Disusun oleh :
Fachrul Hanafi Hrp (0204212095)
HE’S 4 C
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum sebagai sebuah produk dialektika evolusioner masyarakat niscaya
harus terus berkembang dalam lingkungan zaman dan waktu, hukum yang dulu
dianggap sebagai suatu keniscayaan, lambat laun mulai ditinggalkan dan
digantikan perannya oleh hukum yang lebih relavan bagi zaman dan waktu
tertentu. Namun, kajian yang sangat menarik dalam ranah perkembangan ilmu
hukum adalah; dalam perkembangan ikmu hukum dari masa ke masa tidak
terjadi suatu loncatan revolusioner sebagaimana yang terjadi dalam ilmu eksak,
hukum sebagai ilmu berkembang secara kumulatif dan evolusi dimana
perkembangan ilmu hukum tidak dapat di prediksi secara matematis, namun
harus dengan pendekatan filosofis yang juga menyangkut akan keyakinan (faith)
suatu individu/masyarakat terhadap hukum tersebut. Dalam tulisan sederhana ini
penulis akan mencoba mendeskripsikan evolusi dari paradigma hukum yang
marak berkembang dan dipakai sebagai acuan/patokan bagi masyarakat dunia
dalam berhukum.
Dimulai dari paradigm hukum yang bersumber dari kodrat manusia sebagai
makhluk ciptaan-Nya (the nature of law), hukum sebagaimana yang ditafsirkan
sebagai kaidah resmi Negara (positivism/doctrinal), kajian hukum yang
memakai metode penalaran hukum yang menggabungkan ilmu hukum dengan
anasir-anasir kekuasaan dan pranata sosiologis masyarakat (socio legal/non-
doctrinal) dan sampai kepada teori hukum yang lahir pada periode post-modern
dengan gerakan kritik ediologis dan semangat deskontruksi hukum yang
membawa angin perubahan bagi pilar-pilar hukum didunia (critical legal
studies).
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat hukum mengkaji segala hal yang berkaitan dengan hukum secara
universal, radikal dan sistematis. Anatara lain akan dicari jawaban : apakah arti
hukum, apakah hakikat hukum, dari mana asal hukum, bagaimana metodelogi hukum
dalam mencapai kebenaran hukum, apakah tujuan hukum, bagaimana nilai-nilai yang
berlaku dalam hukum, bagaimana kedudukan manusia dalam hukum dan apakah
norma-norma yang belaku bagi pelaku hukum.1
A Ahrens pernah membicarakan, bahwa filsafat hukum adalah ilmu yang
mengambil sumber dan menjabarkan asas tertinggi dan/ atau cipta hukum dari manusia
dan kemanusian, untuk selanjutnya dikembangkan diterapkan pada kehidupan
manusia, sedangkan menurut kodratnya factor manusia dan kemanusian adalah
bersifat universal dan terbuka. Sedangkan nilai luhur kemanusian sudah tertuang
dengan jelas dalam sila ke dua dasar Negara kita yang sekaligus sebagai cita hukum
kita, maka sangatlah relevan apabila kita mempertimbangkan beberapa pokok pikiran
berbagai aliran filsafat hukum dalam relasi dan relevansinya dengan
pembangunan/pembinaan hukum Indonesia, apalagi bila hal ini dikaitkan
hubungannya dengan bahwa hakikat hukum adalah suatu organisme yang hidup,
dimana vitalitas dan eksistensinya lebih lanjut bergantung pada gerak usaha
pembaharuan dan penyempurnaan.2
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat,
yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan
1
Suparman Usman, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Serang, SUHUDSentrautama,
hlm. 47
2
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Baraktullah, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum
Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta, Rajawali
Pres, 2014, hlm.9
perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis.
Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam
sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat3
Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi tentang
hukum. Sampai saat ini menurut Apeldom, sebagaimana dikutip dari Imanuel khant,
para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi hukum. Definisi (batasan) tentang
hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat beragam, tergantung dari sudut
mana mereka melihatnya.4
Jadi pengertian dan pokok bahasan filsafat hukum adalah filsafat tentang
hukum. Yaitu kajian yang mendalam, dan sungguh-sungguh secara sitematis dan
metodis tentang hakikat hukum sampai kedasar atau akarnya. Masalah-masalah dasar
yang menjadi perhatian para filosof masa dahulu terbatas pada masalah tujuan hukum
(terutama masalah keadilan), hubungan hukum alam dan hukum positif, hubungan
Negara dan hukum.
Hukum alam adalah hukum yang digambarkan belaku Abadi sebagai hukum
yang norma-normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Adil, dari alam semesta dan
dari akal Budi manusia, sebagai hukum yang kekal dan abadi yang Tidak terikat oleh
waktu dan tempat sebagai hukum yang Menyalurkan kebenaran dan keadilan dalam
tingkatan
Smutlak-mutlaknya kepada segenap umat manusia5
Perkembangan hukum alam dimulai sejak 2.500 tahun yang lalu, dan muncul
dalam berbagai bentuk pemikiran. Dalam konteks lintas sejarah, menurut Friedmann,
aliran ini timbul karen kegagalan umat manusia dalam mencari keadilan yang
3
Ibid,hlm.10
4
Ibid,hlm.11
5
Lili Rasyidi , Filsafat Hukum, Mazhab dan Refleksinya, (Bandung:Remaja
Risdakarya, 1994), hlm 17
6
Mahrus ali, Pemetaan Tesis Dalam AliranAliran Filsafat Hukum Dan Konsekuensi
Metodologisnya, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Vol. 24 No. 2 april 2017, hlm 214
absolute. Hukum alam disini dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan
abadi.7
Orang Yunani pada mulanya (abad ke-5) masih bersifat Primitive, yaitu hukum
dipandang sebagai suatu keharusan alamiah (nomos); baik semesta alam maupun
hidup semesta alam maupun hidup manusia. Namun pada abad ke -4 SM para filsuf
mulai insaf tentang peran manusia dalam membentuk hukum, misalnya Socrates.
Socrates menuntut supaya para penegak hukum mengindahkan keadilan sebagai nilai
yang melebihi manusia. Demikian juga pendapat Plato (427-347 SM) dan Aristoteles
(348-322 SM) yang mulai memepertimbangkan bahwa manakah aturan yang lebih adil
yang harus menjadi alat untuk mencapi tujuan hukum,walaupun mereka juga tetap
mau tunduk pada tuntutan-tuntutan alam sehingga zaman ini dikenal dengan zaman
atau aliran hukum alam. 8
Mazhab hukum alam dalam pemikiran di zaman Romawi dimunculkan oleh
pemikir-pemikir yang dipengaruhi oleh pikiran-pikiran yang berkembang di Yunani
terutama oleh pikiran Socrates, Plato dan Aristoteles. Salah satu tokoh romawi yang
banyak mengemukakan pemikirannya tentang hukum alam adalah Cicero, seorang
Yuris dan negarawan. Cicero (105-43 BC) mengajarkan konsepnya tentang a true law
(hukum yang benar) yang disesuaikannya dengan right reason, serta sesuai dengan
alam dan menyebar di antara manusia dan sifatnya Immutable dan eternal. Hukum
apapun harus bersumber dari True law itu. Tokoh lain adalah Gaius yang membedakan
antara ius civile dan ius gentium. Ius civile adalah hukum yang bersifat khusus pada
suatu negara tertentu, sedangkan ius gentium adalah hukum yang berlaku universal
yang bersumber pada akal pemikiran manusia.9
Kedua zaman itu, Yunani dan Romawi mempunyai perbedaan konkret mengenai
pandangan terhadap hukum. Menurut pendapat Achmad Ali, pemikiran Yunani lebih
bersifat teoretis dan filosofis, sedangkan pemikiran Romawi lebih menitikberatkan
pada hal-hal yang praktis dan berkaitan dengan hukum positif.10
Yang dimaksudkan dengan hukum alam menurut ajaran ini ialah hukum yang
berlaku universal dan abadi. Aliran yang menekankan moral dan keadilan sebagai
pertimbangan mutlak hukum.11 Hukum alam tidak berbicara tentang fakta. Apa yang
dimaksud hukum di sini adalah hukum yang digambarkan berlaku abadi, yang norma-
normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, dari alam semesta dan dari akan budi
manusia. Sebagai hukum yang kekal dan abadi, begitu jauh tidak terikat oleh waktu
dan keadilan dalam tingkatan yang paling mutlak kepada segenap umat manusia. Ia
berakar pada batin manusia atau masyarakat dan lepas dari konvensi, undang-undang
atau alat kelembagaaan yang lain.12
Pada dasarnya aliran hukum alam dapat dibedakan dalam dua macam: (1)
irasional, dan (2) rasional. Aliran hukum irasional berpendapat bahwa hukum yang
berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Sebaliknya,
7
Sukarno Aburaera, dkk. Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta 2016, hlm 94-95
8
Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm 47-48
9
Zainuddin Ali,Op-Cit hlm 49
10
Ibid
11
Nurasiah FAqihSutan Hrp. Filsafat Hukum Barat dan Alirannya. Utul ‘Ilma
Publishing, Medan,2010 hlm 16
12
Mahrus Ali, Op-Cit, hlm 218
aliran hukum rasional berpendapat bahwa sumber dari hukum yang universal dan
abadi itu adalah rasio manusia.13 Pandangan yang termaktub dalam kedua pandangan
hukum alam menggambarkan bagaimana hukum alam diwujudkan sebagai bagian
organic dan esensial dalam hirarki nilai-nilai hukum. Pendukung aliran hukum alam
irasional, antara lain Thomas Aquinas, Jhon Salisbury, Dante, Piere Dubois, Marsilius
Padua, Jhon Wycliffe. Pendukung aliran hukum alam rasional, antara lain Hugo de
Groot( (Grotius), Cristian Thomasius, Immanuel Kant, Samuel von Pufendroft.14
Hukum Alam Rasional muncul setelah zaman Renaisans, yaitu era ketika rasio
manusia dipandang terlepas dari tertib ketuhanan. Aliran ini berpandangan bahwa
hukum alam muncul dari pikiran manusia sendiri tentang apa yang baik dan buruk,
yang penilaiannya diserahkan kepada kesusilaan (moral) alam. Beberapa tokoh Aliran
Hukum Alam Rasional antara lain Hugo de Groot (Grotius), Christian Thomasius,
Immanuel Kant dan Samuel von Pufendorf.
Jika Allah tidak ada maka tidak akan ada hukum alam.Akan tetapi tugas
manusia lah untuk mencari isi hukum alam dengan akal rasionalnya. Hukum
alam baru berlaku sebagai hukum bila telah menjadi tata hukum, kalau tidak ia
tinggal sebagai norma saja.Aksioma dasar hukum alam yang disimpulkan
manusia adalah bahwa 'Manusia harus hidup secara sosial agar ia dapat hidup
dengan damai'.Norma dasar ini mengakibatkan adanya norma bagi manusia
sendiri dan norma bagi manusia dalam hubungan mereka dengan manusia lain.
Kemudian norma bagi manusia pribadi terbagi menjadi norma-normamutlak
dan norma-norma hipotetis.
Norma mutlak adalah norma yang berlaku tanpa syarat misalnya bahwa
kerugian harus diganti. Norma mutlak berlaku sesudah syarat-syarat tertentu
dipenuhi, dalam hal ini syaratnya adalah persetujuan bersama. Dengan
persetujuan itu maka norma kedua ini menjadi kewajiban sempurna dan
melahirkan hak sempurna bagi orang-orang yang bersangkutan. Jika hak
itudilanggar maka terhadap pelanggaran itu dikenakan hukuman.
C. Imanuel Kant
A. Thomas Aquinas
B. Jhon Salisbury
Helmanida, “Aliran Hukum Alam dalam Filsafat Hukum”, Majalah Simbur Cahaya
16
No. 44 Tahun XVI, Januari 2011 ISSN No. 14110-0614 hlm 2319-23201
17
Darji, Op-Cit. hlm 106
Pada abad pertengahan rohaniawan yang bernama Salisbury yang banyak
mengkritiki kesewenang-wenangan penguasa pada masa itu. Menurutnya, Gereja dan
Negara perlu bekerja sama yang diibaratkan dengan hubungan organis antara jiwa dan
raga. Penguasa dalam menjalankan pemerintahannya harus memperhatikan hukum
tertulis dan tidak tertulis (hukum alam), yang mencerminkan hukum-hukum Allah.18
C. Dante
Filsafat Dante yang sebagian besar merupakan tanggapan terhadap keadaan yang
kacau pada masa itu. Pada masa itu baik Jerman maupun Prancis menghadapi
perselisihan dengan kekuasaan Paus di Roma. Dante pada masa itu sangat menentang
penyerahan kekuasaan duniawi kepada Gereja. Menurutnya, keadilan baru dapat
ditegakkan apabila pelaksanaan hukumnya diserahkan kepada satu tangan saja berupa
pemerintahan yang absolut. 19
D. Piere Dubois
Filsuf terkemuka Prancis yaitu Dubois yang berkedudukan sebagai pengacara raja
Prancis pada masa itu selaras dengan pandangan-pandangan yang propenguasa.
Dobuis mencita-citakan suatu kerajan Prancis yang mahaluas, yang menjadi
pemerintah tunggal dunia. Disini tampak, bahwa Dobius sangat menyakini adanya
hukum yang dapat berlaku universal. Dobius menyatakan bahwa penguasa (raja) dapat
langsung menerima kekuasaan dari Tuhan, tanpa perlu melewati Gereja (Paus) dicabut
dan diserahkan sepenuhnya kepada raja. 20
E. Marsilius Padua
Padua merupakan filsuf yang menetang pemikiran Gereja, yang menyebabkan Padua
dikeluarkan dari Gereja oleh Paus. Padua berpendapat bahwa Negara diatas kekuasaan
paus. Kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Pendapatnya tentanng kenegaraan
banyak dipengaruhi oleh Aristoteles. Padua juga berpendapat bahwa tujuan negara
adalah untuk memajukan kemakmuran dan memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada warga negara agar dapat mengemabnagkan dirinya secara bebas. Dengan
demikian, hukum harus mengabdi kepada rakyat. Bahkan, rakyat pula yang berwenang
memilih pemerintahnya. Rakyat boleh menghukum penguasa (raja) yang menggar
undang-undang, termasuk melainkan dibatasi oleh undang-undang. 21
18
Ibid, hlm 106 – 107
19
Sukarno, Op-Cit. hlm 99-100
20
Darji, Op-Cit. hlm 108
21
Ibid, hlm 108-109
F. Jhon Wycliffe
Wycliffe21 merupakan filsuf pada abad pertengahan yang juga menyoroti masalah
kekuasaan Gereja. Ia menolak hak-hak Paus untuk menerima upeti dari kerajaan
Inggris. Wycliffe melukiskan hubungan antara ketuhanan dan kekuasaan duniawiniawi
seperti hubungan antara pemilik dan penggarap tanah. Masing-masing memiliki
bidangnya sendiri, sehingga tidak boleh saling mencampuri. Urusan negara seharusnya
tidak boleh dicampuri oleh rohaniawan, karena corak pemerintahan para rohaniawan
itu adalah corak corak kepemimpinan yang paling buruk. 22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.Pada dasarnya aliran hukum alam dapat dibedakan dalam dua macam: (1)
irasional, dan (2) rasional. Aliran hukum irasional berpendapat bahwa hukum yang
berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Sebaliknya,
aliran hukum rasional berpendapat bahwa sumber dari hukum yang universal dan
abadi itu adalah rasio manusia.
22
Ibid, hlm 109-110
DAFTAR PUSTAKA
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Baraktullah, Filsafat, Teori dan Ilmu
Hukum Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan
Bermartabat, Jakarta, Rajawali Pres