Anda di halaman 1dari 28

FILSAFAT HUKUM

Dr. Maiyestati, S.H,.M.H.,

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2019
SILABUS MATA KULIAH
Pokok Bahasan 1
1. Pengertian Filsafat, hukum dan Filsafat Hukum:
a. Pengertian Filsafat dari sudut etimologis dan definisi
b. Tingkat-tingkat Pengetahuan.
c. Pengertian Hukum dari Para ahli Hukum.
d. Ilmu-ilmu yang beroyek hukum
e. Ruang lingkup pembahasan Filsafat hukum
f. Letak Filsafat hukum dalam Filsafat.
g. Kedudukan dan Fungsi Filsafat.
2. Manfaat Mempelajari Filsafat.
a. Kedudukan Filsafat.
b. Fungsi Filsafat.
c. Ciri-ciri berpikir Filsafat.
d. Manfaat mempelajari Filsafat,
3. Sejarah Perkembangan Filsafat hukum
A. Sejarah Filsafat Barat.
B. Zaman Kuno.
C. Abat Pertengahan.
D. Zaman Moderen.
E. Zaman Dewasa ini/Sekarang.
4. Alisan-aliran Filsafat Hukum
a. Aliran Hukum Alam.
b. Positivisme Hukum
c. Utilitarianisme
d. Mazhap Sejarah.
e. Sociological Jurisprudence.
f. Realisme Hukum
g. Freirechtslehre/Ajaran Hukum Bebas.
5. Masalah-masalah Pokok Filsafat Hukum.
a. Konsep Keadilan menurut Aristoteles.
b. Konsep Keadilan menurut Thomas Aquinas.
c. Konsep Keadilan menurut Aliran-aliran Filsafat Hukum.
d. Konsep Keadilan menurut John Rowls.
e. Konsep Keadilan menurut Bangsa Indonesia/Pancasila.
f. Sejarah, pembagian HAM di Indonesia
g. Hukum Sebagai sarana Pembaruan Masyarakat.
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Pengertian Filsafat Hukum
2. Ruang lingkup pembahasan filsafat hukum.
3. Perkembangan Filsafat Hukum sejak zaman purbakala hingga
saat ini.
4. Filsafat hukum dan ilmu-ilmu hukum
5. Manfaat mempelajari filsafat hukum dalam pendidikan tinggi
hukum.

BAB II. BEBERAPA ALIRAN/MADZAB DI DALAM FILSAFAT HUKUM.


1. Aliran Hukum Alam.
2. Aliran Hukum Positif.
3. Aliran Utilitarianisme.
4. Madzab Sejarah.
5. Sosiological Jurisprudence.
6. Pragmatic Legal Realism.

BAB III BEBERAPA PERMASALAHAN PENTING DALAM FILSAFAT


HUKUM.
1. Masalah hukum dan kekuasaan
2. Hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat.
3. Hukum dari nilai-nilai sosial budaya.
4. Apa sebabnya orang mentaati hukum
5. Apa sebabnya negara berhak menghukum seseorang.

BAB IV BEBERATA BAHAN UNTUK MEMPELAJARI FILSAFAT HUKUM


1. Hukum yang Tercantum dalam Kitab-kitab Undang-undang dan
Dalam Praktek (Roscoe Pound: Law in Books and Law in Action).
2. Hukum dan Ilmu-ilmu Sosial. (Cairns Law and the social sciences)
3. Hakekat Hukum (Aristoteles: Basic works)
4. Tentang tugas Zaman Kita bagi Pembentuk Undang-undang Ilmu
Hukum. (Von Savigny: Von Beruf Unserer zeit fur Gesetz gebung
und Rechts wissenschaft.
5. Prinsip-prinsip Dasar Sosiologi Hukum. (Eugen Ehrling:
Grundlegum der Soziologie des Rechts- Fundamental Principles
of Sociology of Lew).
6. Pengaruh Perkembangan Sosial atas teori Hukum-Evolusi
Historis sebagai Pedoman Bagi Pemikiran Hukum.
7. Social Engineering (Roscoe Pound dan pengganti-penggantinya-
Friedmenn: Legal Theory).
8. Nilai-nilai Budaya (F.S.G. Northrop : Contemporary Legal
Theories)
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Pengertian Filsafat Hukum, Filsafat dan Objek Filsafat.

A. Pengertian Filsafat Hukum.


Hingga saat ini terdapat berbagai perumusan yang dikemukakan para
ahli tentang pengertian Filsafat Hukum seperti :
1. Soetiksno merumuskan:
Filsafat Hukum mencari hakekat dari hukum, yang menyelidiki kaidah
hukum sebagai pertimbangan nilai-nilai.

2. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto menyatakan :


Filsafat Hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, kecuali itu
Filsafat Hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya
penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, antara kebendaan
dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan/konservatisme dengan
pembaharuan.

3. Van Apeldoorm
Filsafat Hukum menghendaki jawaban atas pertanyaan: Apakah Hukum?
Ia menghendaki agar kita memikir masak-masak tentang tanggapan kita
dan bertanya pada diri sendiri apa yang sebenarnya kita tanggap tentang
“hukum”.

4. E.Utrecht:
Filsafat Hukum memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti:
apakah hukum itu sebenarnya? (persoalan: adanya dan tujuan hukum)
Apakah sebabnya maka kita mentaati hukum (persoalan berlaku hukum)
Apakah keadilan yang menjadi ukuran untuk baik buruknya hukum itu
(persoalan keadilan hukum)
Inilah pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya juga dijawab oleh ilmu
hukum. Tetapi bagi orang banyak jawaban ilmu hukum tidak memuaskan..
Ilmu Hukum sebagai suatu ilmu empiris hanya melihat hukum dilihat sebagai
suatu gejala saja. Yaitu menerima hukum sebagai suatu “gegebenheit” belaka.
Filsafat Hukum hendak melihat hukum sebagai kaidah dalam arti kata
“Ethisch wardeoordeel”. Filsafat Hukum berusaha membuat “dunia etis
yang menjadi latar belakang yang tidak dapat diraba oleh pancaindra”
dari hukum . Filsafat hukum menjadi suatu ilmu normatif, seperti halnya
dengan (ilmu) politik hukum. Filsafat hukum berusaha mencari sesuatu
“rechtsideal” yang dapat menjadi “dasar umum” dan “etis” bagi
berlakunya sistem hukum positif sesuatu masyarakat.

5. Satjipto Rahardjo, menguraikan filsafat hukum sebagai berikut


Filsafat hukum mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan tentang “hakekat hukum”,
tentang dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum”.

Perbedaan antara Filsafat hukum dengan Ilmu Hukum Positif:

Filsafat hukum Ilmu Hukum Positif


1. Filsafat hukum, mengambil 1. Hanya berurusan dengan
hukum sebagai fenomen- suatu tata hukum tertentu
universal sebagai sarana dan mempertanyakan
perhatiannya, untuk konsistensi logis dari azas-
kemudian dikupas dengan azas, peraturan-peraturan,
menggunakan standar bidang-bidang, serta sistem
analisis. hukum sendiri.

2. Ilm hukum atau


jurisprudence juga
mempermasalahkan hukum
dalam kerangka yang tidak
berbeda dengan filsafat
hukum.

6. Gustaf Radbruch
Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar
7. Langemeyer, menyatakan
Filsafat hukum pembahasan secara filosofis tentang hukum.
Apabila dikaji secara cermat, maka dari perumusan-perumusan
tersebut dapat ditarik kesimpusan sebagai berikut:
a. Pada umumnya mereka sepakat bahwa filsafat hukum merupakan
cabang dari filsafat, yaitu fisafat etika atau moral;
b. Yang menjadi objek pembahasan filsafat hukum tentang hakekat
atau inti yang sedalam-dalamnya dari hukum.
c. Merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari lebih lanjut setiap
hal yang tidak dapat dijawab oleh cabang ilmu hukum.
Oleh karena filsafat hukum itu merupakan salah satu cabang dari
filsafat, yakni filsafat etika atau moral, untuk mendapatkan pengertian
yang lebih jelas, akan diuraikan secara sepintas apa yang dimaksudkan
dengan fIlsafat pada umumnya.

B. Pengertian Filsafat
Menurut asal katanya, filsafat berasal dari kata Yunani “filosofia”.
Filosofia merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata “filo” dan “sofia” .
Filo berarti cinta (yaitu ingin) dan sofia berarti kebijaksanaan. Dengan
demikian filosofia dapat diartikan cinta akan kebijaksanaan.
Dari sudut isinya, terdapat banyak perumusan yang dikemukakan
para penulis filsafat seperti di bawah ini:
1. Plato.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan berminat mencapai kebenaran yang
asli.
2. Aristoteles.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu matematika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik dan estetika.
3. Al Farabi.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana
hekekat yang sebenarnya.
4. Descarter.
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikan.
5. Immanual Kant
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari
segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan:
a. Apakah yang dapat kita ketahui ?(jawabannya: matafisika).
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya: etika).
c. Sampai dimanakah harapan kita ? (jawabannya: agama)
d. Apakah yang dinamakan manusia (antropologi).
Bagaimanapun dari berbagai perumusan diatas dapat ditarik
intisarinya bahwa filsafat itu merupakan karya manusia tentang hakekat
sesuatu. Manusia diciptakan Tuhan disertai dengan alat kelengkapan yang
sempurna dalam mencapai tujuan hidupnya. Alat-alat kelengkapan itu
berupa raga, rasa dan rasio. Manusia berkarya dengan menggunakan ketiga
alat tadi. Dalam berkarya seni, tampil kedepan unsur rasanya, sedangkan
mencangkul disawah dan bekerja mengangkat barang-barang penumpang,
banyak manusia menggunakan unsur raganya. Dalam hal berkarya filsafat,
unsur rasiolah yang kemudian berperanan, walaupun pada mulanya unsur
rasa yang terlebih dahulu tampil. Rasa heran, dan kagum manusia atas alam
semesta yang dilihatnya, lagit yang terbentang tanpa batas, laut yang maha
luas, laut yang maha luas, gunung yang tinggi, dan juga binatang yang kecil
yang mampu menghidupi dirinya (hampir tidak terlihat oleh mata), dan lain
sebagainya menyebabkan manusia kemudian berpikir bagaimana cara
terjadinya, terbuat dari apa, mengapa bentuknya demikian, dan banyak
pertanyaan lain timbul dibenaknya, yang kesemuanya itu memerlukan
jawaban. Suatu jawaban sebagai hasil pemikiran maupun penyelidikan yang
mendalam. Dari jawaban akan muncul pertanyaan lagi, demikian seterusnya.
Yang dicari adalah segi hakekatnya dari pada apa yang diselidiki itu, yaitu
dalam arti tempatnya dialam semesta dan hubungannya dengan isi alam
semeste yang lain.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat itu tiada lain
merupakan hasil pemikiran manusia tentang tempat sesuatu dialam semesta
yang lain. Kata “sesuatu” dapat berarti alam semesta beserta segala isinya.

C. Objek Filsafat:
Pada mula orang berfilsafat memperhatikan bagaimana terjadinya
alam semesta itu (bumi, bintang, dan lain-lain). Pada masa pra-Socrates,
mencoba memecahkan misteri alam semesta dengan mengatakan bahwa
terjadinya bumi dan lain-lain itu berasaldari “api”, “udara” atau dari suatu zat
yang tek tentu sifat-sifatnya dan sebagainya. Setelah masa Socrates, menjadi
objek penyelidikan giliran manusia sebagai salah satu isi alam semesta.
Segala segi dari manusia di coba diungkapkan. Tingkah lakunya,
menghasilkan filsafat etika, karya seninya melahirkan filsafat estetika,
kebenaran cara berpikirnya menimbulkan filsafat logika. Juga segala upaya
manusia itu dalam mencapai tujuan hidupnya menghasilkan cabang-cabang
filsafat lainnya seperti filsafat negara, filsafat hukum, filsafat folitik, filsafat
ekonomi dan lain-lain.
Hukum merupakan suatu yang berkenaan dengan manusia. Manusia
dalam hubungannya dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup.
Tanpa pergaulan hidup (masyarakat) tidak akan ada hukum (ibi societas ibi
ius, zoon politicon). Hukum berfungsi mengatur hubungan pergaulan antar
manusia. Namun tidak semua perbuatan manusia itu memperoleh
pengaturannya. Hanya perbuatan atau tingkah laku yang diklasifikasikan
sebagai perbuatan hukum saja yang menjadi perhatiannya.
Ringkasan
Manusia sebagai salah satu isi alam sementa dijadikan obyek filsafat yang
menelaahnya dari berbagai segi. Salah satu diantaranya ialah mengenai
tingkah lakunya (filsafat etika). Sebagian dari tingkah laku ini lalu diselidiki
secara mendalam oleh filsafat hukum. Hubungan antara filsafat dan filsafat
hukum adalah:
Filsafat manusia----------- genus filsafatnya
Filsafat etika--------------- species filsafat dan
Filsafat Hukum -----------subspecies filsafat.

Menurut Bender O.P. menjelaskan hubungan filsafat hukum dengan filsafat


(moral atau etika)sebagai berikut: Filsafat itu terdiri dari beberapa bagian.
Salah satu bagian utamanya adalah filsafat moral, yang disebut juga etika.
Obyek dari bagian utama ini adalah tingkah laku manusia dari segi baik dan
buruk yang khas, yang ditemukan dalam tingkah laku manusia, yaitu baik
atau buruk menurut kesusilaan.
Menurut Prof Drs. Lili Rasjidi, filsafat hukum adalah bagian dari filsafat
moral atau etika

2.Ruang Lingkup Pembahasan Filsafat Hukum.

No Masa Dulu Masa Kini


1 Masalah-masalah dasar yang Objek pembahasan filsafat
menjadi perhatian filsuf masa dulu hukum, tidak hanya masalah
terbatas pada masalah: tujuan hukum saja, akan tetapi
a. Tujuan hukum, (terutama masalah setiap permasalahan yang
masalah keadilan), mendasar sifatnya yang muncul
b. Hubungan Hukum Alam dan di dalam masyarakat yang
Hukum positif, memerlukan suatu pemecahan.
c. Hubungan negara dan hukum, dll. Filsafat hukum sekarang bukan
Filsafat hukum hanyalah lagi filsafat hukum para ahli
merupakan produk sampingan. filsafat seperti dimasa-masa
d. Pemikiran hukum banyak diikuti lampau, akan tetapi merupakan
orang dipengaruhi oleh pendapat : buah pikiran para ahli hukum
Plato, Aristoteles, Cicero, Zono (teoritisi maupun praktisi yang
dari zaman Yunani/ Romawi tugas sehari-hari banyak
menghadapi permasalahan yang
menyangkut keadilan sosial di
masyarakat.
Masalah-masalah hukum seperti:
a. Hubungan hukum dengan
kekuasaan.
b. Hubungan hukum dengan
nilai-nilai sosial budaya.
c. Apa sebabnya orang mentaati
hukum.
d. Masalah pertanggung
jawaban.
e. Masalah hak milik.
f. Masalah kontrak.
g. Masalah peranan hukum
sebagai sarana pembaharuan
masyarakat.
h. dll

3. Perkembangan Filsafat hukum sejak zaman purbakala hingga saat


ini.

Perkembagan Filsafat Hukum dapat dilihat seperti di bawah ini:


I. Zaman Purbakala.
1. Masa Yunani:
a. Masa pra-Socrates
b. Masa Socrates, Plato dan Aristoteles.
c. Masa Stoa.
2. Masa Romawi
a. Cicero
b. St. Agustinus dan lain-lain
II. Abat Pertengahan.
1. Masa Gelap.
2. Masa Scholastik
III. Zaman Renaissance
IV. Zaman Baru
V. Zaman Modern
I. Zaman Purbakala.
1. Masa Yunani:
a. Masa pra-Socrates
Para fisuf pada masa sebelum Socrates ini Filsafat Hukum belum
berkembang, karena para filsuf memusatkan perhatian pada alam semesta,
yang menjadi masalah bagi mereka bagaimana terjadinya alam semesta
ini. Mereka mencari apa yang menjadi inti alam.
Filsuf Thales (yang hidup pada tahun 624-548 S.M.) mengemung-
kakan Alam semesta terjadi dari air.
Filsuf Anaximandros mengatakan bahwa inti alam itu adalah suatu zat
yang tak tentu sifat-sifatnya yang disebut “to apeiron”.
Anaximenes berpendapat sumber dari alam semesta ialah udara.
Heraklitos, menyatakan alam semesta ini terbentuk dari api, dia
mengemukakan suatu selogan yang terkenal hingga saat ini yaitu “Panterei”
yang berarti semua mengalir. Artinya bahwa segala sesuatu di dunia ini tak
henti-hentinya berubah.
Sedangkan Pitagores, menyebutkan bilangan sebagai dasar dari
segala-galanya, dan isi alam semesta adalah manusia. Menurut Pitagores Tiap
manusia itu memiliki jiwa yang selalu berada dalam proses Katharsis
pembersihan diri. Setiap kali jiwa memasuki tubuh manusia, maka manusia
harus melakukan pembersihan diri agar jiwa tadi dapat masuk ke dalam
kebahagiaan. Jika dinilai tidak cukup melakukan katharsis jiwa itu akan
memasuki lagi tubuh manusuia yang lain.
Pandangan Pitagores diatas penting, karena sudah menyebutkan
manusia obyek filsafat. Sebab hanya dengan kaitan manusia ini, pembicaraan
akan sampai kepada hukum. Boleh dikatakan

b. Masa Socrates, Plato dan Aristoteles.


Beberapa penulis sejarah filsafat hukum mengungkapkan bahwa
Socrateslah yang pertama-tama memberikan perhatian sepenuhnya pada
manusia. Ia berfilsafat tentang manusia sampai pada segala seginya. Di
perkirakan filsafat hukum mulai pertama lahir pada masa ini, kemudian
mencapai puncaknya melalui tangan para filsuf besar lainnya seperti Plato,
Aristoteles dan filsuf-filsuf lain pada zaman Yunani dan Romawi.
Perkembangan filsafat hukum. Perbedaan perkembangan filsafat Hukum
pada zaman Yunani dengan masa Romawi sebagai berikut :

PERBEDAAN PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM PADA ZAMAN YUNANI


DENGAN ZAMAN ROMAWI.

No. Masa Yunani Masa Romawi

1 Boleh disebut sebagai sumber Perkembangan Filsafat Hukum


kancah pemikiran-pemikiran tidak segemilang pada masa
tentang hukum sampai kepada Yunani. Karena masa ini para
akar-akar filsafatnya, sehingga ahli pikir lebih banyak
masalah-masalah utama dalam mencurahkan perhatiannya
teori hukum sekarang ini bisa kepada masalah bagaimana
dikaitkan ke belakang pada hendak mempertahankan
bangsa tersebut. Masalah- ketertiban diseluruh kawasan
masalah utama sekarang kekaisaran Romawi yang
dibicarakan dalam teoru-teori sangat luas itu.
hukum telah mendapat
perumusannya pada masa itu
2 Kecenderungan untuk Para filsuf dituntut untuk
memikirkan spekulatif serta memikirkan bagaimana caranya
persepsi intelektualnya untuk memerintah romawi sebagai
menyadari adanya tragedi suatu kerajaan dunia.
kehidupan manusia serta
komplit-komplit dalam
kehidupan dunia ini.
3 Melihat bagaimana timbul dan Romawi tidak banyak
perkembangan politik, di negara memberikan sumbangan kepada
kota pada masa itu. pemikiran teori, Lebih banyak
Kekacauan-kekacauan sosial, menyumbangkan pemikirannya
komplit-komplit di dalamnya, di bidang konsep-konsep serta
pergantian pemerintahan yang teknik-teknik yang
begitu sering, masa-masa tirani, berhubungkan dengan hukum
dan kesewenangan-wenangan, positif, seperti bidang-bidang
yang semua terjadi pada masa itu kontrak, kebendaan dan ajaran-
ajaran tentang kesalahan.
4 Orang didorong dengan kuat
untuk memikirkan poblem yang
abadi mengenai hubungan antara
hukum positif dengan keadilan
yang abadi

II. Abat Pertengahan.


a. Masa Gelap.

Masa ini mulai dari runtuhnya kekaisaran Romawi akibat serangan


bangsa lain yang dianggap terbelakang yang datang dari utara yaitu yang
disebut suku-suku Germania. Tingkat peradapan yang tinggi dari bangsa
Romawi hanyalah tinggal puing-puing semata.
Kenapa di katakan Masa Gelap:
Karena pada masa ini tiadanya peninggalan apa pun dari suku
bangsa yang berkuasa, menyebabkan para ahli masa kini sukar untuk
secara pasti menentukan apa yang terjadi dimasa gelep ini. Yang pasti di
masa di masa gelap ini pengaruh agama kristen mulai berkembang pesat
disebabkan oleh karena suasana kehidupan suku-suku bangsa waktu itu yang
selalu tidak tentram akibat pererangan yang terus menerus terjadi di
kalangan mereka sendiri atau antara suku, sehingga mereka memerlukan
adanya suatu pengangan hidup yang akan mengakhiri ketidaktenteraman
dan agama Kristen memenihi tuntutan tersebut.
Pada Masa Gelap ini Filsafat Hukum tidak berkembang.

b. Masa Scholastik
Pada masa Scholastik ini banyak pemikiran hukum lahir, namun
dengan corang khusus, yaitu dengan didasari oleh ajaran Tuhan yaitu
ajaran Kristen. Pada masa ini terjadi peralihan, dalam alam pikiran Yunani
terdapat empat aliran pikiran yang besar yaitu Plato, Aristoteles, Stoa, dan
Epicurus. Sebagai akibat perbedaan pendapat dan pertentangan-
pertentangan serta perselisihan dikalangan aliran-aliran ini lahir ajaran baru
yang disebut Ecletisidme.
Selanjutnya muncul masa lain yang dikenal dalam dunia filsafat masa
Neo Platonisme dengan Platinus sebagai tokoh terbesar. Filsuf ini yang mula-
mula membangun suatu tata filsafat yang bersifat ketuhanan, seperti:
1. Platinus menyatakan Tuhan itu hakikat satu-satunya yang paling
utama dan luhur yang merupakan sumber dari segala-galanya. Kita
harus berikhtiar melihat Tuhan, sebab melihat Tuhan itu tak dapat
hanya dengan berpokir saja akan tetapi harus dengan jalan beribadah.
2. Plato, mengajarkan orang harus berusaha mencapai pengetahuan
yang sejati.
Pandangan ini membuka jalan untuk mengembangkan agama kristen
dalam filsafat.

c. Zaman Renaissance
Zaman ini ditandai dengan tidak terikatnya lagi alam pikiran
manusia dari ikatan-ikatan keagamaan, manusia menemukan kembali
kepribadian nya. Akibat dari pada perubahan ini, terjadi perubahan yang
tajam dalam segi kehidupan manusia, perkembangan teknologi yang
sangat pesat, berdirinya negara-negara baru, lahirnya segala macam
ilmu-ilmu baru dan lain sebagainya. Semua itu terjadi karena adanya
kebebasan dari para individu untuk menggunakan akal pikirannya
tanpa adanya rasa takut.
Dalam dunia pemikiran hukum, lahirnya zaman ini menimbulkan pula
adanya pendapat bahwa rasio manusia tidak lagi dapat dilihat sebagai suatu
penjelmaan daripada Rasio Tuhan. Rasio manusia terlepas dari ketertiban
ketuhanan. Dari rasio manusia yang berdiri sendiri ini merupakan sumber
satu-satunya dari hukum. Unsur logika manusia merupakan unsur
penting dalam pembentukan hukum.

d. Abad Modern
Walaupun sebelumnya unsur logika manusia sangat berperan dalam
perkembangan pemikiran hukum, namun dirasakan bahwa filsafat hukum di
nilai kurang berkembang sebagai akibat adanya gerakan kodifikasi yang ada
pada mula pertamanya orang kurang memberikan perhatiannya terhadap
masalah-masalah keadilan. Baru setelah dirasakan banyaknya kepincangan-
kepincangan dalam kodifikasi-kodifikasi kerena berubahnya nilai-nilai yang
menyangkut keadilan dalam masyarakat. Membangkitkan kembali orang-
orang untuk mencari keadilan melalui filsafat hukum.
Pada abad Moderen ini ada tendensi peralihan yaitu tadinya
filsafat hukum adalah filsafat hukum dari para filsuf. Menjadi filsafat
hukum dari para ahli hukum.

4.Filsafat Hukum dan Ilmu-ilmu Hukum

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, membagi disiplin ilmu hukum


atas:
1. Ilmu-ilmu hukum
2. Politik hukum
3. Filsafat Hukum

Ilmu-ilmu yang obyeknya hukum terdiri atas:

1. Teori Hukum

Teori Hukum mempelajari tentang pengertian-pengertian pokok dan


sistematika hukum. Pengertian-pengertian pokok misalnya subjek hukum,
perbuatan hukum, objek hukum, peristiwa hukum, badan hukum, dan lain-lain
memiliki pengertian yang bersifat umum dan bersifat teknis.

2. Sosiologi hukum.

Sosiologi hukum, adalah cabang sosiologi yang mempelajari hukum


sebagai suatu gejala sosial. Menurut Soerjono Soekanto ada beberapa
persoalan yang disoroti oleh sosiologi hukum :
1) Hukum dan sistem sistem sosial masyarakat.
2) Persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan sistem-sistem
hukum.
3) Sifat hukum yang dualistis.
4) Hukum dan kekuasaan
5) Hukum dan nilai-nilai sosial budaya.
6) Kepastian hukum dan keadilan
7) Peranan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat

Sosiologi hukum dalam penyelidiannya bermula dari masyarakat itu


pada hukum

Sosiological jurisprudence berpendapat bahwa hukum yang baik


adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat,
artinya yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
3. Perbandingan hukum.

Perbandingan hukum merupakan cabang dari ilmu dengan jalan


mencari perbandingan baik mengenai persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan antara sistem-sistem hukum yang berlaku dalam satu
atau beberapa negara/masyarakat.

4. Sejarah hukum

Mempelajari hukum dari segi sejarahnya. Dengan menggunakan


metode ini, dicari asal mula suatu sistem hukum dalam suatu
negara/masyarakat, perkembangannya dari dahulu hingga sekarang.
Beberapa pertanyaan yang penting yang mempu di jawab dengan metode ini
adalah:
1) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi terbentuknya suatu
lembaga hukum tertentu dan bagaimana jalannya proses
pembentukan itu?
2) Faktor apakah yang dominan pengaruhnya dalam proses
pembentukan suatu lembaga hukum tertentu dan apa sebabnya.
3) Bagaimanakah interaksi antara pengaruh-pengaruh yang datang dari
luar dengan kekuatan perkembangan dari dalam masyarakat sendiri?
4) Bagaimanakah jalannya proses adaptasi-terhadap lembaga-lembaga
yang diambil dari sistem hukum asing?
5) Apakah suatu lembaga hukum tertentu selalu menjalankan fungsi
yang sama? Apakah terjadi perubahan fungsi?Apakah yang
menyebabkannya? Apakah perubahan itu bersifat formal atau
informal.
6) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan hapusnya atau tidak
digunakannya lagi suatu lembaga hukum tertentu?
7) Dapatkah dirumuskan suatu pola perkembangan yang umum yang
dijalani oleh lembaga-lembaga hukum dari suatu sistem hukum
tertentu.

5. Manfaat mempelajari filsafat hukum dalam pendidikan tinggi hukum


menurut Mochter Kusumaatmadja.
1. Untuk menempatkan hukum dalam tempat dan perspektif yang tepat
sebagai bagian dari usaha manusia menjadikan dunia ini suatu tempat
yang lebih pantas untuk didiaminya.
2. Untuk mengimbangi efek daripada spesialisasi yang sempit yang
mungkin disebabkan oleh program spesialisasi yang dimulai di tahun
ke-4.
3. Untuk menjelaskan peranan hukum dalam pembangunan dengan
memberikan perhatian khusus pada ajaran-ajaran sociological
jurisprudence.
BAB II
BEBERAPA ALIRAN/MADZAB DI DALAM FILSAFAT HUKUM

1. Aliran Hukum Alam.


Aliran ini berpendapat bahwa hukum itu berlaku universal dan abadi.
Dilihat dari sumbernya hukum alam terbagi atas dua
a. Hukum alam yang bersumber dari Tuhan (irrasional);
b. Hukum alam yang bersumber dari rasio manusia.
Hukum alam yang bersumber dari rasio Tuhan, misalnya pendapat dari
Thomas van Aguino membagi empat golongan hukum alam:
1) Lex Aeterna, merupakan rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala hal
yang bersumber dari segala hukum.
2) Lex Devina bagian dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh
manusia berdasarkan waktu yang diterimanya.
3) Lex Naturalis inilah yang merupakan hukum alam.
4) Lex Positivis, hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan dari
hukum alam oleh manusia berhubungan dengan syarat khusus yang
diperlukan oleh keadaan manusia. Hukum positif ini terdiri atas
hukum positif yang dibuat oleh Tuhan seperti yang terdapat dalam
Alquran dan hukum positif yang dibuat oleh manusia.
Mengenai konsepsinya hukum alam, Thomas Aquino membagi asas-asas
hukum alam itu dalam dua jenis:
1. Principia prima: Tak lain adalah asas-asas yang dimiliki oleh manusia
semenjak dia lahir dan bersifat mutlak dalam arti tidak dapat
diasingkan darinya. Karena sifatnya yang demikian, Principia prima
itu tidak dapat berubah ditempat manapun dan dalam keadaan
apapun. Sebagai contoh misalnya Sepuluh Perintah Tuhan.
2. Prinncipia secundaria: yang merumuskan asas yang diturunkan dari
Principia prima tidak berlaku mutlak dan dapat berubah menurut
tempat dan waktu.
Menurut Gratianus, manusia dikuasai oleh dua hukum yakni hukum
alam dan adat kebiasaan. Hukum alam ialah sebagaimana terdapat di dalam
Kitab Suci dan Injil atau Alquran. Hukum alam itu lahir bersamaan dengan
terciptanya manusia sebagai mahluk yang berakal. Hukum alam itu tidak
dapat berubah sepanjang jaman. Terhadap hukum-hukum lainnya, hukum
alam ini mempunyai kedudukan yang lebih tinggi.
William Occam dari Inggris mengemungkakan adanya hierarkhis
hukum sebagai berikut:
1) Hukum yang universal yaitu hukum yang mengatur tingkah laku
manusia yang bersumber dari rasio alam.
2) Apa yang disebutnya sebagai hukum yang mengikat masyarakat yang
berasal dari alam.
3) Hukum yang bersumber dari prinsip-prinsip alam tetapi yang dapat
diubah oleh penguasa.
Selanjutnya William Occam menyatakan bahwa hukum itu adalah
identik dengan kehendak mutlak Tuhan. Tuhan adalah merupakan pencipta
hukum alam yang berlaku disemua tempat dan disetiap waktu.
b.Hukum alam yang bersumber dari rasio manusia.
Berdasarkan akalnya, manusia dapat menerima adanya hukum alam
tersebut dan dengan demikian manusia tadi dapat membedakan adil dan
tidak adil, buruk atau jahat dan baik/jujur. Hukum alam yang dapat diterima
oleh manusia itu hanya sebagian saja dan selebihnya adalah hasil daripada
akal manusia sendiri. Dengan demikian kesemuaan hukum alam itu
merupakan kehendak Tuhan dan akal manusia. Sifat hukum alam adalah
tidak bisa berubah-ubah. Manusia tidak bisa mengubah juga Paus maupun
pembuat undang-undang. Namun demikian Suarez, dalam penetrapan
hukum tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan. Disamping hukum alam,
Suarez mengenal juga hukum lain yaitu adat kebiasaan dari rakyat. Bedanya
dengan hukum alam, adat kebiasaan itu adalah hal yang berguna untuk
pergaulan manusia sedangkan hukum alam berguna untuk kesusilaan.
Contoh, Suarez mengemungkakan tentang perbudakan dan hak milik
pertikelir sebagai adat kebiasaan dan kemerdekaan serta berserikatnya harta
benda sebagai hukum alam. Tentang hukum positif menurut Suarez rajalah
yang berhak membuatnya. Semua peraturan buatan manusia harus disusun
berdasarkan hukum alam.
Menrut Rudolf Stammler hukum alam bersifat tidak abadi. Dasar
daripada hukum alamnya adalah kebutuhan manusia. Karena kebutuhan
manusia itu berubah-ubah sepanjang waktu dan tempat maka akibatnya
hukum alam yang dihasilkannya juga berubah-ubah setiap tempat dan waktu.
Stammler berpendapat bahwa adil tidaknya sesuatu hukum terletak pada
dapat tidaknya hukum itu memenuhi kebutuhan manusia.

2. Aliran Hukum Positif.


Lahir di abat pertengahan. Aliran ini mengidentikkan hukum dengan
undang-undang satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang. Ciri-ciri
pengertian hukum positif menurut Prof.H.L.A. Hart sebagai berikut:
1. Hukum itu perintah dari manusia.
2. Tidak ada hubungan mutlak antara hukum (law) dan moral antara
hukum yang ada dengan hukum yang seharusnya.
3. Konsepsi hukum adalah:
a. Mempunyai arti penting;
b. Harus dibedakan dari penyelidikan.
4. Sistem hukum adalah sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup
5. Pertimbangan moral tidak dapat dibuat atau dipertahankan.

Penganut aliran ini adalah:


1. John Austin, yang menyatakan Hukum merupakan perintah dari
penguasa atau pemengang kekuasaan dalam arti perintah dari
penguasa yang memegang kekuasaan tertinggi. Selanjutnya Austin
menyatakan hukum adalah perintah yang dibebankan untuk
mengatur mahluk berfikir, perintah mana dilakukan oleh mahluk
berfikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan.
Austin, memisahkan hukum dari keadilan dan hukum tidak
didasarkan pada nilai-nilai yang baik atau buruk.
Austin, membagi hukum atas:
a. Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia.
b. Hukum yang dibuat oleh manusia; disebut juga dengan hukum
yang sesungguhnya. Yang mengandung: perintah, sanksi,
kewajiban dan kedaulatan. (ketentuan-ketentuan yang tidak
memenuhi unsur-unsur tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
positive law akan tetapi hanyalah positive morality.
1. Perintah, berarti satu pihak menghendaki agar orang lain
melakukan kehendaknya, kedua pihak yang diperintah akan
mengalami penderitaan.
2. Jika perintah itu tidak dijalankan atau ditaati.
3. Perintah itu adalah merupakan pembedaan kewajiban
terhadap yang diperintah.
4. Perintah dapat terlaksana jika yang memerintah itu adalah
pihak yang berdaulat.
c. Hukum yang tidak sebenarnya, artinya tidak dibuat dibuat oleh
penguasa badan yang berwenang, tetapi dibuat oleh perkumpulan-
perkumpulan atau badan-badan tertentu.

2. Ajaran Hukum Murni Dari Hans Kelsen.


Ada dua teori yang dikemungkakan oleh Hans Kelsen:
a. Ajaran Hukum yang bersifat murni: Hukum itu harus dibersihkan
dari anasir-anasir yang tidak yuridis seperti etis, sosiologis, politis dan
sebagainya.
1. Etis, berarti konsepsi tidak memberi tempat bagi berlakunya suatu
hukum alam.
2. Sosiologis, tidak memberikan tempat bagi hukum kebiasaan yang
hidup dan berkembang di dalam masyarakat
3. Politis, memandang hukum sebagai sollen yuridis semata-mata
yang sama sekali terlepas dari das sain/ kenyataan sosial. Hukum
merupakan sollenskatagori dan bukan sainskatagori: artinya orang
mentaati hukum karena ia merasa wajib untuk mentaatinya
sebagai suatu kehendak negara. Hukum itu tidak lain merupakan
suatu kaidah ketertiban yang menghendaki orang mentaatinya
sebagaimana seharusnya. Misalnya orang yang membeli barang
haruslah membayarnya.
b. Berasal dari muridnya Adolf Merkl, dengan ajaran Stufentheorie,
berpendapat bahwa suatu sistem hukum adalah merupakan suatu
hierarkis dari hukum dimana suatu ketentuan hukum tertentu
bersumber pada ketentuan hukum lainnya yang lebih tinggi. Sebagai
ketentuan yang tertinggi adalah Grundnorm atau norma dasar yang
bersifat hipotetis. Ketentuan yang lebih rendah adalah lebih konkrit
dari ketentuan yang lebih tinggi. Contoh dapat dilihat berdasarkan
Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan sebagai berikut:
1. UUD NRI Tahun 1945
2. Tap MPR
3. UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

3. Aliran Utilitarianisme.

Aliran ini dipelopori oleh Jeremy Bentham, John Stuart Mill, danRudolf
von Jhering. Dengan memegang prinsip manusia akan melakukan
tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
mengurangi penderitaan. Menurut Bentham dalam bidang hukum: baik
buruknya suatu perbuatan diukur apakah perbuatan itu mendatangkan
kebahagiaan atau tidak. Demikian pula dengan perundang-undangan, baik
buruknya ditentukan pula oleh ukuran tersebut diatas. Jadi undang-undang
yang banyak memberikan kebahagiaan kepada sebagian besar masyarakat
akan dinilai sebagai undang-undang yang baik.

4. Madzab Sejarah.
Penganut aliran ini antara lain: Friedrich Carl von Savigny dan Puchta.
Inti dari pemikiran dari madzab sejarah ini: Hukum itu tidak dibuat akan
tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Hukum yang
sudah ada sebelumnya tentu berbeda pada setiap tempat dan waktu, karena
itu tidak masuk akal jika terdapat hukum yang berlaku universal dan pada
semua waktu. Hukum sangat tergantung atau bersumber kepada jiwa rakyat
dan yang menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup
manusia dari masa kemasa (sejarah). Hukum Savigny berkembang dari suatu
masyarakat yang sederhana yang pemikirannya nampak dalam tingkah laku
semua individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks dimana
kesadaran hukum rakyat itu nampak pada apa yang diucapkan oleh para
akhli hukum.

5. Sosiological Jurisprudence.
Madzab ini di cetuskan oleh Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benjamin
Cardozo, Kantorowics, Gurvitch dan lain-lain. Inti Madzab ini yang
berkembang di Amerika adalah:
“Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang
hidup di dalam masyarakat”.
Dari uraian diatas terlihat bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang
hidup di dalam masyarakat.
Perbedaan Sosiologi Hukum Sociological jurisprudence

No Sosiologi Hukum Sociological jurisprudence


1 Adalah cabang sosiologi yang Mempelajari pengaruh timbal balik
mempelajari pengaruh antara hukum dan masyarakat dan
masyarakat pada hukum dan sebaliknya.
sejauh mana gejala-gejala yang
ada dalam masyarakat itu
dapat mempengaruhi hukum
tersebut disamping juga
diselidiki sebaliknya pengaruh
hukum dalam masyarakat.
2 Cara pendekatannya bermula Cara pendekatannya bermula dari
dari masyarakat ke hukum hukum ke masyarakat
3 Berpengang pada pendapat
pentingnya baik akal maupun
pengalaman

Hanya hukum yang sanggup menghadapi ujian akal dapat hidup terus.
Yang menjadi unsur-unsur kekal, dalam hukum itu hanyalah pernyataan-
pernyataan akal yang berdiri diatas pengalaman dan diuji oleh pengalaman.
Pengalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh pengalaman. Tak
ada sesuatu dapat bertahan sendiri di dalam sistem hukum. Hukum adalah
pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan
dengan wibawa oleh badan-badan yang membuat undang-undang atau
mensyahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik
dan dibantu oleh kekuasaan masyarakat itu.
Jadi kata Roscoe Pound janganlah diulangi lagi kesalahan yang
dianut para akhli filsafat hukum abat ke 18 yang hanya memahami
hukum sebagai perumusan akal semata-mata dan serjana-serjana
hukum madzab sejarah yang beranggapan bahwa hukum hanyalah
merupakan perumusan pengalaman

6. Pragmatic Legal Realism.


Menurut Llewellyn, realisme ini bukanlah merupakan suatu aliran di
dalam filsafat hukum akan tetapi hanyalah merupakan suatu gerakan
(movement) dalam cara berpikir tentang hukum. Beberapa tokoh gerakan
realisme ini antara lain:
1. John Chipman Gray dan Oliver Wendell Holmes, berpendapat bahwa
dunia ilmu hukum harus terdapat pengertian-pengertian dalam
perumusan-perumusan yang jelas dan menentang dimasukannya
unsur-unsur ideologis dalam bidang ilmu hukum. Gray telah
mempelopori cara pendekatan tidak semata-mata pada faktor logika
belaka namun juga pada faktor-faktor lain di luar logika.
2. Oliver Wendell Holmes. Holmes memberikan suatu perumusan
tentang hukum yang didasarkan pada pengalaman dan
meragukan peranan logika. Hukum diambil secara deduktip dari
dasar etika atau tindakan-tindakan yang diperkenankan, atau berasal
dari sesuatu (apa saja) yang sesuai atau tidak sesuai dengan satu
putusan hakim.
3. William James. Seorang pragmatis lebih percaya pada pengalaman.
4. John Dewey. Hukum adalah suatu proses berdasarkan
eksperimen dimana unsur logika hanya merupakan salah satu unsur
saja dari sejumlah unsur-unsur lain yang memberi petunjuk kearah
satu kesimpulan tertentu.
5. Metode psycho-analitis dari Jerome Frank. Para ahli hukum pada
umumnya dan para hakim khususnya setia pada dongengan
tentang kepastian hukum dengan membina suatu sistem (yang
sesungguhnya tentang kebenarannya hanya terletak pada angan-
angan para hakim saja) putusan-putusan hakim atau peraturan-
peraturan lengkap. Dengan demikian mereka menyembunyikan
keadaan yang sesungguhnya bahwa tiap-tiap perkara pada
hekekatnya merupakan masalah tersendiri yang memerlukan
penciptaan suatu putusan khusus.
6. Realisme Skandinavia. Penganut gerakan ini menolak berlakunya
suatu hukum alam.
BAB III
BEBERAPA PERMASALAHAN PENTING DALAM FILSAFAT HUKUM

1. Masalah hukum dan kekuasaan.


Hubungan hukum dengan kekuasaan dapat dirumuskan secara
singkat dalam slogan sebagai berikut:
“Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa
hukum adalah kelaliman”.1
Dalam penerapannya, hukum memerlukan suatu kekuasaan untuk
mendukungnya. Inilah yang membedakan antara hukum disatu pihak dengan
norma-norma sosial lainnya dan norma agaman. Kekuasaan itu diperlukan
oleh karena hukum bersifat memaksa. Tanpa adanya kekuasaan, pelaksanaan
hukum di masyarakat akan mengalami hambatan-hambatan. Semakin tertib
dan teratur suatu masyarakat, makin berkurang diperlukan dukungan
kekuasaan. Masyarakat tipe terakhir ini dikatakan sebagai memiliki
kesadaran hukum yang tingggi di lingkungan anggota-anggotanya.
Hukum itu sendiri sebenarnya juga adalah kekuasaan. Apeldoorn,
menyatakan “Hukum objektif adalah kekuasaan yang bersifat mengatur,
hukum subyektif adalah kekuasaan yang diatur oleh hukum obyektif”.
Hukum merupakan salah satu sumber dari pada kekuasaan,
disamping sumber-sumber lainnya seperti kekuatan (fisik dan ekonomi),
kewibawaan (rohaniah, intelegensia dan moral). Selain itu hukumpun
merupakan pembatas bagi kekuasaan, oleh karena kekuasaan itu mempunyai
sifat yang buruk yaitu selalu merangsang pemengangnya untuk ingin
memiliki kekuasaan yang melebihi apa yang dimilikina. Contoh yang populer
misalnya sepak terjang para raja absolut dan diktator.
“Baik buruknya sesuatu kekuasaan, tergantung dari bagaimana
kekuasaan tersebut dipergunakan. Artinya, baik buruknya kekuasaan
senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mecapai suatu tujuan
yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat lebih dahulu. Hal ini
merupakan suatu unsur yang mutlak bagi kehidupan masyarakat yang tertib
dan bahkan bagi setiap bentuk organisasi yang teratur.2
Unsur pemegang kekuasaan merupakan faktor penting dalam hal
digunakannya kekuasaan yang dimilikinya itu sesuai dengan kehendak
masyarakat. Karena itu disamping keharusan adanya hukum sebagai alat
pembatas, juga bagi pemengang kekuasaan ini diperlukan syarat-syarat
lainnya seperti memiliki watak yang jujur dan rasa pengabdian terhadap
kepentingan masyarakat. Kesadaran hukum yang tinggi dari masyarakat juga
merupakan pembatas yang ampuh bagi pemegang kekuasaan.

1
Muchtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,
Binacipta,Bandung, hlm 5.
2
Soerjono Soekanto,1977, Pengantar Sosiologi Hukum, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, hlm 19
2. Hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat.
Muchtar Kusumaatmadja,3 menyatakan hukum sebagai alat
pembaharuan dalam masyarakat yang lebih menonjol adalah perundang-
undangan, walaupun yurisprudensi memengang peranan pula. Untuk
pembaharuan itu dapat berjalan sebagaimana mestinya, hendaknya
perundang-undangan yang dibentuk itu sesuai dengan apa yang menjadi
intipemikiran aliran Sosiological Jurisprudence yaitu hukum yang baik
hendaknya sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Sebab jika
ternyata tidak, akibatnya ketentuan tersebut akan tidak dapat dilaksanakan
(bekerja) dan akan mendapat tantangan-tantangan.
Beberapa bontoh perundang-undangan yang berfungsi sebagai sarana
pembaruan dalam arti merupakan sikap mental masyarakat tradisional
kearah modern, misalnya larangan menggunakan koteka di Irian Jaya,
keharusan pembuatan sertifikat tanah dan lain-lain.

3. Hukum dan nilai-nilai sosial budaya.

Antara hukum disatu pihak dengan nilai-nilai sosial budaya dilain


pihak terdapat kaitan yang erat. Kaitan yang erat antara hukum dan nilai-
nilai sosial budaya masyarakat itu ternyata bahwa hukum yang baik tidak
lain adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat. Indonesia masa kini berada dalam masa transisi yaitu sedang
terjadi perubahan nilai-nilai dalam masyarakat dari nilai-nilai yang bersifat
tradsional ke nilai-nilai yang modern. Namun masih menjadi persoalan nilai-
nilai manakah yang hendak ditinggal kan. Sudah barang tentu dalam proses
perubahan ini akan banyak dihadapi hambatan-hambatan yang kadang-
kadang akan menimbulkan keresahan-keresahan maupun kegoncangan di
dalam masyarakat. Misalnya kata Muchtar Kusumaatmadja, hambatan
utama seperti jika yang akan diubah itu identik dengan kepribadian nasional,
sikap golongan intelektual dan pimpinan masyarakat yang tidak
mempraktekkan nilai-nilai yang dianjurkan di samping sifat heterogenitas
bangsa Indonesia, yang baik tingkat kemajuannya, agama serta bahasanya
berbeda satu dengan lainnya.

4. Apakah sebabnya orang mentaati hukum.

Filsafat hukum mencoba mencari dasar kekuatan mengikat dari


hukum, yaitu apakah ditaatinya hukum itu disebabkan oleh karena
3
Muchtar Kusumaatmadja, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Binacipta, Bandung,
hlm 9
hukum itu dibentuk oleh pejabat yang berwenang atau memang
masyarakat mengakuinya karena dinilai hukum tersebut sebagai suatu
hukum yang hidup didalam masyarakat.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas dapat dilihat dari
beberapa teori di bawah ini:

1. Teori Kedaulatan Tuhan (Teokrisi)

Teori Kedaulatan Tuhan ini menyatakan bahwa “……. Segala hukum


adalah hukum ketuhanan. Tuhan sendirilah yang menetapkan hukum, dan
pemerintah-pemerintah duniawi adalah pesuruh-pesuruh kehendak
Ketuhanan”
Hukum dianggap sebagai kehendak atau kemauan Tuhan. Manusia
sebagai salah satu ciptaanNya wajib taat pada hukum Ketuhanan ini.
Teori kedaulatan Tuhan yang bersifat langsung ini hendak
membenarkan perlunya hukum yang dibuat oleh raja-raja, yang
menjelmakan dirinya sebagai Tuhan didunia, harus ditaati oleh setiap
penduduknya. Sebagai contoh raja-raja Fir’aun di Mesir dahulu.
Yang tidak langsung, menganggap raja-raja bukan sebagai Tuhan akan
tetapi wakil Tuhan didunia. Dalam kaitan ini, dengan sendirinya juga karena
bertintak sebagai “wakil” semua hukum yang dibuatnya wajib pula ditaati
oleh segenap warganya. Pandangan ini walau berkembang hingga jaman
Renaissance, namun hingga saat ini masih juga ada yang mendasarkan
otoritas hukum pada faktor ketuhanan itu.

2. Teori Perjanjian Masyarakat.

Teori ini berpendapat bahwa orang taat dan tunduk pada hukum
oleh karena perjanjian untuk mentaatinya. Hukum dianggap sebagai
kehendak bersama, suatu hasil konsensus (perjanjian) dari segenap
anggota masyarakat.
Mengenai perjanjian ini terdapat perbedaan pendapat antara
Thomas Hobbes, John Locke dan J.J, rousseau seperti dibahwah ini:

Thomas Hobbes John Locke J.J, rousseau


Pada mulanya manusia Pada waktu perjanjian Kekuasaan yang
itu hidup selalu dalam itu diserahkan pula dimiliki oleh anggota
keadaan berperang. syarat-syarat yang masyarakat tetap
Agar tercipta suasana antara lain kekuasaan berada pada individu-
damai dan tentram, yang diberikan dibatasi individu dan tidak
lalu diadakan dan dilarang melanggar diserahkan pada
perjanjian diantara hak-hak asasi manusia. seseorang tertentu
mereka (pactum Teorinya menghasilkan secara mutlak atau
unionis). Setelah itu kekuasaan raja yang dengan persyaratan
disusul perjanjian dibatasi oleh konstitusi. tertentu. Konstitusi
antara semua dengan yang dihasilkannya
seseorang tertentu iyalah pemerintah
(pactum subjectionis) demokrasi langsung.
yang akan diserahi Tipe pemerintahan
kekuasaan untuk seperti ini hanya
memimpin mereka. sesuai bagi suatu
Kekuasaan yang negara dengan wilayah
dimiliki oleh pemimpin sempit dan penduduk
ini adalah mutlak. sedikit. Pemikirannya
Timbul kekuasaan tidak dapat diterapkan
yang bersifat absolut. untuk suatu negara
yang luas dan banyak
penduduknya.

3. Teori Kedaulatan Negara.

Pada intinya teori ini berpendapat bahwa ditaatinya hukum itu karena
negara menghendakinya. Atau dengan kata lain orang tunduk pada hukum
karena merasa wajib mentaatinya karena hukum itu adalah kehendak
negara.

4. Teori Kedaulatan Hukum.


Hukum mengikat bukan karena negara menghendakinya akan tetapi
karena merupakan perumusan dari kesadaran hukum rakyat. Berlakunya
hukum karena nilaibathinnya yaitu yang menjelma di dalam hukum itu.
Kesadaran hukum yang dimaksud berpangkal pada perasaan hukum setiap
individu yaitu perasaan bagaimana seharusnya hukum itu.

5. Apakah sebabnya negara berhak menghukum seseorang.

Friedrich Julius Stahl dari ajaran Kedaulatan Tuhan berpendapat


bahwa negara adalah merupakan badan yang mewakili Tuhan di dunia yang
memiliki kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan ketertiban hukum di
dunia. Para pelanggar ketertiban itu perlu memperoleh hukum agar
ketertiban hukum tetap terjamin.
Teori perjanjian masyarakat, mencoba menjawab pertanyaan
tersebut diatas dengan mengemungkakan otoritas negara yang bersifat
monopoli itu pada hakekatnya manusia itu sendiri yang menghendaki adanya
kedamaian dan ketentraman di masyarakat. Mereka berjanji akan mentaati
segala ketentuan yang dibuat negara dan dilain pihak bersedia pula untuk
memperoleh hukuman jika dipandang tingkah lakunya akan berakibat
terganggunya ketertiban dalam masyarakat. Mereka telah memberikan kuasa
kepada negara untuk menghukum seseorang yang melanggar ketertiban.
Penganut-penganut kedaulatan negara mengemungkakan
pendirian yang lebih tegas. Karena negaralah yang berdaulat, maka hanya
negara itu sendiri yang bergerak menghukum seseorang yang mencoba
mengganggu ketertiban dalam masyarakat. Negaralah yang menciptakan
hukum, jadi segala sesuatu harus tunduk kepada negara, Negara disini
dianggap sebagai suatu keutuhan yang menciptakan peraturan-peraturan
hukum. Jadi adanya hukum itu karena adanya negara, dan tiada satu
hukumpun yang berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara. 4 Dalam kaitan
dengan hukum, hukum ciptaan negara itu adalah hukum pidana
Walaupun terdapat beberapa teori seperti tersebut diatas,
sesungguhnya hak negara untuk menghukum seseorang didasarkan
pemikiran bahwa negara memiliki tugas berat yaitu berusaha mewujudkan
segala tujuan yang menjadi cita-cita dan keinginan seluruh warganya. Usaha-
usaha yang berupa hambatan-hambatan, penyimpangan-penyimpangan
terhadap perwujudan tujuan tadi patut dicegah dengan memberikan
hukuman kepada pelakunya. Hanya dengan cara demikian negara dapat
melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya.

4
Soehino, 1980, Ilmu Negara, Liberty Yogyakarta, hlm 154

Anda mungkin juga menyukai