NIM : 210710101160
BAB I PENDAHULUAN
Dari kaca mata keilmuan, ilmu hukum berkenaan dengan pembelajaran
filsafat hukum dan hukum. Terdapat banyak pandangan seperti:
● filsafat hukum dapat dipelajari dan diajarkan dengan mudah oleh siapapun
tanpa harus belajar hukum.
● filsafat hukum dapat diajar oleh sarjana filsafat, sebab filsafat hukum
bukan bagian dari ilmu hukum, tetapi bagian dari ilmu filsafat, yaitu
filsafat khusus.
Namun Soetiksno berpendapat bahwa tidak seluruh sarjana filsafat mampu
mengajar filsafat hukum. Benar bahwa filsafat hukum adalah bagian dari filsafat,
yaitu filsafat khusus, tetapi untuk mempelajari filsafat hukum secara khusus dan
mengajar filsafat hukum lebih baik seorang sarjana hukum yang mempelajari
hukum secara khusus dan mendalam. Objek filsafat hukum adalah hakekat hukum
bukan filsafat. Sebaliknya, bahwa setiap sarjana hukum wajib mempelajari filsafat
hukum untuk mengerti hakekat hukum, tetapi tidak semua sarjana hukum mampu
mengajarkan filsafat hukum, apalagi sarjana filsafat yang mengajar filsafat hukum
tanpa mempelajari hukum.
Kaum Legisme menyamakan hukum sama dengan undang-undang, di luar
undang-undang tidak ada hukum, dan undang-undang diibaratkan dengan benda
fisik yang langsung pakai melalui penerapan pasal undang- undang. Hakim
hanyalah mulut undang-undang (labus du droit),yang secara teknis menyebutkan
dan menerapkan pasal-pasal undang-undang. Sebagaimana dikritikan oleh Ronald
Dworkin bahwa tugas hakim bukan sekedar menerapkan undang-undang secara
tegas, melainkan juga menemukan hak dari setiap pihak yang terlibat. Sedangkan
Kaum Kritikus selalu ingin membongkar, mendekonstruksi hukum, memandang
bahwa hukum adalah alat dari suatu kelompok pemegang kekuasaan dalam upaya
mereka menguasai kelompok lain, khususnya kaum kapitalis (borjuasi) terhadap
kaum proletar (tertindas/buruh).
Pengikut Sosiological Yurisprudence, yang memandang hukum sebagai
produk dari putusan hakim yang arif bijaksana. Ada pula pengikut legal
behaviourism, bagi mereka hukum terwujud dalam bentuk perbuatan-perbuatan,
perilaku-perilaku manusia, perilaku hakim, jaksa, atau polisi, atau siapapun
penegak hukum; atau dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan masyarakat, suatu
kebiasaan dari suatu masyarakat hukum. Theo Huijbers' mengatakan bahwa pokok
persoalan filsafat hukum bukanlah quid iuris, melainkan quid ius. Sebagai quid
iuris hukum bekerja dan berorientasi pada dan sebagai hukum positif yaitu hukum
yang berlaku disini saat ini atau hukum yang sedang berlaku di suatu wilayah
Negara tertentu di saat tertentu pula. Seperti Tata Hukum Indonesia, Tata Hukum
India, Tata Hukum Amerika, atau Tata Hukum Inggeris. Sebaliknya, sebagai quid
ius, hukum sebagai sesuatu yang substantif dan essential itulah yang menjadi
orientasi. Hukum adalah ius bukan lege/lex (undang-undang) yaitu hukum dalam
arti luas baik tertulis maupun tidak tertulis, yang sudah diputuskan maupun belum
diputuskan oleh hakim.
Filsafat hukum adalah karya pikir bersama antara filsafat moral, filsafat
politik, dan bahasa. Sebagai hasil karya filsafat moral, filsafat hukum membahas
konsep-konsep hukum tentang rasa bersalah, kesalahan, niat, dan tanggungjawab
yang merupakan issue sentral dalam hukum terutama ketika hukum menekankan
konsep-konsep diatas dalam pikiran dan perbuatan. Sebagai hasil kerja filsafat
politik, filsafat hukum membicarakan tentang bagaimana seorang Jurist menyoroti
cara kerja seharusnya yaitu bagaimana hukum itu menjalankan fungsinya untuk
mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh suatu Negara demi mensejahterakan
warganya. Jika dikaitkan antara sejarah dan hukum, seperti di Eropa, Amerika,
atau kelahiran negara-negara di Asia Tenggara atau di dunia Arab selalu ada
revolusi yang selalu didahului oleh filsafat hukum. Filsafat hukumlah yang
menginspirasi kelahiran revolusi sebuah negara bahwa sejarah zaman abad
pertengahan dan sejarah zaman modern sama-sama tidak mungkin ditulis dan
dipahami tanpa memperhatikan dengan sungguh-sungguh institusi hukum mulai
dari feodalisme hingga kapitalisme, Magna Charta hingga Konstitusi Eropa
kontemporer, sejarahwan selalu mendapati realitas bahwa hukum adalah faktor
penentu setiap zaman. Dengan demikian, dalam filsafat hukum terkandung
pemikiran yang utuh dari berbagai sudut pandang tentang hukum seperti moral,
politik, bahasa, sejarah, sosiologi, antropologi sehingga lahirlah ilmu pendukung
untuk memahami hukum yaitu ilmu-ilmu sosial dan humaniora.