
Data itu dalam kenyataan berwujud dari cacatan dari fakta yang di dapatkan dari
wawancara,atau pengamatan , cacatan mengenai perhitungan peritungan jumlah
dan refksi frekuensi kegiatan social, cacatan pengukuran pengukuran
bidang,volume dan itensi benda dan akktifitas kebudayaan , cacatan cacatan
kutipan dari bahan dokumen,surat kabar serta lain.
Kalimat efektif dan alinea yang berkesatuan pikiran , kalimat efektif adalah
suatu kalimat yang efektif dalam suatu keterangan harus mengandung
kemampuan untuk meningbulkan dalam alam banyangan pembaca, suatu
pengertian yang sama atau sekurangan kuranganya yang mengdekati pengertian
yang di uraikan oleh si pengaran. Sedang dari segi bentuk , suatu kailiat yang
efektif harus mengandung hanya satu pola, harus di singkat mungkin,jernih,
namun jelas.
Bagian I
Akar Filosofis dan Duduk Permasalahan
1
Mengkritisi Positivisme Hukum:
Langkah Awal Memasuki Diskursus
Metodologi dalam Penelitian Hukum
1. Positivisme
2. Positivisme hukum
Ada dua aspek kritik yang telah diajukan banyak pihak terhadap
positivisme hukum :
1. Kritik Teoritis
Yang pertama kali melakukan kritik terhadap positivisme hukum
adalah mzhab sejarah hukum yang di rintis oleh Friedrich Carl Von
Savigny, ahli hukum berkebangsaan jerman yang mengemukakakan bahwa
hukum bukan hanya yang dikeluarkan oleh penguasa dalam bentuk
undang-undang namun hukum adalah jiwa bangsa dan substansinya adalah
aturan hidup kebiasaan masyarakat.
2. Kritik Praktis
Dalam paradigma positivisme hukum undang-undang akan di pikirkan
sebagai hukum yang komplit, sehingga tugas hakim tinggal menerapkan
undang-undang secara mekanis dan linear untuk menyelesaikan
permasalahan masyarakat, sesuai bunyi undang-undang.
4. Catatan Penutup
2
Misnomer Dalam Nomenklatur dan Penalaran
Positivisme Hukum
Kata misinomer adalah sebuah nomina serapan dari Bahasa Inggris yang
berarti kata atau istilah yang tidak cocok penempatannya. Sementara nomenklatur
berarti tata nama atau peristilahan. Jadi, judul di atas mensyaratkan adanya
pemberian istilah yang salah terhadap terminology positivism hukum.
Sebagian besar pensturdi hukum tentu tidak asing dengan kata “positif”
sebagai suatu isitilah yang kerap disandingkan dengan “hukum”. Dari kedua kata
itu lahirlah bentuk kata majemuk “hukum positif” dan “positivisme hukum”
berlaku di suatu tempat tertentu. Istilah berikutnya merupakan nama sebuah aliran
filsafat hukum, yang pada Abad ke-19 dan 20 barisannya telah diperkuat antara
lain oleh John Austin (Inggris) dan Hans Kelsen (Austria).
1. Wacana Modernitas
Ini berarti hanya metode ilmu-ilmu alam saja yang dapat menjustifikasi
keilmiahan ilmu-ilmu, termasuk ilmu-imu social. Norma-norma metodologis yang
dibangu di atas landasan berpikir ala Comte.
Ada banyak reaksi terhadap positivisme logis dan empirisme logis ini.
Namun, reaksi yang keras terhadap positivisme logis dan empirisme logis datang
dari aliran rasionalisme kritis. Oleh sebab itu, pandangan rasionalisme kritis akan
dijadikan titik sorotan dari uraian berikut.
Tahap VI: Pembuatan teori baru. Degna ditolaknya teori pertama itu
manusia mengalami maslah baru dan membutuhkan teori baru pula untuk
mengatasinya. Teori baru ini, sama dengan teori pertama, bersifat abstrak dan
pada dasarnya tidak lain hanya perkiraan atau dugaan sehingga tidak memberi
kepastian apa-apa. Jawaban yang diberikan adalah satu percobaan (trial) baru
yang perlu diuji melalui pengujian berikutnya.
4. Positivisme Hukum
5. Catatan Penutup
Bagian II
Konstalasi Pemikiran dan Konsekuensi Metodologinya
2
Penelitian Hukum Dan
Hakikatnya Sebagai Penelitian Ilmiah
“Hukum yang ditaruh sebagai objek penelitian ini adalah sesungguhnya suatu
realitas yang multi-interpreatif . yang oleh sebab itu juga akan menghasilkan
keragaman konseptual. Pada dasarnya, hukum bisa di lihat dari dua sisi dengan
menghasilkan dua pengertian yang dikaji dari perspektif epistomologi jelas-jelas
bersifat dualistis (kalaupun tidak selalu dikotomis).
Disatu pihak, “ Hukum” dalam arti dan eksistensinya sebagai norma dan hukum
dalam arti dan eksistensinya sebagai fakta sebagai fakta itu sebagai suatu dualitas.
Dan bukan dikontomi, yang semula berkarakter normative itu akan
bertransformasi dan manifes dalam wujud pola perilaku yang selalu tersimak
berulah secara ajeg.
Sementara itu, hukum dalam manisfestasinya yang rill sebagai nomos itu
pun secara konseptual dapat pula dibedakan lagi kedalam dua subkategori. Yang
pertama ialah nomos dalam wujudnya sebagai keteraturan berperilaku lahirlah
yang relavan denga ihwal kehidupan hukum. Baik mematuhi prosedur formal
yuridis maupun yang bersifat ekstrayuridis berlegitimasi sosiokultural.
Sementara itu, mereka yang filosof atau moralis, yang hendak berseluk-
beluk dengan persoalan keadilan sebagai subtansi hukum ang terlanjur berkarakter
lugas sebagai akibat proses positivisasi dan formalisasi yang dialaminya itu,
tentulah akan berkehendak untuk mengembalikan definisi hukum pada hakikat
konseptualnya yang semula ialaha keadilan. Bagi para ilmuwan sosial, yang lebih
berkenan untuk mewacamakam setiap hukum perundang-undangan dalam ihwal
keefktifannya yang rill dalam kehidupan yang nyata dan aktual ini.
1.1 Hukum yang Dikonsepkan sebagai Asas Keadilan dalam sistem Moral
ang Illahi, dan/atau yang Secara Kodratis Berlaku Universal
Kalaupun ‘hukum’ itu sebagai istilah generik setiap kali dipakai oleh kalangan
awam dengan menyamakan artinya begtu saja dengan moral keadilan dikalangan
para ahli hukum yang menggolongkan diri ke bilangan kaum legis. Kaum legis
(lege=undang-undang) yang juga disebut kaum positivis atau formil ini
mengartikan ‘hukum’ dalam artinya ang khusus ialah sebagai undang-undang
yang menrupakan produk badan legislatif.
Maka kini hukum bukan lagi asas-asas abstrak ang tak dapat ditujukan
dimana dan bagaimana rumusannya yang jelas dan tegas dan bagaimana pula ciri-
cirinya yang menerangi bahwa ‘hukum’ itu memegang benar-benar hukum. Dalam
konsep hukum positivis yang juga legis ini, hukum di alam indrawi sekalipun ‘
hanya’ dalam wujud huruf-huruf (namun ang akan sudah akan bisa terbaca sama
oleh siapapun). Inilah hukum ang telah benar-benar harus ‘diiyakan’ sebagai
hukum nasional.
Seluruh kerja inventrasi itu tentu saja meliputi pula usah-usaha untuk
mengorganisasi bahan-bahan hukum yang telah dipositifkan itu kedalam suatu
sistem informasu yang komprehensif, yang terkembang demikian rupa sehingga
memudahkan penelurusnya kembali secara efisien. Kecuali bahan-bahan hukum
yang premier.
Dalam tradisi common law system, hukum in concreto ini apabila dupandang
sahih dan lebih-lebih lagi apabila merupakan putusan hakim pada tingkat yang
tinggi juga akan dpat berlaku sebagai preseden bagi upaya menyelesaikan
perkara-perkara.
1.3 Hukum dalam manifestasinya sebagai pola perilaku yang teramati dalam
kehidupan bermasyarakat
Kajian tentang institusi soail , juga tentang institusi social khusus yang disebut
“institusi hukum” sesungguhnya merupakan kajian tentang norma juga. Namun
demiian, dari persepktif sosiologis akan mengkaji norma, (juga norma hukum) itu
dalam wujudnya sebagai factor social. Sebagai factor social, norma (juga norma
hukum) itu akan tersimak sebagai keteraturan perilaku orang dalam suatu
masyarakat (nomos,pattern of behafiour ) , dan tidak pertama-tama sebagai aturan
yang harus dipatuhi tatkala harus berperilaku (norma , pattern of behavior) .
Dalam kondisi seperti itu tatkala apa yang harus dinormakan menjadi tak
banyak beda dengan apa yang terwujudkan sebagai nomos. Dalam kehiudapan
sehari hari warga masyarakat lalu tak akan banyak lagi yang membedakan antara
apa yang berupa perilaku berulag dalam wujudnya yang terpola dalam kenyataan
dan apa yang berupa ketentuan ketentuan yang mengharuskan perbuatan secara
teratur dilakukan dan menjadi terpola sebagai adat kebiasaan akan dirasakan dan
diterima dalam konsepnya sebagai suatu yang normative jugalah adanya.
Maka hukum dalam konsep seperti itu bukanlah norma positif yang formal
(as it is written in the book) sebagaimana didefinisikan para yuris : atau bukan
pula yang factual empiris (as it is observed as patterened legal behavior in
society) sebagaimana didefinisikan oleh para sosiolog.
Ada tiga pengertian yang harus dicermati dan dipahami terlebih dahulu
apabila orang hendak mempelajari secara tuntas apa yang disebut ‘Metode
Penelitian Hukum’ itu. Pertama-tama orang harus paham terlebih dahulu
mengenai apa yang harus diketahui dan dipahami olehnya sebagai,
‘penelitian’,dan kemudian apa yang harus diketahui dan dipahami sebagai ‘
metode’ dan setelah itu juga apa yang harus diketahui dan dipahami sebagai
‘hukum’ Baru setelah itu boleh diharapkan akan dapat diperolehnya pehaman
yang lebih tuntas.
2.1 Penelitian : Sutau Usaha Pencarian Jawaban yang Benar
Penelitian adalah sebuah kata istilah dalam bahasa Indonesia yang dipakai
sebagai kata terjemahan apa yang di dalam bahasa inggris disebut research.
Penerjemahan ini sebenarnya kurang tepat.
‘Metode’ itu dalam arti harafiahnya berarti ‘cara’. Dengan demikian apa
yang disebut ‘metode penelitian’ ini tak lain dari pada, ‘cara mencari (dan
menemukan pengetahuan yang benar yang dapat dipakai untuk menjawab suatu
masalah).
Dalam dunia sains, metode ini ada dua jenis, yang sekalipun bisa
dibedakan namun dalam penggunaannya nanti akan bersifat saling melengkapi.
Metode jenis pertama adalah metode yang mendisiplin cara penalaran melalui
prosedur-prosedur tertentu.
Namun demikian, pentingnya jenis metode jenis yang kedua itu tak pula
dapat diabaikan. Pentingnya jenis kedua metode ini bersamaan waktu dengan
terjadinya perkembangan dalam kehidupan intelektualisme.
Ulasan lebih lanjut tentang kedua jenis metode tersebut akan dibahas
dalam subbab berikut. Jenis metode pertama biasa disebut saja metode penalaran
atau logika, sedangkan kedia lazim disebut metode penelitian.
Dalam logika dikenal adanya dua model proses bernalar yang menjanjikan
tertemukannya simpulan yang akan dapat dinyatakan ‘benar’. Yang pertama
adalah proses bernalar yang bermula dari statemen umum untuk tiba pada suatu
simpulan yang khusus tentang suatu hal tertentu.
3.1 Dedukasi
SUMMARY BUKU
“ PENELITIAN HUKUM”
Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, SH., MS., LL. M
( Kencana Prenada Media Group, 2008)
BAB I
( metode penelitian dan karakteristik ilmu hukum)
Ketika itu Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki mengunjungi seorang kolega
yang sedang menempuh pendidikan Doktor dalam Ilmu hukum di New South
Wales University di Sydney, Australia pada bulan Juni 2004, Ia menanyakan
metode apakah yang ia gunakan dalam penelitiannya. Ia yang Sarjana Hukum
lulusan Universitas Airlangga dan Master of Laws nya di Australia menjawab
bahwa ia bingung dengan pertanyaan Prof. Dr. Peter Mahmud. Selanjutnya ia
mengatakan bahwa tidak seperti pada waktu S-1 dahulu yang dalam penulisan
skripsi metode penelitian begitu ditekankan, selama belajar di Australia yang
penting ia menulis dan tulisan itu mengandung alur pikiran yang logis atau
menurut istilah Prof. Dr. Peter Mahmud yaitu adanya inner logical sequemce.
BAB II
( KARAKTER PENELITIAN HUKUM)
Menurut Morria L. Cohen, Legal Research is the process of finding the
law that governs activities in human society. Selanjutnya Cohen menyatakan
bahwa “It involves locating both the rules which are enforced by the state and
commentaries which explain or analyze these rules”. Prosedur demikian, masih
menurut Cohen diperlukan di dalam praktik hukum untuk menentukan baik
dampak peristiwa masa lalu maupun implikasinya pada masa yang akan datang.
Melalui penelitian, lawyers menemukan sumber-sumber yang diperlukan untuk
memprediksi apa yang akan dilakukan oleh pengadilan dan dengan demikian
mereka dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu.
BAB III
( ISU HUKUM)
Isu hukum mempunyai posisi yang sentral di dalam penelitian hukum
sebagaimana kedudukan masalah di dalam penelitian lainnya karena isu hukum
itulah yang harus dipecahkan di dalam penelitian hukum sebagaimana
permasalahan yang harus dijawab di dalam penelitian bukan hukum. Masalah
timbul karena adanya dua proposisi yang mempunyai hubungan, baik yang
bersifat fungsional, kausalitas maupun yang satu menegaskan yang lain. Isu
hukum juga timbul karena adanya dua proposisi hukum yang saling berhubungan
satu terhadap lainnya. Di dalam praktik hukum, kegagalan para pihak dalam
membangun argumentasi untuk memecahkan isu hukum yang menjadi objek
perkara mempunyai implikasi ditolaknya gugatan atau dakwaan tidak terbukti
oleh hakim atau bahkan sebaliknya, yang mestinya gugatan harus ditolak malah
dikabulkan atau dakwaan yang harusnya dapat ditangkis dan tidak terbukti
malahan terbukti secara sah dan meyakinkan sehingga terdakwa harus dihukum.
BAB IV
( PENDEKATAN DALAM PENELITIAN HUKUM)
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan-
pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan
undang-undang, pendekatan kasus, pendekatan kasus, pendekatan historis,
pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. Pendekatan undang-undang
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan kasus dilakukan
dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu
yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan yang tetap. Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar
belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang
dihadapi. Pendekatan komparatif dilakukan dengan membandingkan undang-
undang suatu negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain
mengenai hal yang sama. Pendekatan koseptual beranjak dari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.
BAB V
( SUMBER-SUMBER PENELITIAN HUKUM)
Sebagaimana dikemukakan pada Bab II bahwa penelitian hukum tidak
mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan
BAB VI
( langkah-langkah penelitian hukum)
Di dalam melakukan penelitian hukum, dilakukan langkah-langkah: (1)
mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk
menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan, (2) pengumpulan bahan-bahan
hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non
hukum, (3) melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-
bahan yang telah dikumpulkan, (4) menarik kesimpulan dalam bentuk
argumentasi yang menjawab isu hukum, (5) memberikan preskripsi berdasarkan
argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.
SUMMAY BUKU
“METODE PENELITIAN SURVAI
MASRI SINGARIMBUN DAN SOFIAN EFFENDI”
Buku ini dapat dijadikan sebuah pedoman untuk merencanakan dan merancang
penelitian secara baik dan benar. Terdiri dari lima bagian yang membahas tahap-
tahap dalam proses penelitian yang dimulai dari pengenalan terhadap tipe dan
metode hingga laporan penelitian. Di dalam buku ini pun membahas tentang cara-
cara dalam mengukur dan menyusun skala, mengumpulkan dan menganalisa data,
masing-masing di bahas oleh dua pengarang yaitu Masri Singarimbun dan Sofian
Effendi. Kedua pengarang ini pernah menjabat sebagai Dosen dan Kepala Pusat
Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta.
Mereka pun aktif mengikuti berbagai kegiatan ilmiah di dalam dan luar negeri
serta melakukan penelitian-penelitian bahkan salah satu diantara mereka telah
berhasil menciptakan berbagai hasil karya tulis/buku yang telah dikenal di
kalangan masyarakat luas. Di bawah ini adalah gambaran buku pada bab 1 bagian
1 yang berkaitan dengan metode dan proses penelitian :
BAB I
METODE DAN PROSES PENELITIAN
Buku ini membahas penelitian survai, yang titik beratnya diletakkan pada
penelitan relasional; yakni mempelajari hubungan variabel – variabel, sehingga
secara langsung atau tidak langsung – hipotesa penelitian senantiasa
dipertanyakan. Di dalam bab ini dibicarakan beberapa jenis penelitian dan proses
penelitian. Beberapa jenis penelitian yang dibicarakan yaitu penelitian survai,
eksperimen, grounded research, kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif,
dan analisa data sekunder.
PENELITIAN SURVAI
PENELITIAN EKSPERIMEN
GROUNDED RESEARCH
PROSES PENELITIAN
3. Pengambilan sampel.
4. Pembuatan kuesioner.
Dalam buku ini semua langkah penelitian survai akan dibahas. Tiap tahap dari
buku ini merupakan satu mata rantai. Topik apapun yang dipilih dalam penelitian
sosial, peneliti tidak beranjak dari nol. Karena itu peneliti dan teori yang ada perlu
sekali dipelajari sebagai tempat berpijak untuk melangkah lebih jauh.
Buku yang diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1989, yang dikarang
oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi mengenai Metode Penelitian Survai
menurut saya sangatlah bagus untuk dijadikan sumber dan bahan bacaan untuk
memahami Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial.
Sedangkan kekurangan dalam buku ini adalah kurang rapi dalam penyusunan
materinya, contohnya terdapat pada keterangan Skema/Grafik yang sedikit rancu.
Selain itu, bahasa yang dipergunakan di dalam buku ini sedikit tidak
menggunakan bahasa baku sehingga dapat menghambat proses pemahaman
materi yang disajikan dan saya sendiri pun kurang mengerti dengan penggunaan
bahasa yang ada di dalam buku ini. Selain itu juga analisa statistik tidak dibahas
secara mendalam. Pembahasan statistik yang mendalam sudah mendapat tempat
yang sangat penting dalam pembicaraan metodologi di Indonesia.
BAB 2
PROSES PENELITIAN SURVAI
Pada Bab 1 telah disinggung bahwa tujuan penelitian sosial adalah
menerangkan suatu fenomena sosial atau suatu peristiwa (event) sosial. Untuk
menerangkan menerangkan fenomena atau peristiw atersebut, peneliti
memerlukan dua instrumen ilmu pengetahuan 1. Logika atau rasionalitas; 2.
Observasi atas fakta-fakta emperis.
1. Teori
2. Hipotesa
3. Obervasi
4. Generalisasi emperis
6. Penataan proposisi
BAB 3
UNSUR-UNSUR PENELITIAN SURVAI
Penelitian sosial pada dasarnya adalah suatu upaya yang sistematis untuk
menerangkan fenomena sosial dengan cara memandang fenomena tersebut
sebagai hubungan antara variabel. Adapun unsur-unsur dari penelitian survai
sebagai berikut:
1. Konsep
2. Proposisi
3. Teori
4. Variabel
5. Hipotesa
6. Definisi oprasional
BAB 4
PENENTUAN VARIABEL PENELITIAN DAN HUBUNGAN ANTAR
VARIABEL
Pengertian variabel dapat dijelaskan dengan contoh berikut. Misalnya kita
menampilkan dua tokoh dan memperhatikan ciri-ciri mereka. Satu di antaranya
buruh laki-laki yang sudah tua, bertubuh pendek dan mempunyai penghasilan
rendah. Tokoh yang lainnya seorang wanita muda, ia seorang majikan,
berpenghasilan tinggi dan bertubuh janggung. Semua yang menandai kedua tokoh
ini (laki-laki, wanita, buruh, majikan, tua, muda, penghasilan rendah dan
penghasilan tinggi) kita sebut “atribut”. Variabel tiada lain dari pengelompokan
yang logis dari dua atau lebih atribut. Atribut laki-laki dan wanita dikelompokkan
menjadi variabel seks, atribut tua dan muda dikelompokkan menjadi variabel usia.
BAB 5
PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN
Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian ialah
mendayagunakan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa
informasi yang tersedia. Pemanfaatan perpustakaan ini diperlukan, baik untuk
penelitian lapangan maupun penelitian bahan dokumentasi (data sekunder). Nyata
sekali bahwa, tidak mungkin suatu penelitian dapat dilakukan dengan baik tanpa
orientasi pendahuluan di perpustakaan.
BAB 6
PRINSIP-PRINSIP PENGUKURAN DAN PENYUSUNAN SKALA
Konsep dan teori adalah abstraksi tetang obyek dan kerja dian(event) yang
digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan fenomena sosial yang menarik
perhatian. Fungsi konsep adalah alat untuk mengidentifikasi fenomena yang
diobservasinya, sedangkan teori adalah jalur logika atau penalaran yang
digunakan oleh peneliti untuk menerangkan hubungan pengaruh antarafenomena
yang dikajinya. Dalam penelitian, konsep ini harus dihubungkan dengan realita
dan untuk itu penelitian harus melakukan pengukuran dengan cara memberikan
angka pada obyek atau kejadian yang sedangdiamati menurut aturan tertentu.
Tingkat Pengukuran
A. Ukuran nominal
B. Ukuran Ordinal
C. Ukuran Interval
D. Ukuran Rasio
Ukuran rasio diperoleh apabila selain informasi tentang urutan dan interval
antar responden, kita mempunyai informasi tambahan tentang jumlah
absolut atribut yang dimiliki oleh salah satu dari responden tadi.
Indeks dan skala adalah ukuran gabungan buat suatu variabel. Agar
diperoleh ukuran yang lebih lengkap dan tepat, maka ukuran suatu variabel
tidaklah semata-mata didasarkan pada suatu pertanyaan, melainkan pada beberapa
pertanyaan. Misalnya, untuk mengukur nilai ekonomi anak, digunakan indeks
nilai ekonomi anak yang terdiri dari beberapa pertanyaan; dan skor responden
adalah jumlah dari skor pertanyaan tadi.
Penyusunan Indeks
1. Menyeleksi pertanyaan
3. Menentukan skor.
Penyusunan Skala
1. Metode Bogardus
2. Metode Thurstone
BAB 7
VALIDITAS DAN REALIBILITAS INSTRUMEN PENELITIAN
1. Jenis Validitas
a. Validitas konstruk
b. Validitas isi
c. Validitas eksternal
d. Validitas prediktif
e. Validitas budaya
f. Validitas rupa.
Realibilitas
Realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
BAB 8
PENENTUAN SAMPEL
Konsep, Definisi dan Satuan-satuan Sampling
B. Unsur Sampling
C. Kerangka Sampling
Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam suatu penelitian tergantung pada teknis
analisa yang akan digunakan.
4. Kuesioner diposkan.
Jenis pertanyaan
1. Pertanyaan tertutup
2. Pertanyaan terbuka
Susunan Pertanyaan
1. Ukuran kertas dan jenis kertas (biasanya dipakai kertas duplikat folio)
5. Penggunaan huruf besar, huruf kecil dan huruf miring (kalau ada)
7. Kotak kolom
Wawancara adalah salah satu bagian yang terpenting dari setiap survai. Tanpa
wawancara, peneliti akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh
dengan jalan bertanya langsung kepada responden. Data semacam itu merupakan
tulang punggung suatu penelitian survai.
4. Karet penghapus
5. Pengasah pensil
7. Stofmap plastik
12. Peta
BAB 11
MENGKODE DATA
Cara mengkode
A. Pertanyaan tertutup
B. Pertanyaan terbuka
Buku Kode
B. Saran
Mengkode Data
A. Tempat kode
a) Kartu tabulasi
b) Lembaran kode
2. Mulai baris yang sama pada lembaran kode yang kedua dan seterusnya .
B. Cara memberi kode
1. Bacalah pertanyaan dalam kuesioner mulai dari awal
2. Perhatikan jawaban yang diberikan oleh responden
3. Lihat pedoman buku kode mengenai kode jawaban yang telah ditentukan
4. Untuk pertanyaan terbuka, pengkode harus menafsirkan jawaban
responden untuk memilih kode yang tepat
5. Bila kode untuk jawaban tertentu sudah jelas, kode tersebut ditulis pada
kolom (kotak) tertentu pada lembaran kode atau kartu tabulasi
6. Apabila ada kesulitan dalam menentukan kode jawaban yang tepat,
jawaban tersebut perlu ditulis pada lembaran khusus “jawaban belum
dapat dikode” dan kemudian ditanyakan kepada pengawas.
BAB 12
PENGOLAHAN DATA
Setelah penyusunan buku kode dan mengkode data, peneliti siap mengolah
data. Ada beberapa langkah yang perlu dikerjakan dalam pengolahan data.
Pertama, memasukkan data ke dalam kartu atau berkas (file) data. Kedua,
membuat tabel frekuensi atau tabel silang (silang dua atau tiga variabel). Ketiga,
mengedit yaitu mengkoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui setelah membaca
tabel frekuensi atau tabel silang. Mengedit sangat penting untuk menghilangkan
kesalahan-kesalahan yang muncul dalam proses pengumpulan atau memasukkan
data. Tidak sedikit peneliti di Indonesia cenderung mengabaikan proses ini.
Akibatnya dapat menimbulkan kesalahan dalam analisa dan penulisan laporan.
Data yang telah dikode perlu dipindahkan ke dalam kartu atau berkas data. Cara
merekam data dapat dilakukan dengan menggunakan:
1. Kartu Tabulasi
2. Komputer
Setelah membaca hasil tabel frekuensi dan tabel silang, kadang-kadang
ditemui frekuensi data yang tidak konsisten antara satu tabel dengan tabel lainnya.
Kesalahan itu dapat terjadi pada waktu (1) mengisi kuisioner, (2) mengkode, (3)
memindahkan data dari lembaran kode ke komputer (bila data diolah dengan
komputer). Untuk menghilangkan kesalahan itu, data perlu diedit. Mengedit data
dapat dilakukan secara manual dan komputer.
BAB 13
PRINSIP-PRINSIP ANALISIS DATA
Penelitian diadakan dengan satu tujuan pokok, yakni menjawab
pertanyaan pertanyaan penelitian untuk mengungkap fenomena sosial atau alami
tertentu. Umtuk mencapai tujuan pokok ini peneliti peneliti merumuskan hipotesa,
mengumpulkan data, memproses data membuat analisa dan interpretasi.
Proses analisa ini kemudian dilanjutkan lebih jauh. Hasil analisa yakni
koefisiensi korelasi harus di interpretasi lebih lanjut, dalam proses interpretasi ini
ada serangkaian pertanyaan yang harus dujawab oleh peneliti. Untuk data yang
bersambungan biasanya dipakai bermacam-macam teknik statistik.
Interpretasi tabel
Beberapa prinsip perlu diingat agar isu suatu tabel dapat di uraikan dengan baik
2. Hubungan pokok yang ingin diuji dengan tabel tersebut diuraikan secara
singkat
3. Penulis perlu mencari angka-angka yang menyimpang dari pola umum
atau dari hipotesa semula dan berusaha menerangkan mengapa hal itu
terjaadi
Tabel yang disusun untuk suatu laporan dapat dibagi kedalm dua
kelompok; tabel teks dan tabel referense, tabel teks adalah hasil dari analisa dan
disusun untuk menceritakan sesuatu dalam laporan. Tabel referens mengandung
keterangan tambahan atau data dasar yang dilampirkan agar dapat menambah
pengetahuan pembaca
BAB 14
METODE ANALISIS STANDARISASI
metode standarisasi secara sepintas berbeda dengan metode stadarisasi
yang lazim digunakan dalam studi demografi. Perbedaannya hanya terletak pada
penerapannya.
BAB 15
PENULISNA HASIL PENELITIAN
Tahap terakhir yang merupakan ialah hasil penelitian dalam bentuk karya
tulis
Bahasa dan ramuan lain
Penulisan laporan
Rangka karangan