Anda di halaman 1dari 10

MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT HUKUM

OGI SAPUTRA
1910003600172
Fakultas Hukum Universitas Ekasakti

A.Pendahuluan
Hukum sebagai sebuah produk dialektika evolusioner masyarakat niscaya harus terus
erkembang dalam lingkungan zaman dan waktu, hukum yang dulu dianggap sebagai bsuatu
keniscayaan, lambat laun mulai ditinggalkan dan digantikan perannya oleh hukum relavan
bagi zaman dan waktu tertentu. Namun, kajian sangat menarik dalam ranah perkembangan
ilmu hukum adalah; dalam perkembangan ikmu hukum dari masa ke masa tidak terjadi
suatuloncatan revolusioner sebagaimana yang terjadi dalam ilmu eksak, hukum sebagai ilmu
berkembang secara kumulatif dan evolusi dimana perkembangan ilmu hukum tidak dapat di
prediksi secara matematis, namun harus dengan pendekatan filosofis yang juga menyangkut
akan keyakinan (faith) suatu individu/masyarakat terhadap hukum tersebut. Dalam tulisan
sederhana ini penulis akan mencoba mendeskripsikan evolusi dari paradigma hukum yang
marak berkembang dan dipakai sebagai acuan/patokan bagi masyarakat dunia dalam
berhukum.Dimulai dari paradigm hukum yang bersumber dari kodrat manusia sebagai
makhluk ciptaan-Nya (the nature of law), hukum sebagaimana yang ditafsirkan sebagai
kaidah resmi Negara (positivism/doctrinal), kajian hukum yang memakai metode penalaran
hukum yang menggabungkan ilmu hukum dengan anasir-anasir kekuasaan dan pranata
sosiologis masyarakat (socio legal/non-doctrinal) dan sampai kepada teori hukum yang lahir
pada periode post-modern dengan gerakan kritik ediologis dan semangat deskontruksi hukum
yang membawa angin perubahan bagi pilar-pilar hukum didunia (critical legal studies).Sesuai
Pemikiran hukum ini berkembang dalam bentuk berbagai mahzanb yang mempunyai ciri dan
saling berdialektika dalam memecahkan problem hukum yang dihadapi pada waktu dan
tempat yang berbeda, dalam uraian selanjutnya akan diuraikan berbagai mahzab atau aliran
yang berkembang dalam filsafat hukum.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas Penulis dapat menyimpulkan, dalam makalah ini Penulis
akan mengangkat dua rumusan masalah yang akan dibahas yaitu meliputi :
1.Bagaimana Pengertian dan Kedudukan Filsafat Hukum?
2.Apa saja Mahzab atau Aliran-Aliran dalam Pemikiran Filsafat Hukum?

C.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dalam membuat makalah ini yaitu untuk :
1.Mengetahui bagaimana pengertian dan kedudukan filsafat hukum
2.Mengetahui macam-macam mahzab atau aliran-aliran dalam pemikiran filsafat hukum.
B.Pembahasan
Pengertian dan Kedudukan Filsafat Hukum Filsafat hukum mengkaji segala hal yang
berkaitan dengan hukum secara universal, radikal dan sistematis. Anatara lain akan dicari
jawaban : apakah arti hukum, apakah hakikat hukum, dari mana asal hukum, bagaimana
metodelogi hukum dalam mencapai kebenaran hukum, apakah tujuan hukum, bagaimana
nilai-nilai yang berlaku dalam hukum, bagaimana kedudukan manusia dalam hukum dan
apakah norma-norma yang belaku bagi pelaku hukum. A. Ahrens pernah membicarakan,
bahwa filsafat hukum adalah ilmu yang mengambil sumber dan menjabarkan asas tertinggi
dan/ atau cipta hukum dari manusia dan kemanusian, untuk selanjutnya dikembangkan
diterapkan pada kehidupan manusia, sedangkan menurut kodratnya factor manusia dan
kemanusian adalah bersifat universal dan terbuka. Sedangkan nilai luhur kemanusian sudah
tertuang dengan jelas dalam sila ke dua dasar Negara kita yang sekaligus sebagai cita hukum
kita, maka sangatlah relevan apabila kita mempertimbangkan beberapa pokok pikiran
berbagai aliran filsafat hukum dalam relasi dan relevansinya dengan
pembangunan/pembinaan hukum Indonesia, apalagi bila hal ini dikaitkan hubungannya
dengan bahwa hakikat hukum adalah suatu organisme yang hidup, dimana vitalitas dan
eksistensinya lebih lanjut bergantung pada gerak usaha pembaharuan dan penyempurnaan.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena filsafat hukum merupakan bagian khusus dari
filsafat pada umumnya, maka berarti filsafat hukum hanya mempelajari hukum secara
khusus. Sehingga, hal-hal non hukum menjadi tidak relevan dalam pengkajian filsafat hukum.
Penarikan kesimpulan seperti ini sebetulnya tidak begitu tepat. Filsafat hukum sebagai suatu
filsafat yang khusus mempelajari hukum hanyalah suatu pembatasan akademik dan
intelektual saja dalam usaha studi dan bukan menunjukan hakikat dan filsafat hukum itu
sendiri.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu
filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain,
filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat
hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau
dasarnya, yang disebut hakikat. Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan
suatu definisi tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldom, sebagaimana dikutip dari
Imanuel khant, para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi hukum. Definisi (batasan)
tentang hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat beragam, tergantung dari sudut
mana mereka melihatnya. Jadi pengertian dan pokok bahasan filsafat hukum adalah filsafat
tentang hukum. Yaitu kajian yang mendalam, dan sungguh-sungguh secara sitematis dan
metodis tentang hakikat hukum sampai kedasar atau akarnya. Masalah-masalah dasar yang
menjadi perhatian para filosof masa dahulu terbatas pada masalah tujuan hukum (terutama
masalah keadilan), hubungan hukum alam dan hukum positif, hubungan Negara dan hukum.
Dengan demikian yang membedakan filsafat hukum dengan filsafat lain, terletak objeknya,
filsafat hukum hanya mengkaji masalah-masalah hukum. Filsafat hukum ialah filsafat yang
mengkhususkan objek kajiannya tentang hukum. Filsafat hukum merupakan bagian dari
filsafat. Karena yang menjadi objek filsafat hukum adalah masalah hukum, maka persoalan
filsafat hukum dapat dirinci sebagai berikut:
1.Apakah hukum itu? Atau apakah hakikat hukum?
2.Apakah atau dari manakah asal hukum?
3.Apakah atau bagaimana tujuan hukum?
4.Apakah atau bagaimana kedudukan manusia dalam hukum?
5.Apakah norma-norma yang berlaku bagi pemelihara (pengembala) hukum?.
Berkaitan dengan (sub bagian ke 5) Norma adalah pedoman manusia dalam bertingkah laku.
Dengan demikian, norma hukum hanyalah salah satu saja dari sekian banyak pedoman
tingkah laku itu. Diluar norma hukum terdapat norma-norma lainnya. Purbacaraka dan
soekanto menyebutkan ada empat norma, yaitu : (1) kepercyaan; (2) kesusilaan, (3) sopan
santun; dan (4) hukum. Tiga norma yang disebutkan dimuka dalam kenyataannya belum
dapat memberikan perlindungan yang memuaskan, sehingga diperlukan norma keempat,
yaitu norma hukum.
Menurut Aristoteles, kedudukan filsafat hukum dapat dilihat pada :
Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
Filsafat teoretis. Dalam cabang ini mencakup tiga macam ilmu, yaitu :
1.Fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata ini.
2.Matematika yang mempesoalkan benda-benda alam dalam kuantitasnya.
3.Metafisika yang mempersoalkan tentang hakikat segala sesuatu ilmu metafisika.
Filsafat praktis. Dalam cabang ini tercakup tiga macam ilmu, yakni:
1.Etika yang mengatur kesusialaan dan kebahagian dalam hidup perseorangan.
2.Ekonomi yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga.
3.Politik yang mengatur kesusilaan dan kemkmuran dalam Negara.
Filsafat Poetika
Filsafat poetika biasa disebut dengan filsafat estetika. Filsafat ini meliputi kesenian dan
sebagainya.
Uraian filsafat Aristoteles, menunjukan bahwa filsafat hukum hadir sebagai sebuah bentuk
perlawanan terhadap ketidak mampuan ilmu hukum dalam membentuk dan menegakkan
kaidah dan putusan hukum sebagai suatu sistem yang logis dan koseptual. Oleh kerena itu,
filsafat hukum merupakan alternative yang dipandang tepat untuk memperoleh solusi yang
tepat terhadap permasalahan hukum. Dalam pemikiran filsafat hukum yang terus berkembang
sepanjang zaman, menyebabkan keragaman pola dan ukuran nilai dan idelitas dalam
hubungannya dengan normativitas dan faktisitas dari dalam dunia hukum, dan terutama
apabila dihubungkan dengan naluri manusia untuk mencari jalan keluar dari kesulitan dan
permasalahan dalam kehidupannya, akan melahirkan berbagai aliran/mahzab dalam filsafat
hukum. Secara urut aliran-aliran/mazab hukum tersebut menunjukan sebuah dealegtika.
Dialegtika tersebut muncul disamping karena unsur kedinamikaan manusia juga karena
hukum sendiri secara teoritis dapat ditinjau beberapa konsep/perspektif hukum, sehingga
memunculkan beragam pemikiran, karena memang berbeda sudut pandangnya. Sekurang-
kurangnya ada tiga konsep mengenai hukum, yaitu:
1.Hukum sebagai ide, cita-cita, nilai moral keadilan. Meteri studi mengenai hal ini termasuk
dalam filsafat hukum.
2.Hukum sebagai norma kaidah, peraturan, undang-undang yang berlaku pada suatu waktu
dan tempat tertentu sebagai produk dari suatu kekuasaan Negara tertentu sebagai produk dari
suatu kekusaan Negara tertentu yang berdaulat. Materi studi demikian ini termasuk dalam
pengetahuan hukum positif (studi normatif).
3.Hukum sebagai institusi social yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan
bermasyarakat yang terbentuk dari pola-pola tingkah laku yang melembaga. Apabila kita
cemati para pemikir-pemikir filsafat hukum tersebut sebenarnya berkisar dan berputar pada
tiga nilai dasar hukum yang diuraikan oleh Gustav Radbruch yaitu keadilan, kegunaan, dan
kemanfaatan hukum. Masyarakat tidak hanya butuh pertura-peraturan yang menjamin
kepastian hukum dalam hubungan mereka satu sama lain, tetapi butuh juga keadilan
disamping hukum dituntut pula melayani kepentingan-kepentingannya (memberika
kemanfaatan).
2.Aliran-Aliran atau Madzhab dalam Pemikiran Filsafat Hukum
Dalam pembicaraan hakekat hukum yang menjadi kajian filsafat hukum, dikenal beberapa
aliran atau madzhab tentang hukum, antara lain: (1) Alaliran hukum alam, (2) Aliran hukum
positif, (3) Aliran utilitarianisme, (4) Aliran sejarah, (5) Aliran Sociological jurisprudence.

A.Aliran Hukum Alam


Aliran ini disebut juga dengan aliran hukum kodrat atau Natural Law Theory , menurut aliran
ini hukum dipandang sebagai suatu keharusan alamiah (nomos), baik semesta alam, maupun
hidup manusia. Hukum itu berlaku universal dan bersifat abadi. Pemikiran hukum alam
dikembangakan oleh beberapa pakar yang ada pada zaman Yunani dan Romawi.
Diantara aliran hukum alam ada aliran Stoa yang diwakili oleh Zeno (320-250 SM), yang
mempunyai ajaran sebagai berikut :
1.Alam ini diperintah oleh pikiran yang rasional.
2.Kerasionalan alam dicerminkan oleh seluruh manusia yang dengan kekuatan penalarannya
memungkinkan menciptakan suatu natural life yang didasarkan pada reasonable living
3.Hukum alam dapat di identikan dengan moralitas tertinggi.
4.Basis hukum adalah aturan Tuhan dan keadaan manusiawi.
5.Penalaran manusia dimaksudkan agar ia dapat membedakan yang benar dari yang salah dan
hukum didasarkan pada konsep-konsep manusia tentang hak dan kewajiban.
Hukum alam dibedakan dalam dua golongan :
1.Aliran hukum alam irasional
2.Aliran hukum alam rasional
Menurut aliaran hukum alam irasional bahwa hukum itu berlaku universal dan bersifat abadi
dengan mengesampingkan aspek ratio manusia. Tokoh aliran ini antara lain Thomas Aquinas.
Menurut aliran hukum alam rasional bahwa hukum itu berlaku universal dan bersifat abadi
dengan menekankan terhadap ratio manusia. Tokoh aliran ini antara lain Hugo Degrot. Teori
hukum alam (hukum kodrat melingkupi pendekatan terhadap hukum yang melihat bahwa
keberadaan hukum yang ada adalah perwujudan atau merupakan fenomena tatanan hukum
yang lebih tinggi yang seharusnya ditaati. Dengan demikian pendekatan dari teori hukum
kodrat ada yang berpijak dari pandangan teologis dan sekuler.
1.Pandangan teologis (berdasarkan ke-Tuhan-an)
Teori hukum kodrat yang dipenuhi oleh pandangan atau yang ada, diciptakan dan diatur oleh
yang maha kuasa yaitu tuhan yang juga telah meletakan prinsip-prinsip abadi untuk
mengatuur perjalanannya alam semesta. Kitab suci menjadi sumber dari pandangan semacam
ini. Semua hukum yang diciptakan oleh manusia karena itu harus sesuai dengan hukum
Tuhan seperti yang digariskan dalam kitab suci (mengesampingkan aspek ratio manusia).
2.Pandangan sekuler (berdasarkan ratio)
Pandangan ini didasari keyakinan bahwa manusia (kemampuan akal budinya) dan dunianya
(masyarakat) menjadi sumber bagi tatanan moral yang ada. Tatanan moral yang ada menjadi
manifestasi tatanan moral dalam diri dan masyarakat manusia. Keutamaan moral tidak ada
dalam sabda Tuhan yang tertulis dalam kitab suci tetapi dalam hati kehidupan sehari-hari
manusia. Hukum itu berlaku secara universal dan bersifat abadi dengan menekankan pada
aspek ratio manusia. Aliran hukum alam yang rational disebut pula aliran hukum alam yang
modern.Ada yang mengatakan bahwa hukum alam pada dasarnya bukanlah sesuatu aturan
jenis hukum, melainkan merupakan kumpulan ide atau gagasan yang keluar dari pendapat
para ahli hukum, kemudian diberikan sebuah label yang bernama hukum alam. Menurut
pandangan Satjipto Rrahardjo, bahwa istilah hukum alam ini didatangkan dalam berbagai arti
oleh berbagai kalangan dan pada masa yang berbeda-beda pula. Dengan demikian hakikat
hukum alam merupakan hukum yang berlaku universal dan abadi. Sebab menurut Friedmann,
sejarah hukum alam adalah sejarah umat manusia dalam usahanya untuk menemukan apa
yang disebut absolut justice (keadilan yang mutlak) disamping kegagalan manusia dalam
mencari keadilan. Pengertian hukum alam berubah-ubah sesuai dengan perubahan pola piker
masyarakat dan keadaan politik dijaman itu. Penulis tidak mungkin membahas secara khusus
keseluruhan pendapat para tokoh dan pakar hukum dalam makalah ini, olehnya itu penulis
akan mengelompokkan tokoh dan pakar itu menurut zamannya, dan bagi pembaca yang ingin
mendalami persoalan hukum alam ini secara khusus, dapat mencarinya pada literatur-literatur
lain yang membahasnya secara lebih terinci:
a.Tokoh-tokoh hukum alam Yunani, antara lain: Socrates, Plato, Aristoteles.
b.Tokoh-tokoh hukum alam Romawi, antara lain: Cicero, Gaius.
c.Tokoh-tokoh hukum alam abad pertengahan, antara lain: Augustine, Isidore, Thomas
Aquinas, William of Occam.
d.Tokoh-tokoh hukum alam diabad keenam belas hingga kedelapaan belas antara lain :Jhon
Locke, Montesquieu, Rousseau.
e.Tokoh-tokoh Idealisme Transendental, antara lain: Kant, Hegel.
f.Tokoh-tokoh kebangkitan kembali hukum alam, antara lain adalah: Kholer, Stammler, Leon
Duguit, Geny, Dabin, Le Fur, Rommen, Maritain, Renard, Gustaw, Radhbuch, Del Vecchio,
Fuller, Recasens Sinches.

B.Aliran Hukum Positif (Positivisme)


Istilah Positivisme berasal dari kata “ponere” yang berati meletakan, kemudian menjadi
bentuk pasif “pusitus-a-um” yang berate diletakan. Dengan demikian, positivism menujukan
pada sebuah sikap atau pemikiran yang meletakan pandangan dan pendekatannya pada
sesuatu. Umumnya positivism bersifat empiris. Positivime hukum (aliran hukum positif)
memandang perlu memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang
berlaku dan hukum, antara das sein dan das sollen). Dalam kacamata positivism tiada hukum
lain kecuali pemerintah penguasa (law is command of the lawgivers). Bahkan, bagian dari
aliran hukum positif yang dikenal dengan nama legisme, berpendapat lebih tegas, bahwa
hukum itu identik dengan undang-undang. Positivisme hukum melihat bahwa yang terutama
dalam melihat hukum adalah fakta bahwa hukum diciptakan dan diberlakukan oleh orang-
orang tertentu didalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk membuat hukum.
Sumber dan validitas atas norma hukum bersumber pada kewenangan tersebut. Menurut
aliran ini, hukum adalah norma-norma yang diciptakan atau bersumber dari kewenangan
yang formal atau informal dari lembaga yang berwenang untuk itu atau lembaga
pemerintahan yang tertinggi dalam sebuah komunitas. Aliran ini berpandangan hukum
identik dengan undang-undang, yaitu aturan yang beralaku. Satu-satunya sumber hukum
adalah undang-undang. Menurut aliran ini hukum itu merupakan perintah penguasa dan
kehendak dari Negara. Sumber pemikirannya adalah logika, yaitu suatu cara berpikir manusia
yang didasarkan pada teori-teori kemungkinan (kearah kebenaran).
Dalam aliran hukum positif ini penulis akan memberikan definisi dari beberapa tokoh yang
menganut aliran positif ini, salah satu diantaranya yaitu :
1.Aliran Hukum Positif Analitis: John Austin (1790-1859)
Hukum adalah perintah dari penguasa Negara. Hakikat hukum sendiri, menurut Austin,
terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis,
dan tertutup. Dalam bukunya The Province of Jurisprudence obliges a person or person… “A
law is a commandans are said to proceed from superiors, and to bind or oblige inferiors.”
Austin pertama-tama membedakan hukum dalam dua jenis : (1) hukum dari Tuhan untuk
manusia (the divine laws), dan (2) hukum yang dibuat oleh manusia. Mengenai hukum yang
dibuat oleh manusia ini dapat dibedakan lagi dalam: (1) hukum yang sebenarnya, dan (2)
hukum yang tidak sebenarnya. Hukum dalam arti yang sebenarnya ini (disebut juga hukum
positif) meliputi hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia
secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang tidak
sebenarnya adalah hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak dibuat oleh
penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum, seperti ketentuan dari suatu
organisasi olahraga. Hukum yang sebenarnya memiliki empat unsur, yaitu: (1) perintah
(commandan), (2) sanksi (sanction), (3) kewajiban (duty), dan (4) kedaulatan (sovereighnty).

2.Menurut L. A Hart, ada lima pengertian dari hukum positif, yaitu:


1.Bahwa undang-undang adalah perintah-perintah manusia.
2.Bahwa tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral atau hukum yang ada dan
yang seharusnya ada.
3.Bahwa analisis (atau studi tentang arti) dari konsepsi tentang hukum: (a) layak dilanjutkan,
dan (b) harus dibedakan dari penelitian historis mengenai sebab atau asal usul undang-undang
dari penelitian sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala sosial lainnya dan kritik
atau penghargaan hukum mengenai arti moral, tuntutan social, serta fungsi-fungsinya.
4.Bahwa sistem hukum adalah suatu sistem logis tertutup yang menghasilkan putusan hukum
yang tepat dengan cara-cara yang logis dari peraturan hukum yang telah ada lebih dahulu
tanpa mengingat tuntutan sosial, kebijaksanaan norma-norma moral.
5. Bahwa penilaian-penilaian moral tidak dapat diberikan atau dipertahankan, seperti halnya
dengan pertanyaan tentang fakta, dengan alasan yang rasional, petunjuk, atau bukti
(noncognitivisme dalam etika).

3.Aliran Hukum Murni: Hans Kelsen. Inti ajaran Hans Kelsen menurut Friedmann (1881-
1973) adalah:
1.Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan, adalah untuk mengurangi kekacauan
dan kemajemukan menjadi kesatuan;
2.Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku, bukan mengenai
hukum yang seharusnya;
3.Hukum adalah ilmu pengetahuan normative, bukan alam;
4.Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma hukum menata, mengubah isi dengan cara
yang khusus;
5.Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara
yang khusus;
6.Hubungan antara teori hukum dan sistem yang khas dari hukum positif ialah hubungan apa
yang mungkin dengan hukum yang nyata.

Aliran ini dibedakan menjadi:


1.Analitical Jurisprudence;
2.Reine Rechtheer (ajaran hukum murni).
Analitical Jurisprudence adalah dalam filsafat hukum yang beranggapan bahwa hukum itu
merupakan perintah penguasa semata-mata. Tokohnya antara lain John Austin.
Aliran Ajaran Hukum Murni adalah aliran yang beranggapan bahwa hukum itu harus
dibersihkan dari seluruh unsur-unsur non yuridis (maksudnya dibersihkan dari unsur-unsur
etis atau moral, sosiologis, ekonomis dan politis).
C.Aliran Utilitarianisme
Utilitarianisme atau utilism lahir sebagai reaksi terhadap ciri-ciri metafisis dan abstrak dari
filsafat hukum dan politik pada abad ke-18. Aliran ini adalah aliran yang meletakan
kemanfaatan disini sebagai tujuan hukum. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagian
(happiness). Jadi, baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah
hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Jadi menurut penulis
demikian juga dengan perundang-undangan, baik buruknya ditentukan juga oleh ukuran
tersebut. Oleh karena itu undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian
terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik. Jadi tujuan dalam aliran
ini yaitu untuk memberikan kemanfaatan dan kebahagian yang sebanyak-banyaknya kepada
masyarakat. Adapun tokoh-tokoh dalam aliran ini antara lain Jeremy Bantham (1748-1783),
John Stuart Mill (1806-1873) dan Rudolf von Jhering. Menurut Bantham keberadaan Negara
dan hukum semata-mata sebagai alat untuk mencapai manfaat yang hakiki, yaitu kebahagiaan
mayoritas masyarakat. Lebih jauh menurut Jeremy Bantham bahwa esensi hukum ini sebagai
berikut :
1.Tujuan hukum dan wujud keadilan menurut Jeremy Bantham adalah mewujudkan the
greatest happiness of the greatest number (kebahagian yang sebesar-besarnya untuk
sebanyak-banyaknya nya orang).
2.Tujuan perundang-undangan menurut Jeremy Bantham adalah untuk menghasilkan
kebahagian bagi masyarakat. Untuk itu perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai
empat tujuan yaitu :
a.To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup);
b.To provide abundance (untuk memberikan makanan yang berlimpah);
c.To provide security (untuk memberikan perlindungan);
d.To attain equality (untuk mencapai persamaan).

Sedangkan John Stuart Mill mengemukakan bahwa “Actions are right in proportion as they
thend to promote man’s happiness, and wrong as they tend to promote the reverse of
happiness” (tindakan itu hendaknya ditunjukan terhadap pencapaian kebahagian dan adalah
keliru jika ia menghasilkan sesuatu yang merupakan kabalikan dan kebahagian). Aliran ini
merupakan aliran yang ingin melihat keterkaitan antara hukum dan masyrakat. Aliran ini
muncul sebagai reaksi tidak langsung dari Aliran Hukum Alam dan Aliran Hukum Positif.
Menurut aliran ini hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama
masyarakat. Aliran ini menolak hukum itu dibuat oleh penguasa atau pemerintah. Aliran ini
lahir karena dua pengaruh, yaitu pengaruh dari pemikiran Monstequieu dalam bukunya:
L’esprit de Lois, yang mengemukakan tentang adanya hubungan antara jiwa suatu bangsa
dengan hukumnya dan pengaruh adanya paham rasionalisme yang timbul di abad ke-19.
Tokoh aliran ini antara lain Frederich von Savigny. Menurut Savigny “Das Rech wird nicht
gemach, est ist und wird mitdem Volke” (Hukum tidak dibuat, tetapi tumbuh dan
berkembang bersama masyarakat). Hukum itu pencerminan dari jiwa rakyat dan pada
akhirnya ia mati jika bangsa itu kehilangan kebangsaannya. Jadi penganut historisme
menolak pandangan bahwa hukum itu dibuat. Bagi mereka, hukum itu tidak dibuat melainkan
ditemukan dalam masyarakat. Mereka menghargai dan mengagungkan masa lampau.
Terdapat hubungan organis antara hukum dengan jiwa rakyat. Hukum yang benar-benar
hidup hanyalah hukum kebiasaan. Ciri khas mereka adalah ketidak percayaan pada pembuat
undang-undang, ketidak percayaan pada kodifikasi. Lebih lanjut Savigny mengatakan : “Di
dunia ini terdapat berbagai bangsa yang pada tiap-tiap bangsa tersebut mempunyai suatu
volgeist (jiwa rakyat). Jiwa ini berbeda-beda, baik menurut waktu maupun menurut tempat.
Pencerminan dari adanya jiwa yang berbeda ini tampak pada kebudayaan dari bangsa tadi
yang berbeda-beda. Ekspresi itu tampak pula pada hukum yang sudah tentu berbeda pula
pada setiap waktu dan tempat. Oleh karena itu, tidak masuk akal jika terdapat hukum yang
belaku universal pada semua waktu. Hukum sangat bergantung atau bersumber pada jiwa
rakyat dan yang menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari
masa ke masa (sejarah).

C.Penutup
filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang
mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang
mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek
tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.
Dalam pemikiran filsafat hukum yang terus berkembang sepanjang zaman, menyebabkan
keragaman pola dan ukuran nilai dan idelitas dalam hubungannya dengan normativitas dan
faktisitas dari dalam dunia hukum, dan terutama apabila dihubungkan dengan naluri manusia
untuk mencari jalan keluar dari kesulitan dan permasalahan dalam kehidupannya, akan
melahirkan berbagai aliran/mahzab dalam filsafat hukum. Secara urut aliran-aliran/mazab
hukum tersebut menunjukan sebuah dealegtika. Dialegtika tersebut muncul disamping karena
unsur kedinamikaan manusia juga karena hukum sendiri secara teoritis dapat ditinjau
beberapa konsep/perspektif hukum, sehingga memunculkan beragam pemikiran, karena
memang berbeda sudut pandangnya. 2.Dalam pembicaraan hakekat hukum yang menjadi
kajian filsafat hukum, dikenal beberapa aliran atau madzhab tentang hukum, antara lain: (1)
Alaliran hukum alam, (2) Aliran hukum positif, (3) Aliran utilitarianisme, (4) Aliran sejarah,
(5) Aliran Sociological jurisprudence, (6) Aliran realism hukum, (7) Aliran antropologis dan
(8) Aliran hukum Islam.
mengetahui pokok-pokok aliran-aliran tersebut, sekaligus juga dapat diamati berbagai corak
pemikiran tentang hukum. Dengan demikian, sadarlah kita betapa kompleksnya hukum itu
dengan berbagai sudut padangnya. Hukum dapat diartikan macam-macam, demikian juga
tujuan hukum. Setiap aliran berangkat dariargumentasinya sendiri. Akhir-nya, pemahaman
terhadap aliran-aliran tersebut akan membuat wawasan kita makin kaya dan terbuka dalam
memandang hukum dan masalah-masalahnya. Dan penulis berharap semoga makalah ini
berguna bagi yang membacanya.
DAFTAR PUSTAKA

Laurensius Arliman S, Antropologi Hukum, Deepublish, Yogyakarta, 2023.

Laurensius Arliman S, Filsafat Hukum, Deepublish, Yogyakarta, 2023.

Laurensius Arliman S, Pendidikan Kewarganegaraan : Tantangan Warga Negara Milenial


Menghadapi Revolusi Industri 4.0, , Deepublish, Yogyakarta, 2019.

Laurensius Arliman S, Pengaturan Kelembagaan Hak Asasi Manusia Terhadap Anak Di


Indonesia, Disertasi Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, 2022.

Laurensius Arliman S, Kajian Naratif Antropologi Dan Pendidikan, Ensiklopedia Education


Review, Nomor 2, Nomor 1, 2020.

Laurensius Arliman S, Participation Non-Governmental Organization In Protecting Child


Rights In The Area Of Social Conflict, Ushuluddin International Conference (USICON) 1,
2017.

Laurensius Arliman S, Penyelesaian Konflik Antar Umat Beragama (Studi Pada Komnas
HAM Perwakilan Sumatera Barat), Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2, Nomor 2,
2015.

Laurensius Arliman, Ernita Arif, Pendidikan Karakter Untuk Mengatasi Degradasi Moral
Komunikasi Keluarga, Ensiklopedia of Journal, Volume 4, Nomor 2, 2022.

Laurensius Arliman S, Pendidikan Karakter Dalam Tinjauan Psikologi, Ensiklopedia of


Journal, Volume 3, Nomor 3, 2021.

Anda mungkin juga menyukai