Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FILSAFAT HUKUM DAN ALIRAN-ALIRAN HUKUM

“Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Filsafat Hukum”

Dosen Pengampu: Dr. Abdul Jabar Rahim, S.H., M.H.

Disusun oleh:

Istiadi Sugiarto

22109209

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

KENDARI

2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum sebagai sebuah produk dialektika evolusioner masyarakat


niscaya harus terus berkembang dalam lingkungan zaman dan waktu, hukum
yang dulu dianggap sebagai suatu keniscayaan, lambat laun mulai
ditinggalkan dan digantikan perannya oleh hukum yang lebih relavan bagi
zaman dan waktu tertentu. Namun, kajian yang sangat menarik dalam ranah
perkembangan ilmu hukum adalah; dalam perkembangan ikmu hukum dari
masa ke masa tidak terjadi suatu loncatan revolusioner sebagaimana yang
terjadi dalam ilmu eksak, hukum sebagai ilmu berkembang secara kumulatif
dan evolusi dimana perkembangan ilmu hukum tidak dapat di prediksi secara
matematis, namun harus dengan pendekatan filosofis yang juga menyangkut
akan keyakinan (faith) suatu individu/masyarakat terhadap hukum tersebut.
Dalam tulisan sederhana ini penulis akan mencoba mendeskripsikan evolusi
dari paradigma hukum yang marak berkembang dan dipakai sebagai
acuan/patokan bagi masyarakat dunia dalam berhukum.
Dimulai dari paradigm hukum yang bersumber dari kodrat manusia
sebagai makhluk ciptaan-Nya (the nature of law), hukum sebagaimana yang
ditafsirkan sebagai kaidah resmi Negara (positivism/doctrinal), kajian hukum
yang memakai metode penalaran hukum yang menggabungkan ilmu hukum
dengan anasir-anasir kekuasaan dan pranata sosiologis masyarakat (socio
legal/non-doctrinal) dan sampai kepada teori hukum yang lahir pada periode
post-modern dengan gerakan kritik ediologis dan semangat deskontruksi
hukum yang membawa angin perubahan bagi pilar-pilar hukum didunia
(critical legal studies).

2
Pemikiran hukum ini berkembang dalam bentuk berbagai mahzab
yang mempunyai ciri dan saling berdialektika dalam memecahkan problem
hukum yang dihadapi pada waktu dan tempat yang berbeda, dalam uraian
selanjutnya akan diuraikan berbagai mahzab atau aliran yang berkembang
dalam filsafat hukum.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas Penulis akan mengangkat dua rumusan masalah
yang akan dibahas yaitu:
1. Apa yang di maksud dengan Filsafat Hukum?
2. Apa saja Mahzab atau Aliran-Aliran dalam Pemikiran Filsafat Hukum?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dalam membuat makalah ini
yaitu untuk :
1. Mengetahui pengertian dari filsafat hukum;
2. Mengetahui macam-macam mahzab atau aliran-aliran hukum dalam
filsafat hukum.

3
4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Filsafat Hukum


Filsafat hukum mengkaji segala hal yang berkaitan dengan hukum
secara universal, radikal dan sistematis. Anatara lain akan dicari jawaban:
apakah arti hukum, apakah hakikat hukum, dari mana asal hukum, bagaimana
metodelogi hukum dalam mencapai kebenaran hukum, apakah tujuan hukum,
bagaimana nilai-nilai yang berlaku dalam hukum, bagaimana kedudukan
manusia dalam hukum dan apakah norma-norma yang belaku bagi pelaku
hukum.1 A. Ahrens pernah membicarakan, bahwa filsafat hukum adalah ilmu
yang mengambil sumber dan menjabarkan asas tertinggi dan/ atau cipta
hukum dari manusia dan kemanusian, untuk selanjutnya dikembangkan
diterapkan pada kehidupan manusia, sedangkan menurut kodratnya factor
manusia dan kemanusian adalah bersifat universal dan terbuka. Sedangkan
nilai luhur kemanusian sudah tertuang dengan jelas dalam sila ke dua dasar
Negara kita yang sekaligus sebagai cita hukum kita, maka sangatlah relevan
apabila kita mempertimbangkan beberapa pokok pikiran berbagai aliran
filsafat hukum dalam relasi dan relevansinya dengan
pembangunan/pembinaan hukum Indonesia, apalagi bila hal ini dikaitkan
hubungannya dengan bahwa hakikat hukum adalah suatu organisme yang
hidup, dimana vitalitas dan eksistensinya lebih lanjut bergantung pada gerak
usaha pembaharuan dan penyempurnaan.2
Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena filsafat hukum
merupakan bagian khusus dari filsafat pada umumnya, maka berarti filsafat
hukum hanya mempelajari hukum secara khusus. Sehingga, hal-hal non

1
Suparman Usman, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Serang, SUHUDSentrautama, hlm. 47
2
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Baraktullah, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum Pemikiran Menuju
Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta, Rajawali Pres, 2014, hlm.9

5
hukum menjadi tidak relevan dalam pengkajian filsafat hukum. Penarikan
kesimpulan seperti ini sebetulnya tidak begitu tepat. Filsafat hukum sebagai
suatu filsafat yang khusus mempelajari hukum hanyalah suatu pembatasan
akademik dan intelektual saja dalam usaha studi dan bukan menunjukan
hakikat dan filsafat hukum itu sendiri.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang
filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat
hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari
hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek
tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang
disebut hakikat.3
Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu
definisi tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldom, sebagaimana
dikutip dari Imanuel khant, para ahli hukum masih mencari tentang apa
definisi hukum. Definisi (batasan) tentang hukum yang dikemukakan para ahli
hukum sangat beragam, tergantung dari sudut mana mereka melihatnya.4
Jadi pengertian dan pokok bahasan filsafat hukum adalah filsafat tentang
hukum. Yaitu kajian yang mendalam, dan sungguh-sungguh secara sitematis
dan metodis tentang hakikat hukum sampai kedasar atau akarnya. Masalah-
masalah dasar yang menjadi perhatian para filosof masa dahulu terbatas pada
masalah tujuan hukum (terutama masalah keadilan), hubungan hukum alam
dan hukum positif, hubungan Negara dan hukum.
Dengan demikian yang membedakan filsafat hukum dengan filsafat
lain, terletak dalam objeknya, filsafat hukum hanya mengkaji masalah-
masalah hukum. Filsafat hukum ialah filsafat yang mengkhususkan objek
kajiannya tentang hukum. Filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat.

3
Ibid,hlm.10
4
Ibid,hlm.11

6
Karena yang menjadi objek filsafat hukum adalah masalah hukum,
maka persoalan filsafat hukum dapat dirinci sebagai berikut:5
1. Apakah hukum itu? Atau apakah hakikat hukum?
2. Apakah atau dari manakah asal hukum?
3. Apakah atau bagaimana tujuan hukum?
4. Apakah atau bagaimana kedudukan manusia dalam hukum?
5. Apakah norma-norma yang berlaku bagi pemelihara (pengembala)
hukum?.

Berkaitan dengan (sub bagian ke 5) Norma adalah pedoman manusia


dalam bertingkah laku. Dengan demikian, norma hukum hanyalah salah satu
saja dari sekian banyak pedoman tingkah laku itu. Diluar norma hukum
terdapat norma-norma lainnya. Purbacaraka dan soekanto menyebutkan ada
empat norma, yaitu: (1) kepercyaan; (2) kesusilaan, (3) sopan santun; dan (4)
hukum. Tiga norma yang disebutkan dimuka dalam kenyataannya belum
dapat memberikan perlindungan yang memuaskan, sehingga diperlukan
norma keempat, yaitu norma hukum.6

2. Aliran-Aliran atau Madzhab Filsafat Hukum


Dalam pembicaraan hakekat hukum yang menjadi kajian filsafat
hukum, dikenal beberapa aliran atau madzhab tentang hukum, antara lain: (1)
Aliran hukum alam, (2) Aliran hukum positif, (3) Aliran utilitarianisme, (4)
Aliran hukum Islam.

A. Aliran Hukum Alam


Aliran ini disebut juga dengan aliran hukum kodrat atau Natural Law
Theory , menurut aliran ini hukum dipandang sebagai suatu keharusan

5
Suparman Usman, op.cit. hlm.50
6
Darji Darmodiharjo dan Shindarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pusaka Utama, 2008, hlm.13

7
alamiah (nomos), baik semesta alam, maupun hidup manusia. Hukum itu
berlaku universal dan bersifat abadi. Pemikiran hukum alam
dikembangakan oleh beberapa pakar yang ada pada zaman Yunani dan
Romawi.
Diantara aliran hukum alam ada aliran Stoa yang diwakili oleh Zeno
(320-250 SM), yang mempunyai ajaran sebagai berikut :
1. Alam ini diperintah oleh pikiran yang rasional.
2. Kerasionalan alam dicerminkan oleh seluruh manusia yang dengan
kekuatan penalarannya memungkinkan menciptakan suatu natural
life yang didasarkan pada reasonable living
3. Hukum alam dapat di identikan dengan moralitas tertinggi.
4. Basis hukum adalah aturan Tuhan dan keadaan manusiawi.7
5. Penalaran manusia dimaksudkan agar ia dapat membedakan yang
benar dari yang salah dan hukum didasarkan pada konsep-konsep
manusia tentang hak dan kewajiban.

Hukum alam dibedakan dalam dua golongan :

1. Aliran hukum alam irasional


2. Aliran hukum alam rasional

Menurut aliaran hukum alam irasional bahwa hukum itu berlaku


universal dan bersifat abadi dengan mengesampingkan aspek ratio
manusia. Tokoh aliran ini antara lain Thomas Aquinas.

Menurut aliran hukum alam rasional bahwa hukum itu berlaku


universal dan bersifat abadi dengan menekankan terhadap ratio manusia.
Tokoh aliran ini antara lain Hugo Degrot.

7
Suparman Usman, op.cit, hlm. 105

8
Teori hukum alam (hukum kodrat melingkupi pendekatan terhadap
hukum yang melihat bahwa keberadaan hukum yang ada adalah
perwujudan atau merupakan fenomena tatanan hukum yang lebih tinggi
yang seharusnya ditaati. Dengan demikian pendekatan dari teori hukum
kodrat ada yang berpijak dari pandangan teologis dan sekuler.

1. Pandangan teologis (berdasarkan ke-Tuhan-an)


Teori hukum kodrat yang dipenuhi oleh pandangan atau yang ada,
diciptakan dan diatur oleh yang maha kuasa yaitu tuhan yang juga
telah meletakan prinsip-prinsip abadi untuk mengatuur
perjalanannya alam semesta. Kitab suci menjadi sumber dari
pandangan semacam ini. Semua hukum yang diciptakan oleh
manusia karena itu harus sesuai8 dengan hukum Tuhan seperti
yang digariskan dalam kitab suci (mengesampingkan aspek ratio
manusia).
2. Pandangan sekuler (berdasarkan ratio)
Pandangan ini didasari keyakinan bahwa manusia (kemampuan
akal budinya) dan dunianya (masyarakat) menjadi sumber bagi
tatanan moral yang ada. Tatanan moral yang ada menjadi
manifestasi tatanan moral dalam diri dan masyarakat manusia.
Keutamaan moral tidak ada dalam sabda Tuhan yang tertulis dalam
kitab suci tetapi dalam hati kehidupan sehari-hari manusia. Hukum
itu berlaku secara universal dan bersifat abadi dengan menekankan
pada aspek ratio manusia. Aliran hukum alam yang rational
disebut pula aliran hukum alam yang modern.

Ada yang mengatakan bahwa hukum alam pada dasarnya bukanlah


sesuatu aturan jenis hukum, melainkan merupakan kumpulan ide atau

8
Ibid, hlm. 106

9
gagasan yang keluar dari pendapat para ahli hukum, kemudian diberikan
sebuah label yang bernama hukum alam. Menurut pandangan Satjipto
Rahardjo, bahwa istilah hukum alam ini didatangkan dalam berbagai arti
oleh berbagai kalangan dan pada masa yang berbeda-beda pula. Dengan
demikian hakikat hukum alam merupakan hukum yang berlaku universal
dan abadi. Sebab menurut Friedmann, sejarah hukum alam adalah sejarah
umat manusia dalam usahanya untuk menemukan apa yang disebut
absolut justice (keadilan yang mutlak) disamping kegagalan manusia
dalam mencari keadilan. Pengertian hukum alam berubah-ubah sesuai
dengan perubahan pola piker masyarakat dan keadaan politik dijaman itu.9
Penulis tidak mungkin membahas secara khusus keseluruhan
pendapat para tokoh dan pakar hukum dalam makalah ini, olehnya itu
penulis akan mengelompokkan tokoh dan pakar itu menurut zamannya,
dan bagi pembaca yang ingin mendalami persoalan hukum alam ini secara
khusus, dapat mencarinya pada literatur-literatur lain yang membahasnya
secara lebih terinci:10
a. Tokoh-tokoh hukum alam Yunani, antara lain: Socrates, Plato,
Aristoteles.
b. Tokoh-tokoh hukum alam Romawi, antara lain: Cicero, Gaius.
c. Tokoh-tokoh hukum alam abad pertengahan, antara lain:
Augustine, Isidore, Thomas Aquinas, William of Occam.
d. Tokoh-tokoh hukum alam diabad keenam belas hingga
kedelapaan belas antara lain :Jhon Locke, Montesquieu,
Rousseau.
e. Tokoh-tokoh Idealisme Transendental, antara lain: Kant,
Hegel.

9
Ibid, hlm. 107
10
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, op.cit, hlm.101

10
f. Tokoh-tokoh kebangkitan kembali hukum alam, antara lain
adalah: Kholer, Stammler, Leon Duguit, Geny, Dabin, Le Fur,
Rommen, Maritain, Renard, Gustaw, Radhbuch, Del Vecchio,
Fuller, Recasens Sinches.

B. Aliran Hukum Positif (Positivisme)


Istilah Positivisme berasal dari kata “ponere” yang berati
meletakan, kemudian menjadi bentuk pasif “pusitus-a-um” yang berate
diletakan. Dengan demikian, positivism menujukan pada sebuah sikap
atau pemikiran yang meletakan pandangan dan pendekatannya pada
sesuatu. Umumnya positivism bersifat empiris.11
Positivime hukum (aliran hukum positif) memandang perlu
memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang
berlaku dan hukum, antara das sein dan das sollen). Dalam kacamata
positivism tiada hukum lain kecuali pemerintah penguasa (law is
command of the lawgivers). Bahkan, bagian dari aliran hukum positif yang
dikenal dengan nama legisme, berpendapat12 lebih tegas, bahwa hukum itu
identik dengan undang-undang.13
Positivisme hukum melihat bahwa yang terutama dalam melihat
hukum adalah fakta bahwa hukum diciptakan dan diberlakukan oleh
orang-orang tertentu didalam masyarakat yang mempunyai kewenangan
untuk membuat hukum. Sumber dan validitas atas norma hukum
bersumber pada kewenangan tersebut.
Menurut aliran ini, hukum adalah norma-norma yang diciptakan
atau bersumber dari kewenangan yang formal atau14 informal dari lembaga

11
Suparman Usman, op.cit, hlm. 108
12
Darji Darmodiharjo dan Shindarta, op.cit, hlm.113
13
Ibid, hlm.114
14
Suparman Usman, loc.cit, hlm. 108

11
yang berwenang untuk itu atau lembaga pemerintahan yang tertinggi
dalam sebuah komunitas.
Aliran ini berpandangan hukum identik dengan undang-undang,
yaitu aturan yang beralaku. Satu-satunya sumber hukum adalah undang-
undang. Menurut aliran ini hukum itu merupakan perintah penguasa dan
kehendak dari Negara. Sumber pemikirannya adalah logika, yaitu suatu
cara berpikir manusia yang didasarkan pada teori-teori kemungkinan
(kearah kebenaran).15
Dalam aliran hukum positif ini penulis akan memberikan definisi
dari beberapa tokoh yang menganut aliran positif ini, salah satu
diantaranya yaitu :
1. Aliran Hukum Positif Analitis: John Austin (1790-1859)
Hukum adalah perintah dari penguasa Negara. Hakikat hukum
sendiri, menurut Austin, terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum
dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis, dan tertutup.
Dalam bukunya The Province of Jurisprudence obliges a person
or person… “A law is a commandans are said to proceed from
superiors, and to bind or oblige inferiors.”
Austin pertama-tama membedakan hukum dalam dua jenis : (1)
hukum dari Tuhan untuk manusia (the divine laws), dan (2) hukum
yang dibuat oleh manusia. Mengenai hukum yang dibuat oleh
manusia ini dapat dibedakan lagi dalam: (1) hukum yang
sebenarnya, dan (2) hukum yang tidak sebenarnya. Hukum dalam
arti yang sebenarnya ini (disebut juga hukum positif) meliputi
hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh
manusia secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang
diberikan kepadanya. Hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum
yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak dibuat oleh
15
Ibid, hlm.109

12
penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum,
seperti ketentuan dari suatu organisasi olahraga. Hukum yang
sebenarnya memiliki empat unsur, yaitu: (1) perintah
(commandan), (2) sanksi (sanction), (3) kewajiban (duty), dan (4)
kedaulatan (sovereighnty).16

2. Menurut L. A Hart, ada lima pengertian dari hukum positif, yaitu:


1. Bahwa undang-undang adalah perintah-perintah manusia.
2. Bahwa tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral
atau hukum yang ada dan yang seharusnya ada.
3. Bahwa analisis (atau studi tentang arti) dari konsepsi tentang
hukum: (a) layak dilanjutkan, dan (b) harus dibedakan dari
penelitian historis mengenai sebab atau asal usul undang-
undang dari penelitian sosiologis mengenai hubungan17 hukum
dengan gejala sosial lainnya dan kritik atau penghargaan
hukum mengenai arti moral, tuntutan social, serta fungsi-
fungsinya.
4. Bahwa sistem hukum adalah suatu sistem logis tertutup yang
menghasilkan putusan hukum yang tepat dengan cara-cara
yang logis dari peraturan hukum yang telah ada lebih dahulu
tanpa mengingat tuntutan sosial, kebijaksanaan norma-norma
moral.
5. Bahwa penilaian-penilaian moral tidak dapat diberikan atau
dipertahankan, seperti halnya dengan pertanyaan tentang fakta,
dengan alasan yang rasional, petunjuk, atau bukti
(noncognitivisme dalam etika).

16
Darji Darmodiharjo, op.cit, hlm.114
17
Suparman Usman, loc.cit, hlm.109

13
3. Aliran Hukum Murni: Hans Kelsen. Inti ajaran Hans Kelsen
menurut Friedmann (1881-1973) adalah:
1. Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan, adalah
untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi
kesatuan;
2. Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang
berlaku, bukan mengenai hukum yang seharusnya;
3. Hukum adalah ilmu pengetahuan normative, bukan alam;
4. Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma hukum
menata, mengubah isi dengan cara yang khusus;
5. Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata,
mengubah isi dengan cara yang khusus;
6. Hubungan antara teori hukum dan sistem yang khas dari
hukum positif ialah hubungan apa yang mungkin dengan
hukum yang nyata.

Aliran ini dibedakan menjadi:

1. Analitical Jurisprudence;
2. Reine Rechtheer (ajaran hukum murni).18

Analitical Jurisprudence adalah dalam filsafat hukum yang


beranggapan bahwa hukum itu merupakan perintah penguasa semata-
mata. Tokohnya antara lain John Austin.

Aliran Ajaran Hukum Murni adalah aliran yang beranggapan


bahwa hukum itu harus dibersihkan dari seluruh unsur-unsur non yuridis
(maksudnya dibersihkan dari unsur-unsur etis atau moral, sosiologis,
ekonomis dan politis).19

18
Ibid, hlm.110
19
Ibid, hlm.111

14
C. Aliran Utilitarianisme
Utilitarianisme atau utilism lahir sebagai reaksi terhadap ciri-ciri
metafisis dan abstrak dari filsafat hukum dan politik pada abad ke-18.
Aliran ini adalah aliran yang meletakan kemanfaatan disini sebagai tujuan
hukum. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagian (happiness).
Jadi, baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada
apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
Jadi menurut penulis demikian juga dengan perundang-undangan, baik
buruknya ditentukan juga oleh ukuran tersebut. Oleh karena itu undang-
undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar
masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik.
Jadi tujuan dalam aliran ini yaitu untuk memberikan kemanfaatan
dan kebahagian yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat. Adapun
tokoh-tokoh dalam aliran ini antara lain Jeremy Bantham (1748-1783),
John Stuart Mill (1806-1873) dan Rudolf von Jhering.
Menurut Bantham keberadaan Negara dan hukum semata-mata
sebagai alat untuk mencapai manfaat yang hakiki, yaitu kebahagiaan
mayoritas masyarakat.
Lebih jauh menurut Jeremy Bantham bahwa esensi hukum ini sebagai
berikut :
1. Tujuan hukum dan wujud keadilan menurut Jeremy Bantham
adalah mewujudkan the greatest happiness of the greatest number
(kebahagian yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya
nya orang).
2. Tujuan perundang-undangan menurut Jeremy Bantham adalah
untuk menghasilkan kebahagian bagi masyarakat. Untuk itu
perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai empat tujuan
yaitu :
a. To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup);

15
b. To provide abundance (untuk memberikan makanan yang
berlimpah);
c. To provide security (untuk memberikan perlindungan);
d. To attain equality (untuk mencapai persamaan).

Sedangkan John Stuart Mill mengemukakan bahwa “Actions are


right in proportion as they thend to promote man’s happiness, and wrong
as they tend to promote the reverse of happiness” (tindakan itu hendaknya
ditunjukan terhadap pencapaian kebahagian dan adalah keliru jika ia
menghasilkan sesuatu yang merupakan kabalikan dan kebahagian).

Aliran ini merupakan aliran yang ingin melihat keterkaitan antara


hukum dan masyrakat. Aliran ini muncul sebagai reaksi tidak langsung
dari Aliran Hukum Alam dan Aliran Hukum Positif. Menurut aliran ini
hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama
masyarakat. Aliran ini menolak hukum itu dibuat oleh penguasa atau
pemerintah. Aliran ini lahir karena dua pengaruh, yaitu pengaruh dari
pemikiran Monstequieu dalam bukunya: L’esprit de Lois,20 yang
mengemukakan tentang adanya hubungan antara jiwa suatu bangsa
dengan hukumnya dan pengaruh adanya paham rasionalisme yang timbul
di abad ke-19.

Tokoh aliran ini antara lain Frederich von Savigny. Menurut


Savigny “Das Rech wird nicht gemach, est ist und wird mitdem Volke”
(Hukum tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat). Hukum itu pencerminan dari jiwa rakyat dan pada akhirnya
ia mati jika bangsa itu kehilangan kebangsaannya. Jadi penganut
historisme menolak pandangan bahwa hukum itu dibuat. Bagi mereka,
hukum itu tidak dibuat melainkan ditemukan dalam masyarakat. Mereka

20
Ibid, hlm.112

16
menghargai dan mengagungkan masa lampau. Terdapat hubungan organis
antara hukum dengan jiwa rakyat. Hukum yang benar-benar hidup
hanyalah hukum kebiasaan. Ciri khas mereka adalah ketidak percayaan
pada pembuat undang-undang, ketidak percayaan pada kodifikasi.
Lebih lanjut Savigny mengatakan : “Di dunia ini terdapat berbagai
bangsa yang pada tiap-tiap bangsa tersebut mempunyai suatu volgeist
(jiwa rakyat). Jiwa ini berbeda-beda, baik menurut waktu maupun menurut
tempat. Pencerminan dari adanya jiwa yang berbeda ini tampak pada
kebudayaan dari bangsa tadi yang berbeda-beda. Ekspresi itu tampak pula
pada hukum yang sudah tentu berbeda pula pada setiap waktu dan tempat.
Oleh karena itu, tidak masuk akal jika terdapat hukum yang belaku
universal pada semua waktu. Hukum sangat bergantung atau bersumber
pada jiwa rakyat dan yang menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh
pergaulan hidup manusia dari masa ke masa (sejarah).21

D. Aliran Hukum Islam


Dalam pandangan Islam, bahwa hukum Islam bersumber dari
ajaran Islam (al-Qur’an dan sunnah). Karena itu menurut pandangan Islam
Law is religion. Dalam kajian hukum islam dikenal “Islamic Law” untuk
penyebutan syariah Islam dan “Islamic Jurisprudence”.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau etika,
yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum
21
Ibid, hlm.113

17
adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat
hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai
kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.
2. Dalam pembicaraan hakekat hukum yang menjadi kajian filsafat hukum,
dikenal beberapa aliran atau madzhab tentang hukum, antara lain: (1)
Aliran hukum alam, (2) Aliran hukum positif, (3) Aliran utilitarianisme,
(4) Aliran sejarah, (5) Aliran Sociological jurisprudence, (6) Aliran
realism hukum, (7) Aliran antropologis dan (8) Aliran hukum Islam.

B. Saran
Dalam makalah yang dibuat oleh penulis ini membahas tentang aliran-
aliran dalam filsafat hukum merupakan inti dari mata kuliah filsafat hukum
yang penulis pelajari. Dengan mengetahui pokok-pokok aliran-aliran tersebut,
sekaligus juga dapat diamati berbagai corak pemikiran tentang hukum.
Dengan demikian, sadarlah kita betapa kompleksnya hukum itu dengan
berbagai sudut padangnya.
Hukum dapat diartikan macam-macam, demikian juga tujuan hukum.
Setiap aliran berangkat dariargumentasinya sendiri. Akhir-nya, pemahaman
terhadap aliran-aliran tersebut akan membuat wawasan kita makin kaya dan
terbuka dalam memandang hukum dan masalah-masalahnya. Dan penulis
berharap semoga makalah ini berguna bagi yang membacanya.

DAFTAR PUSTAKA

Aburaera, Sukarno dan Muhadar. Filsafat Hukum Teori dan Praktik. Jakarta:

Kencana Pranata Media Group.2013

18
Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan

Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.2008

Prasetyo, Teguh dan Barkatullah, Abdul Halim. Filsafat, Teori, dan Ilmu

Hukum Pemikian Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan

Bermartabat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2014

Usaman, Suparman. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Serang: SUHUD

Sentrautama.2010

19

Anda mungkin juga menyukai