FILSAFAT HUKUM
Berdasar asal katanya, kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani PHILOSOPHYA. Kata ini merupakan
gabungan dari dua kelompok akar kata.
Kelompok akar kata pertama adalah kata Phileindan sophos. Philein berarti cinta dan sophos berarti
kebijaksanaan.
Cinta bukan sbg noun, bukan sbg adjective, tetapi cinta = verb
Verb ? kerja manusia untuk mengerjasamakan ketiga unsur dlm jiwanya bijaksana
Kelompok akar kata kedua adalah kata phylo dan sophya. Phylo = sahabat, dan sophya = kebijaksanaan.
Maksud : Manusia harus dapat berperan sbg sahabat kebijaksanaan dalam kondisi apapun juga.
perlu diingat sejarah awal lahirnya filsafat sampai berkembangnya faham Positivisme
-perlu diingat berbagai fenomena dalam perkembangan ilmu (arogansi ilmiah,vak idiot,persoalan
humanistik)
Filsafat sbg PANDANGAN HIDUP (FALSAFAH), merupakan hasil pensikapan manusia thd alam sekitarnya,
kebenarannya masih bersifat subjektif, baik individual maupun kolektif.
Berobjek Objek material = segala sst yang ada , Objek Formal = dari segi hakikat
Universal kebenaran hasil pemikirannya dpt diterima dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja,
minimal bagi kelompok ilmuwan yg sama.
Principium Identitatis A = A
PENGERTIAN HUKUM
= hukum tidak dibuat, tetapi hukum ada / lahir dan lenyap bersama-sama masyarakat. Pengertian ini
hanya dapat diberlakukan untuk hukum kebiasaan / hukum tidak tertulis lahir pengertian hukum tidak
tertulis
= hukum is a tool for social engineering hukum hanya dapat diaplikasikan / berfungsi apabila
masyarakat tidak berlangsung seperti yang diidealkan pengertian ini biasanya berupa hukum tertulis /
hukum formal
hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yg mengatur keseluruhan kegiatan manusia yang disertai
dengan sanksi dan bersifat imperatif.
b. Menurut Utrecht
Filsafat hukum merupakan ilmu yg menjawab pertanyaan apakah hukum itu, apa sebab orang mentaati
hukum, keadilan manakah yg dpt dijadikan sbg ukuran baik-buruknya hukum.
c. Secara Umum
Filsafat hukum is ilmu yg mempelajari asas / pendirian yg paling mendasar tentang hukum ilmu yg
mempelajari hakikat terdalam dari hukum ilmu yang mencari / menemukan ruh-nya hukum .
Adanya kebimbangan tentang kebenaran dan keadilan dr hukum yg berlaku, dan adanya ketidakpuasan
terhadap aturan hukum yg berlaku, krn tidak sesuai dg keadaan masy. Yg diatur hukum tsb.
Adanya aliran yg berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum adalah hukum positif (hukum yg
berlaku saat itu)
Adanya pendirian bahwa hukum adalah suatu gejala masyarakat yang harus meladeni kepentingan
masyarakat, shg landasan hukum adalah penghidupan sendiri.
Menjelaskan nilai-nilai dan dasar-dasar hukum sampai pada dasar filosofisnya ditemukan hakikat,
esensi, substansi, ruh-nya hukum shg hukum mampu hidup dalam masyarakat,
(kejujuran,kemanusiaan,keadilan,equity)
MAHASISWA LATIHAN !
diskusi kelompok penerapan ciri berfikir filosofis dlm penyelesaian masalah hukum
mencari dua masalah hukum yang sejenis dari surat kabar (media masa), kemudian dianalisis dengan
menerapkan prinsip berfikir filosofis.
5. TERBENTUKNYA HUKUM
Menurut Glastra van Loon, terbentuknya hukum dikelompokkan dalam tiga kategori :
Pembentukan hukum di luar uu dianggap tidak dapat menjamin kepastian hukum, shg dianggap bukan
sbg hukum.
Tokoh ; Paul Laband, Jellinek, Hans Nawiasky, Hans Kelsen, John Austin
Terbentuknya hukum hanya di dalam lingkungan peradilan, dan dilakukan di peradilan peranan hakim
sangat dominan, hakim sbg pembentuk hukum.
Undang-undang dan kebiasaan bukan sumber hukum, tetapi hanya sbg sarana pembantu hakim dalam
upaya untuk menemukan hukum pada kasus yg konkrit.
Lewat pembentukan UU
Dengan interpretasi UU
Lewat kasasi.
6. Sumber hukum : sesuatu yg dapat menimbulkan hukum
Sumber hukum :
Sumber hukum Formal,sumber hukum yg menentukan bentuk kaidah hukum. Materi hukum butuh
suatu form agar menjadi kaidah hukum yg berlaku secara umum, mengikat dan ditaati. Bentuknya
antara lain;UU, kebiasaan,adat,traktat
7. BENTUK HUKUM :
hukum tercatat
hukum tertulis
hukum yg terkodifikasi
0ntologi hukum
Objek yang dikaji ilmu hukum : produk-produk hukum, asas hukum,sumber hukum,sistem hukum,subjek
hukum.
Dalam objek hukum tersebut tidak akan ada berbagai masalah apabila di dlmnya sudah ada kesadaran
hukum. Jadi objek sesungguhnya ilmu hukum adalah kesadaran hukum masyarakat.
Berbagai objek ilmu hukum tersebut agar berkembang perlu kajian, kajian tersebut biasanya diawali
dengan meragukan kebenaran asumsi dasarnya . Asumsi dasar dapat dipahami sebagai asas-asas
hukum. Misal : Asas praduga tak bersalah. Pengertian dr asas ini adl jika seseorang belum terbukti
bersalah tidak dapat diperlakukan sbg tersangka. Tingkat pemahaman dan perwujudan asas ini masih
membutuhkan kajian, tidak boleh diterima begitu saja. Kajian yg dilakukan akan mengembangkan ilmu
kita.
Dimensi Epistemologi
Dimensi epistemologi ada sebagai konsekuensi penerapan ciri berfikir filosofis ,integral.Setelah
ditemukan berbagai faktor / sebab dr suatu persoalan, maka kemudian dpt ditentukan sumber
persoalan,metode mengatasinya, ukuran kebenaran hasil pemikirannya / solusinya.
Jd dimensi epistemologi ilmu hukum membahas ttg sumber hukum, metodenya ilmu hukum, baik
metode menemukan maupun metode analisisnya,dan ukuran kebenaran produk-produk hukum.
1. Sumber hukum is sst yg dpt menimbulkan hukum. Terdapat bbrp pendapat ttg sumber hukum, sbb:
Muchsan : s.h material dan s.h formal, yg pertama menentukan isi kaidah hukum,yg kedua
menentukan bentuk kaidah hukum
scr substansial : s.h ideal dan s.h faktual.yg pertama berupa cita-cita,nilai, yang dpt berasal dr
masyarakat dan penguasa. Yg kedua berupa ketentuan-ketentuan konkrit untuk mewujudkan cita-cita
tadi.
Metode yang diambil biasanya disesuaikan dg sumber kajian / objeknya. Sumber materi hukum yang
ideal adl hasil konfirmasi/ dialog antara rakyat dengan penguasa.
Metode yang sesuai dengan sumber / objek kajian spt tsb menurut Mudzakkir adalah metode
interpretasi. Dalam pelaksanaannya metode ini akan mempertimbangkan empat aspek, yaitu aspek
ideal (ke atas), aspek kontekstual (ke bawah), aspek historis ( ke belakang), dan aspek teleologis (ke
depan). Konsekuensinya setiap produk apapun pada saat perumusannya harus dipertimbangkan dengan
cita-cita negara, cita-cita rakyat, latar belakang sejarah, dan tujuan bersama yg bersifat progresif. Proses
perumusan hukum tidak boleh tergesa-gesa, gegabah.
Metode Analisis data :Analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Yang banyak dipakai adalah analisis
kualitatif. Jenis analisis kualitatif, a.l : deskriptif yuridis, sosiologis,filosofis,historis, dan kualitatif
komparatif
Dimensi Aksiologi
Apabila telah dihasilkan produk-produk hukum yang sudah terukur tingkat kebenarannya, maka dapat
diterapkan dan dikembangkan dengan tetap mempertimbangkan berbagai nilai yg melingkupinya, yaitu
nilai yuridis,etis,estetis, religius.
Konsekuensinya, setiap produk hukum akan dapat mengangkat harkat martabat manusia dan
bermanfaat bagi kemaslahatan umat (sesuai dengan visi dan misi diciptakan dan dikembangkannya
ilmu)
Kaum Sofis
Negara disebut dengan Polis, dan pada abad V SM polis sudah demokratis; sudah bukan polis yg res
patricia, ttp polis yang res publica.
Saat itu sudah ada aturan hukum yg jelas (UU), dan warga ikut aktif dlm pembuatan UU, shg baik dan
adil hukum berdasar pada keputusan manusia, bukan pada aturan alam, shg tidak ada kebenaran
objektif, yg berakibat pada suatu anggapan manusia sbg ukuran segala-galanya kesewenang-
wenangan anarkhi nihilisme.
1. Socrates
Kebenaran objektif dilakukan dg peningkatan pengetahuan mll pendidikan, shg tugas utama negara
adalah mendidik warga negara dlm keutamaan (arte). Arete is taat pada hukum negara, yg didasarkan
pd pengetahuan intuitif ttg yang baik dan benar (ada dlm setiap manusia), disebut theoria. Cara :
Refleksi atas diri sendiri, Gnooti Seauton.
2. Plato
Ajaran :
A. Dualisme, ada dunia ide, eidos, dan dunia fenomen, shg negara juga ada negara ideal, dan negara
fenomen. Dalam negara ideal segalanya sangat teratur secara adil.
Bagaimana dapat teratur? dikaji dari keteraturan jiwa, yaitu ketiga unsur jiwa (akal,rasa,karsa) akan
memiliki keteraturan apabila ada kesatuan harmonis apabila perasaan dan nafsu dikendalikan dan
ditundukkan oleh akal Keadilan : terletak pada batas seimbang antara ketiga bagian jiwa aplikasi:
negara harus diatur scr seimbang sesuai dg bagian-bagiannya keadilan. Bagian-bagian negara menurut
Plato:
B.Kitab UU didahului dg preambul (motif dan tujuan metaati UU) w n taat tidak karena takut, tetapi
karena insaf akan kegunaan UU tsb. Menurut Plato if ada pelanggaran disebabkan karena
kekurangtahuan tentang keutamaan hidup, shg diperlukan pendidikan, pendidikan ini antara lain berupa
hukuman, shg hukuman bertujuan untuk memperbaiki sikap moral si pelanggar, jika tidak dpt diperbaiki
moralnya, lebih baik dibunuh.
3. Aristoteles
Pemikiran : pemisahan antara hukum alam dan hukum positif muncul masalah ketaatan. Ketaatan
cenderung imp. Hipotetis bukan imp.kategoris.
JAMAN ROMAWI
Hubungan manusia dengan diri sendiri dan dg logos. Hubungan dg logos ini melalui hukum universal (lex
universalis), terdapat pd segala yg ada, shg disebut pula lex aeterna (hukum abadi) menjelma ke
alam Lex naturalis, sbg dasar bagi hukum positif.
Keutamaan seseorang adalah taatnya pada hukum alam bukan pada hukum positif, UU ditaati if sesuai
dg hukum alam.
Yg penting dlm perkembangan hukum jaman ini adalah timbulnya ius gentium. Alur piker ; Budi
ilahi hukum alamberlaku di mana-mana bagi semua orang bersifat abadiberlaku bagi semua
bangsa ditampung dlm hukum positif negara mjd hukum bangsa-bangsa. Jadi hukum bangsa-bangsa
adalah hukum alam yg menjelma mjd hukum positif semua bangsa, jadi bukan hukum bangsa-bangsa
dlm arti modern yg mengatur hubungan antar bangsa.
Terjadi peralihan Pemikiran-pemikiran filsafat ( termasuk fil.hukum) dipengaruhi agama Kristen, shg
bercorak religius zaman Skolastik
Tokoh :
1.Augustinus : Allah pencipta segalanya hukum abadi (lex aeterna) dlm jiwa manusia disebut hukum
alam (lex naturalis)
2. Thomas Aquinas
Kebenaran wahyu mjd pedoman bagi kebenaran dari akal budi keduanya diakui ada
hukum :
positivum )
ius gentium
iustitia distributive
iustitia commutative
iustitia legalis
MASA RENAISSANCE DAN MODERN
Terjadi perubahan pola dasar pemikiran manusia, dr terbelenggu mjd bebas berfikir segala aspek
kehidupan manusia mengalami perkembangan pesat (adanya ilmu-ilmu cabang, penemuan daerah
baru negara baru)
Hal tsb juga berpengaruh pd pemikiran hukum : rasio manusia yg berdiri sendiri sbg satu-satunya
sumber hukum. Dalam konstruksi hukum ,logika manusia merupakan unsur penting.
Tokoh :
Naturalisme belaka : raja mempertahankan kekuasaan dg kekerasan, moral dan hukum hrs sesuai dg
tuntutan politik absolut.
2. Locke
Negara hukum, negara mjd neg. hukum if prinsip-prinsip dari hukum privat dan hukumpublik
diwujudkan utk mengatasi kesewenang-wenangan
3. Voltaire
Feodalisme : bangsawan dan rakyat kedudukannya dibedakan sekali ketidakadilan muncul slogan
:Liberte, egalite, fraternite
4. Montesquieu, antara hukum alam dan situasi konkrit bangsa erat hubungannya.
hukum alam , berlaku utk manusia sbg manusiaperealisasian dlm bentuk hukum dan negara tergantung
dr situasi, histories, psikis, cultural suatu bangsa shg UU berbeda-beda
Yaitu aliran yang konsepsinya bahwa hukum berlaku universal dan abadi.
Plato
Aristoteles dalam teori dualisme bahwa manusia bagian dari alam dan manusia adalah majikan
dari alam
Thomas Aquinas
Grotius dengan kosepnya mare liberium
Kelebihan aliran hukum alam : mengembangkan dan membangkitkan kembali orang untuk berfilsafat
hukum internasional.
Kekurangan aliran hukum alam : anggapan bahwa hukum berlaku universal dan abadi itu tidak ada
karena hukum selalu disesuaikan dengan kebutuhan manusia dan perkembangan zaman.
Yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum merupakan perintah dari penguasa berdaulat (Jhon Austin)
Yaitu aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang
Yaitu aliran hukum yag konsepnya bahwa huku yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup
dalam masyarakat atau living law baik tertulis maupun tidak tertulis. Tokoh : Eugen Ehrlich
Yaitu aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum dapat berperan sebagai alat pembaharuan
proletar atau golongan ekonomi lemah. Tokoh : Lenin, Bernstein, Gramsci, Horkheimer, Marcuse.
Yaitu airan yang konsepnya bahwa hukum mencerminkan nilai sosial budaya (Northrop), hukum
8. Aliran Utilitariannism
yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi
9. Mahzab Unpad, yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum dapat berfungsi sebagai sarana
Hukum tidak meliputi asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat
termasuk lembaga dan proses didalam mewujudkan kaedah itu dalam kenyataan.
Hukum adalah keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur kehidupan manusia dalam
masyarakat, termasuk lembaga dan proses dalam mewujudkan berlakunya hukum.
BERBAGAI TEORI TENTANG HUKUM
1. ALIRAN HUKUM ALAM
Hukum alam adalah hukum yang berlaku universal dan abadai bersumber dari tuhan . (irasioanl ) dan
yang bersumber dari akal (rasio) manusia di kembangkan oleh para pemikir skolistik pada abad
pertengahan seperti Thomas aquino, gratianus, jhon Salisbury ,dante piere marsilus padua, johanes haus
2. ALIRAN POSITIVISME HUKUM
a. alirannhukum positiif yang analitis adalah hukum sebagai perintah dari pembentuk
undang-undang atau penguasa /jhon Austin.
b. Aliran hukum positif yang murni /hanskelsen, dasar hukum hanskelsen menurut friedman
adalah pengetahuan tentang hukum yang ada , bukan tentang hukum yang seharusnya ada ilmu
hukum adalah normative bukan ilmnu alam
3. ALIRAN UTILITARIANISME
a. Jeremy bentham , manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagian yang
sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan ,bahwa pembentuk undag-undang hendaknya
dapat melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan kaidah bagi semua individu
b. Jhon stuart mil, sumber dari kesadaran keadilan itu bukan terletak pada kegunaan
melainkan pada rangsangan untuk memperthankan diri dan perasaan simpati
c. Rodulf von jhering , konsep tentang tujuan adalah pencipta dari seluruh hukum , tidak
ada suatu peraturan hukum yang tidak memiliki asal-usulnyapada tujuan.
4.MAZHAB SEJARAH
Von savigny ,hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
Henry maine ,bahwa hukum berkembang dari bentuk status kekontrak, sejalan dengan perkembangan
masyarakat nya dari yang sederhana kemasyarakat yang kompleks dan modern.
5.ALIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
Eugen erhlich hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan atau selaras
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Roscoe pound hukum harus dilihat sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhn-kebutuhan social.
6. ALIRAN REALISME HUKUM
Realisme tidak mendasarkan pada konsep-konsep hukum tradisional karena realisme bermaksud
meolukiskan apa yang dilakukan sebenarnya oleh pengadilan-pengadilan dan orang-orangnya .
Hukum tidak menempatkan undangt-undang sebagai sumber hukum utama dan menempatkan
hakim sebagai titik pusat perhatian dan penyelidikan hukum
7. STUDI HUKUM KRITIS
Bahwa tidak mungkin proses-proses hukumberlangsung dalam konteks bebas dan atau netral
dari pengaruh-pengaruh moral, agama dan pluralisme politik.
8. ALIRAN FEMINISME
bahwa hukum pada dasarnya memiliki sejumlah keterbatasan untuk merealisasikan nilai-nilai social ,
bahwa hukum bersifat phallocenttris (memihak kaum laki-laki) sehingga hukum berjalan untuk
kepentingan status quo.
9. ALIRAN SEMIOTIKA
Aliran ini di pengaruhi 2 pemikir besar di dalam semiotika yaitu analitis structural dan analisis non
referensi
Semiotika dari yunani semeion= tanda , dijelaskan sebagai studi atas kode-kode yaitu sistem
apapun yang memungkinkan seseorang memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau
sebagai sesuatu yang bermakna .
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT HUKUM
Sepanjang sejarah hukum mulai dari zaman yunani atau romawi hingga dewasa ini kitadihadapkan
dengan berbagai teori hukum. Dari hasil kajian antropologi sendiri telah terbuktibahwa hukum
berkembang dalam masyarakat, Ibi ius ibi societas dimana ada masyarakatdisitu ada hukum. Para
pakar telah mengklasifikasikan aliran-aliran filsafat hukum adalahsebagai berikut:
a.Soerjono Soekanto membagi aliran filsafat hukum, adalah sebagai berikut: Mazhabformalitas, Mazhab
sejaran dan kebudayaan, Aliran utilitarianisme, Aliran sociologicalyurisprudence dan Aliran realism
hukum.
b.Satjipto Rahardjo, mengemukakan berbagai aliran filsafat hukum adalah sebagai berikut;Teori Yunani
dan Romawi, Hukum alam, Positivisme dan utilitarianisme, Teori hukummurni, Pendekatan sejarah dan
antropologis, dan Pendekatan sosiologis.
c.Lili Rasdji, mengemukakan aliran-aliran yang paling berpengarus saja adalah sebagaiberikut; Aliran
hukum alam, Aliran hukum positif, Mazhab sejarah, Sociologicaljurisprudence, Pragmatic legal realism.
Adapun berbagai teori tentang hukum adalah sebagai berikut:
1.Aliran Hukum Alam
Aliran hukum alam adalah hukum yang berlaku universal dan abadi yang bersumber dari Tuhan,
filsafat keadilan sebagaimana dikembangkan oleh teori plato/ aristoteles dan Thomas Aquino.
a.Plato mengutarakan pandangan tentang harmoni suasana yang alami tentram
b.Aristoteles mengutarakan (membagi dua adalah hukum alam dan hukum positif) teoridualisme,
sebagai kontribusi (manusia bagian dari alam, manusia adalah majikan dari alam)
c.Thomas Aquino : Summa Theologica dan De Regimene Principum. Membagi asas
hukum alam menjadi dua adalah sebagai berikut:
i.Principia Prima adalah merupakan asas yang dimiliki oleh manusia semenjak lahir
dan bersifat mutlak.
ii.Principia Secundaria adalah merupakan asas yang tidak mutlak dan dapat berubah
menurut tempat dan waktu
d.Immanuel Kant mengutarakan pandangan tentang hukum kodrat metafisis yaitu tentangkodrat dan
kebebasan. Kodrat adalah merupakan lapangan dari akal budi, yang tersusunatas kategori kategori
pikiran, yang terdiri atas empat komponen dasar, yaitu kualitet,kuantitet, relasi dan modalitet, tetapi
dibatasi ruang dan waktu. Kebebasan adalahlapangan dari dan bagi akal budi praktis, wilayah moralitas,
yaitu kebebasan normativeetis dari manusia, yang menampilkan ideal kepribadian manusia.
Hukum Alam Irasional
Filsafat Thomas Aquinas mengakui bahwa disamping kebenaran wahyu juga terdapat kebenaran
akal. Adanya pengetahuan yang tidak ditembus aleh akal dan untuk itulah diperlukan iman.Dengan
demikian, menurut Aquinas, ada dua pengetahuan yang berjalan bersama-sama, yaitupengetahuan
alamiah dan pengetahuan iman.
Mengenai pembagian hukum,Friedmann menggambarkan pemikiran Aquinas denganmenyatakan ada
empat macam hukum yang diberikan Aquinas, yaitu lex aeterna (hukum rasioTuhan yang tidak dapat
ditangkap oleh pancaindera manusia), lex divina (hukum rasio Tuhanyang bisa ditangkap oleh
pancaindera manusia), lex naturalis (hukum alam, yaitu penjelmaan lexaeterna ke dalam rasio manusia)
dan lex positivis (penerapan lex naturalis dalam kehidupanmanusia di dunia).
Hukum alam merupakan sebagai metode tertua yang dapat dikenali sejak zaman sampai
abadpertengahan (abad 7 dan ke-18). Hukum alam adalam merupakan sebagai substansi (isi)
yaituberisikan norma-norma, peraturan-peraturan dapat diciptakan dari asas-asas hak sasasi
manusia.Hukum alam menganggap pentingnya hubungan antara hukum dan moral.
2. Aliran Hukum Positifisme
Aliran Positifisme menganggap bahwa keduanya hukum dan moral dua hal yang harus
dipisahkan. Dan aliran ini dikenal sadnya dua subaliran yang terkenal yaitu;
a.Aliran hukum positif yang analitis, pendasarnya adalah John Austin.
Ada empat unsure penting menurut Austin dinamakan sebagai hukum;
-Ajarannya tidak berkaitan dengan penelitian baik-buruk, sebab penelitian ini berada
di luar bidang hukum.
-Kaidah moral secara yuridis tidak penting bagi hukum walaupun diakui ad
pengaruhnya pada masyarakat.
-Pandangannya bertentangan baik dengan ajaran hukum alam maupun dengan mazhab
sejarah.
-Masalah kedaulatan tak perlu dipersoalkan, sebab dalam ruang lingkup hubungan
politik sosiologi yang dianggap suatu yang hendak ada dalam kenyataan.
Akan tetapi aliran hukum positif pada umumnya kurang atau tidak memberikan tempat bagihukum yang
hidup dalam masyarakat. Austin mengemukakan cirri-ciri positivism, adalah sebagiberikut;y
-Hukum adalah perintah manusia (command of human being).
-Tidak ada hubungan mutlak antar hukum moral dan yang lainnya.
-Analitis konsepsi hukum dinilai dari studi historis dan sosiologis.
-System hukum adalah merupakan system yang logis, tetap, dan bersifat tertutup dan
di dalamnya terhadap putusan-putusan yang tetap.
b.Aliran hukum positif murni, dipelopori oleh Hans Kelsen. Latar belakan ajaran hukummurni merupakan
suatu pemberontakan terhadap ilmu idiologis, yaitu mengembangkanhukum sebagai alat pemerintah
dalam negara totaliter. Dan dikatakan murni karenahukum harus bersih dari anasir-anasir yang tidak
yuridis yaitu anasir etis, sosiologis,politis, dan sejarah. Maka menurut Hans Kelsen hukum itu berada
dalam dunia sollendan bukan dalam dunia sain. Sifatnya adalah hipotetis, lahir karena kemauan dan
akalmanusia.
Ajaran Hans Kelsen mengemukakan Stufenbau des Recht (hukum itu tidak boleh bertentangandengan
ketentuan yang lebih atas derajatnya). Dan John Austin mengemukakan ada dua bentukhukum, adalah
sebagai berikut; Positif law dan Positif morality.
3. Aliran Mazhab Sejarah
Aliran Mazhab sejarah dipeloporiFriedrich Carl von Savigny (Volk geist) hukum kebiasaansumber hukum
formal. Hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama samadengan masyarakat.
Pandangannya bertitik tolak bahwa di dunia ini terdapat banyak bangsa dantiap-tiap bangsa memiliki
volksgeist jiwa rakyat. Dia berpendapat hukum semua hukumberasal dari adat-istiadat dan
kepercayaan dan bukan berasal dari pembentukan undang undang.
4. Aliran Sociological Yurisprudence
Sociological Yurisprudence (living law) dipelopori Eugen Ehrlich (german) tapi berkembang diAmerika
Serikat (Roscoe) konsep hukum, hukum yang dibuat agar memperhatikan hukum yanghidup dalam
masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis. Mengakui sumber hukum formalbaik undang undang
maupun bukan undang undang asal. Dipengaruhi oleh aliran positifsosiologis dan August Comte yang
orientasinya sosiologis.
Inti pemikiran Roscoe Pound hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yanghidup di
dalam masyarakat. Berpegang kepada pendapat pentingnya, baik akal maupunpengalaman.
5. Aliran Pragmatic Legal Realism
Aliran Pragmatic Legal Realism dipelopori oleh Roscoe Pound konsep hukumnya ( Law as a
tool of social engineering ) sub aliran positivisme hukum Wiliam James dan Dewey
mempengaruhi lahirnya aliran ini. Titik tolaknya pada pentingnya rasio atau akal sebagai sumberhukum.
Menurut Liewellyn, aliran realism adalah merupakan bukan aliran dalam filsafat hukum,tetapi
merupakan suatu gerakan movement dalam cara berfikir tentang hukum.
6. Aliran Antropolitica Yurisprudence
-Northrop dan Mac Dougall. Northrop mengutarakan pendapatnya bahwa hukum
mencerminkan nilai sosial budaya.
-Mac dougall dan Values system mengutarakan pendapatnya bahwa hukum mengandung
sistem nilai. Mempengaruhi pendapat Mochtar Kusumaatmadja
7. Aliran Utilitarianisme
Aliran Utilitarianisme dikemukakan tokoh aliran ini dalah Jeremy Bentham dan
mengutarakanpendapatnya memegang prinsip manusia akan melakukan tindakan untuk
mendapatkankebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan (hukum itu harus
bermanfaatbagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia). Merupakan aliran yang meletakkan dasar
dasarekonomi bagi pemikiran hukum, prinsip utamanya adalah tujuan dan evaluasi hukum.Bentham dan
Jhon Stuart Mill memiliki pendapat yang sejalan yaitu pembentukan undang-undang hendaknya dapat
melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagisemua individu.
ALIRAN FILSAFAT HUKUM (PERTEMUAN KE-2)
2. Aliran positivistik;
3. Mazhab sejarah;
4. Aliran utilitarian.
Aliran hukum alam merupakan aliran paling tertua, aliran pemikiran hukum yang muncul sebelum masehi,
disebut juga aliran hukum kodrat atau aliran hukum asasi. Yang pada hakikatnya terpecah menjadi dua
bagian: aliran hukum alam klasik dan aliran hukum modern (s/d abad ke-13)
Aliran hukum klasik merupakan aliran yang lahir sebelum masehi yang berpandangan bahwa hukum itu
berlaku universal dan abadi. Artinya hukum alam berlaku sepanjang masa, berlaku pada semua tempat
dan berlaku pada setiap manusia. Aliran ini menegaskan bahwa hukum itu bersumber dari rasio Tuhan.
Dengan demikian satu-satunya sumber hukum adalah rasio Tuhan dengan mengandalkan pada kitab
suci yang diturunkan Allah kepada manusia. Misalnya negara Islam di Timur Tengah
2. Bila terjadi pertentangan dengan hukum lain maka hukum alam harus diutamakan;
Penganut dari aliran hukum klasik adalah Thomas Aquinas yang mengemukakan bahwa hukum alam
terbagi atas dua bagian:
1. Principa prima: hak-hak yang melekat pada diri setiap manusia, yang tidak dapat dipisahkan dari
setiap manusia itu. Hak-hak tersebut bersifat mutlak dan tanpa kecuali; (bandingkan dengan keadilan
yang bersifat kumutatif oleh Aristoteles);
2. Principa secundaria: hak-hak yang relatif (tidak mutlak); bahwa tidak semua manusia memiliki hak
tersebut. Hak-hak ini merupakan penjabaran dari principa prima. Misalnya hak milik atas tanah
(bandingkan lagi dengan keadilan distributifnya Aristoteles; keadilan yang tergantung pada kontribusi
seseorang).
Aliran hukum modern yang berkembang pada abad ke-15 dalam era reneisans (humanisme),
antrophosentris, dan rasionalisme.
Aliran hukum modern merupakan zamannya manusia, fokus segala-galanya zaman dimana manusia
menggunakan rasio sedalam-dalamnya.
Berpengaruh pada perkembangan ilmu hukum (dari rasio Tuhan ke rasio manusia) sehingga sumber
hukumnya adalah rasio manusia.
Pada zaman reneisans yang menjadi hukum adalah produk ciptaan manusia. Dan pada abad ke-17 di
Eropa lahirlah kodifikasi hukum pertama di Prancis ----code penal Perancis ----civil law --- Prancis
menjajah Belanda menerapkan asas konkordansi (asas yang menyatakan bahwa hukum untuk negara
penjajah berlaku untuk negara jajahan).
Aliran hukum modern tidak mengutamakan rasio, tetapi lebih pada peluang untuk menggunakan hukum
produk manusia.
Aliran hukum modern lahir di Jerman pasca perang dunia kedua yang disebut Newtomisme yang
diprakarasi oleh Francois Geny memandang bahwa perundang-undangan di Jerman hanya mampu
memberi jaminan kepastian hukum tetapi tidak mampu memberikan atau menciptakan keadilan dan
kemanfaatan. Sebab peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh parlemen di Jerman dibuat tanpa
memperhatikan norma etis, seperti keadilan, kemanfaatan dan ketertiban yang terdapat di dalam hukum
alam. Aliran ini juga muncul karena sorotan besar terhadap kodifikasi.
Aliran hukum ini muncul pada abad ke-15 yakni zaman reneisance sebagai abad yang sering disebut
zaman rasionalisme atau zaman humanisme atau antrhposentris (manusia menjadi pusat segala-galanya
terhadap kemampuan akal dan rasionya). Yang tentu berpengaruh pada sumber hukum di zaman itu.
1. Memiliki bentuk yang formal (harus jelas, seperti harus ada konsiderans);
2. Dibuat oleh institusi yang berwenang (seperti pemerintah dan DPR yang merancangnya dalam hukum
tertulis, ada kodifikasi, ada regulasi dan ada peraturan perundang-undangan)
Negara Indonesia yang termasuk dalam sistem hukum eropa continental, hanya aturan hukum yang
memenuhi syarat ini dapat digolongkan sebagai hukum positif, sehingga satu-satunya sumber hukum
menurut hukum positivisme yakni peraturan perundang-undangan. Sedangkan hukum kebiasaan atau
hukum adat tidak tergolong memenuhi hukum positif karena tidak memenuhi kedua syarat tersebut.
Pada awal munculnya aliran hukum positivisme, hukum itu sering dianalogikan sebagai perintah dari
penguasa (command of the law given).
Beberapa kelemahan dari konsep positivisme: seringkali tertinggal dari perkembangan dan kemajuan
Iptek maupun kemajuan masyarakat. Yang disebabkan oleh sifatnya top-down maka sifatnya banyak
mendapat tantangan dalam masyarakat. Sisi positif dari aliran hukum positif adalah terdapat kepastian
hukum demikianlah yang pernah dikemukakan oleh Francouis Geny).
Roscoe Pound merupakan salah satu penganut positivisme yang terkenal dengan doktrinnya law is a
tool of social engineering.
Pound adalah seorang yang berkebangsaan AS, berprofesi sebaga hakim yang cerdas jebolan dari
Harvard University. Beliau sangat perihatin dengan adanya diskriminasi ras di AS atau di Eropa yakni
terhadap warga negara kulit putih adalah warga negara kelas istimewa sedangkan warga negara kulit
hitam adalah warga negara kelas dua.
Sebagai seorang ahli hukum, lalu Pound benar-benar memahami bahwa semua manusia sama di depan
hukum. Pound memandang bahwa opini tentang ras di AS harus diubah karena tidak sesuai dengan
asas tersebut. Dan hal itu dapat diubah dengan regulasi atau oleh hukum sehingga dikenallah a tool of
social engineering.
Aliran ini terkenal dimana-mana menjadi landasan bagi pembuat undang-undang untuk melakukan
perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan negatif yang ada. Pound sangat paham bahwa hukum adalah
pedoman berperilaku sehingga untuk mengubah perilaku digunakan hukum sebagai alat.
Teori Roscoe Pound ini digunakan pada berbagai negara termasuk Indonesia. Contoh: adanya larangan
terhadap kebiasaan dalam suatu agama tentang janda yang ditinggal mati oleh suaminya untuk
menceburkan diri di tengah api unggung di saat terjadi proses untuk ngaber. Maka pada akhirnya
diubalah regulasi untuk melarang perbuatan tersebut.
Pandangan Pound memperoleh banyak tantangan dari masyarakat karena aturan hukum itu menentang
kebiasaan-kebiasaan atau menempatkan opini yang dominan.
UTILITIARIANISME
Aliran ini memfokuskan perhatian pada kemanfaatan atau kegunaan. Aliran ini berpandangan bahwa baik
buruknya hukum ditentukan dari segi kemanfaatan atau kegunaan. Hukum yang baik adalah yang
membawa manfaat beasar bagi masyarakat atau orang banyak.
Aturan hukum yang hanya berguna bagi sekelompok masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu saja
maka itu bukanlah aturan hukum yang baik.
Aliran ini diprakarsai oleh Jeremy Bentham yang menggagas The Great Happynes for the Greates
Numbers,
Aliran ini tidak mempermasalahkan mengenai proses dan mekanisme pembentukan tetapi memandang
dari sisi kegunaan. Apabila dihubungkan dengan teori tujuan hukum maka aliran ini lebih berorientasi
pada tujuan hukum ketiga kemnfaatan.
Jadi, indikator baik buruknya hukum adalah manfaat yang besar bagi orang banyak.
FILSAFAT HUKUM
Fhilo: cinta
Sophia: kebijaksanaan
Jadi filsafat adalah sebagai keinginan akan kebijaksanaan hidup yang berkaitan dengan pikiran-pikiran
yang rasional (secara tekhnis).
Hukum merupakan objek dari filsafat untuk mencapai suatu tujuan hidup manusia
Filsafat hukum adalah mencari kebenaran yang menghasilkan suatu keadilan dalam kehidupan manusia.
Filsafat mencakup:
Ilmu pengetahuan
1. Adanya ketakjuban;
2. Tidak puas;
4. Keraguan;
1. Kebenaran;
2. Berpikir radikal;
3. Memiliki kejelasan;
4. Berpikir rasional;
2. Kita diajak untuk berpikir dalam memandang suatu permasalahan untuk dibahas agar dapat diketahui
inti dari permasalahan tersebut;
3. Kita diajak untuk berpikir inovatif agar dapat menemukan suatu yang baru;
4. Berpikir aktif dan hati-hati yang dilandasi proses berpikir ke arah yang menghasilkan keputusan yang
masuk akal dan dapat diyakini.
5. Selalu disiplin dalam menerapkan ilmu hukum tetapi juga tidak meninggalkan norma yang ada serta
nilai-nilai dalam masyarakat.
Ciri-ciri filsafat hukum:
Ruang lingkup filsafat hukum sangat luas karena filsafat hukum bersifat empiris, sehingga timbul suatu
pertanyaan bahwa:
1. Pure science of law: berusaha menemukan unsur-unsur ilmu hukum murni berupa faktor yang diakui
kebenarannya secara universal, terlepas dari profesinya pandangan yang etis dan sosiologis;
2. Sociological jurisprudence: yang menganggap bahwa pure science of law sangat terbatas dkaitkan
dengan kehadiran hukum itu, yang pada sesungguhnya befungsi untuk menyelesaikan berbagai masalah
sosial;
3. Theological jurisprudence: yang menganggap lingkup penyelidikan filsafat hukum sebagai produk dari
pemikiran manusia yang berkaitan erat dengan tujuannya.
Aliran-Aliran Dalam Filsafat Hukum
2. Positivisme hukum
Positivisme hukum (Aliran Hukum Positif) memandang perlu secara tegas memisahkan antara hukum
dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya, antara das sein dan das sollen).
Positivisme hukum dapat dibedakan dalam dua corak yaitu:
a. Aliran Hukum Positif Analistis (Analytical Jurisprudence) : John Austin (1790-1859)
Hukum adalah perintah dari penguasa Negara. Hakikat hukum sendiri, menururt Austin, terletak pada
unsure perintah itu. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis, dan tertutup. Dalam
bukunya The Province of Jurisprudence Determined, Austin menyatakan, A law is a command which
obliges a person or persons law and other commands are said to proceed from superiors, and to bind
or oblige inferiors.
Lebih jauh Austin menjelaskan, pihak superior itulah yang menentukan apa yang diperbolehkan.
Kekuasaan dari superior itu memaksa orang lain untuk taat. Ia memberlakukan hukum dengan cara
menakut-nakuti, dan mengarahkan tingkah laku orang lain kea rah yang diinginkannya. Hukum adalah
perintah yang memaksa, yang dapat saja bijaksana dan adil, atau sebaliknya (Lyons, 1983:7-8).
Austin pertama-tama membedakan hukum dalam dua jenis :
1) Hukum dari Tuhan untuk manusia (the divine laws).
2) Hukum yang dibuat oleh manusia, dibedakan dalam :
Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukan kedalam Positivisme Hukum, mengingat faham ini pada
akhirnya sampai pada kesimpulan tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban masyarakat, di samping
untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak. Ini berarti
hukum merupakan pencerminan perintah penguasa juga, bukanpencerminan dari rasio semata.
Pendukung Utilitarianisme yang paling penting adalah :
a. Jeremy Bentham (1748-1832)
Bentham berpendapat bahwa alam memberikan kebahagian dan kesusahan. Manusia selalu berusaha
memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi kesusahannya. Kebaikan adalah kebahagian, dan
kejahatan adalah kesusahan. Ada keterkaitan yang erat antara kebaikan dan kejahatan dengan kebaikan
dan kesusahan. Tugas hukum adalah memlihara kebaikan dan mencegah kejahatan. Tegasnya,
memelihara kegunaan.
Pandangan Bentham sebenarnya beranjak dari perhatiannya yang besar terhadap individu. Ia
menginginkan agar hukum pertama-tama dapat memberikan jaminan kebahagiaan individu-individu,
bukan langsung ke masyarakat secara keseluruhan. Walaupun demikian, Bentham tidak menyangkal
bahwa di samping kepentingan individu, kepentingan masyarakat pun perlu diperhatikan. Agar tidak
terjadi bentrokan, kepentingan individu dalam mengejar kebahagiaan sebesar-besarnya itu perlu
dibatasi. Jika tidak, akan terjadi apa yang disebut homo homini lupus (manusia menjadi serigala bagi
manusia lain).
Untuk menyeimbangkan antar kepentingan (individu dan masyarakat), Bentham menyarankan agar ada
simpati dari tiap-tiap individu. Walaupun demikian, titik berat perhatian harus tetap pada individu itu,
karena apabila setiap individu telah memperoleh kebahagiaannya, dengan sendirinya kebahagiaan
(kesejahteraan) masyarakat akan dapat diwujudkan secara simultan.
b. Jhon Stuar Mill (1806-1873)
Ia menyatakan bahwa tujuan manusia adalah kebahagiaan. Manusia berusaha memperoleh
kebahagiaan itu melalui hal-hal yang membangkitkan nafsunya. Jadi yang ingin dicapai oleh manusia
bukan benda atau sesuatu hal tertentu, melainkan kebahagiaan yang dapat ditimbulkannya.
c. Rudolf von Jhering (1818-1892)
Baginya tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan. Dalam mendefinisikan
kepentingan ia mengikuti Bentham, dengan melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan
menghindari penderitaan.
4. Mazhab Sejarah
a. Awal Lahirnya Mazhab Sejarah
Abad kesembilan belas merupakan masa keemasan bagi lahirnya ide-ide baru dan gerakan intelektual
dimana manusia mulai menyadari kemampuannya untuk merubah keadaan dalam semua lapangan
kehidupan. Kesadaran tersebut telah membawa perubahan cara pandang dalam melihat eksistensi
manusia. Pada masa ini manusia dipandang sebagai wujud dinamis yang senantiasa berkembang dalam
lintasan sejarah.
Di bidang hukum, abad kesembilan belas dapat dikatakan sebagai tonggak lahirnya berbagai macam
aliran atau mazhab hukum yang pengaruhnya bisa dirasakan sampai saat ini. Aliran atau mazhab hukum
yang lahir pada masa ini secara sederhana dapat diklasifikasi menjadi tiga aliran yaitu mazhab
positivisme, mazhab utilitarianisme dan mazhab historis atau sejarah.
Dalam rentang sejarah, perkembangan aliran pemikiran hukum sangat tergantung dari aliran pemikiran
hukum sebelumnya, sebagai sandaran kritik dalam rangka membangun kerangka teoritik berikutnya. Di
samping itu kelahiran satu aliran sangat terkait dengan kondisi lingkungan tempat suatu aliran itu
pertama kali muncul. Dengan kata lain lahirnya satu aliran atau mazhab hukum dapat dikatakan sebagai
jawaban fundamental terhadap kondisi kekinian pada zamannya. Sebagai contoh dapat dikemukakan
kritik positivisme dan aliran sejarah terhadap aliran hukum alam atau kritik kaum realis terhadap
positivistik. Demikian juga halnya dengan kritik yang ditujukan oleh postmodernisme terhadap
kemapanan modernisme.
Kelahiran mazhab sejarah dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny (1779-1861) melalui tulisannya yang
berjudul Von Beruf unserer Zeit fur Gesetzgebung und Rechtwissenschaft (Tentang Pekerjaan pada
Zaman Kita di Bidang Perundang-undangan dan Ilmu Hukum), dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pertama
ajaran Montesqueu dalam bukunya L esprit des Lois dan pengaruh faham nasionalisme yang mulai
timbul pada awal abad ke-19. Di samping itu, munculnya aliran ini juga merupakan reaksi langsung dari
pendapat Thibaut yang menghendaki adanya kodifikasi hukum perdata Jerman yang didasarkan pada
hukum Perancis (Code Napoleon).
Menurut Friedmann aliran ini juga memberikan aksi tertentu terhadap dua kekuatan besar yang
berkuasa pada zamannya. Kedua hal tersebut menurut Friedmann adalah :
1) Rasionalisme dari abad ke-18 dengan kepercayaan terhadap hukum alam, kekuasaan akal dan prinsip-
prinsip pertama yang semuanya dikombinasikan untuk meletakkan suatu teori hukum dengan cara
deduksi dan tanpa memandang fakta historis, ciri khas nasional, dan kondisi sosial.
2) Kepercayaan dan semangat revolusi Perancis dengan pemberontakannya terhadap tradisi,
kepercayaan pada akal dan kekuasaan kehendak manusia atas keadaan-keadaan zamannya.
Sedangkan Lili Rasjidi mengatakan kelahiran alairan / mazhab sejarah merupakan reaksi tidak langsung
dari terhadap aliran hukum alam dan aliran hukum positif7. Hal pertama yang mempengaruhi lahirnya
mazhab sejarah adalah pemikran Montesqueu dalam bukunya L esprit des Lois yang mengatakan
tentang adanya keterkaitan antara jiwa suatu bangsa dengan hukumnya8.
Menurut W. Friedman gagasan yang benar-benar penting dari Lesprit des Lois adalah tesis bahwa
hukum walaupun secara samar didasarkan atas beberapa prinsip hukum alam mesti dipengaruhi oleh
lingkungan dan keadaan seperti iklim, tanah, agama, adat-kebiasaan, perdagangan dan lain sebagainya9.
Berangkat dari ide tersebut Montesqueu kemudian melakukan studi perbandingan mengenai undang-
undang dan pemerintahan. Gagasan Montesquieu tentang sistem hukum merupakan hasil dari
kompleksitas berbagai faktor empiris dalam kehidupan manusia. Ketika Montesquieu membahas
penyebab suatu negara mempunyai perangkat hukum atau struktur sosial dan politik tertentu,
dikatakan bahwa hal itu dikarenakan oleh dua faktor penyebab utama yang membentuk watak
masyarakat yaitu faktor fisik dan faktor moral. Montesquiue melihat adanya dua kekuatan yang bekerja
dalam individu secara biologis; kekuatan egoistis yang mendorong manusia untuk menuntut hak-haknya,
dan kekuatan moral yang membuatnya sebagai anggota dari kelompok sosial yang terikat pada berbagai
kewajiban disamping adanya hak-hak.
Seperti yang telah diuraikan diatas, selain dipengaruhi oleh pemikiran Montesque lahirnya mazhab
sejarah juga banyak dipengaruhi oleh semangat nasionalisme Jerman yang mulai muncul pada awal
abad ke-19. Dengan memanfaatkan momen (semangat nasionalisme), Savigny menyarankan penolakan
terhadap gagasan Tibhaut tentang kodifikasi hukum yang tersebar dalam pamfletnya Uber Die
Notwetdigkeit Eines Allgemeinen Burgerlichen Rechts Fur Deutschland (Keperluan akan adanya
kodifikasi hukum perdata negara Jerman).
Dalam suasana demikian, Savigny mendapatkan lahan subur untuk membumikan ajarannya yang
mengatakan bahwa hukum itu tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Dan oleh karenanya
setiap bangsa memiliki volgeist (jiwa rakyat) yang berbeda, maka hukum suatu negara tidak dapat
diterapkan bagi negara lain, meskipun negara lain itu adalah bekas jajahanya. Dalam kaitan inilah
kemudian Savigny mengatakan, adalah tidak masuk akal jika terdapat hukum yang berlaku universal
pada semua waktu. Hukum yang sangat tergantung atau bersumber kepada jiwa rakyat tersebut dan
yang menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari masa ke masa (sejarah).
b. Inti Ajaran Mazhab Sejarah
Inti ajaran Madzab Sejarah yang didirikan oleh Savigny ini terdapat dalam bukunya von Beruf Ungerer
Zeit fur Gesetzgebung und Rechtswissenschaft (Tentang Tugas Zaman Kita Bagi Pembentuk Undang-
undang dan Ilmu Hukum) antara lain dikatakan :
1) Das Recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem volke (Hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh
dan berkembang bersama masyarakat).
2) Ajaran Savigny tersebut dilatarbelakangi oleh pandangannya yang mengatakan bahwa di dunia ini
terdapat banyak bangsa dan pada tiap bangsa mempunyai Volkgeist / jiwa rakyat. Perbedaan ini juga
sudah barang tentu berdampak pada perbedaan hukum yang disesuaikan dengan tempat dan waktu.
Hukum sangat bergantung atau bersumber pada jiwa rakyat dan isi hukum itu ditentukan oleh
pergaulan hidup manusia dari masa ke masa.
3) Hukum menurut pendapat Savigny berkembang dari suatu masyarakat yang sederhana yang
pencerminannya tampak dalam tingkah laku semua individu kepada masyarakat yang modern dan
kompleks dimana kesadaran hukum rakyat itu tampak pada apa yang diucapkan oleh para ahli
hukumnya.
Pokok-pokok ajaran madzab historis yang diuraikan Savigny dan beberapa pengikutnya dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1) Hukum ditemukan, tidak dibuat. Pertumbuhan hukum pada dasarnya adalah proses yang tidak
disadari dan organis; oleh karena itu perundang-undangan adalah kurang penting dibandingkan dengan
adat kebiasaan.
2) Karena hukum berkembang dari hubungan-hubungan hukum yang mudah dipahami dalam
masyarakat primitif ke hukum yang lebih kompleks dalam peradaban modern kesadaran umum tidak
dapat lebih lama lagi menonjolkan dirinya secara langsung, tetapi disajikan oleh para ahli hukum yang
merumuskan prinsip-prinsip hukum secara teknis. Tetapi ahli hukum tetap merupakan suatu organ dari
kesadaran umum terikat pada tugas untuk memberi bentuk pada apa yang ia temukan sebagai bahan
mentah (Kesadaran umum ini tampaknya oleh Scholten disebut sebagai kesadaran hukum). Perundang-
undangan menyusul pada tingkat akhir; oleh karena ahli hukum sebagai pembuat undang-undang relatif
lebih penting daripada pembuat undang-undang.
3) Undang-undang tidak dapat berlaku atau diterapkan secara universal. Setiap masyarakat
mengembangkan kebiasaannya sendiri karena mempunyai bahasa adat-istiadat dan konstitusi yang
khas. Savigny menekankan bahwa bahasa dan hukum adalah sejajar juga tidak dapat diterapkan pada
masyarakat lain dan daerah-daerah lain. Volkgeist dapat dilihat dalam hukumnya oleh karena itu sangat
penting untuk mengikuti evolusi volkgeist melalui penelitian hukum sepanjang sejarah.
Dalam perkembangannya, mazhab sejarah ini mengalami modifikasi oleh pengikutnya Maine
mengetengahkan teorinya yang mengatakan bahwa hukum berkembang dari bentuk status ke kontrak,
sejalan dengan perkembangan masyarakat dari sederhana ke masyarakat kompleks dan modern. Pada
masyarakat modern hubungan antara para anggota masyarakat dilakukan atas dasar sistem hak dan
kewajiban yang tertuang dalam bentuk suatu kontrak yang dibuat secara sadar dan sukarela oleh pihak-
pihak yang berkenaan. Dengan demikian, Maine sebenarnya tidak menerima konsep VolkgeistSavigny
yang dianggapnya sebagai suatu konsep yang diselibungi mistik. Maine justru mengembangkan suatu
tesis yang mengatakan bahwa perjalanan masyarakat menjadi progresif disitu terlihat adanya
perkembangan situasi yang ditentukan oleh status kepada pengguna kontrak.
Selanjutnya Maine mengatakan tentang adanya masyarakat yang statis dan progresif. Masyarakat yang
statis adalah masyarakat yang mampu mengembangkan hukum sendiri melalui melalui 3 cara, yaitu fiksi,
equity, dan perundang-undangan. Pandangan terakhir inilah yang oleh beberapa penulis hukum
digunakan untuk membedakan Maine dengan Savigny. Tampaknya Maine tidak mengesampingkan
peranan perundangan dan kodifikasi dalam pengembangan hukum pada masyarakat yang telah maju.
5. Sociological Jurisprudence
Aliran ini berkembang di Amerika, pada intinya aliran ini hendak mengatakan bahwa hukum yang baik
adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Kata sesuai diartikan sebagai
hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Menurut aliran Sociological
Jurisprudence ini, hukum yang abik haruslah hukum yang sesuai dengan yang hidup di masyarakat.
Aliran ini memisahkan secara tegas antara hukum positif (the positive law) dan hukum yang hidup (the
living law).
Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan sosiologi hukum. Dengan rasio demikian, sosiologi
hukum merupakan cabang sosiologi yang mempelajari hukum sebagai gejala sosial,
sedangkan Sociological Jurisprudence merupakan suatu mazhab dalam filsafat hukum yang mempelajari
pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat dan sebaliknya. Sosiologi hukum sebagai cabang
sosiologi yang mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan dan sejauh mana gejala-gejala
yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi hukum di samping juga diselidiki juga pengaruh
sebaliknya, yaitu pengaruh hukum terhadap masyarakat. Dari 2 (dua) hal tersebut di atas (sociological
jurisprudence dan sosiologi hukum) dapat dibedakan cara pendekatannya. Sociological jurisprudence,
cara pendekatannya bertolak dari hukum kepada masyarakat, sedang sosiologi hukum cara
pendekatannya bertolak dari masyarakat kepada hukum.
Tokoh utama aliran Sociological Jurisprudence, Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat
rekayasa sosial dan alat control masyarakat (Law as a tool of social engineering and social controle) yang
bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian agar secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan
kepentingan manusia dalam masyarakat. Keadilan adalah lambang usaha penyerasian yang harmonis
dan tidak memihak dalam mengupayakan kepentingan anggota masyarakat yang bersangkutan. Untuk
kepentingan yang ideal itu diperlukan kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara.
Pendapat/pandangan dari Roscoe Pound ini banyak persamaannya dengan aliran Interessen
Jurisprudence. Primat logika dalam hukum digantikan dengan primat pengkajian dan penilaian
terhadap kehidupan manusia (Lebens forschung und Lebens bewertung), atau secara konkritnya lebih
memikirkan keseimbangan kepentingan-kepentingan (balancing of interest, private as well as public
interest).
Roscoe Pound juga berpendapat bahwa living law merupakan synthese dari these positivisme hukum
dan antithese mazhab sejarah. Maksudnya, kedua liran tersebut ada kebenarannya. Hanya hukum yang
sanggup menghadapi ujian akal agar dapat hidup terus. Yang menjadi unsur-unsur kekal dalam hukum
itu hanyalah pernyataan-pernyataan akal yang terdiri dari atas pengalaman dan diuji oleh pengalaman.
Pengalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh pengalaman. Tidak ada sesuatu yang dapat
bertahan sendiri di dalam sistem hukum. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan
oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang membuat undang-undang atau
mensahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik dibantu oleh kekuasaan
masyarakat itu.
Tokoh lain aliran Sociological Jurisprudence adalah Eugen Ehrlich (1862-1922), ia beranggapan bahwa
hukum tunduk pada ketentuan-ketentuan sosial tertentu. Hukum tidak mungkin efektif, oleh karena
ketertiban dalam masyarakat didasarkan pengakuan sosial terhadap hukum, dan bukan karena
penerapannya secara resmi oleh Negara.
6. Realisme Hukum
a. Sejarah Kemunculan
Qodri Azizy mengatakan bahwa aliran realisme muncul bermula dari adanya penolakan terhadap aliran
positivisme. Gagasan yang dilontarkan adalah pernyataan bahwa kalau positivisme hukum merupakan
teori hukum yang benar maka teori itu akan mencakup semua hukum, termasuk menangani kasus-kasus
berat (hard cases). Ternyata kasus-kasus berat ini tidak diatur oleh aturan-aturan yang ada. Atau dengan
pertanyaan apakah legal positivism menyediakan teori yang benar mengenai putusan peradilan,
khususnya dalam menyelesaikan kasus-kasus berat? ternyata pertanyaan ini merupakan problem yang
sukar dipecahkan bagi pengikut positivisme.
Austin sebagai pelopor positivisme hukum, menyatakan bahwa hukum adalah perintah penguasa yang
berdaulat, sedangkan Hans Kelsen menyatakan bahwa hukum adalah kehendak dari negara. Atau
dengan kata lain, menyatakan bahwa hukum adalah sesuatu yang positif yakni undang-undang (positive
law) dan hukum kebiasaan (positive morality). Tetapi positive morality bisa menjadi hukum apabila telah
dikukuhkan menjadi undang-undang oleh pejabat yang berwenang (Badan Legislatif).
Menanggapi hal ini, tokoh-tokoh legal realism yang berasal dari kalangan praktisi hukum, yakni Holmes
(1841-1935), Jerome Frank (1859-1957) dan seorang ahli ilmu sosial, Karl Nickerson Llewellyn (1893-
1962), melihat kenyataan bahwa tidak semua kasus yang ada di pengadilan, khususnya kasus-kasus
berat diatur dalam undang-undang. Sehingga pada kenyataannya hakim mempunyai peranan yang lebih
bebas untuk memilih dan menentukan serta lebih kreatif dalam penerapan hukum dari pada sekadar
mengambil aturan-aturan yang dibuat oleh penguasa (undang-undang).
Dalam praktiknya ternyata faktor seperti temperamen psikologis hakim, kelas sosial dan nilai-nilai yang
ada pada hakim lebih berfungsi dalam pengambilan keputusan hukum dari pada aturan-aturan yang
tertulis.
Sehubungan dengan hal ini, W. Friedmann menjelaskan bahwa menjelang abad ke-19 terjadi sikap
skeptisisme yang sehat, yang mengecam rasa puas diri para penganut ilmu hukum analitik. Idealisme
hukum baru yang terdiri dari sebagian metafisis dan sebagian sosiologis, membelok dan mulai
menentang positivisme analitis dan berbalik mulai menyelidiki realitas dalam masyarakat modern dalam
hubungannya dengan hukum modern. Pragmatisme merupakan rumusan baru dari filsafat yang sangat
tua, yang mendorong ke arah pendekatan baru pada hukum yang melihat ke arah barang-barang yang
terakhir, hasil-hasil, dan akibat-akibat.
Gerakan realis mulai melihat apa sebenarnya yang dikehendaki hukum dengan menghubungkan kedua
sisinya, seperti fakta-fakta dalam kehidupan sosial. Realisme yang berkembang di Amerika Serikat
menjelaskan bagaimana pengadilan membuat putusan. Penemuan mereka mengembangkan formula
dalam memprediksi tingkah laku hakim (peradilan) sebagai suatu fakta (kenyataan). Jadi, hal yang pokok
dalam ilmu hukum realis adalah gerakan dalam pemikiran dan kerja tentang hukum. Ciri-ciri dari
gerakan ini, Llewellyn menyebut beberapa hal, yang terpenting diantaranya :
1) Tidak ada mazhab realis, realisme adalah gerakan dalam pemikiran dan kerja tentang hukum.
2) Realisme adalah konsepsi hukum yang terus berubah dan alat untuk tujuan-tujuan sosial, sehingga
tiap bagian harus diuji tujuan dan akibatnya. Realisme mengandung konsepsi tentang masyarakat yang
berubah lebih cepat daripada hukum.
3) Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang ada dan yang seharusnya
ada untuk tujuan-tujuan studi. Pendapat-pendapat tentang nilai harus selalu diminta agar tiap
penyelidikan ada sasarannya, tetapi selama penyelidikan, gambaran harus tetap sebersih mungkin,
karena keinginan-keinginan pengamatan atau tujuan-tujuan etis.
4) Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi hukum, sepanjang
ketentuan dan konsepsi itu menggambarkan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pengadilan-pengadilan
dan orang-orang. Realisme menerima peraturan-peraturan sebagai ramalan-ramalan umum tentang
apa yang akan dilakukan oleh pengadilan-pengadilan.
5) Realisme menekankan pada evolusi tiap bagian dari hukum dengan mengingat akibatnya.
Llewellyn sebagai salah satu tokoh pragmatic legal realism, mengalisa perkembangan hukum di dalam
kerangka hubungan antara pengetahuan-pengetahuan hukum dengan perubahan-perubahan keadaan
masyarakat. Hukum merupakan bagian dari kebudayaan yang antara lain mencakup kebiasaan, sikap-
sikap maupun cita-cita yang ditransmisikan dari suatu generasi tertentu ke generasi berikutnya. Dengan
kata lain, hukum merupakan bagian kebudayaan yang telah melembaga. Lembaga-Lembaga tersebut
telah terorganisir dan harapannya terwujud di dalam aturan-aturan eksplisit yang wajib ditaati serta
didukung oleh para ahli.
Jadi yang namanya hukum itu bukan hanya yang tertulis dalam undang-undang atau ketentuan dan
peraturan tertulis, namun lebih besar ditentukan oleh hakim di pengadilan yang pada umumnya
didasarkan pada kenyataan di lapangan. Hakim punya otoritas untuk menentukan hukum ketika
menjatuhkan putusan di pengadilan, meskipun putusannya itu dalam beberapa hal tidak selalu sama
dengan apa yang tertulis dalam undang-undang atau aturan lainnya. Sehubungan dengan itu moralitas
hakim sangat menentukan kualitas hukum yang merupakan hasil putusan pengadilan itu. Dengan
demikian, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa suatu kasus tidak dapat diadili karena belum ada
hukum tertulis yang mengaturnya.
Pada tataran teoritik terdapat istilah Sociology of Law sedangkan pada tataran filsafat dipergunakan
istilah Sociological Jurisprudence. Meskipun secara sepintas ada kesamaan antara Sociology of
Lawdengan Sociological Jurisprudence, dan keduanya memang tidak dapat dipisahkan, tetapi keduanya
harus dibedakan. Sociology of Law adalah bagian atau cabang Ilmu Sosiologi (Ilmu-Ilmu Manusia)
dengan obyek studinya tentang hukum, sedangkan Sociological Jurisprudence termasuk cabang ilmu
filsafat hukum yang mempelajari hubungan timbal balik antara pengaruh hukum dan masyarakat.
Kesamaan antara Sociology of Law dan Sociological Jurisprudence terletak pada optik yang dipakai yaitu
sama-sama menggunakan perpektif sosial dalam memahami hukum.
Sociological Jurisprudence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum menitikberatkan pada
hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini hukum yang baik haruslah hukum yang
sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara
hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Roscoe Pound (1870-
1964) merupakan salah satu eksponen dari aliran ini. Sociology of law merupakan bagian dari disiplin
ilmu sosiologi yang pada dasarnya merupakan salah satu ilmu deskriptif dan tekniknya bersifat empiris
tidak juridis, jadi melihat hukum dari luar tatanan ilmu hukum.
Erlich dalam bukunya yang berjudul Grundlegung der Sociological Rechts mengatakan bahwa masyrakat
adalah ide umum yang di gunakan untuk menandakan semua hubungan sosial seperti keluarga, desa,
lembaga-lembaga sosial, negara, bangsa, sistem ekonomi maupun sistem hukum dan sebagainya. Erlich
memandang semua hukum sebagai hukum sosial, tetapi dalam arti bahwa semua hubungan hukum
ditandai oleh faktorfaktor sosial ekonomis. Sistem ekonomis yang digunakan dalam produksi, distribusi,
dan konsumsi bersifat menentukan bagi pembentukan hukum.
Dalam bukunya An Introduction to the Philosophy of Law, Pound menegaskan bahwa hukum itu
bertugas untuk memenuhi kehendak masyarakat yang menginginkan keamanan yang menurut
pengertian yang paling rendah dinyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum. Dalam kaitannya dengan
penerapan hukum Pound menjelaskan tiga langkah yang harus dilakukan :
1. menemukan hukum;
2. menafsirkan hukum; dan
3. menerapkan hukum.
Dari sini dapat kita lihat Pound hendak mengedepankan aspek-aspek yang ada di tengah-tengah
masyarakat untuk diangkat dan diterapkan ke dalam hukum. Bagi aliran Sociological Jurisprdence titik
pusat perkembangan hukum tidak terletak pada undang-undang, putusan hakim, atau ilmu hukum,
tetapi terletak pada masyarakat itu sendiri. Dalam proses mengembangkan hukum harus mempunyai
hubungan yang erat dengan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat bersangkutan. Lebih lanjut Roscoe
Pound berpendapat hukum adalah alat untuk memperbaharui (merekayasa) masyarakat (law as a tool of
social engineering). Untuk dapat memenuhi peranannya tersebut Pound mengedepankan rasa keadilan
yang ada di masyarakat. Pandangan aliran Sociological Jurisprudence, dapat dirumuskan sebagai berikut
. Hukum itu dianggap sebagai satu lembaga sosial untuk memuaskan kebutuhan masyarkat,
tuntutan, permintaan dan pengharapan yang terlibat dalam kehidupan masyarakat.. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa ekspektasi yang hidup di masyarakat termasuk di dalamnya nilai-nilai
keadilan yang ada harus dikedepankan demi terwujudnya tatanan hukum.
Dilihat dari pengertian mengenai Sociological Jurisprudence & The Sociology of Law, meskipun dalam
penerapannya, Sociological Jurisprudence memiliki kelebihan yaitu berkembangnya penafsiran ilmu
hukum sesuai dengan pemikiran masyarakat sosial, namun juga memiliki kekurangan karena pada
dasarnya, tidak terdapat acuan mengenai hukum itu sendiri karena pengertian masyarakat terhadap
ilmu hukum terus berubah seiring dengan perkembangan pemikiran masyarakat dan perbedaan
pendapat di dalam masyarakat itu sendiri, sehingga terjadi suatu ketidakpastian hukum.
8. Freirechtslehre
Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas ) merupakan penentang paling keras Positivisme Hukum. Dalam
penentangan terhadap positivisme hukum, freirechtslehre sejalan dengan kaum Realis Amerika Serikat.
Hanya saja jika aliran Realisme menitikberatkan pada penganalisaan hukum sebagai kenyataan dalam
masyarakat, maka freirechtslehre tidak berhenti sampai di situ. Aliran Hukum Bebas berpendapat bahwa
hakim mempunyai tugas menciptakan hukum. Penemu hukum yang bebas tugasnya bukanlah
menerapkan undang-undang, tetapi menciptakan penyelesaian yang tepat untuk peristiwa konkret,
sehingga peristiwa-peristiwa berikutnya dapat dipecahkan oleh norma yang diciptakan oleh hakim.
Menurut ajaran ini dalam penyelesaian masalah bukan terletak pada undang-undang akan tetapi
penyelesaian yang tepat dan konkret.
Menurut Sudikno Mertokusumo, penemuan hukum bebas bukanlah peradilan yang tidak terikat pada
undang-undang. Hanya saja, undang-undang bukan merupakan pemegang peranan utama, tetapi
sebagai alat bantu untuk memperoleh pemecahan yang tepat menurut hukum, dan yang tidak perlu
harus sama dengan penyelesaian undang-undang. Aliran hukum bebas berpendapat bahwa hakim
mempunyai tugas menciptakan hukum. Penemu hukum yang bebas tugasnya bukanlah menerapkan
undang-undang, melainkan menciptakan penyelesaian yang tepat untuk peristiwa yang konkret,
sehingga persitiwa-peristiwa berikutnya dapat dipecahkan menurut norma yang telah diciptakan oleh
hakim.
Demikian pembahasan tentang aliran-aliran dalam filsafat hukum yang merupakan inti dari filsafat
hukum itu sendiri. Dengan mengetahui pokok-pokok aliran-aliran tersebut, sekaligus juga dapat diamati
berbagai corak pemikiran tentang hukum. Dengan demikian, sadarlah kita betapa kompleksnya hukum
itu dengan berbagai sudut pandangnya. Hukum dapat diartikan bermacam-macam, demikian juga tujuan
hukum. Setiap aliran berangkat dari argumentasinya sendiri. Akhirnya, pemahaman terhadap aliran-
aliran tersebut dapat membuat wawasan kita makin kaya dan terbuka dalam memandang hukum dan
masalah-masalahnya.
00000-
DAFTAR PUSTAKA
Azizy, A. Qadri; Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum Umum; Gama
Media Offset; Yogyakarta; 2002.
Cahyadi, Antonius E., dan M. Manullang, Fernando; Pengantar ke Filsafat Hukum; Kencana Prenada
Media Group; Jakarta; 2007.
Darmodiharjo, Darji, Prof., S.H. dan Shidarta, Dr., S.H., M.Hum.; Pokok-pokok Filsafat Hukum : Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia; Cetakan ke-6; P.T. Gramedia Pustaka; Jakarta; 1995.
Duguit, Leon; Law in the Modern State, Limited Amsterdam University, 1919.
Friedmann, W.; Legal Teori; alih bahasa Mohammad Arifin; Teori dan Filsafat Hukum : Idealisme Filosofis
dan Problem Keadilan, Cetakan I; Jakarta; C.V. Rajawali; 1990.
Huijbers, Theo; Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah; Kanisius; Yogyakarta, 2001.
Leod, Ian Mc; Legal Theory; Macmillan Press Ltd; 1999.
Mertokusumo, Sudikno; Mengenal Hukum (Suatu Pengantar); Edisi Ke-3; Liberty; Yogyakarta; 1991.
Minan, Ahsanul dan Indah Sari Septiani Putri Adi Muchtar; diposkan oleh Dr. H. A. Sukris Sarmadi,
M.H.; http://kuliahfilsafathukum12.blogspot.com/2012/03/legal-realism.html
Muchsan; Hukum Tata Pemerintahan; Liberty; Yogyakarta; 1985.
Pound, Roscoe; Pengantar Filsafat Hukum; Bhratara Niaga Media; Jakarta; 1996.
Rahardjo, Satjipto; Ilmu Hukum; Bandung; Citra Aditya Bakti; 1991.
Rasjidi, Lili; Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum; Citra Aditya Bakti, Bandung; 2007.
Rasjidi, Lili dan Frans Rengka; Reformasi Hukum dan Reformasi Pendidikan
Hukum; http://www.indomedia.com/poskup/9805/26/OPINI/26pini1.htm.
Siregar, Bismar; Rasa Keadilan; P.T. Bina Ilmu; Tunjungan S3E; Surabaya; 1989.
Soekanto, Soerjono; Perspektif Teoritis Studi Hukum dalam Masyarakat; C.V. Rajawali; Jakarta; 1985.
Zulkarnain; Kritik Terhadap Pemikiran Hukum Madzab Sejarah; Digitized by USU digital library; 2003.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi bahasa aliran adalah haluan, pendapat atau paham. Secara istilah aliran
hukum merupakan suatu paham seseorang atau kelompok mengenai nilai-nilai, dasar beserta
hakikat hukum yang memiliki penganut dengan yakin mengikutinya. Jika kita bandingkan
dengan pemahaman teori hukum maka ada beberapa ahli yang menyamakannya namun ada juga
yang membedakannya. Akan tetapi penulis cenderung membedakannya, karena teori hukum itu
adalah pendapat yang dikemukakan seseorang sebagai pedoman dalam merumuskan suatu
produk hukum sehingga hukum itu dapat dilaksanakan dalam praktek kehidupan masyarakat.
Aliran cenderung lebih umum karena satu aliran yang sama dapat melahirkan berberapa teori
hukum.
Para pakar hukum memiliki pandangan yang hampir sama tentang konsep aliran dalam
filsafat hukum. Satjipto Rahardjo membagai aliran filsafat hukum sebagai teori yunani dan
romawi, positivisme dam utilitarianisme, hukum alam, teori hukum murni, pendekatan sejarah
dan antropologis, serta pendekatan sosiologis. Sedangkan Soejono Soekanto membaginya
sebagai aliran utilitarianisme, mazhab sejarah dan kebudayaan, mazhab formalitas, aliran
realisme hukum, dan aliran sociological jurisprudence. Adapun Lili Rasjidi membaginya ke
dalam mazhab sejarah, aliran hukum alam, aliran hukum positif, aliran sociological
jurisprudence, dan aliran pragmatic legal realism.
Akan tetapi dalam makalah ini penulis akan membatasi pembahasan kepada beberapa
aliran filsafat hukum, meliputi:
1. Aliran Hukum Alam
2. Aliran Hukum Positif
3. Aliran Utilitarianisme
4. Aliran sejarah
5. Aliran sociological jurisprudence
6. Aliran Realisme Hukum
C. Aliran Utilitarianisme
Aliran ini di pelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1832), John Stuart Mill (1806-1873),
dan Rudolf von Jhering (1818-1889). Aliran ini akan penulis awali dengan ajaran Jeremy
Bentham, yang berpendapat bahwa alam memberikan kebahagiaan dan kesusahan. Manusia
selalu berusaha memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi kesusahannya. Standar penilaian
etis yang dipakai disini adalah apakah suatu tindakan itu menghasilkan kebahagiaan. Kebaikan
adalah kebahagiaan dan kejahatan adalah kesusahan. Tugas hukum adalah memelihara kebaikan
dan mencegah kejahatan. Dengan kata lain, untuk memelihara kegunaan. Dalam sistem
pemidanaan, menurutnya harus bersifat spesifik untuk tiap kejahatan dana seberapa beratnya
pidana itu tidak boleh melibihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah dilakukannya
penyerangan-penyerangan tertentu. Pemidanaan hanya bisa diterima apabila ia memberikan
harapan bagi tercegahnya kejahatan yang lebih rendah, Keberadaan hukum diperlukan untuk
menjaga agar tidak terjadi bentrokan kepentingan individu dalam mengejar kebahagiaan yang
sebesar-besarnya, untuk itu perlu ada batasan yang diwujudkan dalam hukum, jika tidak
demikian, maka akan terjadi homo homini lupus (manusia menjadi serigala bagi manusia yang
lain). karena itu, ajaran Bentham dikenal sebagai utilitarianisme yang individual.
Penulis lain yang tidak kalah pentingnya ialah John Stuart Mill yang lebih banyak
dipengaruhi oleh pertimbangan psikologis. Ia menyatakan bahwa tujuan manusia ialah
kebahagiaan. Manusia berusaha memperoleh kebahagiaan melalui hal-hal yang membangkitkan
nafsunya. Mill juga menolak pandangan Kant yang mengajarkan bahwa individu harus
bersimpati pada kepentingan umum. Kemudian Mill lalu menganalisis hubungan antara
kegunaan dan keadilan. Ia berpendapat bahwa asal-usul perasaan akan keadilan itu tidak
ditemukan pada kegunaan melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk
mempertahanka diri dan perasaan simpati. Pada hakekatnya, perasaan individu akan keadilan
dapat membuat individu itu menyesal dan ingin membalas dendam kepada tiap yang tidak
menyenangkannya. Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan
membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh siapa saja yang
mendapatkan simpati dari kita.
Pendapat lain dilontarkan Rudolf von Jhering yang menggabungkan antara utilitarianisme
yang individual maupun yang sosial, karena Jhering dikenal sebagai pandangan utilitarianisme
yang bersifat sosial, jadi merupakan gabungan antara teori yang dikemukakan oleh Bentham,
Mill, dan positivisme hukum dari John Austin. Bagi Jhering, tujuan hukum adalah untuk
melindungi kepentingan-kepentingan. Dalam mendefinisikan kepentingan, ia mengikuti
Bentham, dengan melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan
tetapi kepentingan individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan
pribadi seseorang dengan kepentingan-kepentingan orang lain. Jhering sangat tidak menyukai
apa yang disebut dengan ilmu hukum yang menekankan pada konsep-konsep, bahwa
kebijaksanan hukum itu tidak terletak pada permainan teknik-teknik pengehalusan dan
penyempurnaan konsep, melainkan kepada penggarapan konsep-konsep itu untuk melayani
tujuan-tujuan yang praktis.
D. Aliran Sejarah
Dalam rentang sejarah, perkembangan aliran pemikiran hukum sangat tergantung dari
aliran pemikiran hukum sebelumnya, sebagai sandaran kritik dalam rangka membangun
kerangka teoritik berikutnya. Disamping itu kelahiran satu aliran sangat terkait dengan kondisi
lingkungan tempat suatu aliran itu pertama kali muncul. Dengan kata lain lahirnya satu aliran
atau mazhab hukum dapat dikatakan sebagai jawaban fundamental terhadap kondisi kekinian
pada zamannya. Sebagai contoh dapat dikemukakan kritik positivisme dan aliran sejarah
terhadap aliran hukum alam atau kritik kaum realis terhadap positivistik. Demikian juga halnya
dengan kritik yang ditujukan oleh postmodernisme terhadap kemapanan modernisme. Kelahiran
mazhab sejarah dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny (1779-1861) melalui tulisannya yang
berjudul Von Beruf unserer Zeit fur Gesetzgebung und Rechtwissenschaft (Tentang Pekerjaan
pada Zaman Kita di Bidang Perundang-undangan dan Ilmu Hukum), di pengaruhi oleh dua
faktor yaitu pertama ajaran Montesqueu dalam bukunya L esprit des Lois dan pengaruh
faham nasionalisme yang mulai timbul pada awal abad ke 19.
Disamping itu, munculnya aliran ini juga merupakan reaksi langsung dari pendapat
Thibaut yang menghendaki adanya kodifikasi hukum perdata Jerman yang didasarkan pada
hukum Prancis (Code Napoleon). Kedua pengaruh tersebut bisa digambarkan sebagai berikut:
Menurut Friedmann Aliran ini juga memberikan aksi tertentu terhadap dua kekuatan
besar yang berkuasa pada zamannya. Kedua hal tersebut menurut Friedmann adalah[14] :
1. Rasionalisme dari abad 18 dengan kepercayaan terhadap hukum alam, kekuasaan akal dan
prinsip-prinsip pertama yang semuanya dikombinasikan untuk meletakkan suatu teori hukum
dengan cara deduksi dan tanpa memandang fakta historis, cirri khas nasional, dan kondisi sosial;
2. Kepercayaan dan semangat revolusi Prancis dengan pemberontakannya terhadap tradisi,
kepercayaan pada akal dan kekuasaan kehendak manusia atas keadaan-keadaan zamannya.
Sedangkan Lili Rasjidi mengatakan kelahiran aliran/mazhab sejarah merupakan reaksi
tidak langsung dari terhadap aliran hukum alam dan aliran hukum positif. Hal pertama yang
mempengaruhi lahirnya mazhab sejarah adalah pemikiran Montesqueu dalam bukunya L esprit
des Lois yang mengatakan tentang adanya keterkaitan antara jiwa suatu bangsa dengan
hukumnya[15]. Menurut W. Friedman gagasan yang benar-benar penting dari Lesprit des
Lois adalah tesis bahwa hukum walaupun secara samar didasarkan atas beberapa prinsip hukum
alam mesti dipengaruhi oleh lingkungan dan keadaan seperti: iklim, tanah, agama, adat-
kebiasaan, perdagangan dan lain sebagainya.
Berangkat dari ide tersebut Montesqueu kemudian melakukan studi perbandingan
mengenai undang-undang dan pemerintahan. Seperti yang telah diuraikan diatas, selain
dipengaruhi oleh pemikiran Montesque lahirnya mazhab sejarah juga banyak dipengaruhi oleh
semangat nasionalisme Jerman yang mulai muncul pada awal abad 19. Dengan memanfaatkan
moment (semangat nasionalisme), Savigny menyarankan penolakan terhadap gagasan Tibhaut
tentang kodifikasi hukum yang tersebar dalam pamfletnyaUber Die Notwetdigkeit Eines
Allgemeinen Burgerlichen Rechts Fur Deutschland(Keperluan akan adanya kodefikasi hukum
perdata negara Jerman).
Hakikat dari setiap sistem hukum menurut savigny adalah sebagai pencerminan jiwa
rakyat yang mengembangkan hukum itu. Dikemudian hari hal tersebut oleh G. Puchta, murid
Savigny yang paling setia, dicirikan sebagai Volkgeist, menurut Puchta hukum adalah
perwujudan dari kesadaran yang umum ini. Dikatakannya[16]:
Hukum itu bersama-sama dengan pertumbuhan, dan menjadi kuat bersama-sama dengan
kekuatan dari rakyat, dan pada akhirnya ia mati manakala bangsa itu kehilangan
kebangsaannya.
BAB III
KESIMPULAN
Keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum adalah sebuah doktrin hukum yang
telah berkembang pada zaman keemasan masing-masing dari ketiga hal tersebut. Pada
hakekatnya, timbulnya setiap aliran-aliran dalam filsafat hukum yang membawakan doktrin-
doktrin yang merupakan buah pemikiran di tiap-tiap periode adalah wujud ketidakpuasan atas
apa yang mereka dapatkan dalam realita konteks bermasyarakat yang selalu menginginkan ketiga
doktrin tersebut berjalan searah dan sepadan. Akhirnya mereka para filosuf mulai berkontemplasi
untuk menghasilkan suatu ajaran hukum yang tertuang berdasarkan ide-ide imajinatif (law in
abstracto) dan pengalaman yang secara langsung mereka rasakan (law in concreto).
Perkembangan hukum indonesia yang bisa dikatakatan masih dalam pasang surut, tidak
berpendirian tetap pada satu doktrin dan lebih cenderung menerima adalah salah satu contoh
negara yang terpengaruhi dengan ajaran-ajaran hukum era klasik maupun modern. Setelah
kita terlepas dari jeratan kolonialisme, indonesia menerima begitu saja doktrin hukum belanda
yang terpengaruhi oleh doktrin hukum perancis dalam suatu peralihan yang akhirnya
terkodifikasi menjadi suatu tatanan hukum nasional. Menurut penulis, terlihat jelas dalam praktik
penegakan hukum diawal kemerdekaan Indonesia bagaiamana para penegak hukum sangat
terpengaruhi dengan apa yang diajarkan oleh aliran legisme-positivisme dengan doktrin
kepastian hukum. Dimana setiap para penegak hukum, dan hakim khususnya dituntut untuk
mengadili setiap perkara sesuai dengan apa yang tertera dalam kitab undang-undang demi
terjaminnya kepastian hukum tanpa memasukkan sumber-sumber nilai normatif lainnya.
Maka kembali lagi kepada ketidakpuasan para sarjana hukum yang melihat lemahnya
doktrin legisme-positvisme tersebut, timbul adanya kebutuhan untuk mengadopsi dan
membangun sebuah paradigma baru untuk menggantikan posisi doktrin yang sudah tak relavan
termakan usia tersebut. Maka ketika itu, ada beberapa aliran dalam filsafat hukum yang
ditawarkan untuk melengkapi kesenjangan hukum di negeri ini, seperti pernah diutarakan untuk
mempertimbangkan doktrin utilitarianisme tentang kemanfaatan hukum untuk menyelesaikan
(bukan sekedar memutusi) perkara. Bukan logika hukum para yuris elit yang beroptik
formalisme untuk mendahulukan berlakunya hukum perundang-undangan saja yang terutama
harus berbicara di sini, akan tetapi terutama juga kearifan para pembuat hukum, baik yang duduk
di badan-badan legislatif (sebagai pembuat undang-undang alias hukum in abstracto) maupun
yang duduk di kursi-kursi sidang pengadilan (sebagai hakim, pembuat hukum in concreto.
Bukan positivisme dan legisme yang diperlukan di sini, melainkan temuan paradigma
baru, khususnya untuk kinerja kehakiman, seperti misalnya apa yang di Amerika, dirintis oleh
Roscoe Pound, disebut sociological jurisprudence yang menuntut para hakim untuk menggali
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Juga tidak bisa terbantahkan dengan apa yang telah
ditawarkan aliran sejarah yang telah membuka mata para legislator untuk menjadikan hukum
adat sebagai salah satu sumber hukum yang tidak bisa ditinggalkan. Maka apabila kita melihat
perkembangan hukum di Indonesia beserta relavansi aliran-aliran hukum dalam filsafat yang
berpengaruh dan berkembang didalamnya. Terlihat jelas terhadap maju pesatnya perkembangan
teori hukum yang terilhami dari beberapa aliran-aliran yang tertera diatas, seperti dua teori yang
telah menjadi tolak ukur pembalajaran dan rujukan ilmiah para sarjana hukum di Indonesia yaitu
teori hukum pembangunan dan teori hukum progresif.
Akan tetapi apabila kita telaah lebih mendalam mengenai apa yang menyebabkan
terjadinya kesenjangan hukum yang begitu kritis di Indonesia, dengan tetap tidak
menyampingkan sistem hukum yang begitu lemah. Adalah sebuah integritas para penegak
hukum, dimana mereka yang katanya ahli hukum dengan sendirinya mengikis nilai integritas
hanya demi memenuhi kepentingan beberapa pihak tak bertanggungjawab.Maka di sini bukan
kehadiran good law yang sebenarnya pertama-tama diharapkan, melainkan
kehadiran good man (tentu saja juga good woman), khususnya di badan-badan pengadilan. Inilah
manusia arif dan bijaksana yang tahu bagaimana mendayakan hukum guna merespons kebutuhan
masyarakat warga, khususnya mereka yang masih terpuruk di dalam derita kesenjangan yang
sungguh diskriminatif. Di tangan dan ditangani good (wo)man baik yang duduk di kursi-kursi
badan legislatif maupun di kursi-kursi badan pengadilan itu maka hukum
itu, in abstracto maupun in concreto, akan nyata terbilang ke dalam bilangan hukum yang
responsif dengan fungsinya sebagai pelindung kebebasan dan hak-hak asasi manusia
warganegara, yang tak cuma hendak berkutat pada tafsir formal melainkan juga mengajuk ke
kebenaran yang lebih bersifat materiil, ialah justice for all.