Anda di halaman 1dari 11

MENELAAH KONSEP ILMU HUKUM DENGAN PENDEKATAN

FILSAFAT HUKUM

TUGAS UAS MATA KULIAH

FILSAFAT HUKUM

DOSEN PEMBIMBING
Dr. IBNU SUBARKAH, S.H., M.H.

Oleh

WAHID HASYIM BASRI


221742018154403

DAN

SUPRIYADI

221742018154402

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya, penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 tentang sistem pemerintahan Indonesia dijelaskan bahwa
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan berdasarkan atas
kekuasaan belaka (machtsstaat), dalam hal ini terlihat bahwa kata “hukum”
dijadikan lawan kata kekuasaan. Tetapi apabila kekuasaan adalah serba
penekanan, intimidasi, tirani, kekerasan dan pemaksaan maka secara filosofis
dapat saja hukum dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang menguntungkan dirinya
tetapi merugikan orang lain.
Hubungannya dengan hal tersbut di atas, maka sesungguhnya perlu
dipahami akan makna dari filsafat hukum. Filsafat hukum mempersoalkan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan
tentang hakikat hukum, tentang dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum,
merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang
demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu hukum positif.
Sekalipun sama-sama menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil
sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan
dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asas-
asas, peraturan-peraturan, bidang-bidang serta sistem hukumnya sendiri. Berbeda
dengan pemahaman yang demikian itu, filsafat hukum mengambil sebagai
fenomena universal sebagai sasaran perhatiannya, untuk kemudian dikupas
dengan menggunakan standar analisa seperti tersebut di atas. Suatu hal yang
menarik adalah, bahwa “ilmu hukum” atau “jurisprudence” juga
mempermasalahkan hukum dalam kerangka yang tidak berbeda dengan filsafat
hukum. Ilmu hukum dan filsafat hukum adalah nama-nama untuk satu bidang
ilmu yang mempelajari hukum secara sama.
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini sangat diperlukan untuk
menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup sehari-
hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori dan praktek hukum.
Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak bermakna
karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan disalahtafsirkan untuk
mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus hukum yang tidak terselesaikan
karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan dimanipulasi
dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan keadaan yang
sebenarnya.1
Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi
panglima dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok
orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki kekuasaan yang lebih
tinggi. Dalam beberapa dekade terakhir, fenomena pelecehan terhadap hukum
semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali tidak bijak karena tidak memberi
kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi memberikan putusan adil pada setiap
pengadilan yang berjalan karena tidak melalui prosedur yang benar.
Perlunya kita mengetahui filsafat hukum karena relevan untuk membangun
kondisi hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan
nilai dasar hukum secara filosofis yang mampu memformulasikan cita-cita
keadilan, ketertiban di dalam kehidupan yang relevan dengan pernyataan-
kenyataan hukum yang berlaku, bahkan merubah secara radikal dengan tekanan
hasrat manusia melalui paradigma hukum baru guna memenuhi perkembangan
hukum pada suatu masa dan tempat tertentu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik rumusan sebagai berikut :
1. Apa Saja Permasalahan Yang dikaji Dalam Filsafat Hukum?
2. Bagaimana Cakupan dan Pendekatan dari Filsafat Hukum itu sendiri?

1
Kencana, Syafiie Inu, 2004, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama, Bandung
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Permasalahan Yang Dikaji Dalam Filsafat Hukum

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia. Philo yang
berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian dapat
dikatakan Philosophia adalah cinta akan kebijaksanaan. Jika seseorang cinta akan
kebijaksanaan maka segala pikiran, perkataan, dan tingkah lakunya akan selalu
berorientasi pada kebijaksanaan yaitu kebijaksanaan yang menuju kepada
kebenaran dan keadilan.
Permasalahan dalam penerapan filsafat hukum meliputi keadilan, HAM, dan
hukum sebagai sarana pembaharuan masayarakat. Keadilan merupakan salah satu
tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah
filsafat hukum. Hakikat hukum adalah membawa aturan yang ada dalam
masyarakat. Hukum terkait dengan keadilan, oleh karena keadilan hanya bisa
dipahami jika diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum.
Upaya untuk mewujudkan ini merupakan proses dinamis yang memakan waktu.
Upaya ini didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam
kerangka umum untuk mengaktualisasikannya, sehingga keadilan dapat diangap
sebagai sebuah gagasan, sebagaimana yang dilakukan oleh Plato dan Hegel yang
mengasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentangnya hanya bisa
didapatkan secara parsial dan melalui upaya filosofis yang sulit.
Manusia sebagai subjek hukum memiliki hak dan kewajiban seperti yang
diamanat dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan diatur secara
spesifik dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Hak-hak yang ada pada manusia merupakan prinsip-prinsip yang
menyangkut hukum dalam arti subjektif. Hal ini secara umum diterima oleh
karenanya hak-hak itu berkaitan dengan manusia yang karena harkat dan
martabatnya menuntut untuk dihargai dan dihormati.
Pengakuan atas harkat dan martabat manusia ini telah menghasilkan suatu
dokumen yang bersejarah tentang hak-hak asasi manusia yakni Declaration of
Human Rights. Hak-hak manusia disebut sebagai hak asasi karena dianggap
sebagai fundamen yang diatasnya seluruh organisasi hidup bersama harus
dibangun. Hak-hak asasi manusia akan menjadi masalah jika pengakuan hak
tersebut dipandang tidak sebagai bagian humanisasi hidup yang telah mulai
digalang sejak manusia sadar tentang tempatnya dan tugasnya didunia ini.
Hak-hak asasi manusia dibagi menjadi dua jenis yaitu hak fundamental yang
melekat pada pribadi manusia sebagai individu adalah hak atas hidup dan
perkembangan hidup. Seperti hak atas kebebasan beragama, hak atas nama baik,
dan lain sebagainya. Kedua yaitu hak-hak yang melekat pada manusia sebagai
makhluk social dibagi menjadi hak ekonomis, sosial dan kultural. Diantara hak
asasi manusia yang sering dikaitkan dalam filsafat hukum adalah hak milik.
Masalah terakhir dalam cakupan filsafat hukum adalah tentang peranan hukum
sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Filsafat hukum diharapkan dapat menjadi sarana pembaharuan masyarakat
karena filsafat hukum mengajarkan orang untuk berpikir secara prediktif.
Maksudnya adalah memprediksi, mengkaji apa yang akan terjadi didepan dengan
dasar dari gejala-gejala yang terjadi pada saat ini. Selain itu filsafat hukum juga
digunakan sebagai pandangan hidup manusia untuk membantu dan mengarahkan
manusia dalam aktivitas-aktivitas kehidupan manusia, yang berperan sebagai
kompas dalam kehidupan manusia sebagai masyarakat. Hal ini dikarenakan
Filsafat merupakan induk semua cabang ilmu.

2.2 Cakupan Dan Pendekatan Dari Filsafat Hukum Itu Sendiri


Menurut Soejono Koesoemo Sisworo, penegakan hukum oleh Hakim
melalui penemuan hukum itu termasuk obyek pokok dari telaah filsafat hukum.
Disamping masalah lainnya seperti hakekat pengertian hukum, cita/tujuan hukum
dan berlakunya hukum. Sedangkan menurut Lili Rasyidi, obyek pembahasan
filsafat hukum masa kini memang tidak terbatas pada masalah tujuan hukum
melainkan juga setiap masalah mendasar yang muncul dalam masyarakat dan
memerlukan pemecahan. Masalah itu antara lain hubungan hukum dengan
kekuasaan, hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya, apa sebab orang
menaati hukum, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Theo Huybers, unsur
yang menonjol dalam telaah filsafat hukum antara lain tentang arti hukum
kaitannya dengan hukum alam serta prinsip etika, kaitan hukum dengan pribadi
manusia dan masyarakat, pembentukan hukum, serta perkembangan rasa keadilan
dalam Hak Asasi manusia.
Dalam mempelajari ilmu hukum berbasis filsafat maka dengan mudah
melakukan langkah awal dengan cara pendekatan diantaranya melalui Pendekatan
Historis
a. Sejarah Filsafat Zaman Yunani Kuno
Berbicara sejarah tidak akan terlepas dari dimensi waktu, karena waktu
yang sangat menentukan terjadinya sejarah, yaitu dimensi waktu yang
terdiri waktu pada masa lampau, sekarang, dan masa depan. Hal ini
berlaku juga pada saat membicarakan sejarah perkembangan filsafat
hukum yang diawali dengan zaman Yunani (Kuno). Pada zaman Yunani
hiduplah kaum bijak yang disebut atau dikenal dengan sebutan kaum
Sofis. Kaum sofis inilah yang berperan dalam perkembangan sejarah
filsaft hukum pada zaman Yunani. Tokoh-tokoh penting yang hidup pada
zaman ini, antara lain: Anaximander, Herakleitos, Parmenides, Socrates,
Plato, dan Aristoteles.
Socrates berpendapat bahwa hukum dari penguasa (hukum negara) harus
ditaati, terlepas dari hukum itu memiliki kebenaran objektif atau tidak. Ia
tidak menginginkan terjadinya anarkisme, yakni ketidakpercayaan
terhadap hukum. Ini terbukti dari kesediaannya untuk dihukum mati,
sekalipun ia meyakini bahwa hukum negara itu salah. Dalam
mempertahankan pendapatnya, Socrates menyatakan bahwa untuk dapat
memahami kebenaran objektif orang harus memiliki pengetahuan
(theoria). Pendapat ini dikembangkan oleh Plato murid dari Socrates.
Plato berpendapat bahwa penguasa tidak memiliki theoria sehingga tidak
dapat memahami hukum yang ideal bagi rakyatnya, sehingga hukum
ditafsirkan menurut selera dan kepentingan penguasa. Oleh karena itu,
Plato menyarankan agar dalam setiap undang-undang dicantumkan dasar
(landasan) filosofisnya. Tujuannya tidak lain agar penguasa tidak
menafsirkan hukum sesuai kepentingannya sendiri. Pemikiran Plato
inilah yang menjadi cerminan bayangan dari hukum dan negara yang
ideal.
Aristoteles, murid dari Plato tidak sependapat dengan Plato. Aristoteles
berpendapat bahwa hakikat dari sesuatu ada pada benda itu sendiri.
Pemikiran Aristoteles sudah membawa kepada hukum yang realistis.
Menurut Aristoteles, manusia tidak dapat hidup sendiri karena manusia
adalah mahkluk yang bermasyarakat (zoon politikon). Oleh karena itu,
perlu ketaatan terhadap hukum yang dibuat penguasa politik.
Hukum yang harus ditaati dibagi menjadi dua, yakni hukum alam dan
hukum positif. Dari gagasan Aristoteles ini, pengertian hukum alam dan
hukum positif muncul, kedua hukum tersebut memiliki pengertian yang
berbeda. Menurut Aristoteles, hukum alam ditanggapi sebagai suatu
hukum yang selalu berlaku dan di mana-mana, karena hubungannya
dengan aturan alam, sehingga hukum tidak pernah berubah, lenyap dan
berlaku dengan sendirinya.
Pada zaman Yunani (Kuno) muncul masa Hellenisme, yaitu puncak
keemasan kebudayaan Yunani yang dipelopori oleh aliran Epikurisme
(berasal dari nama filsuf Epikuros) dan Stoisisme (berasal dari kata Stoa
yang dicetuskan oleh Zeno). Kedua aliran ini menekankan filsafatnya
pada bidang etika. Meskipun demikian, dari Epikurisme muncul konsep
penting tentang undang-undang (hukum posistif) yang mengakomodasi
kepentingan individu sebagai perjanjian antar individu, sehingga
pemikiran dari penganut Epikurisme merupakan embrio dari teori
perjanjian masyarakat.

a. Sejarah Filsafat Hukum Zaman Pertengahan


Perkembangan sejarah filsafat hukum pada zaman pertengahan dimulai
sejak runtuhnya kekuasaan kekaisaran Romawi pada abad ke-5 SM (masa
gelap/the dark ages) yang ditandai dengan kejayaan agama Kristen di
Eropa (masa scholastic),2 dan mulai berkembangnya agama Islam.
Sebelum ada zaman pertengahan terdapat suatu fase yang disebut dengan
Masa Gelap, terjadi pada saat Kekaisaran Romawi runtuh dihancurkan
oleh suku-suku Germania, sehingga tidak ada satupun peninggalan
peradaban bangsa Romawi yang tersisa, sehingga masa ini dikenal sebagai
masa gelap.
Tokoh-tokoh filsafat hukum yang hidup di zaman ini, antara lain
Augustinus (354-430) dan Thomas Aquino/Thomas Aquinas (1225-1275).
Dalam perkembangannya, pemikiran para filsuf di zaman pertengahan
tidak terlepas dari pengaruh filsuf pada zaman Yunani, misalnya saja
Augustinus mendapat pengaruh dari Plato tentang hubungan antara ide-ide
abadi dengan benda-benda duniawi. Tentu saja pemikiran Augustinus
bersumber dari Tuhan atau Budi Allah yang diketemukan dalam jiwa
manusia. Sedangkan Thomas Aquinas sebagai seorang rohaniwan Katolik
telah meletakkan perbedaan secara tegas antara hukum-hukum yang
berasal dari wahyu Tuhan (Lex Aeterna), hukum yang dijangkau akal budi
manusia (Lex Divina), hukum yang berdasarkan akal budi manusia (Lex
Naturalis), dan hukum positif (Lex Positivis). Pembagian hukum atas
keempat jenis hukum yang dilakukan oleh Thomas Aquinas nantinya akan
dibahas dalam pelbagai aliran filsafat hukum pada bagian lain dari tulisan
ini.
b. Sejarah Filsafat Hukum Pada Zaman Modern
Pada zaman ini para filsuf telah meletakkan dasar bagi hukum yang
mandiri, yang terlepas sama sekali dari hukum abadi yang berasal dari
Tuhan. Tokoh-tokoh yang berperan sangat penting pada abad
pertengahan ini, antara lain: William Occam (1290-1350), Rene

2
Lili Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal. 13.
Descartes (1596-1650), Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-
1704), George Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776), Francis
Bacon (1561-1626), Samuel Pufendorf (1632-1694), Thomasius (1655-
1728), Wolf (1679-1754), Montesquieu (1689-1755), J.J. Rousseau
(1712-1778), dan Immanuel Kant (1724-1804).

Zaman modern ini juga disebut Renaissance. Terlepasnya alam pikiran


manusia dari ikatan-ikatan keagamaan menandai lahirnya zaman ini. Tentu saja
zaman Renaissance membawa dampak perubahan yang tajam dalam segi
kehidupan manusia, perkembangan teknologi yang sangat pesat, berdirinya
negara-negara baru, ditemukannya dunia-dunia baru, lahirnya segala macam ilmu
baru, dan sebagainya. Demikian juga terhadap dunia pemikiran hukum, rasio
manusia tidak lagi dapat dilihat sebagai penjelmaan dari rasio Tuhan, sehingga
rasio manusia sama sekali terlepas dari ketertiban ketuhanan. Rasio manusia ini
dipandang sebagai satu-satunya sumber hukum. Pandangan ini jelas
dikumandangkan oleh para penganut hukum alam yang rasionalistis dan para
penganut faham positivisme hukum.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah Bagaimana Pengertian Filsafat Hukum
Menurut Para Ahli, Apa Saja Permasalahan Yang dikaji Dalam Filsafat Hukum
dan Bagaimana Cakupan dan Pendekatan dari Filsafat Hukum itu sendiri, maka
pada hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pengertian filsafat hukum
beragam adanya tetapi substansi dari filsafat itu sendiri dimaknai sama yaitu
mempelajari pertanyaan dasar dari hukum dan pernyataan tentang hakikat hukum.
Permasalahan dalam FIlsafat Hukum mencakup keadilan, HAM, dan hukum
sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Pendekatan tentang filsafat
hukum dilakukan dengan cara pendekatan historis dari zaman Yunani kuno
hingga zaman modern.
DAFTAR PUSTAKA

Kencana, Syafiie Inu, 2004, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama,


Bandung.

Huijbers, Theo, 1993, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit


Kanisius, Yogyakarta.

Astim Riyanto, 2003, Filsafat Hukum, Yapemdo, Bandung.

Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra
Aditya Bhakti, Bandung.

Ahrens, 1989, De Rechtsphilosophie oder das Narurrecht auf philosophis


antropologischer grunslage.

Darji Darmodiharjo, 1995, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana


FIlsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Lili Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai