FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2019
SILABUS MATA KULIAH
Pokok Bahasan 1
1. Pengertian Filsafat, hukum dan Filsafat Hukum:
a. Pengertian Filsafat dari sudut etimologis dan definisi
b. Tingkat-tingkat Pengetahuan.
c. Pengertian Hukum dari Para ahli Hukum.
d. Ilmu-ilmu yang beroyek hukum
e. Ruang lingkup pembahasan Filsafat hukum
f. Letak Filsafat hukum dalam Filsafat.
g. Kedudukan dan Fungsi Filsafat.
2. Manfaat Mempelajari Filsafat.
a. Kedudukan Filsafat.
b. Fungsi Filsafat.
c. Ciri-ciri berpikir Filsafat.
d. Manfaat mempelajari Filsafat,
3. Sejarah Perkembangan Filsafat hukum
A. Sejarah Filsafat Barat.
B. Zaman Kuno.
C. Abat Pertengahan.
D. Zaman Moderen.
E. Zaman Dewasa ini/Sekarang.
4. Alisan-aliran Filsafat Hukum
a. Aliran Hukum Alam.
b. Positivisme Hukum
c. Utilitarianisme
d. Mazhap Sejarah.
e. Sociological Jurisprudence.
f. Realisme Hukum
g. Freirechtslehre/Ajaran Hukum Bebas.
5. Masalah-masalah Pokok Filsafat Hukum.
a. Konsep Keadilan menurut Aristoteles.
b. Konsep Keadilan menurut Thomas Aquinas.
c. Konsep Keadilan menurut Aliran-aliran Filsafat Hukum.
d. Konsep Keadilan menurut John Rowls.
e. Konsep Keadilan menurut Bangsa Indonesia/Pancasila.
f. Sejarah, pembagian HAM di Indonesia
g. Hukum Sebagai sarana Pembaruan Masyarakat.
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Pengertian Filsafat Hukum
2. Ruang lingkup pembahasan filsafat hukum.
3. Perkembangan Filsafat Hukum sejak zaman purbakala hingga
saat ini.
4. Filsafat hukum dan ilmu-ilmu hukum
5. Manfaat mempelajari filsafat hukum dalam pendidikan tinggi
hukum.
3. Van Apeldoorm
Filsafat Hukum menghendaki jawaban atas pertanyaan: Apakah Hukum?
Ia menghendaki agar kita memikir masak-masak tentang tanggapan kita
dan bertanya pada diri sendiri apa yang sebenarnya kita tanggap tentang
“hukum”.
4. E.Utrecht:
Filsafat Hukum memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti:
apakah hukum itu sebenarnya? (persoalan: adanya dan tujuan hukum)
Apakah sebabnya maka kita mentaati hukum (persoalan berlaku hukum)
Apakah keadilan yang menjadi ukuran untuk baik buruknya hukum itu
(persoalan keadilan hukum)
Inilah pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya juga dijawab oleh ilmu
hukum. Tetapi bagi orang banyak jawaban ilmu hukum tidak memuaskan..
Ilmu Hukum sebagai suatu ilmu empiris hanya melihat hukum dilihat sebagai
suatu gejala saja. Yaitu menerima hukum sebagai suatu “gegebenheit” belaka.
Filsafat Hukum hendak melihat hukum sebagai kaidah dalam arti kata
“Ethisch wardeoordeel”. Filsafat Hukum berusaha membuat “dunia etis
yang menjadi latar belakang yang tidak dapat diraba oleh pancaindra”
dari hukum . Filsafat hukum menjadi suatu ilmu normatif, seperti halnya
dengan (ilmu) politik hukum. Filsafat hukum berusaha mencari sesuatu
“rechtsideal” yang dapat menjadi “dasar umum” dan “etis” bagi
berlakunya sistem hukum positif sesuatu masyarakat.
6. Gustaf Radbruch
Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar
7. Langemeyer, menyatakan
Filsafat hukum pembahasan secara filosofis tentang hukum.
Apabila dikaji secara cermat, maka dari perumusan-perumusan
tersebut dapat ditarik kesimpusan sebagai berikut:
a. Pada umumnya mereka sepakat bahwa filsafat hukum merupakan
cabang dari filsafat, yaitu fisafat etika atau moral;
b. Yang menjadi objek pembahasan filsafat hukum tentang hakekat
atau inti yang sedalam-dalamnya dari hukum.
c. Merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari lebih lanjut setiap
hal yang tidak dapat dijawab oleh cabang ilmu hukum.
Oleh karena filsafat hukum itu merupakan salah satu cabang dari
filsafat, yakni filsafat etika atau moral, untuk mendapatkan pengertian
yang lebih jelas, akan diuraikan secara sepintas apa yang dimaksudkan
dengan fIlsafat pada umumnya.
B. Pengertian Filsafat
Menurut asal katanya, filsafat berasal dari kata Yunani “filosofia”.
Filosofia merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata “filo” dan “sofia” .
Filo berarti cinta (yaitu ingin) dan sofia berarti kebijaksanaan. Dengan
demikian filosofia dapat diartikan cinta akan kebijaksanaan.
Dari sudut isinya, terdapat banyak perumusan yang dikemukakan
para penulis filsafat seperti di bawah ini:
1. Plato.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan berminat mencapai kebenaran yang
asli.
2. Aristoteles.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu matematika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik dan estetika.
3. Al Farabi.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana
hekekat yang sebenarnya.
4. Descarter.
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikan.
5. Immanual Kant
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari
segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan:
a. Apakah yang dapat kita ketahui ?(jawabannya: matafisika).
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya: etika).
c. Sampai dimanakah harapan kita ? (jawabannya: agama)
d. Apakah yang dinamakan manusia (antropologi).
Bagaimanapun dari berbagai perumusan diatas dapat ditarik
intisarinya bahwa filsafat itu merupakan karya manusia tentang hakekat
sesuatu. Manusia diciptakan Tuhan disertai dengan alat kelengkapan yang
sempurna dalam mencapai tujuan hidupnya. Alat-alat kelengkapan itu
berupa raga, rasa dan rasio. Manusia berkarya dengan menggunakan ketiga
alat tadi. Dalam berkarya seni, tampil kedepan unsur rasanya, sedangkan
mencangkul disawah dan bekerja mengangkat barang-barang penumpang,
banyak manusia menggunakan unsur raganya. Dalam hal berkarya filsafat,
unsur rasiolah yang kemudian berperanan, walaupun pada mulanya unsur
rasa yang terlebih dahulu tampil. Rasa heran, dan kagum manusia atas alam
semesta yang dilihatnya, lagit yang terbentang tanpa batas, laut yang maha
luas, laut yang maha luas, gunung yang tinggi, dan juga binatang yang kecil
yang mampu menghidupi dirinya (hampir tidak terlihat oleh mata), dan lain
sebagainya menyebabkan manusia kemudian berpikir bagaimana cara
terjadinya, terbuat dari apa, mengapa bentuknya demikian, dan banyak
pertanyaan lain timbul dibenaknya, yang kesemuanya itu memerlukan
jawaban. Suatu jawaban sebagai hasil pemikiran maupun penyelidikan yang
mendalam. Dari jawaban akan muncul pertanyaan lagi, demikian seterusnya.
Yang dicari adalah segi hakekatnya dari pada apa yang diselidiki itu, yaitu
dalam arti tempatnya dialam semesta dan hubungannya dengan isi alam
semeste yang lain.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat itu tiada lain
merupakan hasil pemikiran manusia tentang tempat sesuatu dialam semesta
yang lain. Kata “sesuatu” dapat berarti alam semesta beserta segala isinya.
C. Objek Filsafat:
Pada mula orang berfilsafat memperhatikan bagaimana terjadinya
alam semesta itu (bumi, bintang, dan lain-lain). Pada masa pra-Socrates,
mencoba memecahkan misteri alam semesta dengan mengatakan bahwa
terjadinya bumi dan lain-lain itu berasaldari “api”, “udara” atau dari suatu zat
yang tek tentu sifat-sifatnya dan sebagainya. Setelah masa Socrates, menjadi
objek penyelidikan giliran manusia sebagai salah satu isi alam semesta.
Segala segi dari manusia di coba diungkapkan. Tingkah lakunya,
menghasilkan filsafat etika, karya seninya melahirkan filsafat estetika,
kebenaran cara berpikirnya menimbulkan filsafat logika. Juga segala upaya
manusia itu dalam mencapai tujuan hidupnya menghasilkan cabang-cabang
filsafat lainnya seperti filsafat negara, filsafat hukum, filsafat folitik, filsafat
ekonomi dan lain-lain.
Hukum merupakan suatu yang berkenaan dengan manusia. Manusia
dalam hubungannya dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup.
Tanpa pergaulan hidup (masyarakat) tidak akan ada hukum (ibi societas ibi
ius, zoon politicon). Hukum berfungsi mengatur hubungan pergaulan antar
manusia. Namun tidak semua perbuatan manusia itu memperoleh
pengaturannya. Hanya perbuatan atau tingkah laku yang diklasifikasikan
sebagai perbuatan hukum saja yang menjadi perhatiannya.
Ringkasan
Manusia sebagai salah satu isi alam sementa dijadikan obyek filsafat yang
menelaahnya dari berbagai segi. Salah satu diantaranya ialah mengenai
tingkah lakunya (filsafat etika). Sebagian dari tingkah laku ini lalu diselidiki
secara mendalam oleh filsafat hukum. Hubungan antara filsafat dan filsafat
hukum adalah:
Filsafat manusia----------- genus filsafatnya
Filsafat etika--------------- species filsafat dan
Filsafat Hukum -----------subspecies filsafat.
b. Masa Scholastik
Pada masa Scholastik ini banyak pemikiran hukum lahir, namun
dengan corang khusus, yaitu dengan didasari oleh ajaran Tuhan yaitu
ajaran Kristen. Pada masa ini terjadi peralihan, dalam alam pikiran Yunani
terdapat empat aliran pikiran yang besar yaitu Plato, Aristoteles, Stoa, dan
Epicurus. Sebagai akibat perbedaan pendapat dan pertentangan-
pertentangan serta perselisihan dikalangan aliran-aliran ini lahir ajaran baru
yang disebut Ecletisidme.
Selanjutnya muncul masa lain yang dikenal dalam dunia filsafat masa
Neo Platonisme dengan Platinus sebagai tokoh terbesar. Filsuf ini yang mula-
mula membangun suatu tata filsafat yang bersifat ketuhanan, seperti:
1. Platinus menyatakan Tuhan itu hakikat satu-satunya yang paling
utama dan luhur yang merupakan sumber dari segala-galanya. Kita
harus berikhtiar melihat Tuhan, sebab melihat Tuhan itu tak dapat
hanya dengan berpokir saja akan tetapi harus dengan jalan beribadah.
2. Plato, mengajarkan orang harus berusaha mencapai pengetahuan
yang sejati.
Pandangan ini membuka jalan untuk mengembangkan agama kristen
dalam filsafat.
c. Zaman Renaissance
Zaman ini ditandai dengan tidak terikatnya lagi alam pikiran
manusia dari ikatan-ikatan keagamaan, manusia menemukan kembali
kepribadian nya. Akibat dari pada perubahan ini, terjadi perubahan yang
tajam dalam segi kehidupan manusia, perkembangan teknologi yang
sangat pesat, berdirinya negara-negara baru, lahirnya segala macam
ilmu-ilmu baru dan lain sebagainya. Semua itu terjadi karena adanya
kebebasan dari para individu untuk menggunakan akal pikirannya
tanpa adanya rasa takut.
Dalam dunia pemikiran hukum, lahirnya zaman ini menimbulkan pula
adanya pendapat bahwa rasio manusia tidak lagi dapat dilihat sebagai suatu
penjelmaan daripada Rasio Tuhan. Rasio manusia terlepas dari ketertiban
ketuhanan. Dari rasio manusia yang berdiri sendiri ini merupakan sumber
satu-satunya dari hukum. Unsur logika manusia merupakan unsur
penting dalam pembentukan hukum.
d. Abad Modern
Walaupun sebelumnya unsur logika manusia sangat berperan dalam
perkembangan pemikiran hukum, namun dirasakan bahwa filsafat hukum di
nilai kurang berkembang sebagai akibat adanya gerakan kodifikasi yang ada
pada mula pertamanya orang kurang memberikan perhatiannya terhadap
masalah-masalah keadilan. Baru setelah dirasakan banyaknya kepincangan-
kepincangan dalam kodifikasi-kodifikasi kerena berubahnya nilai-nilai yang
menyangkut keadilan dalam masyarakat. Membangkitkan kembali orang-
orang untuk mencari keadilan melalui filsafat hukum.
Pada abad Moderen ini ada tendensi peralihan yaitu tadinya
filsafat hukum adalah filsafat hukum dari para filsuf. Menjadi filsafat
hukum dari para ahli hukum.
1. Teori Hukum
2. Sosiologi hukum.
4. Sejarah hukum
3. Aliran Utilitarianisme.
Aliran ini dipelopori oleh Jeremy Bentham, John Stuart Mill, danRudolf
von Jhering. Dengan memegang prinsip manusia akan melakukan
tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
mengurangi penderitaan. Menurut Bentham dalam bidang hukum: baik
buruknya suatu perbuatan diukur apakah perbuatan itu mendatangkan
kebahagiaan atau tidak. Demikian pula dengan perundang-undangan, baik
buruknya ditentukan pula oleh ukuran tersebut diatas. Jadi undang-undang
yang banyak memberikan kebahagiaan kepada sebagian besar masyarakat
akan dinilai sebagai undang-undang yang baik.
4. Madzab Sejarah.
Penganut aliran ini antara lain: Friedrich Carl von Savigny dan Puchta.
Inti dari pemikiran dari madzab sejarah ini: Hukum itu tidak dibuat akan
tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Hukum yang
sudah ada sebelumnya tentu berbeda pada setiap tempat dan waktu, karena
itu tidak masuk akal jika terdapat hukum yang berlaku universal dan pada
semua waktu. Hukum sangat tergantung atau bersumber kepada jiwa rakyat
dan yang menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup
manusia dari masa kemasa (sejarah). Hukum Savigny berkembang dari suatu
masyarakat yang sederhana yang pemikirannya nampak dalam tingkah laku
semua individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks dimana
kesadaran hukum rakyat itu nampak pada apa yang diucapkan oleh para
akhli hukum.
5. Sosiological Jurisprudence.
Madzab ini di cetuskan oleh Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benjamin
Cardozo, Kantorowics, Gurvitch dan lain-lain. Inti Madzab ini yang
berkembang di Amerika adalah:
“Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang
hidup di dalam masyarakat”.
Dari uraian diatas terlihat bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang
hidup di dalam masyarakat.
Perbedaan Sosiologi Hukum Sociological jurisprudence
Hanya hukum yang sanggup menghadapi ujian akal dapat hidup terus.
Yang menjadi unsur-unsur kekal, dalam hukum itu hanyalah pernyataan-
pernyataan akal yang berdiri diatas pengalaman dan diuji oleh pengalaman.
Pengalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh pengalaman. Tak
ada sesuatu dapat bertahan sendiri di dalam sistem hukum. Hukum adalah
pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan
dengan wibawa oleh badan-badan yang membuat undang-undang atau
mensyahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik
dan dibantu oleh kekuasaan masyarakat itu.
Jadi kata Roscoe Pound janganlah diulangi lagi kesalahan yang
dianut para akhli filsafat hukum abat ke 18 yang hanya memahami
hukum sebagai perumusan akal semata-mata dan serjana-serjana
hukum madzab sejarah yang beranggapan bahwa hukum hanyalah
merupakan perumusan pengalaman
1
Muchtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,
Binacipta,Bandung, hlm 5.
2
Soerjono Soekanto,1977, Pengantar Sosiologi Hukum, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, hlm 19
2. Hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat.
Muchtar Kusumaatmadja,3 menyatakan hukum sebagai alat
pembaharuan dalam masyarakat yang lebih menonjol adalah perundang-
undangan, walaupun yurisprudensi memengang peranan pula. Untuk
pembaharuan itu dapat berjalan sebagaimana mestinya, hendaknya
perundang-undangan yang dibentuk itu sesuai dengan apa yang menjadi
intipemikiran aliran Sosiological Jurisprudence yaitu hukum yang baik
hendaknya sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Sebab jika
ternyata tidak, akibatnya ketentuan tersebut akan tidak dapat dilaksanakan
(bekerja) dan akan mendapat tantangan-tantangan.
Beberapa bontoh perundang-undangan yang berfungsi sebagai sarana
pembaruan dalam arti merupakan sikap mental masyarakat tradisional
kearah modern, misalnya larangan menggunakan koteka di Irian Jaya,
keharusan pembuatan sertifikat tanah dan lain-lain.
Teori ini berpendapat bahwa orang taat dan tunduk pada hukum
oleh karena perjanjian untuk mentaatinya. Hukum dianggap sebagai
kehendak bersama, suatu hasil konsensus (perjanjian) dari segenap
anggota masyarakat.
Mengenai perjanjian ini terdapat perbedaan pendapat antara
Thomas Hobbes, John Locke dan J.J, rousseau seperti dibahwah ini:
Pada intinya teori ini berpendapat bahwa ditaatinya hukum itu karena
negara menghendakinya. Atau dengan kata lain orang tunduk pada hukum
karena merasa wajib mentaatinya karena hukum itu adalah kehendak
negara.
4
Soehino, 1980, Ilmu Negara, Liberty Yogyakarta, hlm 154