Anda di halaman 1dari 131

KULIAH FILSAFAT HUKUM

UNTUK PROGRAM S-3 HUKUM


Oleh :
Dr. Jaminuddin Marbun, SH, M.Hum

BAGIAN I
FILSAFAT HUKUM DAN ILMU-ILMU HUKUM

1. FILSAFAT HUKUM

a. Pengertian
1. Apakah Yang Dimaksud dengan Filsafat?
Jawab:
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philo sophia.
Menurut akar katanya kata philosophic merupakan
gabungan dari dua kata, yaitu philo yang berarti cinta
dan sophia yang berarti kebijaksanaan.
Jadi filsafat secara harfiah berarti cinta kebijaksanaan
(love of wisdom), sedangkan filusuf adalah pencinta
kebijaksanaan.
Orang pertama yang menyebut dirinya filusuf adalah
Sokrates (470-399 SM) seorang ahli fikir Yunani.
Sebutan itu dipilih Sokrates sebagai protes terhadap
orang-orang terpelajar pada waktu itu, yang dengan
pongah menamakan dirinya kaum sophis atau orang
bijaksana serta menjajakan ilmu yang dimilikinya.
Para filusuf dan ahli filsafat seringkali memberikan
definisi yang berlainan tentang filsafat. Salah satu
definisi yang cukup lengkap diberikan oleh Dr.
Soeyanto Poespowardoyo, Ketua Jurusan Filsafat
Fakultas Sastra Universitas Indonesia berbunyi sebagai
berikut:
Filsafat adalah refleksi krites manusia tentang segala
sesuatu yang dialami untuk memperoleh makna yang
radikal dan integral
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Filsafat bersifat kritis artinya merupakan hasil akal budi
manusia. Sifat kritis itulah yang membedakan filsafat
dan agama, yang mendasarkan kebenarannya kepada
wahyu.
Filsafat merupakan refleksi kritis. Berlainan dengan
ilmu yang langsung berhubungan dengan dunia nyata
atau dunia pengalaman atau dunia empiri, filsafat
membutuhkan proses refleksi, yaitu perenungan dan
pendalaman tentang arti dan makna yang dialami secara
kritis dan rational. Dengan demikian filsafat melakukan
transedensi dan destansi terhadap objek untuk
mengetahui arti dan yang sesungguhnya.
Filsafat bertolak dari pengalaman (segala sesuatu yang
dialami) dan berbicara tentang pengalaman. Dengan
demikian objek filsafat adalah dunia nyata. Namun,
filsafat bersifat radikal (berasal dari kata radix yang
berarti akar), artinya walaupun bertolak dari
pengalaman dan berbicara tentang pengalaman, filsafat
tidak berhenti pada gejala yang nampak di permukaan
saja.
Melalui gejala itu filsafat melanjutkan langkah
menyelami hal-hal yang bersifat hakiki dan mendasar.
Filsafat bersifat integral, artinya mencari
hubungan antara gejala-gejala yang nampak di
permukaan, memandang realitas atau masalah sebagai
suatu totalitas, menghindari renungan yang
fragmentaris.

2. Apakah Perbedaan antara Filsafat dengan Ilmu?


Jawab:
Filsafat dengan ilmu berbeda dalam obyek formalnya,
yakni dalam kedalaman penyelidikannya, sedangkan
dalam obyek materielnya mungkin saja terdapat
persamaan. Ilmu hanya menyelidiki bentuk luar (das
sein) yang nampak dan bisa dirasakan, sedangkan
filsafat menyelidiki hakikat (seek out hidden meaning of
thing), yakni dunia sollen dan mogen .
Oleh karena itu filsafat berbeda sifatnya dengan ilmu.
Ilmu bersifat empiris, sehingga kebenaran atau
kekeliruannya dapat dibuktikan dengan pengalaman;
sedangkan filsafat bersifat praduga (pre supposes) bagi
hal-hal yang belum dapat dibuktikan dan bersifat
spekulatif bagi hal-hal yang tidak mungkin dapat
dibuktikan.

3. Sebutkan Cabang-Cabang Dari Filsafat?


Jawab:
Cabang-cabang filsafat ialah.
a. Kosmogoni menyelidiki asal kejadian alam semesta.
b. Ontologi, menyelidiki kenyataan (realities) yang
membentuk alam semesta.
c. Epistemologi, filsafat ilmu pengetahuan.
d. Logika, filsafat tentang kebenaran.
e. Etika, filsafat tentang tingkah-laku manusia.
f. Estetika, filsafat tentang keindahan (kesenian).
g. Filsafat Khusus, yakni filsafat hukum, filsafat
sejarah, filsafat ekonomi, dan lain-lain.
Logika, Etika, dan Estetika disebut aksiologi atau
filsafat nilai.

4. Apakah Filsafat Hukum Itu?


Jawab:
Filsafat hukum adalah filsafat yang obyeknya hukum,
yakni filsafat yang berusaha mencari hakikat dari
hukum. Semua ilmu berawal dari filsafat. Semua ilmu
berpijak pada filsafat.
Ilmu mencari kebenaran sepanjang kebenaran itu dapat
dibuktikan dengan pengalaman. Tetapi pada titik
tertentu akan sampai pada kenyataan bahwa pengalaman
tidak mampu menerangkannya lagi, yaitu mengenai hal-
hal yang bersifat mendasar.
Padahal hal-hal yang mendasar itu justru diperlukan se-
bagai dasar ilmu pengetahuan. Misalnya ilmu mampu
membuktikan dan yang berbunyi: Semua logam jika
dipanaskan memuai. Tetapi dalil itu akan kehilangan
makna jika tidak mengawalkan pada dalil dasar yang
berbunyi: Di dalam alam semesta ini terdapat keter-
aturan.
Dalil dasar itu hanya bisa dijawab secara spekulatif oleh
filsafat.
Jadi Semua ilmu memerlukan jasa filsafat yang
memberikan premis-premis dasar atau postulat-postulat
atau pengandaian awal.
Postulat-postulat itu memang bersifat spekulatif.
Namun, spekulasi dalam filsafat bukan sembarang
spekulasi tetapi merupakan refleksi kritis, hasil olahan
yang dapat diandalkan baik Segi analisis maupun
pembuktiannya.
Secara analogis Will Durant mengibaratkan filsafat
sebagai pasukan marinir yang merebut pantai sebagai
pancangan kaki bagi pasukan infanteri untuk
melanjutkan operasi. Pasukan infanteri ibarat ilmu.
Dengan demikian filsafatlah yang menyajikan premis-
premis dasar tempat berpijak kegiatan ilmu.
Demikianlah filsafat hukum merupakan filsafat khusus
yang mendasari ilmu hukum. Seperti halnya filsafat-
filsafat yang lain, filsafat hukum mencakup Segi
ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Segi ontologis menjawab pertanyaan: Apakah yang
dikaji oleh ilmu itu. Pertanyaan ini menyangkut obyek
yang dibahas oleh ilmu itu.
Segi epistemologis menjawab pertanyaan: Bagaimana
caranya mendapatkan ilmu itu? Pertanyaan ini
menyangkut proses dan kriteria yang harus dilakukan
untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
Segi aksiologis menjawab pertanyaan: Bentuk apakah
pengetahuan itu digunakan? Pertanyaan ini menyangkut
kaitan hukum dengan nilai-nilai moralitas dalam
pelaksanaan hukum.
Dari uraian di atas:
Segi ontologis dari filsafat hukum antara lain menjawab
pertanyaan: Apakah hakekat hukum itu, apakah
keadilan itu.
Segi epistemologis dari filsafat hukum antara lain
menjawab pertanyaan: Ukuran-ukuran apakah yang
harus digunakan agar sesuatu hal dapat disebut hukum.
Segi aksiologis antara lain menjawab pertanyaan:
Bagaimana kaitan antara hukum dengan moral,
bagaimana kaitan antara hukum dengan kekuasaan.

5. Masalah-Masalah Apakah yang Menjadi Obyek


Penyelidikan Filsafat Hukum?
Jawab:
Yang menjadi obyek filsafat hukum ialah segala hal
yang ada diluar jangkauan ilmu-ilmu hukum, misalnya
tentang:
a. apakah hakikat hukum.
b. apakah keadilan.
c. apakah tujuan hukum.
d. apakah sebabnya orang harus mentaati hukum (apa-
kah dasar mengikat dari hukum).
e. bagaimana hubungan hukum alam dengan hukum
positif.
f. bagaimana hubungan hukum dengan kekuasaan.
g. bagaimana hubungan hukum dengan hak asasi
manusia dan lain-lain.

Pertanyaan, pertanyaan di atas tidak mungkin dijawab


dengan melakukan penyelidikan secara empiris. Lain
halnya dengan pertanyaan seperti: Apakah hukum itu
diterima atau tidak oleh masyarakat?. Pertanyaan
serupa ini bisa dijawab dengan mengadakan angket
kepada masyarakat, dan dari jawaban angket itu dapat
diketahui apakah masyarakat menerima atas hukum itu
atau tidak. Dengan demikian pertanyaan ini bersifat
ilmiah, tidak filosofis.

b. Hakikat Hukum
6. Apakah Hakikat Hukum Itu?
Jawab:
Roscoe Pound dalam bukunya An Introduction of The
Law Philosophy hal. 26-30 menginventarisasi tidak
kurang dari dua belas konsepsi yang menggambarkan
hakekat hukum, masing-masing sebagai:
a) kaidah yang diturunkan Tuhan untuk mengatur
tindakan-tindakan manusia.
b) tradisi yang bersumber dari kebiasaan-kebiasaan
lama yang ternyata dapat diterima oleh dewa-dewa,
sehingga akan selamat jika mengikutinya.
c) kebijaksanaan yang dicatat oleh orang-orang
bijaksana di masa lulu tentang kelakuan manusia
yang disetujui Tuhan.
d) sistem asas-asas yang ditemukan secara filosofis,
yang menyatakan sifat atau hakekat benda-benda
dan karena itu manusia harus menyesuaikan
kelakuannya dengan sifat-sifat benda itu.
e) himpunan penegasan dan pernyataan dari kaidah
kesusilaan yang abadi dan tidak berubah-ubah.
f) himpunan persetujuan yang mengatur hubungan
antar manusia, yang dibuat oleh manusia di dalam
masyarakat yang diatur secara politik.
g) pencerminan akal (rasio) ilahi yang menguasai alam
semesta ini, yang menentukan apakah yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk yang memiliki kesusilaan.
h) himpunan perintah dari penguasa yang berdaulat.
i) sistem tanggapan yang ditemui oleh pengalaman
manusia.
j) sistem asas-asas yang berisi keselarasan kehendak
manusia yang ditemukan secara filosofis, dirinci dan
dirumuskan dalam tulisan para ahli hukum dan
putusan pengadilan.
k) sistem kaidah yang diwajibkan atas orang-orang
dalam masyarakat oleh satu kelas yang berkuasa
yaitu kelas yang menguasai alat-alat produksi untuk
mempertahankan kepentingan kelasnya.
l) perintah-perintah dari kaidah ekonomi dan sosial
yang bersangkutan dengan tindak-tanduk manusia di
dalam masyarakat, yang ditemukan dengan
pengamatan, dinyatakan dalam perintah-perintah
yang disempurnakan oleh pengalaman manusia
mengenai apa yang akan terpakai dan apa yang tidak
terpakai dalam penyelohggaraan pengadilan.
Jika kita dalami keduabelas konsepsi yang
menggambarkan hakekat hukum itu mencerminkan
pendapat dari aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat
hukum.
Titik a, b, c dan g yang mengkaitkan hakekat hukum
dengan kehendak Tuhan mencerminkan pandangan para
penganut aliran hukum alam yang religius.
Titik d dan e, yang menyatakan bahwa hukum
merupakan pernyataan dari kaidah kesusilaan yang
universal dan kesesuaian dengan alam (natural),
mencerminkan pandangan para penganut aliran hukum
alam yang rasional.
Titik f dan h yang mengidentikkan hukum dengan
politik atau perintah dari penguasa yang berdaulat,
mencerminkan pandangan penganut aliran positivisme,
khususnya analytical juris prudence.
Titik i dan j yang mengidentikkan hukum dengan
pengalaman yang dirumuskan oleh para ahli hukum,
disahkan oleh badan legislatif dan diterapkan oleh
pengadilan mencerminkan pandangan penganut
madzhab sejarah
Titik k yang menyatakan bahwa hukum adalah alat dari
kelas yang berkuasa, mencerminkan pandangan
penganut historis materialisme atau Marxisme.
Titik l yang menyatakan bahwa hukum adalah kaidah-
kaidah yang digunakan sebagai pedoman dalam
menyelenggarakan pengadilan mencerminkan aliran
realisme (pragmatisme).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa
timbulnya aliran-aliran dalam filsafat hukum pada
dasarnya berawal dari jawaban yang berbeda atas
pertanyaan: Apakah hakekat hukum itu?
Catatan:
a) Banyak filosof sejak Aristoteles yang beranggapan
bahwa dengan berhasil merumuskan definisi tentang
sesuatu berarti kita telah mengetahui hakikat sesuatu
itu. Tetapi kemudian ternyata, bahwa hakikat
sesuatu itu tidak satu, melainkan banyak tergantung
kepada konteksnya.
Misalnya, kita mengetahui bahwa Pa Badu itu
seorang duda, pensiunan sersan, di kampungnya
menjadi ketua R.W. dan di kalangan anak-anak
terkenal sebagai badut dan tukang sulap.
Jika kita ditanya apakah hakikat Pa Badu itu?
Jawabannya bisa berbeda tergantung kepada
konteksnya, bisa kita jawab duda, bisa pensiunan
sersan, bisa Ketua R.W., bisa pula badut dan tukang
sulap.
Dengan demikian kita dapat memahami apabila para
ahli hukum berbeda pendapat tentang hakikat
hukum. Mereka menghubungkan dengan konteks
dan kepentingan yang berbeda, sehingga berbeda
pula pendapat tentang unsur yang paling esensial
dari hukum.
b) Definisi yang baik harus mampu merumuskan
dengan jelas, lengkap dan singkat semua unsur
pokok sesuatu, yaitu unsur yang perlu dan cukup
untuk mengetahui apa sebenarnya sesuatu itu,
sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari sesuatu
hal yang lain.
Definisi harus tepat perumusannya, tidak boleh lebih
luas atau lebih sempit dari sesuatu yang
didefinisikan. Misalnya, jika hakikat hukum
didefinisikan hukum adalah norma. Definisi ini
terlalu luas, sehingga tidak berhasil membedakan
hukum dengan norma-norma lainnya. Sebaliknya
jika didefinisikan hukum adalah norma yang berisi
perintah penguasa secara tertulis untuk mewujudkan
ketertiban masyarakat, definisi itu terlalu sempit,
karena tidak menampung liukum yang tidak tertulis.
c. Keadilan
7. Apakah Keadilan Itu?
Jawab:
Untuk menjawab pertanyaan ini biasanya orang
mengungkap kembali pendapat Plato dan Aristoteles,
karena kedua tokoh itulah yang telah mengajarkan
hakikat dari keadilan.
Menurut Aristoteles keadilan adalah dimana setiap
orang memperoleh sebanyak mungkin apa yang menjadi
haknya. Aristoteles membedakan antara keadilan
distributif dengan keadilan kumutatif. Keadilan
distributif ialah keadilan yang memberikan kepada tiap-
tiap orang menurut jasanya. Keadilan kumutatif
memberikan kepada setiap orang sama banyaknya
dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.

d. Tujuan Hukum
8. Apakah Tujuan Hukum Itu?
Jawab:
Pertanyaan ini menimbulkan jawaban yang berbeda-
beda, antara lain:.
a) Aristoteles mengatakan bahwa tujuan hukum adalah
untuk mewujudkan keadilan.
b) Van Kan mengatakan bahwa tujuan hukum adalah
untuk menjamin kepastian dalam pergaulan
manusia.
c) Van Apeldoorn mengatakan bahwa tujuan hukum
adalah untuk mengatur tata-tertib masyarakat secara
adil dan damai.
d) Jeremy Bentham mengatakan bahwa tujuan hukum
adalah untuk memberikan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya kepada jumlah yang sebanyak-
banyaknya (the greatest hapiness for the greatest
number). Di bagian lain Bentham mengatakan
bahwa tujuan hukum ialah untuk menyempurnakan
kehidupan, mengendalikan kelebihan, memajukan
persamaan, dan menjaga kepastian.
e) Rudolf von Ihering mengatakan bahwa tujuan
hukum adalah sebagai alat untuk menjaga
keseimbangan antara kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat (balance of interest).
f) Roscoe Pound mengatakan bahwa tujuan hukum itu
adalah sebagai alat untuk membangun masyarakat
(a tool of social engineering).
Dari kutipan-kutipan di etas, dapat disimpulkan, bahwa
tujuan hukum secara tradisional adalah untuk menjaga
ketertiban dan keadilan, sedangkan menurut faham
modern, hukum itu adalah juga sebagai alat untuk
membangun masyarakat.
Roscoe Pund secara kronologis menghubungkan tujuan
hukum dengan perkembangan sosial, ekonomi, politik
dan budaya manusia.
a) Pada masa purba
Hukum bertujuan untuk menjaga perdamaian atau
ketertiban umum dalam suatu masyarakat tertentu.
Demi untuk menjaga perdamaian ini, kebutuhan
perseorangan atau masyarakat lainnya tidak
dipedulikan bahkan dikorbankan.
b) Pada Masa Yunani Kuno sampai akhir abad
Pertengahan.
Tujuan hukum adalah untuk memelihara status quo
dalam masyarakat, artinya agar setiap orang tetap
bergerak dalam tugas atau kelasnya masing-masing
yang telah ditentukan secara alamiah.
Misalnya, seorang tukang sepatu haru., tetap
bergerak sebagai tukang sepatu, jangan merangkap
menjadi jurumudi.
Tujuan hukum semacam ini cocok dengan sistem
sosial yang feodalistik, klerekalistik dan otoriter
yang berlaku pada kurun waktu itu.
c) Pada abad 16 sampai 19
Hukum bertujuan melindungi, menjamin dan
memajukan persamaan derajat manusia (hak asasi
manusia) yang bersifat alamiah. Dengan kata lain
tujuan hukum adalah memberikan kesempatan
kepada setiap orang untuk memperoleh kebebasan
yang seluas-luasnya dalam menyatakan diri dan
membela hak-haknya.
Tujuan hukum semacam ini sesuai dengan keadaan
sosial ekonomi, politik dan budaya masyarakat.
yang melatarbelakanginya. Dalam bidang ekonomi
mulai tumbuh industrialisasi sebagai akibat
penemuan baru di bidang teknologi, yang
menimbulkan golongan menengah sangat kuat
kedudukannya. Selain itu terjadi penemuan benua-
benua baru yang mehajatkan pengolahan dan
pemanfaatannya secara optimal. Hal ini menunjang
tumbuhnya faham kapitalisme yang menghendaki
persaingan bebas.
Dalam bidang budaya, berawal dari gerakan
renaissance tumbuh faham individualisme, yang
menggugah kesadaran manusia atas dirinya sebagai
individu yang memiliki hakikat kemanusiaan.
Dalam bidang politik, timbul faham liberalisme
yang menghendaki campur tangan negara terbatas
pada penjajahan ketertiban masyarakat dan sesedikit
mungkin turut campur dalam urusan sosial ekonomi
masyarakat.
Pada kurun waktu ini tujuan hukum secara berurutan
adalah sebagai:
1) alat untuk menolak pembatasan-pembatasan
terhadap kebebasan individu untuk melakukan
kegiatan di bidang ekonomi. Inilah segi negatif
dari tujuan hukum.
2) alat untuk menjaga keamanan umum, sehingga
dapat mengadakan transaksi-transaksi menurut
kehendaknya sendiri. Inilah segi konstruktif dari
tujuan hukum.
3) alat untuk menjaga kestabilan dan keselarasan
kepentingan.

d) Mulai akhir abad 19.


Tujuan hukum adalah sebagai alat untuk
membangun masyarakat.
Pada kurun waktu tidak ada lagi benua baru yang
ditemukan. Demikian juga hampir semua sumber
kekayaan alam telah ditemukan dan diolah.
Oleh karena itu tahap ini bukan lagi tahap penemuan
tetapi tahap pemeliharaan.
Oleh karena itu kebebasan setiap orang untuk
melakukan tindakan di bidang ekonomi dan
memperlakukan hak miliknya mulai dibatasi agar
tidak membahayakan kepentingan umum serta
terpeliharanya sumber-sumber alam yang ada.
Dalam tahap ini nampak fungsi sosial dari tujuan
hukum. Hukum bukan lagi sebagai alat untuk
menjamin agar manusia dapat menyatakan
kebebasannya secara maksimal, melainkan sebagai
alat untuk menjamin pemuasan kebutuhan sosial
yang sebesar-besamya dengan pengorbanan yang
sekecil-kecilnya.
Hukum harus menjadi alat untuk lebih mencukupi
dan menjamin kepentingan masyarakat, mencegah
pemborosan dan perselisihan yang terjadi dalam
upaya menikmati kehidupan. Pendek kata, hukum
bertujuan untuk membangun masyarakat. Inilah
yang dimaksud dengan law as a tool of social
engineering.

9. Sebagai Tujuan Hukum, Manakah yang Lebih


Penting Keadilan Atau Ketertiban?
Jawab:
Sebagai tujuan hukum, ketertiban lebih penting daripada
keadilan, karena:
a) Setiap hukum selalu mengandung unsur ketertiban,
sebaliknya tidak semua hukum mengandung unsur
keadilan. Bagi hukum-hukum tertentu keadilan
adalah irrelevant (tidak dipersoalkan). Contoh:
Dalam Undang-Undang Lalu-Lintas ditentukan
bahwa setiap orang harus berjalan di sebelah kiri.
Keharusan berjalan di sebelah kiri ini tidak ada
sangkut-pautnya dengan masalah keadilan, tetapi
semata-mata untuk menjaga ketertiban belaka.
b) Apabila terjadi bentrokan antara keadilan dengan
ketertiban, maka keadilan terpaksa dikesampingkan.
Contoh: Pada suatu ketika anak-anak A sakit
semuanya. Ia tidak mempunyai uang untuk
membawa anak-anaknya itu berobat ke dokter. Satu-
satunya yang bisa segera diuangkan adalah cincin
kawinnya seberat 5 gram. Maka A datang kepada
tetangganya B, menawarkan cincinnya itu serta
menceritakan bahwa uang penjualannya akan
digunakan untuk mengobati anak-anaknya ke
dokter. Walaupun B seorang yang kaya dan tahu
bahwa anak-anak A sakit, tetapi ia hanya mau
membeli cincin itu seharga Rp 1.000,00 saja,
padahal harga emas pada saat itu adalah Rp
5.000,00 se-gram. Karena butuh dengan hati berat A
menjualnya dengan harga Rp 1.000,00. Dilihat dari
segi keadilan, jelas perjanjian jual-beli itu tidak adil,
tetapi menurut hukum perjanjian itu tetap sah. Dari
kasus-kasus di atas dapat disimpulkan bahwa
ketertiban dan kepastian lebih diutamakan daripada
keadilan.

10. Benarkah Hukum Dapat Dijadikan Alat untuk


Membangun Masyarakat?
Jawab:
Benar, hal ini dapat dibuktikari dari fakta-fakta berikut:
a) Keputusan-keputusan Pengadilan di Amerika
Serikat telah berhasil melonggarkan ras-diskriminasi
terhadap orang-orang kulit hitam disana.
b) Undang-undang yang berisi pelarangan pengayauan
di Dayak dan pembakaran janda di Bali, telah
berhasil menghentikan/mengurangi kebiasaan-
kebiasaan primitif itu.
c) Demikian juga New Deal di Amerika dan PELITA
di negara kita, merupakan contoh lain yang
membuktikan hukum telah berhasil dipergunakan
sebagai alat untuk membangun masyarakat.

e. Dasar Mengikat Hukum


11. Apakah Sebabnya Orang Harus Mentaati Hukum
(Apakah Dasar Mengikat Hukum)?
Jawab:
Pertanyaan inipun menimbulkan berbagai jawaban,
yakni:
a) Menurut penganut Teori Kedaulatan Tuhan, dasar
mengikat dari hukum ialah karena hukum itu
merupakan kehendak Tuhan.
b) Menurut penganut Teori Perjanjian Masyarakat,
dasar mengikat daripada hukum ialah karena
manusia secara tegas atau diam-diam telah berjanji
akan mentaati hukum, yakni dalam pactum
subjectionis.
c) Menurut penganut Teori Kedaulatan Negara dan
Rechtspositivisme, hukum mengikat karena hukum
merupakan kehendak Negara.
d) Menurut penganut Teori Kedaulatan Hukum, hukum
mengikat karena hukum itu bersumber dan sesuai
dengan perasaan hukum manusia.
12. Apakah Sebabnya Orang dalam Kenyataannya
Mentaati Hukum?
Jawab:
Pertanyaan ini berlainan dengan pertanyaan No. 12 di
atas. Pertanyaan di atas bersifat filosofis, sedangkan
pertanyaan ini (No. 13) bersifat ilmiah.
Dalam kenyataannya orang mentaati hukum karena
berbagai alasan, yakni:,
a) Juridis, karena hukum itu dikeluarkan oleh
Penguasa.
b) Sociologis, karena sudah merupakan kebiasaan.
c) Psikologis, karena takut akan sanksinya.
d) Ekonomis, karena lebih menguntungkan
mentaatinya daripada tidak mentaatinya.
Contoh: Mentaati peraturan lalu-lintas lebih
menguntungkan daripada tidak mentaatinya, karena
kalau tidak mentaatinya kemungkinan besar akan
mengalami tabrakan.

f. Hukum dan Kekuasaab


13. Apakah Kekuasaan Itu?
Jawab:
Kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan
kehendak kepada pihak lain.
14. Apakah Sumber Kekuasaan Itu?
Jawab:
Sumber kekuasaan dapat bersifat:
a) materiel, seperti kekuatan fisik, senjata, uang,
wewenang, dan lain-lain.
b) immateriel, seperti pengetahuan yang luas, akhlaq
yang baik, dan lain-lain.

15. Apakah Sifat Kekuasaan Itu Baik Atau Buruk?


Jawab:
Sifat kekuasaan adalah netral, artinya tidak baik dan
tidak pula buruk. Baik-buruknya kekuasaan tergantung
kepada pemegang kekuasaan dan pelaksanaan
kekuasaan itu.

16. Bagaimana Hubungan Hukum Dengan Kekuasaan?


Jawab:
Hukum dan kekuasaan harus selalu berdampingan.
Hukum harus dilengkapi dengan kekuasaan, agar
supaya dapat ditaksanakan sebaliknya kekuasaan harus
dibatasi dengan hukum agar tidak terjadi kesewenang-
wenangan.
Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan belaka, se-
baliknya kekuasaan tanpa hukum akan menimbulkan
kesewenang-wenangan.

17. Apakah Yang Dimaksud Dengan Kewibawaan


(Gezag)?
Jawab:
Kewibawaan adalah kekuasaan yang mendapat
penerimaan dari masyarakat.
18. Ditinjau dari Segi Efisiensi, Manakah yang Lebih
Baik Kekuasaan yang Dipaksakan ataukah
Kewibawaan?
Jawab:
Ditinjau dari segi efisiensi, kewibawaan lebih
menguntungkan daripada kekuasaan yang dipaksakan,
karena makin besar penerimaan masyarakat terhadap
kekuasaan itu, makin sedikit biaya yang harus
dikeluarkan untuk memaksakan kekuasaan itu.
Sebaliknya apabila kekuasaan itu tidak mendapatkan
penerimaan masyarakat, biaya yang harus dikeluarkan
untuk memaksakannya akan sangat besar.

19. Apakah Syarat-Syarat Penguasa Yang Baik?


Jawab:
Penguasa yang baik, harus:
a) mampu menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan
padanya.
b) memiliki kesadaran akan pengabdian terhadap
kepentingan umum.
20. Apakah Syarat-Syarat Untuk menjadi Rakyat yang
Baik?
Jawab:
Rakyat yang baik ialah yang:
a) Taat terhadap Penguasa.
b) Berani memberikan kritik apabila Penguasa
melakukan penyelewengan.

g. Hukum dan Hak Asasi Manusia


21. Apakah Yang Dimaksud Dengan Hak Asasi Manusia?
Jawab:
Hak asasi manusia ialah hak mutlak yang dipunyai
manusia yang tidak dapat dipisahkan (inalienable)
daripadanya. Pendasar teori hak asasi manusia ialah
John Locke. John Locke menyebutkan tiga macam hak
asasi manusia, yakni hak hidup, hak kemerdekaan dan
hak milik. Beberapa teori yang bertujuan melindungi
hak asasi manusia ialah Teori Perjanjian Masyarakat
dari John Locke, Teori Pernisahan Kekuasaan (Trias
Politika) dari Montesquieu Teori Negara Hukum Murni
dari Kant dan Teori Rule of Lam, dari Dicey.
Perjuangan hak asasi manusia di dunia Barat antara lain
telah melahirkan Magna Charta (1215), Hobeas Corpus
Act (1679), Bill of Right (1688), Declaration of Inde-
pendence (1766), dan lain-lain.

22. Bagaimana Hubungan Antara Perlindungan Hak


Asasi Manusia dengan Kemakmuran Masyarakat?
Jawab:
Perlindungan hak asasi manusia akan mempunyai
pengaruh yang positif terhadap kemakmuran
masyarakat. Sebaliknya tidak terjaminnya hak asasi
manusia akan merupakan hambatan bagi kemakmuran
masyarakat.
Contoh:
a) Apabila keamanan hak milik tidak terjamin, maka
setiap orang terpaksa tinggal di rumahnya masing-
masing untuk menjaga hak miliknya itu. Dengan
demikian kemakmuran masyarakat tidak mungkin
terjadi.
b) Jaminan atau perlindungan terhadap hak cipta akan
merupakan pendorong untuk mencari penemuan-
penemuan baru dalam bidang teknologi dan industri.
Penemuan baru itu akan membantu terwujudnya
kemakmuran masyarakat.
c) Seorang petani akan berusaha meningkatkan hasil
panennya sekiranya ada jaminan, bahwa hasil
panennya itu tidak akan dirampas oleh penguasa.

h. Guna Mempelajari Filsafat Hukum


23. Apakah Gunanya Alempelaiari Filsafat Hukum?
Jawab:
Filsafat hukum berusaha mencari landasan etis (etis-
chewaarde) dari hukum. Landasan itu penting untuk
dijadikan pedoman tetap dalam pembentukan hukum
positif yang lebih adil.
Contoh:
Lembaga gadai merupakan suatu lembaga yang hidup
dan sangat dibutuhkan dalam masyarakat pedesaan.
Tetapi biasanya gadai itu dikenakan bunga yang sangat
tinggi. Karena gadai itu sangat dibutuhkan, sebaiknya
peraturan tentang gadai dituangkan dalam bentuk
undang-undang. Dalam membuat undang-undang
tentang gadai, perlu memperhatikan filsafat Hukum,
terutama dalam mencantumkan bunganya. Bunga yang
terlampau tinggi sudah tentu tidak sesuai dengan
perasaan keadilan. Dengan memperhatikan filsafat
hukum, kita buat undang-undang itu, dengan penentuan
bunga yang sesuai dengan perasaan keadilan.

2. ILMU-ILMU YANG OBYEKNYA HUKUM

a. Ikhtisar
24. Ilmu-IlmuYang Obyeknya Hukum?
Jawab:
Ilmu-ilmu yang obyeknya hukum ialah:
a) Teori Hukum (disebut juga Ilmu Hukum Sistematis,
Ilmu Hukum Dogmatis atau Ajaran Hukum).
b) Sosiologi Hukum.
c) Ilmu Hukum Positif.
d) Sejarah Hukum.
e) Perbandingan Hukum.

van Apeldoorn menggunakan sistematika sebagai


berikut:
A. Kesenian Hukum terdiri atas:
a) Perundang-undangan (dalam arti politik dan
teknik)
b) Peradilan.
c) Ajaran Hukum.
B. Ilmu Pengetahuan Hukum, terdiri dari:
a) Sosiologi Hukum.
b) Sejarah Hukum.
c) Perbandingan Hukum.
C. Filsafat Hukum.
Perhatikan:
Dalam sistimatika van Apeldoorn, Teori Hukum
(Ajaran Hukum) tidak termasuk ilmu, tetapi
termasuk Kesenian Hukum.
Sistimatika Zevenbergen adalah sebagai berikut:
a) Dogmatik Hukum.
b) Sejarah Hukum.
c) Perbandingan Hukum.
d) Filsafat Hukum.
e) Politik Hukum.

b. Teori Hukum
25. Apakah Teori Hukum Itu?
Jawab:
Teori Hukum ialah ilmu yang menguraikan pengertian-
pengertian hukum secara sistimatik.
Yang diuraikan oleh Teori Hukum adalah pengertian-
pengertian hukum bukan istilah-istilah hukum, karena
pengertian hukum itu sama sedangkan untuk menyebut
pengertian hukum yang sama bisa digunakan istilah
yang berlainan.
Contoh:
Orang kadang-kadang mempergunakan istilah tindak
pidana atau perbuatan pidana atau perbuatan yang
dapat dihukum, padahal pengertiannya sama.

26. Sebutkanlah Beberapa pengertian Hukum?


Jawab:
Contoh-contoh pengertian hukum ialah:
a) Subyek hukum, inlah manusia atau badan hukum
yang menurut hukum dapat menjadi pemegang hak.
b) Badan hukum adalah subyek hukum yang bukan
manusia, yakni suatu badan yang berdiri sendiri,
mempunyai tanggungjawab dan hak yang terpisah
dari para anggota atau pengurusnya. Contoh: PT.,
Yayasan, Koperasi.
c) Obyek hukum ialah segala sesuatu yang dapat
dikuasai oleh subyek hukum, dalam istilah sehari-
hari disebut benda.
d) Hukum obyektif adalah peraturan yang bersifat
umum yang mengatur sesuatu hubungan hukum.
Hukum Obyektif itu antara lain terdapat dalam KUH
Pidana, KUH Perdata, dan lain-lain.
e) Hukum subyektif ialah kekuasaan yang diberikan
oleh hukum obyektif kepada seseorang, sebagai
akibat terjadinya suatu hubungan hukum. Dalam
bahasa kita, hukum subyektif ialah hak (right).
f) Hukum materiil adalah peraturan yang berisi
perintah atau larangan. Hukum materiil terdapat
dalam KUH Pidana, KUH Perdata, dan lain-lain.
g) Hukum formal atau hukum acara ialah peraturan
yang berisi tata cara untuk menyelesaikan apabila
hukum materiel dilanggar. Hukum formal terdapat
dalam HIR dan KUHAP.
h) Sumber hukum materiel ialah tenaga pendorong
yang memberikan corak kepada isi hukum.
i) Sumber hukum formal ialah bentuk-bentuk tertentu
dimana hukum dapat diketemukan.
Sumber hukum formal ialah undang-undang,
kebiasaan, yurisprudensi, traktat, dan doktrin.
j) Undang-undang materiel ialah setiap peraturan yang
isinya mengikat umum. Undang-undang materiel di
Indonesia dapat berbentuk UUD, UU, PP, dan lain-
lain.
k) Undang-undang formal ialah peraturan yang karena
bentuknya dapat disebut undang-undang. Di
Indonesia undang-undang formal ialah peraturan
yang dibuat oleh pemerintah bersama-sama DPR.
l) Peristiwa Hukum ialah setiap Peristiwa yang
akibatnya diatur dengan hukum, misalnya jual-beli,
sewa-menyewa, dan lain-lain. Sedangkan makan,
nonton bukan merupakan Peristiwa hukum, karena
akibatnya tidak diatur dengan hukum..
m) Perbuatan hukum ialah setiap perbuatan yang
akibatnya dikehendaki oleh pembuat dan akibat itu
diatur dengan hukum, misalnya: jual-beli.
Sedangkan perbuatan melanggar hukum adalah
bukan perbuatan hukum.
n) Perbuatan melanggar hukum, di kala dianut faham
legisme disamakan artinya dengan perbuatan
melanggar undang-undang. Ingat kasus Zuthpense-
Juffrouw. Berkat pengaruh Molengrarif, pengertian
perbuatan melanggar hukum diperluas sehingga
menjadi:
Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang
melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan
kesusilaan maupun asas-asas pergaulan
kemasyarakatan mengenai penghormatan terhadap
orang lain atau barang orang lain.
Rumusan ini terdapat dalam Arrest Cohen-Linden-
baum.
o) Penyalahgunaan hak atau abus de droit, ialah setiap
penggunaan hak yang tidak sesuai dengan
tujuannya, sehingga merugikan hak orang lain. Ingat
Peristiwa Colmar tahun 1855.
p) Penyalahgunaan wewenang atau detournement du
puvoir, ialah setiap tindakan penguasa dalam
jabatannya yang merugikan hak orang lain. Ingat
Peristiwa Yen Pin di Jakarta.
Di negara-negara Barat Penyalahgunaan wewenang
diadili oleh Pengadilan Tata-Usaha.

27. Di Tingkat Rempa Teori Hukum mulai Diajarkan di


Fakultas Hukum?
Jawab:
Teori hukum mulai diajarkan di tingkat persiapan, yakni
dalam Mata Kuliah Pengantar ilmu Hukum (PIH).
Kemudian diajarkan pula di tingkat II dalam mata
kuliah Asas-Asas Hukum Pidana, Asas-Asas Hukum
Perdata, kemudian disinggung-singgung lagi dalam
mata kuliah Filsafat Hukum di tingkat terakhir.
Dengan demikian, di Fakultas-Fakultas Hukum di
Indonesia, teori hukum dikuliahkan secara intensif. Hal
ini disebabkan kita berorientasi ke Eropa Kontinental,
khususnya Belanda, dimana dikenal kodifikasi. Adanya
kodifikasi sangat perlu memahami pengertian-
pengertian hukum secara mendalam. Lain halnya
dengan di negara-negara Anglo Saxon (Inggris dan
Amerika), disana tidak dikenal kodifikasi hukum. Di
negara-negara itu pengajaran hukum positif lebih
diutamakan, karena dianut sistem case law.

28. Apakah Keadaan Hukum di Indonesia lebih mirip


dengan Keadaan Hukum di Inggris atau di Belanda?
Jawab:
Sebenarnya keadaan hukum di Indonesia lebih mirip
dengan keadaan hukum di Inggris daripada Belanda. Di
Indonesia memang terdapat kodifikasi, tetapi kodifikasi
itu hanya meliputi sebagian kecil saja dan hanya berlaku
bagi golongan yang terbatas. Sedangkan sebagian besar
dari hukum Indonesia berbentuk hukum adat yang tidak
tertulis. Demikianlah pula keadaannya di Inggris,
dimana common-law (hukum kebiasaan yang tidak
tertulis) lebih banyak jumlahnya daripada statute-law
(hukum yang berbentuk undang-undang).
c. Filsafat Hukum dan Teori Hukum
29. Bagaimana Hubungan antara Filsafat Hukum
Dengan Teori Hukum?
Jawab:
Antara teori hukum dengan filsafat hukum tidak dapat
dipisahkan, karena obyek materielnya sama yakni
hukum; sehingga apa yang dibahas dalam teori hukum,
dibahas pula dalam filsafat hukum dan sebaliknya.
Tetapi, antara filsafat hukum dengan teori hukum dapat
dibedakan, yakni dalam obyek formalnya (kedalaman
pembahasannya). Teori Hukum hanya membahas
bentuk luar dari hukum ialah pengertian-pengertian
hukum, sedangkan filsafat hukum membahas hal yang
lebih mendalam yakni menyelidiki hakekat dari hukum.

30. Mungkinkah Seorang Awam Berbicara tentang Hal-


Hal yang Menyangkut Filsafat Hukum dan
Mungkinkah Ia Berbicara tentang Teori Hukum?
Jawab:
Seorang awam (man in the street) mungkin saja
membicarakan hal-hal yang bersifat Filsafat Hukum,
tetapi tidak mungkin ia berbicara tentang teori hukum.
Contoh:
Di warung-warung kopi pinggir jalan, tukang beca
dengan kawan-kawannya mungkin mengatakan bahwa
hukuman bagi seorang koruptor selama satu tahun
adalah tidak adil. Secara tidak sadar, tukang beca itu
telah berbicara tentang filsafat hukum, yakni tentang
keadilan.
Tetapi, orang awam tidak mungkin berbicara tentang
teori hukum karena teori hukum bersifat ilmiah.

d. Ilmu Hukum Positif


31. Apakah Hukum Positif Itu?
Jawab:
Ilmu Hukum positif ialah ilmu yang mempelajari
hukum yang berlaku dalam suatu negara tertentu, pada
waktu tertentu, dan bagi orang tertentu.

32. Bilakah Mahasiswa Fakultas Hukum Mempelajari


Hukum Positif?
Jawab:
Ilmu hukum Positif mulai diajarkan di tingkat
persiapan, yakni dalam mata kuliah Pengantar Hukum
Indonesia (PHI). Kemudian dalam tingkat selanjutnya,
yakni dalam mata kuliah Hukum Perdata, Hukum
Pidana, dan lain-lain.

33. Apakah Perbedaan antara Teori Hukum dengan Ilmu


Hukum Positif?
Jawab:
Teori-teori hukum mempelajari pengertian-pengertian
hukum secara teoritis dan bersifat umum (generalized),
sedangkan ilmu Hukum Positif mempelajari hukum
yang berlaku di dalam suatu negara tertentu, jadi
bersifat khusus (individualised). Dengan demikian,
tidak mungkin ada Teori Hukum Indonesia atau
Pengantar Ilmu Hukum Perancis, yang ada ialah
Pengantar Tata Hukum Indonesia atau Pengantar Tata
Hukum Perancis.
Bandingkan:
Demikian juga halnya dengan ilmu yang obyeknya
negara. Ilmu Negara mempelajari negara secara umum
dan teoritis, sedangkan Ilmu Tata Negara mempelajari
tata susunan negara tertentu.
Jadi PIH sama sifatnya dengan Ilmu Negara, sama-lama
bersifat umum dan teoritis; sedangkan PTHI sama
sifatnya dengan Ilmu Tata Negara, sama-sama bersifat
khusus.

e. Sosiologi Hukum dan Po1itik Hukum


34. Apakah Sosiologi Hukum itu ?
Jawab:
Sosiologi Hukum adalah sosiologi yang obyeknya
hukum, yakni ilmu yang mempelajari hukum sebagai
gejala sosial. Sosiologi hukum mempelajari cara
bekerjanya hukum dalam masyarakat, meneliti
pengaruh hukum terhadap masyarakat dan pengaruh
masyarakat terhadap hukum

35. Berikanlah contoh-contoh Konkrit yang merupakan


masalah Sosiologi Hukum?
Jawab:
Contoh-contoh:
a) Hukum waris adat Minangkabau telah banyak
mengalami perubahan, karena kemajuan pendidikan
dan meningkatnya hubungan dengan dunia luar.
Dalam contoh ini terlihat adanya pengaruh
perkembangan masyarakat terhadap hukum, in casu
terhadap hukum waris adat Minangkabau.
b) Hukum Agraria yang menentukan batas maksimum
pemilikan tanah, akan menyebabkan animo
masyarakat terhadap usaha pertanian menjadi
berkurang, sebaliknya perhatian akan terarah kepada
lapangan-lapangan lain, misalnya pengangkutan,
perhotelan, industri, dan lain-lain.
Dalam contoh ini terlihat bahwa hukum
memberikan pengaruh terhadap perkembangan
masyarakat.
c) Pemberlakuan Hukum Waris Islam sepenuhnya di
Jawa Tengah kemungkinan besar akan mendapatkan
reaksi. Dalam Kasus ini, sosiologi hukum
menyelidiki tentang penerimaan masyarakat
terhadap hukum.

36. Apakah Perbedaan antara Sociological Jurisprudence


dengan Sosiologi Hukum?
Jawab:
Sosiologi hukum ialah ilmu yang mempelajari hukum
sebagai gejala sosial; sedangkan sociological
jurisprudence adalah suatu aliran dalam filsafat hukum,
yang beranggapan bahwa hukum yang baik itu adalah
hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.
37. Apakah Politik Hukum itu?
Jawab:
Politik Hukum bisa dibagi dalam dua bagian, yakni:
a) Politik Perundang-Undangan.
b) Teknik Perundang-Undangan.
Politik Perundang-undangan ialah kemampuan untuk
menentukan kebijaksanaan dalam memilih hukum mana
yang paling baik (tepat) untuk diberlakukan dalam suatu
masyarakat tertentu pada suatu waktu tertentu.
Teknik Perundang-undangan ialah cara untuk
merumuskan peraturan-peraturan sedemikian rupa,
sehingga maksud yang dikandung oleh pembuat
peraturan itu jelas nampak di dalamnya.

38. Apakah Gunanya Kita Mempelajari Sosiologi


Hukum?
Jawab:
Sosiologi Hukum berguna sebagai bahan dalam
menentukan politik hukum. Politik hukum berusaha
untuk memilih hukum mana yang paling baik untuk
diberlakukan. Hukum yang paling baik ialah hukum
yang sesuai dengan kesadaran hukum dan aspirasi
masyarakat, serta dapat dipergunakan sebagai alat untuk
memajukan masyarakat. Untuk mengetahui hukum yang
sesuai dengan kesadaran hukum dan aspirasi
masyarakat adalah tugas sosiologi hukum.

39. Apakah Sosiologi Hukum dan Politik Hukum


Diajarkan sebagai Mata Kuliah Tersendiri di Fakultas
Hukum ?
Jawab:
Beberapa waktu yang lalu Sosiologi Hukum belum
diajarkan sebagai mata kuliah tersendiri di Fakultas-
Fakultas Hukum. Hanya kadang-kadang disinggung
dalam Mata Kuliah Pengantar Emu Hukum. Demikian
juga halnya dengan Politik flukum. Tidak diajarkannya
Sosiologi dan Politik Hukum di Fakultas-Fakultas
Hukum di Indonesia, disebabkan Fakultas-Fakultas
Hukum di negara kita masih meneruskan tradisi (sistem
pendidikan) Fakultas Hukum (RHS) di zaman
penjajahan Belanda.
Di RHS tidak diajarkan Sosiologi Hukum dan Politik
hukum karena pada waktu itu sarjana-sarjana hukum
dibutuhkan hanya untuk menjadi pelaksana-pelaksana
hukum, seperti jaksa, hakim, dan pamongpraja,
sehingga tidak perlu mengetahui Sosiologi Hukum dan
Politik Hukum.
Politik Hukum dan Sosiologi Hukum sangat diperlukan
bagi para pembuat hukum (Anggota badan legislatif).
Karena para sarjana hukum kurang mengenal Sosiologi
dan Politik Hukum, maka apabila mereka diserahi tugas
untuk membuat suatu perundang-undangan, mereka
tidak mampu merumuskan maksudnya dengan baik,
apalagi untuk memilih hukum yang paling baik untuk
diberlakukan.

f. Sejarah Hukum
40. Apakah Sejarah Hukum itu ?
Jawab:
Sejarah hukum ialah ilmu yang mempelajari
perkembangan menerus (kontinu) dari sistem-sistem
hukum yang pernah berlaku dalam masyarakat, serta
mempelajari hubungan antara hukum dengan lembaga-
lembaga kebudayaan lainnya, yakni social, politik, dan
ekonomi.

g. Perbandingan Hukum
41. Apakah Perbandingan Hukum itu?
Jawab:
Perbandingan hukum ialah ilmu yang mencari
persamaan-persamaan serta perbedaan-perbedaan di
antara hukum-hukum yang berlaku di negara-negara
yang ada di dunia, untuk mencari unsur-unsur yang
berlaku universal.
Dalam Perbandingan Hukum, misalnya, dibandingkan
antara Hukum Pidana Indonesia dengan Hukum Pidana
Malaysia.
BAGIAN II
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM

1. IKHTISAR

42. Berikan Bagan Tentang Aliran-Aliran dalam Filsafat


Hukum
Jawab :
I. Hukum Alam
1. Purba
a. Yunani: Zeno.
b. Romawi:
Ulpianus,
Galius,
Seneca
Cicero.
2. Skolastik :
a. Pro Gereja :
Augustinus,
Gelasius,
Egidius,
Thomas Aquinas
b. Pro Negara :
John Salisbury
John of Paris
c. Jalan tengah: Gelasius

3. Rasional
a. Grotius
b. Penganut Teori Perjanjian Masyarakat.
c. Penganut Idealisme Transendental, Neo
Kantianisme.

II. POSITIVISME
1. Analytical Jurisprudence: John Austin.
2. Reins Rechtsiehre: Hans Kelsen.
3. Utilisme .
4. Realisme

III. HISTORISCHE RECHTSSCHULE


Carl von Savigny, Fuchta.

IV. UTILISME
1. Jeramy Bentham
2. John Stuart Mill
3. Rudolf van Ihering.

V. SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
1. Eugen Ehrlich
2. Rudolf von Ihering
3. Roscoe Pound.

VI. REALISME
1. Realisme:
John Chimpan Gray,
Oliver Wendell Holmes,
Cordozo,
Jerome Frank
John Salmond.
2. Pragmatic Legal Realism:
Roscoe Pound.

VII. FREIRECHTSLEHRE
1. Eugen Ehrlich
2. Stampe,
3. Ernst Fuch,
4. Hermann Isay.

2. ALIRAN HUKUM ALAM

a. Pengertian
43. Apakah yang Dimaksud dengan Hukum Alam serta
Apakah yang menjadi Latar Belakang Pemikiran
tentang Itu?
Jawab:
Hukum alam (natural law atau lex naturalis) adalah
hukum yang berlaku universal, artinya berlaku
dimanapun juga dan pada saat apa pun juga.
Adanya konsepsi hukum alam ini merupakan
pencerminan dari usaha manusia dan kerinduan manusia
akan keadilan mutlak, serta merupakan pencerminan
dari usaha manusia untuk menemukan hukum yang
lebih tinggi dari hukum positif.

44. Menurut Para Penganurnya dalam Bidang-Bidang


Apakah Hukum Alam itu Berlaku ?
Jawab:
Hukum alam berlaku terhadap alam seperti hukum yang
mengatur perputaran matahari dan peredaran bintang-
bintang (hukum fisika), maupun terhadap tingkah laku
manusia (hukum etika).
Tetapi, yang menjadi bahan penyelidikan filsafat hukum
hanyalah hukum alam yang berkenaan dengan tingkah-
laku manusia saja, tidak termasuk hukum alam yang
berkenaan dengan peristiwa-peristiwa fisika.

45. Peranan Apakah yang Telah Dilakukan Hukum Alam


dalam Sejarah?
Jawab:
Peranan hukum alam dalam sejarah antara lain adalah:
a) Merupakan alat yang menyebabkan Hukum Romawi
meluas ke seluruh dunia serta bersifat kosmopolitan.
b) Merupakan senjata yang dipergunakan oleh kedua
belah pihak pada saat berlangsungnya pertentangan
antara Gereja dengan Kaisar di abad pertengahan.
c) Memberikan dasar atas kesempurnaan Hukum
Internasional.
d) Memberikan dasar atas kemerdekaan individu
melawan absolutisme.
e) Memberikan dasar kepada Hakim-Hakim Amerika
Serikat untuk menafsirkan konstitusi.

46. Bagaimana Corak Dari Hukum Alam?


Jawab:
Corak hukum alam berlain-lainan tergantung dari
ukuran-ukuran yang dipergunakan, yakni:
a) Hukum alam yang otoriter sebagai lawan dari
hukum alam yang individualistis.
b) Hukum alam yang progresif sebagai lawan dari
hukum alam yang konservatif.
c) Hukum alam yang religius sebagai lawan dari
hukum alam yang rasional.
d) Hukum alam yang mutlak sebagai lawan dari hukum
alam yang relatif.

b. Masa Yunaai.
47. Bagaimana Pendapat Kaum Stoic Tentang Hukum
Alam ?
Jawab:
Golongan filosof ini disebut kaum Stoic, karena mereka
mempunyai kebiasaan memberikan pelajaran dalam
lorong yang banyak tonggaknya ; lorong semacam itu
disebut stoa. Tokohnya antara lain ialah Zeno.
Pendapatnya tentang hukum alam sebenarnya bertitik
tolak dari pendapat Aristoteles tentang kedudukan
manusia di alam semesta ini.
Manusia dalam dunia ini mempunyai kedudukan
kembar, pertama manusia adalah bagian dari ciptaan
Tuhan yang tidak ada bedanya dengan ciptaan-ciptaan
Tuhan lainnya, kedua manusia adalah ciptaan Tuhan
yang dianugerah rasio.
Rasio aktif itulah yang membedakan manusia dari
ciptaan-ciptaan Tuhan lainnya.
Karena rasio aktif yang dimilikinya itu, manusia
sanggup menyatakan kehendaknya sesuai dengan
pandangan rasionya. Menurut kaum Stoic, rasio
menguasai seluruh bagian dari alam semesta ini.
Manusiapun sebagai bagian dari alam semesta dikuasai
oleh rasio. Oleh karena itu apabila manusia yang
ditakdirkan sebagai makhluk sosial hidup menurut
rasio, berarti dia hidup sesuai dengan hukum alam
(naturally).

48. Apakah Sebabnya Kaum Stoic dianggap sebagai


Peloper dari Kosmopolitanisme?
Jawab:
Kaum Stoic mempunyai anggapan bahwa semua
manusia dianugerahi rasio, sehingga setiap manusia
mempunyai derajat yang sama. Kaum Stoic menolak
adanya perbedaan antara suatu bangsa dengan bangsa
yang lainnya, baik berdasarkan kebangsaan ataupun
warna kulit. Selanjutnya mereka beranggapan, bahwa
negara setiap orang itu adalah dunia ini seluruhnya.
Inilah unsur-unsur kosmopolitanisme yang terdapat
dalam pendapat kaum Stoic sebagai kebalikan dari
faham nasionalisme.

49. Bagaimana Pembagian Jenis Hukum Alam Menurut


Kaum Stoic ?
Jawab:
Kaum Stoic membedakan antara hukum alam yang
bersifat mutlak dengan hukum alam yang bersifat
relatif. Pada waktu hukum alam yang absolut berlaku
sepenuhnya, tidak dikenal adanya famili, perbudakan,
hak milik dan pemerintahan. Semua lembaga ini lahir
kemudian dan diperlukan sebagai akibat kemerosotan
moral kemanusiaan.
Hukum alam yang relatif dibuat oleh legislator dengan
tujuan untuk mencegah kemerosotan moral itu. Hukum
alam yang relatif itu dibimbing oleh rasio dan seberapa
mungkin mendekati hukum alam yang absolut.

c. Masa Romawi
50. Bagaimana Pendapat Cicero Tentang Hukum Alam?
Jawab:
Pada dasarnya Cicero banyak mengambil bahan dari
kaum Stoic khususnya dalam masalah
kosmopolitanisme, kesederajatan manusia dan
keharusan hukum positif sesuai dengan hukum alam.
Menurut Cicero hukum positif yang tidak sesuai
dengan asas-asas hukum alam kehilangan validitasnya,
yang berarti hukum positif itu tidak mempunyai
kekuatan undangundang.

51. Apakah Pomeo (Semboyan) yang Terkenal dari


Cicero?
Jawab:
Pomeo yang terkenal dari Cicero ialah ubi societas,
ibi ius, artinya di mana ada masyarakat, di situ ada
hukum.

52. Bagaimana Pendapat Seneca tentang Hukum Alam?


Jawab:
Pada prinsipnya pendapat Seneca sama dengan Cicero,
hanya saja Seneca lebih menekankan kepada hukum
positif.
53. Bagaimana Pembagian Hukum Menurut Ulpianus?
Jawab:
Ulpianus membedakan hukum dalam tiga golongan,
yakni:
a) Hukum alam (ius naturale) ialah hukum yang
diajarkan alam kepada semua hewan.
b) Hukum bangsa-bangsa (ius gentium) ialah hukum
yang ditaati oleh manusia.
c) Hukum negara (ius civil) ialah aturan-aturan yang
dibuat oleh negara.

54. Bagaimana Pembagian Hukum menurut Gaius?


Jawab:
Gaius membedakan hukum dalam 2 golongan, yakni:
a) Ius Gentium, ialah hukum yang berlaku bagi
segala bangsa. Hukum ini berasal dari rasio alam
dan bukan dari Tuhan.
b) Ius Civile, ialah hukum yang dibuat oleh manusia
untuk dirinya sendiri.

55. Apakah Perbedaan antara Penelaah Hukum Alam


Bangsa Romawi dengan Penelaah Hukum Bangsa
Yunani ?
Jawab:
Penelaah hukum alam bangsa Yunani umumnya adalah
filosof, sedangkan penelaah hukum alam bangsa
Romawi umumnya orang-orang praktek yakni para
juris.
56. Siapakah Justinianus?
Jawab:
Justinianus ialah seorang Kaisar Romawi, yang hidup
pada sekitar abad ke-6 M. Ia telah berhasil menyusun
kodifikasi hukum yang pertama di dunia, yang dinamai
Corpus Iuris Civilis.
Corpus Iuris Civilis itu semula terdiri dari 3 buku,
yakni:
a) Institutiones yang merupakan kumpulan peraturan
dan buku pedoman pendidikan.
b) Pandectae atau Digests, yang berisi kumpulan
petikan-petikan (bunga rampai) dari pandangan
ahli-ahli hukum Romawi terdahulu.
c) Codex, merupakan kumpulan peraturan-peraturan
Kaisar atau Imperium.

Kemudian oleh Justianianus ditambah dengan buku


yang ke-4, yakni:
d) Novellae, berisi tambahan untuk melengkapi ketiga
buku yang terdahulu.

57. Kenapakah Hukum Romawi Disebut Rasio Scripts?


Jawab:
Sebutan ini dipergunakan sebagai pencerminan
bagaimana orang mengagungkan hukum Romawi,
sehingga dianggap sebagai hukum alam yang
dituliskan. Hal ini disebabkan, karena Hukum Romawi
diterima umum di Eropah dan mampu mendesak
hukum rakyat setempat (lokal).
d. Masa Skolastik
58. Berikan Gambaran tentang Struktur Masyarakat
Eropah pada Abad Pertengahan?
Jawab:
Masyarakat Eropah pada abad Pertengahan (3-15 M)
diperintah oleh dua macam kekuasaan, yakni dalam
bidang keagarnaan oleh Paus beserta pembantu-
pembantunya, dan dalam bidang keduniawian
diperintah oleh Kaisar yang dibantu oleh kaum feodal.
Dengan kata lain struktur masyarakat Eropah pada
waktu itu adalah Klerikalisme dan Feudalisme
Sepanjang sejarah, sering terjadi perebutan hegemoni
antara Paus dengan Kaisar. Akibatnya, pendapat para
filosof dari abad itu seringkali mencerminkan
pembelaan atas hegemoni Paus atau hegemoni Kaisar.

59. Bagaimana Pendapat Augustinus tentang Hukum


dan Negara?
Jawab:
Dalam hal ini Augustinus melanjutkan pendapat kaum
Stoic. Pendapat kaum Stoic tentang hukum alam yang
absolut dan hukum alam yang relatif, disesuaikan
dengan doktrin Kristen tentang dosa manusia
pertama. Lembaga-lembaga kemanusiaan seperti
negara merupakan akibat dari dosa pertama itu.
Augustinus menganggap kerajaan yang ada di dunia ini
sebagai kerajaan iblis atau civitate diaboli (civitate
terrena), sedangkan kerajaan Tuhan atau Civitate Dei
adanya di alam akhirat.
Dalam pada itu, gereja dianggapnya sebagai bayangan
dari Civitate Dei, yang akan mengarahkan hukum
buatan manusia kepada asas-asas Kristen yang abadi.

60. Bagaimana Pendapat John Salisbury tentang Hukum


dan Negara?
Jawab:
Menurut John Salisbury hukum itu mengikat baik
penguasa maupun rakyat. Tentang Negara, John
Salisbury mengatakan, bahwa Negara itu adalah alat
untuk kebaikan umum. Pendapatnya berasal dari
Cicero dan Seneca. Di kemudian hari pendapat John
Salisbury ini dilanjutkan oleh Albertus Magnus dan
Thomas Aquino.

61. Bagaimana Pendapat Paus Gelasius tentang


Hubungan antara Kekuasaan Keagamaan (Spiritual
Power) dengan Kekuasaan Keduniawian (Temporal
Power)?
Jawab:
Paus Gelasius mengemukakan teori dua pedang,
yang membedakan antara kekuasaan keagamaan
dengan kekuasaan keduniawian, yang masing-masing
meliputi bidang sendiri-sendiri. Paus berkuasa atas
bidang keagamaan, sedangkan Kaisar berkuasa atas
bidang keduniawian.
Doktrin ini untuk sementara berhasil mendamaikan
pertentangan antara Paus dengan Kaisar. Tetapi ketika
kedua-duanya semakin besar kekuasaannya, terjadilah
perebutan hegemoni antara Paus dengan Kaisar.
Pertentangan ini dimulai ketika berkuasanya Henry IV
sebagai Kaisar dengan Paus Gregorius VII.
62. Bagaimana Pendapat Egidius Collona tentang
Hubungan antara Kekuasaan Keagamaan dengan
Kekuasaan Keduniawian?
Jawab:
Egidius Collona berpendapat bahwa kekuasaan
keagamaan yang dipegang oleh Paus, memberikan
wewenang kepada gereja untuk menghukum semua
Penguasa keduniawian.

63. Bagaimana Pendapat Rion of Paris?


Jawab:
Sebaliknya dari Egidius, John of Paris membela
kekuasaan Kaisar. Menurut dia, kekuasaan
keduniawian (sekular) merupakan suatu kebutuhan,
oleh karena itu kekuasaan raja bebas dari sanksi yang
datang dari gereja. Lagi pula kekuasaan raja tidak lebih
rendah daripada kekuasaan gereja.
Menurut John of Paris, kekuasaan itu berasal dari
Tuhan dan dari rakyat.
John of Paris adalah orang pertama yang memberikan
argumentasi tentang pemisahan antara kekuasaan
keagamaan dengan kekuasaan keduniawian.

64. Bagaimana Anggapan Gereja pada Waktu Itu


terhadap Hak Milik?
Jawab:
Sebagai akibat dari pengaruh kaum Stoic yang
dilanjutkan oleh Augustinus, hak milik pribadi
dianggap buruk, karena merupakan lembaga
penjelmaan iblis. Pandangan ini kemudian berubah,
berkat teori yang dikemukakan oleh Thomas Aquino.

65. Bagaimana Pembagfan Hukum menurut William


Occam?
Jawab:
William Occam membagi hukum secara hierarchis
sebagai berikut:
a) Hukum universal yang mengatur tingkah laku
manusia yang bersumber pada rasio alam.
b) Hukum yang mengikat masyarakat yang berasal
dari alam tanpa adanya hukum positif.
c) Hukum yang bersumber pada prinsip-prinsip
hukum alam yang dapat dirubah oleh penguasa.

66. Apakah Pendapat-Pendapat Lainnya dari William


Occam?
Jawab:
a) Dia menyamakan hukum dengan kehendak mutlak
Tuhan, yang, tidak identik dengan hakekat dari
benda.
Pandangan ini dapat dianggap langkah pertama
dimenangkannya keinginan atas pemikiran, yang
kemudian menjadi dasar penerimaan kemauan
mutlak dari penguasa sebagaimana yang
dikemukakan kemudian oleh Machiavelli, Hobbes
dan Hitler.
b) Dia menyarankan adanya beberapa orang Paus
yang bersifat nasional, disamping adanya beberapa
orang raja yang bersifat nasional pula.

67. Apakah Corpus Ions Canonici Itu?


Jawab:
Corpus Iuris Canonici adalah sebutan yang
dipergunakan oleh Dewan Gereja Bezel dalam tahun
1441 terhadap himpunan hukum gereja. Salah satu
bagian dari Corpus Iuris Canonici itu diberi nama
Concordia, yang merupakan karya Gratianus. Itulah
sebabnya Concordia lazim disebut Decretum Gratiani.

68. Apakah akibat Adanya Decretum Gratini Itu?


Jawab:
Semula hukum alam diidentikkan dengan rasio. Setelah
adanya Decretum Gratiani ini hukum alam dianggap
lebih mulia daripada sekedar rasio. Hukum alam
dianggap sebagai sebagian daripada Hukum Tuhan
sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Suci. Hukum
alam dianggap mengatasi hukum-hukum lainnya, baik
hukum kebiasaan, maupun hukum konstitusi.
Selanjutnya, gereja dianggap sebagai penafsir otentik
dari pada hukum alam.

69. Bagaimana Peaggolongan Hukum menurut Thomas


Aquino?
Jawab:
Thomas Aquino membedakan Hukum dalam empat
kategori sebagai berikut:
a) Lex eterna atau Hukum Abadi, yang merupakan
rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala yang ada
sesuai dengan tujuan dan sifatnya. Dari lex eterna
itulah semua hukum bersumber dan mempunyai
kekuatan tetap (mengikat). Tetapi hanya sebagian
kecil saja dari lex eterna ini yang dapat dimengerti
oleh manusia.
b) Lex naturalis atau hukum alam, yaitu bagian dari
lex eterna yang dapat dimengerti dan ditangkap
oleh manusia sebagai makhluk yang mempunyai
rasio. Manusia menerapkan lex naturalis ini dalam
peri-kehidupannya, sehingga ia dapat membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk.
c) Lex Divina atau Hukum Ketuhanan Positif, yakni
hukum yang diwahyukan Tuhan bagi segenap
manusia. Lex Divina ini tercantum dalam Kitab
Suci.
d) Hukum Positif buatan manusia ialah hukum yang
diciptakan manusia dengan jalan menurunkannya
dari lex naturalis.
Catatan:
Dari keempat kategori hukum itu, lex divina mungkin
dianggap paling kurang penting. Padahal justru lex
divina inilah yang sebenarnya menjadi dasar pokok
dari pendapat yang mengatakan bahwa gereja sebagai
penafsir yang benar dari hukum suci yang tercantum
dalam Kitab Suci.
Ada pula yang berpendapat, bahwa perbedaan antara
lex naturalis dengan lex divina ialah karena lex divina
itu tertulis sedangkan lex naturalis itu tidak tertulis.
Perhatikan Bagan Kategori Hukum Thomas Aquino:
Dunia cita

Dunia
nyata

70. Apakah yang Dimaksud dengan Principia Prima dan


Principia Secundarian oleh Thomas Aquino?
Jawab:
a) Prinsipia Prima atau Asas Pertama dari hukum
alam ialah asas yang berlaku mutlak dan tidak
berubah meurut tempat dan zaman.
Contoh: Berbuat, yang baik dan jauhilah yang
jahat!
b) prinsipia Sekundaria atau Asas Kedua yang
diturunkan dari asas yang pertama, yang berupa
penafsiran akal manusia terhadap prinsipia prima.
Prinsipia skundaria tidak bersifat mutlak, tetapi
berbeda-beda menurut tempat dan saat. Mengingat
manusia memiliki sifat khilaf dan mementingkan
diri sendiri (egoistis), maka seringkali akal sehat
dikaburkannya, sehingga tafsiran (ijtihad) manusia
atas prinsipia prima itu sesat, membenarkan apa
yang sebenarnya salah.

71. Bagaimana Pendapat Thomas Aquino Tentang


Negate?
Jawab:
Berlainan dengan Augustinus, Thomas Aquino
berpendapat bahwa negara itu merupakan lembaga
alamiah yang lahir karena kebutuhan sosial manusia.
Sebagai suatu lembaga yang bertujuan menjamin keter-
tiban dalam kehidupan masyarakat dan sebagai alat pe-
nyelenggara kepentingan umum negara merupakan
penjelasan yang tidak sempurna.

72. Bagaimana Pendapat Thomas Aquino tentang


Hukum positif?
Jawab:
Seperti telah dikemukakan dalam No. 70 di atas,
hukum positif menduduki tingkatan yang paling rendah
dalam kategori hukum keseluruhannya. Hukum positif
merupakan bagian dari hukum alam dan mempunyai
tujuan untuk kemanfaatan manusia. Pendapat Thomas
Aquino ini mirip sekali dengan Aliran Positivisme.
Hukum positif itu berbeda-beda, tergantung kepada
tempat dan jaman.
Hukum positif harus mempertahankan keadilan yang
dituntut oleh alam. Apabila hukum positif tidak adil,
baik dilihat dari tujuannya, pembuatannya maupun
bentuknya, maka hukum positif itu kehilangan
kesempurnaan (validitas)-nya. Walaupun demikian,
seandainya hukum positif tidak adil Thomas Aquino
menganjurkan agar supaya manusia mentaatinya juga,
untuk mencegah timbulnya fitnah dan kekacauan.
Bahkan kalau perlu, manusia lebih baik menyerahkan
haknya.
73. Bagaimana Pendapat Thomas Aquino tentang Hak
Milik?
Jawab:
Berlainan dengan Augustinus, Thomas Aquino tidak
menganggap hak milik itu, ciptaan iblis. Pendapat
Thomas Aquino berdiri. Antara pendapat gereja di abad
pertengahan yang menolak adanya hak milik pribadi
dengan pendapat John Locke yang muncul kemudian
yang menganggap hak milik itu adalah hak asasi
manusia. yang diturunkan dari hukum alam.
Thomas Aquino membedakan antara pemilikan dengan
penggunaan hak milik itu. Walaupun ia mengakui
adanya hak milik tetapi penggunnaan hak milik itu
bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, melainkan
untuk kesejahteraan masyarakat.
Pendapatnya tentang hak milik demikian itulah yang
me-rupakan segi sosialistis dari ajaran Thomas Aquino.

e. Masa Rasionalisine
74. Yang Dimaksud dengan Rennaissance?
Jawab:
Secara harfiah rennaissance berasal dari kata-kata re
yang berarti kembali dan naitre yang berarti lahir.
Jadi artinya adalah kelahiran atau kebangkitan
kembali.
Renaissance adalah suatu kebangkitan kembali dari
kesadaran manusia atas kemampuannya sendiri sebagai
individu yang mempunyai rasio.
Renaissance adalah suatu gerakan yang timbul sebagai
reaksi atas sistem klerikalisme dan feodalisme di abad
pertengahan. Seperti diketahui, dalam abad
pertengahan manusia, hanya dianggap sebagai bagian
yang tidak berarti dari keseluruhan alam semesta,
sedangkan pemikiran manusia terbelenggu oleh teologi
Kristen.

75. Apakah Landasan Filsafat Gerahan Renaissance dan


Faktor-Faktor Apakah yang Mendorongnya?
Jawab:
Reinanssance berdasarkan filsafat individualisme, yang
menempatkan individu sebagai pusat dan tujuan
daripada segala kegiatan.
Faktor-faktor yang mendorong timbulnya renaissance
ialah:
a) Adanya Perang Salib, dimana pengaruh Islam dan
Yahudi masuk ke Benua Eropah..
Seperti diketahui, di kala filsafat Yunani terkubur
dalam-dalam di dunia Barat, (karena dominannya
teologi Kristen); di dunia Islam filsafat itu
berkembang dengan pesatnya.
b) Adanya penemilan benua-benua baru, sehingga
memperluas perdagangan. Dengan meluasnya
perdagangan hancurlah struktur ekonomi yang
bersifat agraris-feodalistik-klerikalistis, yang
merupakan dasar (onder bouw) dari cara berfikir di
abad pertengahan.

76. Apakah Akibat dari Timbulnya Gerakan


Renaissance?
Jawab:
a) Dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat
muncul aliran rasionalisme.
b) Dalam bidang agama lahir reformasi dan
Protestanisme, yang menghendaki emansipasi di
bidang spiritual dengan jalan membebaskan diri
dari ikatan kepausan. Lebih jauh lagi menimbulkan
sekularisme.
c) Dalam bidang politik melahirkan negara nasional,
yang tidak lagi terikat baik oleh gereja maupun oleh
Kaisar. Dalam abad pertengahan negara itu
diidentikkan dengan Paus atau Kaisar, sedangkan
negara nasional adalah negara kepunyaan bangsa
seluruhnya, dengan kata lain negara diidentikkan
dengan bangsa. Timbulnya negara nasional ini
disebabkan adanya hasrat individual emancipation
dari golongan menengah yang menghendaki adanya
suatu kekuasaan yang kokoh untuk melindungi hak
dan kepentingannya.

77. Sebutkan Beberapa Penganut Faham Rasionalisme


dalam Bidangnya Masing-Masing?
Jawab:
a) Francis Bacon dan Descartes dalam bidang filsafat.
b) Gallilleo Galillei dan Newton dalam bidang ilmu
pengetahuan alam (natural science).
c) Hugo de Groot atau Grotius dalam bidang hukum
alam.
78. Bagaimana Pengertian Hukum Alam yang Rasional
dari Grotius?
Jawab:
Jika Thomas Aquino dengan susah payah berusaha
menghubungkan hukum Ketuhanan dengan hukum.
alam, Grotius justru memisahkan kedua macam hukum
itu.
Hukum alam yang disusun oieh Grotius adalah bersifat
keduniawian belaka, lepas dari ikatan teologi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Grotius telah
menumbuhkan benih-benih sekularisme di bidang
hukum.
Inti ajaran hukum alam dari Grotius adalah sebagai
berikut:
a) Hukum alam adalah keseluruhan ketentuan-
ketentuan alam yang dapat diketemukan manusia
dengan mempergunakan rasionya.
b) Hukum alam itu terlepas dari kehendak Tuhan,
sehingga seandainya Tuhan tidak ada, hukum alam
yang rasional itu akan tetap berlaku.
c) Hukum alam itu bersifat universal, sehingga hukum
alam itu tidak bisa dirubah, sekalipun oleh Tuhan
sendiri. Tuhan tidak dapat menyebabkan dua kali
dua tidak menjadi empat.
d) Hukum alam mengenai tingkah-laku manusa adalah
analog dengan hukum-hukum yang berlaku dalam
ilmu pasti, Sehingga hukum alam itu dapat disebut
quasi-geometry yang selalu dapat didedukasikan.
Oleh karena itu Grotius menganjurkan dipergunakan-
nya metoda deduksi di dalam hukum, yakni suatu
metode yang berpangkal dari dalil-dalil tetap, bukan
dari kenyataan-kenyataan atau pengalaman-
pengalaman yang berubah-ubah dan berlainan menurut
waktu dan tempat.

79. Apakah Sebabnya Grotius Dianggqo Tidak


Konsekwensi atas Ajarannya Yang Rasionalistis dan
Sekular Itu?
Jawab:
Grotius dianggap tidak konsekwen, karena di satu
pihak ia mengatakan, bahwa hukum alam itu terlepas
dari kehendak Tuhan, tetapi di lain pihak dia
mengatakan, bahwa hukum alam itu ditanamkan oleh
Tuhan pada manusia, sehingga tidak dapat diragukan
lagi hukum alam itu mempunyai asal yang suci.
Hukum yang diwahyukan oleh Tuhan menegaskan dan
membantu manusia dalam pengetahuannya tentang
hukum alam.
Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa secara
tidak langsung Grotius beranggapan, bahwa hukum
alam itu berasal dari Tuhan juga.

80. Apakah Faham Sekularisme Itu?


Jawab:
Sekularisme ialah suatu faham yang menghendaki
adanya pemisahan antara urusan keduniawian dengan
urusan agama. Sekularisme tidak selalu identik dengan
atheisme, karena seorang sekularis mungkin saja
menjadi penganut sesuatu agama. Misalnya, Grotius
adalah seorang sekularis, bahkan boleh dikatakan
Bapak Sekularisme hukum modern, tetapi konon ia
tetap menganut agama Kristen.
Menurut Ernest Renan, sekularisme yang tumbuh di
Eropah itu, tidak lain daripada buah fikiran Islam yang
tumbuh di sana.
Sekularisme dibawa ke dunia Barat antara lain melalui
buah fikiran Ibnu Rusyd. Dengan demikian, filosof-
filosof Islam di Kekhalifahan Barat (Kordoba) bukan
saja dapat menerima sekularisme, tetapi merupakan
pendasarnya.
Sebaliknya ulama-ulama Islam di-Kekhalifahan Timur
(Bagdad) menentang faham sekularisme sebagai akibat
pengaruh yang sangat kuat dari Iman Al Ghazali yang
membenci filsafat.
Dewasa ini di kalangan umat Islam ada segolongan
yang setuju dengan sekularisme, tetapi sebagian besar
menolaknya, dengan mendasarkan sikapnya pada dalil-
dalil yang mengatakan bahwa dalam ajaran Islam tidak
dikenal pemisahan antara kehidupan spiritual dengan
kehidupan duniawi.
Turki adalah suatu negeri Muslim yang melaksanakan
faham sekularisme, dengan dipelopori oleh Kemal
Pasya.

81. Asas-Asas Hukum Alam Mana yang Diambil dari


Grotius yang Hingga Kini Masih Hidup dalam
Hukum Internasional?
Jawab :
a) Pacta sunt servanda, artinya menghormati janji
yang telah diucapkan atau ditandatangani.
b) Mare liberum atau asas laut terbuka.
c) Mengganti kerugian atas kerusaican yang
disebabkan kesalahan seseorang.
d) Menghukum pihak yang melakukan agresi.

f. Teori Perjanjian Masyarakat


82. Apakah Teori Perjanjian Masyarakat Itu?
Jawab:
Teori perjanjian masyarakat adalah teori yang
beranggapan bahwa negara itu timbul sebagai akibat
adanya perjanjian di antara individu-individu.
Ringkasnya adalah sebagai berikut:
Dahulu manusia itu hidup tanpa mengenal peraturan
apapun juga. Karena tidak dikenalnya peraturan,
manusia tidak ada bedanya dengan binatang buas, yang
saling membunuh dengan sesamanya, Homo homini
lupus, bellum omnium kontra omnes, demikian Hobbes
menggambarkan manusia pada masa itu. Karena
manusia dianugerahi rasio, mereka menghendaki suatu
kehidupan yang tertib dan tenteram. Untuk mencapai
maksudnya itu, manusia bersama-sama mengadakan
perjanjian yakni perjanjian untuk membentuk negara
(masyarakat).
Perjanjian di antara manusia yang melahirkan negara
disebut pactum unionis. Serentak dengan perjanjian
untuk membentuk negara itu, terjadi perjanjian yang
kedua yakni antara manusia-manusia dengan penguasa
yang dibentuk dalam pactum unionis tadi yang isinya
bahwa manusia-manusia itu berjanji untuk
menyerahkan hak-haknya yang diberikan oleh hukum
alam kepada penguasa, serta berjanji akan taat kepada
penguasa tadi. Perjanjian kedua ini disebut pactum
subjectionis.
83. Bagaimana Anggapan Para Penganutnya Sendiri
atas Adanya perjanjian Masyarakat Itu?
Jawab:
a) Grotius menganggap perjanjian masyarakat itu
sebagai suatu kenyataan sejarah yang sungguh-
sungguh pernah terjadi.
b) Thomas Hobbes, John Locke, Rousseau, dan Kant
menganggap sebagai khayalan atau fiksi logis
sematamata.

84. Apakah Arti Teori Perjanjian Masyarakat jika


Dihubungkan dengan Sumber Kekuasaan Penguasa?
Jawab:
Teori perjanjian masyarakat telah merubah anggapan
tentang asal atau sumber kekuasaan yang dimiliki oleh
raja. Pada abad pertengahan, dimana dianut teori
theokrasi kekuasaan yang ada pada raja dianggap
berasal dari atas, yakni dari Tuhan. Sebaliknya teori
perjanjian masyarakat mendalilkan, bahwa kekuasaan
penguasa itu berasal dari bawah, yakni dari rakyat.
Sebenarnya anggapan bahwa sumber kekuasaan itu dari
bawah telah mulai dicetuskan oleh Plato, kemudian
dalam abad pertengahan dikemukakan lagi oleh John of
Salisbury dan John of Paris. Sedangkan Marsilius dari
Padua secara tegas menyatakan bahwa rakyat adalah
sumber dari segala kekuasaan politik dan pemerintah
merupakan wakil rakyat serta atas persetujuan rakyat.

85. Apakah Motif Grotius Membuat Teori Perjanjian


Masyarakat?
Jawab:
a) Ke dalam untuk memberikan dasar bagi pentaatan
rakyat kepada Penguasa.
b) Ke luar, untuk menciptakan dasar pengikat dan
hubungan tetap antara negara-negara di dunia.

86. Apakah Latar Belakang Thomas Hobbes Membuat


Teori Perjanjian Masyarakat?
Jawab:
Pada waktu itu di Inggris sedang terjadi pertentangan
antara Raja Charles I dengan Parlemen. Dalam hal ini
Hobbes berpihak kepada raja. Oleh karena itu menurut
teorinya, dalam pactum subjectionis rakyat telah
menyerahkan seluruh haknya kepada raja, dan hak
yang telah diserahkannya itu tidak bisa ditarik kembali.
Dengan demikian, menurut Hobbes negara itu
seharusnya berbentuk kerajaan mutlak atau monarchi
absolut.
87. Sebutkan Beberapa Pendapat Hobbes Lainnya?
Jawab:
a) Semua hukum yang sungguh-sungguh adalah
hukum yang sipil (hukum negara), ialah hukum
yang dikeluarkan dan dipaksakan oleh Penguasa.
Walaupun ia masih mengakui hukum alam, tetapi ia
lebih menekankan bahwa hukum itu harus
bersanksi.
Penguasa yang tanpa pedang hanyalah omong
kosong dan sekali-kali tidak mempunyai
kemampuan untuk menyelamatkan manusia,
demikian kata Hobbes.
b) Tanpa negara, masyarakat akan anarkis dan tanpa
bentuk, oleh karena itu tidak ada hukum yang
mengatur hubungan antara Penguasa dengan rakyat.
Semua kekuasaan masyarakat terletak pada
penguasa; ditangannyalah tertumpu semua
kekuasaan untuk memerintah.
c) Sebagaimana organisasi-organisasi masyarakat
lainnya, gerejapun ada di bawah raja. Demikianlah
juga semua organisasi sosial termasuk gereja-
mempunyai pimpinan yang sama, yakni raja.
Titik b. dan c. mencerminkan faham absolutisms.
d) Penguasa tidak dibentuk dan tidak direstui dari atas,
baik dari Tuhan ataupun hukum alam.
Dia diangkat oleh rakyat untuk mencegah mereka
dari hancur menghancurkan satu sama lain.
Pendapat ini mencerminkan faham utilisme yang di
kemudian hari akan diikuti oleh Jeramy Bentham
dan John Stuart Mill.
88. Apakah Latar Belakang John Locke membuat Teori
Perjanjian Masyarakat?
Jawab:
John Locke mengemukakan teori perjanjian
masyarakat bertepatan dengan muncul dan
berkembangnya kaum borjuis atau golongan tengall.
(middle class) yang menghendaki perlindungan
penguasa atas diri dan kepentingannya.
Dengan latar belakang itulah John Locke mendalilkan
bahwa dalam pactum subjectionis tidak seluruh hak
manusia diserahkan kepada raja, tetapi ada hak-hak
yang diberikan oleh hukum alam yang tetap melekat
(inalienable) padanya.
Hak ini ialah hak asasi manusia, yang harus dilindungi
oleh raja dan dijamin dengan dicantumkan dalam
Undang-Undang Dasar. Dengan demikian John Locke
menghendaki adanya monarchi konstitusional atau
kerajaan berundang--undang dasar.
Hak asasi manusia menurut John Locke adalah berupa
hak hidup, hak kebebasan, dan hak milik (life, liberty,
dan estate).
Perlu diketahui, berlainan dengan Thomas Hobbes
yang mengatakan bahwa negara alamiah sebelum
adanya perjanjian masyarakat itu adalah liar, penuh
kekacauan dan kekuasan John Lacke mengatakan
bahwa negara alamiah itu adalah suatu negara yang
penuh dengan kedamaian, keikhlasan, kerjasama dan
pemeliharaan.
Dalam negara alamiah itu, manusia mempunyai semua
hak yang oleh hukum alam diberikan kepadanya.
Dengan adanya perjanjian masyarakat, kata John
Locke, hilanglah negara alamiah ini, seakan-akan
hilangnya surga (Paradise Lost).

89. Sebutkan Pendapat-Pendapat John Locke Lainnya ?


Jawab:
a) Ajaran John Locke merupakan reaksi atas faham
absolutisms dari Thomas Hobbes.
b) John Locke merupakan pendasar dari demokrasi
parlementer.
c) Pengaruh John Locke terasa dalam Revolusi Besar
Perancis dan Arnerika Serikat.

90. Bagaimana Teori Perjanjian Masyarakat menurut


Jean Jacques Rousseau?
Jawab:
Rousseau berpendapat, bahwa setelah adanya
penyerahan hak yang diberikan hukum alam yakni hak
kodrat itu kepada penguasa, maka penguasa itu
mengembalikan hak itu kepada manusia, tetapi bukan
dalam bentuk hak kodrat lagi, melainkan dalam bentuk
hak warganegara (civil right).
Catatan:
Civil right hendaknya dibedakan daripada civilian
right. Civilian rights adalah hak warga negara sipil
sebagai lawan dari military rights.
Itulah sebabnya, Rousseau disebut Bapak dari Hak
Warganegara.
Selanjutnya Rousseau mengatakan bahwa negara yang
dibentuk dalam perjanjian masyarakat haruslah
menjamin kebebasan dan persamaan. Penguasa
hanyalah sekedar wakil rakyat yang dibentuk
berdasarkan kehendak rakyat (volonte general).
Apabila tidak mampu menjamin kebebasan dan
persamaan, penguasa itu dapat diganti.
Itulah sebabnya Rousseau dianggap sebagai Bapak
Kedaulatan Rakyat.
Lain halnya dengan John Locke, Rousseau tidak
mengenal adanya hak asasi manusia yang tidak dapat
dipisahkan daripadanya. Menurut Rousseau, yang ada
ialah hak warga negara, yang dibatasi oleh kemauan
umum, yakni kemauan warga Negara secara
keseluruhan.

91. Berikan Perbandingan Antara Thomas Hobbes, John


Locke, Dan Rousseau?
Thomas Hobbes John Locke Rousseau
a. Hanya mengenal a. Mengenal dua a. Hanya mengena
adanya satu pactum, yakni adanya satu pactum
pactum pactum unionis yakni pactum
subjectionis dan pactum unionis
subjectionis
b. Natural state b. Natural state b. Dalam natural state
adalah liar dan adalah surge terdapat persamaan
buas dan kebebasan
c. Seluruh hak yang c. Ada yang tidak c. Seluruh hak yang
diberikan hukum diserahkan diberikan hukum
alam diserahkan kepada raja, alam diserahkan
kepada raja yakni hak asasi tetapi dikembalikan
lagi dalam bentuk
hak warga Negara
d. Pelopor faham d. Pelopor d. Ia pelopor
absolutism demokrasi kedaulatan rakyat
parlementer
92. Apakah Sebabnya Teori Perjanjian Masyarakat
Mengalami Kemunduran Sejak Abad Ke-18?
Jawab:
Teori perjanjian masyarakat adalah suatu teori yang
bersifat individualistis, deduktif, dan abstrak. Sifat-sifat
itu mengalami kemunduran, karena adanya
perkembangan sebagai berikut:
a) Konsepsi yang bersifat individualistis terdesak oleh
konsepsi yang bersifat kolektivis, dengan
munculnya faham nasionalisme.
b) Kemajuan ilmu pengetahuan alam menyebabkan
ditinggalkannya metode deduktif, serta
menggantinya dengan metode empiris.
c) Masyarakat Eropah baru yang makin kompleks
memerlukan cara pendekatan yang bersifat
komparatif dan sosiologis daripada cara pendekatan
yang abstrak.

g. Kemunduran Hukum Alam

93. Faktor-faktor Apakah yang Menyebabkan


Kemunduran Faham Hukum Alam?
Jawab:
Brendan F. Brown dalam bukunya The Natural Law
Reader halaman 3-14 menyatakan bahwa faham
hukum alam mengalami kemunduran disebabkan
berbagai hal sebagai berikut:
a) Kebangkitan faham Nasionalisme
Bangkitnya faham negara nasional menyebabkan
hilangnya kepercayaan atas adanya hukum yang
lebih tinggi di atas hukum positif.
b) Kebanghitan kapitalisme
Revolusi industri telah menyebabkan percepatan
dalam upaya mengejar kesejahteraan, pertambahan
penduduk, pertumbuhan kota, dan persaingan yang
semakin ketat di bidang keuangan. Negara-negara
industri telah berubah menjadi negara imperialis.
Hal itu telah menyebabkan sekularisasi kehidupan,
pemujaan kekuasaan dan gaya hidup materialistis.
c) Relativisme
Semakin berkembangnya faham relativisme yang
menggoyahkan kepercayaan atas sesuatu yang
mutlak dan universal dalam kehidupan dan diganti
dengan pandangan yang menyatakan bahwa dunia
ini sebenarnya merupakan kenyataan yang kacau
balau.
d) Faham anti-intelehtualisme
Serangan Rousseau terhadap rasio, menyebabkan
memudarnya kepercayaan orang terhadap rasio. Hal
ini mengakibatkan pengingkaran terhadap ukuran
mutlak yang diajarkan oleh faham klasik (Yunani,
Romawi dan Kristen).
e) Kecenderungan perlawanan tertentu dan ilmu
modern.
Pemujaan terhadap metoda induksi yang berlebihan
telah menyebabkan tumbuhnya pandangan
materialistis dan spesialisasi yang berlebihan,
sehingga gagal melihat manusia dalam suatu
keutuhan. Akhirnya ditemui asas tentative atau
kebenaran sementara atas dalil-dalil ilmu
pengetahuan yang mempercepat punahnya
kepercayaan akan adanya hukum yang tetap yang
bersifat mutlak dan merupakan ukuran obyektif.
f) Utilitarianisme
Faham utilitarianisme pada akhirnya sampai pada
kesimpulan, bahwa tujuan hukum adalah
menciptakan ketertiban masyarakat untuk
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada
orang yang sebanyak-banyaknya.
Oleh karena itu hukum adalah perintah penguasa
bukan pencerminan rasio.
g) Teori hukum analitik
Dengan bertolak dari pendapat Kant yang
membedakan hukum dengan moral.
Austin menuntaskar, pemisahan antara hukum
dengan moral.
Semua hukum kontif adalah perintah penguasa
yang berdaulat, yang tidak terikat baik oleh
peraturan Yang dibuatnya maupun oleh asas-asas
yang berasal dari atas.
h) Pengingkaran atas adanya kebebasan kehendak
pada manusia.
Faham determinisme muncul kembali. Dalam
anggapan faham ini, manusia tidak mempunyai
kehendak bebas, tetapi keadaannya ditentukan oleh
kekuatan dari luar.
i) Pragmatisme
Faham ini berpendapat bahwa tingkah laku yang
baik adalah tingkah laku yang efisien dan
bermanfaat, oleh karena itu mereka tidak tertarik
untuk menyusun tujuan filosofis atau
mempersoalkan ujuan akhir atau menata tolok ukur
selain atas dasar kemanfaatan.
j) Dianutnya Cases system pada pengadilan-
pengadilan di Amerika Serikat, sehingga
mengabaikan masalah mendasar dari hukum dan
tidak diperdulikannya filsafat hukum.
k) Banyaknya aturan hukum telah menyebabkan
perubahan sikap orang Amerika terhadap hukum.
Dulu mereka menganggap hukum sebagai cerminan
rasio, tetapi sekarang hukum dianggap tidak lebih
dari perintah.
l) Timbulnya hukum alam semu pada akhir abad 19
telah mendiskreditkan hukum alam yang
sesungguhnya.
Namun, kata Brendon F Brown selanjutnya saat ini
perhatian terhadap hukum alam nampaknya mulai
bangkit kembali.
Kepahitan yang disebabkan oleh Perang Dunia I dan II
telah membangunkan bangsa yang cinta damai dari
tidurnya.
Mereka menyadari, bahwa kedua perang dunia yang
lalu bukan perang biasa, bukan sengketa perbatasan
antar negara, bukan perebutan ladang-ladang minyak
dan perkebunan karet, bukan pula perang untuk
memperebutkan lautan bebas.
Perang dunia yang lalu hakikatnya adalah perang untuk
memenangkan harkat dan derajat kemanusiaann, tanpa
mempersoalkan kebangsaan, warna kulit, tingkat
ekonomi atau letak geografis suatu negara.
Kemenangan perang berarti melahirkan dua tugas
besar, yaitu memelihara kemerdekaan dalam batas-
batas nasional dan rnembangun ketertiban di dunia
dalam suasana perdamaian.
Mereka tidak akan sukses melaksanakan dua tugas
rangkap itu, jika terjerumus pada skeptisisme, sinisme
dan indefferentisme.
Mereka akan sukses, jika kembali kepada asas hukum
alam yang telah berkali-kali mengungguli
totalitarianisme dan yang akan membuktikan kepada
dunia ini, bahwa hanya perasaan kesatuan moral yang
akan merupakan dasar bagi perdamaian yang abadi.
Demikian pandangan Brendon F. Brown.
Dengan membaca ilustrasi yang digambarkan Brown di
atas sungguh mencengangkan bahwa di Amerika
Serikat dikenal tempat lahir kembali faham yang
menghajatkan hukum alam yang membawahi hukum
positif.

94. Bagaimana Pendapat Montesquieu tentang Hukum


dan Apakah Sumbangannja Terhadap ilmu Politik ?
Jawab:
Menurut Montesquieu, hukum itu walaupun secara
samar-samar masih berdasarkan pada prinsip-prinsip
hukum alam tetapi selalu harus dipengaruhi oleh
keadaan sekelilingnya (environtment and condition),
yang berupa iklim, keadaan tanah, agama, kebiasaan,
perdagangan, dan sebagainya. (Bandingkan dengan
Thomas Aquino, Lihat No. 71).
Pendapat inilah yang mendorong Montesquieu untuk
melakukan study perbandingan antara hukum-hukum
yang berlainan.
Walaupun studinya belum lengkap, belum sistematik
dan belum tepat tetapi mempunyai arti yang sangat
penting sebagai pelopor pembahasan hukum secara
sosiologis.
Walaupun ia masih menerima akan adanya hukum
alam tetapi disebabkan penyelidikannya, ia menarik
kesimpulan bahwa hukum positif pada pelbagai bangsa
tidak hanya sangat berlainan, akan tetapi harus
berlainan karena hukum itu harus menyesuaikan
dengan pelbagai keadaan di mana bangsa itu hidup.
Pendapat Montesquieu ini di kemudian hari
mempengaruhi Gustaf Hugo, seorang guru besar dari
Gottingen dan mengilhami von Savigny dalam
mendirikan Historische Rechtsschulenya.
Dalam ilmu politik, Montesquieu terkenal dengan
ajaran pemisahan kekuasaan dalam negara yang diberi
nama Trias Politika. Menurut Montesquieu, di dalam
negara itu selalu terdapat tiga macam kekuasaan yakni
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan judikatif. Untuk
mencegah timbulnya kekuasaan yang sewenang-
wenang, ketiga macam kekuasaan itu harus dipegang
oleh tiga macam organ yang terpisah-pisah satu sama
lain.
Para ahli berpendapat, bahwa teori pemisahan
kekuasaan Montesquieu ini terpengaruh oleh John
Locke. John Locke membagi kekuasaan negara itu
dalam tiga macam, yakni kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan federatif.
Pendapat para ahli itu beralasan karena memang
sebelum ia mengemukakan Trias Politikanya, ia pernah
melawat ke Inggris dan di sana mungkin sekali
membaca pendapat dari John Locke.
95. Apakah Yang Saudara Ketahui Tentang David
Hume?
Jawab:
David Hume adalah orang pertama yang menentang
teori hukum alam, dengan alasan sebagai berikut:
a) Keharusan yang sungguh-sungguh dalam dalil-dalil
matematika tidak terdapat dalam tingkah-laku
manusia (Bandingkan dengan No. 79 d.)
b) Adanya sebab-akibat dalam tingkah-laku manusia,
tidak merupakan keharusan yang logis, tetapi
hubungan sebab-akibat itu merupakan obyek dari
pengetaimu) yang empiris.
Dengan demikian ia tidak mengakui adanya prinsip-
prinsip tingkah laku yang universal.
Selanjutnya David Hume berpendapat, bahwa:
a) Rasio tidaklah menentukan seseorang untuk
bertindak, yang menentukan seseorang untuk
bertindak adalah keinginannya. Rasio hanyalah alat
dari keinginan itu.
b) Atas dasar itulah David Hume membedakan tujuan
dan metode ilmu pengetahuan alam (natural
science) dengan ilmu sosial (social science).
c) Sesudah menolak pendapat yang mengatakan
bahwa rasio itu mendorong seseorang untuk
bertindak, dia mengatakan bahwa arti moral
sebagai kekuatan yang membedakan moral.
Pengertian moral dipimpin oleh kesenangan dan
kesusahan, pengertian moral bukan sumber daripada
keadilan. Yang baik itu adalah yang menyenangkan.
Dengan demikian David Hume adalah
penganututilisme, yang di kemudian hari sangat
berpengarah kepada Jeramy Bentham.

h. Idealisme Transendental Jerman


96. Apakah Landasan Filsafat Kant, Fichte, dan Ilegel?
Jawab:
Ketiga-tiganya mendasarkan filsafatnya pada prinsip-
prinsip yang mereka temukan dengan jalan melakukan
penyelidikan terhadap fikiran manusia yang ada di luar
jangkauan pengalaman manusia. Jadi bersifat
transedental, sehingga filsafat mereka disebut idealisms
transedental.
Dalam menyelidiki fikiran manusia itu, mereka
bertolak dari prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh
Aristoteles yang mengatakan bahwa manusia itu adalah
makhluk yang berasio dan memiliki keinginan bebas
(rational free willing being).
Sebagai hewan, manusia memang merupakan sebagian
dari alam yang tunduk pada hukum alam; tetapi sebagai
makhluk yang dikaruniai rasio, manusia berbeda
dengan alam dan mampu menguasai alam.

97. Jelaskan Tentang Metode Filsafat Kart!


Jawab:
Filsafat Kant tidak mempergunakan metode psikologis
dan empiris, tetapi menggunakan metode kritis.
Kart mencoba menguraikan sifat-sifat rational dari
hidup dan alam semesta ini bukan berdasarkan pada
penyelidikan terhadap kenyataan dan kejadian, tetapi
pada kesadaran manusia sendiri.
Untuk itulah Kant mengadakan penyelidikan terhadap
fungsi kesadaran manusia.

98. Sebutkan Fungsi-Fungsi Kesadaran Manusia


(Menschliche Bewustsein) menurut Kant?
Jawab:
Kant membedakan antara 3 macam fungsi rasio
manusia, yakni:
a) pemikiran (thinking) yang melahirkan pengetahuan.
b) keinginan (volition) yang melahirkan etika.
c) perasaan (feeling) yang melahirkan kesenian.
Ketiga macam fungsi kesadaran manusia itu dibahas
dalam ketiga bukunya, masing-masing berjudul:
a) Kritik der reinen Vernunft, mengupas pemikiran.
b) Kritik der praktischen Vernunft, mengupas
keinginan.
c) Kritik der Urteilakraft, yang mengupas perasaan.

99. Berikan Penjelasan tentang Filsafat Ilmu


Pengetahuan Kant!
Jawab:
Kant membedakan antara kenyataan mutlak atau
kenyataan sungguh-sungguh yang disebut das Ding an
sick yang tidak dapat dikenali manusia dengan
kenyataan yang dapat ditangkap oleh kesadaran
manusia.
Kant membedakan antara bentuk dan peristiwa.
Sesuatu itu menjadi bentuk (kategori formal) setelah
diolah oleh kesadaran manusia. Prosesnya adalah
sebagai berikut:
Kesan yang ditangkap oleh pancaindera adalah
peristiwa dari kesadaran manusia, yang diberi bentuk
dan ketentuan oleh pemikiran manusia. Pengenalan
menjadi pengenalan melalui pengertian-seperti zat dan
sebab akibat, kwantitas dan kwalitas, dan lain-lain.
Ketentuan pengalaman dihubungkan satu sama lain
dengan dasar-dasar umum (idea), sehingga menjadi
bentuk (kategori formal). Jadi kategori formal
memberikan kepastian terhada.p kekacauan emosi dan
sensasi.
Kategori formal (bentuk) bersifat tetap, sedangkan
peristiwa adalah beruoah-ubah..

100. Bagaimana Pendapat Kant Tentang llukutn?


Jawab:
Kant mendasarkan filsafat etikanya termasuk filsafat
hukumnya kepada fungsi rasio manusia yang kedua,
yakni keinginan bukan pada fungsi rasio yang pertama
yakni pemikiran.
Kant berusaha mencari sesuatu prinsip umum yang
dapat dijadikan dasar bagi keinginan manusia, yakni
bagi seluruh tingkah-lakunya.
Prinsip umum itu tidak dipetik dari pengalaman, tetapi
harus dianggap ada secara apriori.
Dalil etika Kant itu terkenal dengan sebutan
Katagorische Imperativ, yang berbunyi:
Bertindaklah sedemikian rupa sehingga tindakanmu
itu dapat menjadi dasar bagi tindakan semua orang.
Katagorische lmperativ ini menjadi dasar baik bagi
filsafat hukum, maupun filsafat moral Kant.
Sehubungan dengan itu, menurut Kant antara hukum
dengan moral tidak terdapat perbedaan prinsipil karena
kedua-duanya bersumber pada katagorische
Iniperativ yang sama.
Purbedaan antara hukum dengan moral terletak pada
ruang geraknya, di satu pihak hukum bersifat ekstern,
di lain pihak moral bersifat intern. Moral bersangkut-
paut dengan niat seseorang, sedangkan hukum
bersangkut paut dengan dunia luar (masyarakat). Lain
dari itu dalam hukum unsur paksaan merupakan unsur
yang esensial.

101. Bagaimana Anggapan Kant tentang Filsafat Hukum?


Jawab:
Bagi Kant filsafat (teori) hukum hanya bersangkut paut
dengan apakah hukum itu seharusnya (what the law out
to be), filsafat hukum Kant tidak mempersoalkan
pertentangan antara hukum yang seharusnya itu dengan
hukum dalam kenyataannya (what the law is).
Bandingkan dengan Kelsen!
102. Bagaimana Pendapat Fichte tentang Hubungan
Moral Dengan Hukum?
Jawab:
Menurut Fichte, menghormati kemerdekaan orang lain
adalah merupakan kewajiban moral manusia.
Kewajiban untuk menghormati ini menjadi kewajiban
hukum apabila penghorrnatan itu dilakukan secara
timbal-balik. Oleh karena itu jika kemerdekaan kita
tidak dihormati atau tidak dipedulikan oleh orang lain,
hukum memberikan hak untuk memaksakan hak azasi
kita itu.
Untuk menentukan hak itu, harus ada kekuatan ketiga.
Kekuatan ketiga itu adalah hukum yang hanya dapat
dikendalikan oleh dan di dalam negara.

103. Bagaimana Hubungan Antara Individu dengan


Negara Menurut Fichte?
Jawab:
a) Dengan memenuhi kewajiban kewarga-
negaraannya, individu menjadi warga dari negara.
b) Hukum membatasi dan menegaskan hak-hak
individu.
c) Di luar kewajiban kewarganegaraannya, individu
adalah bebas dan hanya bertanggungjawab kepada
dirinya sendiri.

104. Hak Individu Apakah yang Harus Dilindungi


Negara?
Jawab:
Menurut Fichte hak-hak yang harus dilindungi negara
ialah:
a) Hak hidup.
b) Hak bekerja.
Tanpa hak untuk bekerja, maka tidak ada kewajiban
untuk mengakui hak orang lain.
Oleh karena itu menjadi kewajiban negara untuk:
a) Mengatur agar kebutuhan hidup diproduksikan
seimbang dengan jumlah warganegara.
b) Menjaga agar setiap orang merasa tercukupi
kebutuhannya dengan hasil kerjanya.
Selanjutnya Fichte mengatakan, bahwa kalau negara
melindungi hak milik, maka negara pun harus
mengatur perburuhan dan perdagangan. Atas dasar itu,
Fichte menolak adanya perdagangan bebas, baik intern
maupun ekstern.

105. Berikan Penjelasan tentang Filsafat Hegel?


Jawab:
Hegel memberikan penjelasan teoritis tentang alam
semesta (universe) selengkap-lengkapnya. Ia tidak
merasa puas hanya dengan menganalisa pengetahuan
atau keinginan atau ilmu alam atau logika atau hukum
atau sejarah saja. Semua itu ditempatkan dalam suatu
sistem filsafatnya yang merupakan satu kesatuan.
Filsafat Hegel adalah monistis, artinya mempunyai
anggapan, bahwa dalam alam semesta ini hanya ada
satu kenyataan yakni idea. Idea itu berkembang dari
yang sederhana menjadi yang kompleks dan beraneka
ragam karena adanya proses dialektika.
Dialektika adalah suatu proses dimana pertumbuhan itu
terjadi karena dalam setiap these selalu terdapat
antithese sebagai lawannya. Paduan yang bertentangan
antara these dengan antithese menimbulkan sinthese.
Sinthese ini kemudian menjadi these baru, yang
didalamnya terdapat antithese baru pula. Pertentangan
intern antara these dan antithese baru ini menimbulkan
sinthese baru. Sinthese baru menjadi these baru dan
demikianlah seterusnya.
Atas dasar pemikiran yang dialektis itu segala
kenyataan, dari yang bersifat sederhana hingga yang
bersifat kompleks selalu mempunyai hubungan.
Dengan demikian antara logika, moral, dan agama
terdapat tali temali satu sama lain. Demikianlah juga
filsafat hukum pun mendapatkan tempatnya dalam
proses dialektika ini.

106. Jelaskan Proses Dialektika dalam Alam Semesta Ini!


Jawab:
Lihat Ikhtisar dalam halaman 61. Keterangannya
adalah sebagai berikut:
a) Idea yang merupakan asal dari semua kenyataan
terdiri dari idea itu sendiri sebagai these dan idea
luar (alam) yang merupakan antithese. Paduan dari
idea dengan alam menimbulkan jiwa (spirit)
sebagai sinthesenya.
b) Spirit terdiri dari spirit subyektif yakni perasaan
pemikiran dan kesadaran sebagai these dan spirit
obyektif yakni lembaga hukum etika dan politik-
sebagai antithesenya.
c) Paduan antara spirit subyektif dengan spirit
obyektif ini menimbulkan spirit mutlak, yakni seni,
agama, dan filsafat sebagai sinthesenya.
d) Spirit obyektif terdiri dari hak abstrak yakni hak
dan kewajiban manusia secara alamiah, bukan
sebagai warganegara yang merupakan these dan
moral sebagai antithesenya. Paduan antara hak
abstrak dengan moral menimbulkan etika sosial.
e) Hak abstrak terdiri dari hak milik sebagai these dan
perjanjian (kontrak) sebagai antithese. Hak milik
bagi Hegel berarti hak milik perseorangan.
Timbul persoalan, apabila manusia itu adalah
makhluk yang dianugerahi kehendak bebas,
seharusnya terdapat pembagian hak milik yang
sama rata bagi setiap orang. Hegel membantah
pendapat ini dengan mengatakan, memang manusia
itu sederajat, tetapi merekapun dianugerahi pula
dengan kapasitas dan kapabilitas yang berbeda-
beda.
Paduan antara hak milik dengan kontrak
menimbulkan kesalahan atau kejahatan. Kesalahan
ini disebabkan manusia mempergunakan
kebebasannya sedemikian rupa, sehingga
melanggar kehendak alam (universal will). Untuk
mengembalikan kepada kehendak yang selaras
dengan alam, terhadap kejahatan itu perlu dijatuhi
hukuman. Jadi dalam anggapan Hegel hukuman itu
bertujuan untuk mengembalikan hak.
f) Etika sosial terdiri dari famili sebagai these dan
masyarakat sebagai antithese. Paduan dari famili
dan masyarakat itu menimbulkan negara sebagai
sinthese.
107. Bagaimana Pandangan Hegel tentang Negara?
Jawab:
Menurut Hegel Negara adalah paduan (sinthese) antara
prinsip-prinsip umum dari famili dengan prinsip-
prinsip khusus dari masyarakat.
Negara adalah suatu organisms dimana keseluruhan
individu menjelmakan dirinya. Negara bukan suatu
kekuasaan yang berasal dari luar individu; negara
adalah justru individu itu sendiri.
Karena negara itu merupakan penjelmaan dari
keseluruhan individu, maka negara adalah bebas. Lain
dari itu karena negara merupakan organisasi
keseluruhan individu, maka Negara mempunyai
supremasi atas individu.

108. Sebutkan Fase-Fase Negara Menurut Hegel?


Jawab:
Hegel, mengenal 3 fase negara, yakni:
a) Konstitusi ialah hubungan negara dengan
warganya.
b) Hukum Internasional, ialah hubungan negara
dengan Negara lain.
c) Peranannya dalam lintasan sejarah

Ikhtisar Dialektika Hegel :


109. Apakah Konsekwensi dari Pandangan Hegel yang
Mengatakan bahwa Negara Itu Merupakan
Organisme Penjelmaan Keseluruhan Individu?
Jawab:
a) Hegel tidak menyetujui pemisahan kekuasaan
negara, karena kekuasaan yang terpisah-pisah dan
saling awas mengawasi akan menyebabkan
lenyapnya negara.
b) Hegel tidak setuju dengan pemungutan suara
(pemilihan umum), karena negara itu bukan
penjelmaan dari kehendak rakyat atau kehendak
mayoritas, tetapi merupakan kehendak rasio.

110. Apakah Fungsi Negara menurut Hegel?


Jawab:
Fungsi negara menurut Hegel adalah:
a) Umum (universal),
b) Khusus (particular), dan
c) Perorangan (individual).
Fungsi umum terlihat dalam segala macam hukum,
fungsi khusus terlihat dalam penerapan hukum kepada
perkara tertentu dan fungsi perorangan terjelma dalam
diri raja.

111. Berikan Penjelasan tentang Neo Kantianisme serta


Latar Belakangnya?
Jawab:
Pada abad ke-19 kemajuan dalam pengetahuan alam,
teknik, dan industri sangat pesat, sehingga
menyebabkan timbulnya keyakinan yang kuat pada
aliran positivism, bahwa manusia akan sanggup
menciptakan hal-hal yang lebih mengagumkan lagi
serta sanggup memecahkan rahasia-rahasia alam untuk
selama-lamanya.
Neo Kantianisme dengan bersemboyan Kembali pada
Kant lahir sebagai reaksi atas anggapan aliran
positivism ini, serta mendasarkan pandangannya pada
filsafat idealisme yang menggunakan metode kritis dari
Kant.
Seperti telah diutarakan dalam No. 99, bahwa Kant
membedakan 3 macam fungsi rasio manusia, yakni
pemikiran yang melahirkan ilmu pengetahuan,
keinginan yang melahirkan etika dan perasaan yang
melahirkan kesenian. Dalam No. 101 telah diutarakan
pula, bahwa Kant mendasarkan filsafat hukumnya pada
fungsi rasio yang kedua, yakni keinginan.
Walaupun Neo Kantianisme mendasarkan
pandangannya pada filsafat Kant, tetapi ada hal-hal
yang menyimpang dari ajaran Kant sendiri, yakni
dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Neo Kantianisme tidak mengenal adanya das Ding
an rich yakni kenyataan sesungguhnya yang tidak
dapat dikenali oleh manusia. Neo Kantianisme
yakin, bahwa ilmu sanggup menjelaskan segala
sesuatu tentang kehidupan manusia. Dengan
demikian, dalam hal ini Neo Kantianisme sejalan
dengan aliran positivisme.
b) Kalau Kant mendasarkan teori hukumnya pada
fungsi rasio yang kedua (keinginan, praktischen
Vernunft), Neo Kantianisme mendasarkan teori
hukumnya pada fungsi yang pertama (pemikiran,
reinen Vernuft). Jadi menurut Neo Kantian, teori
hukum itu bersifat ilmiah.

Neo Kantianisme dalam filsafat hukum terdiri dari


penganut filsafat hukum idealisme baru yang diwakili
oleh Stammler, Del Vecchio, dan Gustav Radbruch,
serta penganut positivisme kritis yang diwakili oleh
Hans Kelsen dan Madzhab Wina.
Catatan:
Khusus untuk Kelsen dalam publikasi ini dimasukkan
ke dalam Aliran Positivisme bersama-sama dengan
John Austin.

112. Bagaimana Pandangan Stammler tentang Hukum ?


Jawab:
Filsafat hukum Stammler paling erat hubungannya
dengan keseluruhan sistem filsafat Kant, termasuk
filsafat Kant tentang hukum.
Stammler seperti Kant juga beranggapan bahwa hukum
merupakan manifestasi dari keinginan (praktische
Vernunft) manusia. Dalam memandang hukum sebagai
manifestasi daripada keinginan manusia, Stammler
berusaha mencari landasan ilmiabnya.
Kalau Kant mempergunakan pemikiran (reinen
Vernunft) untul, memahami semua gejala alam,
Stammler mempergunakan pemikiran ini untuk
memahami hukum sebagai manifestasi dari keinginan
manusia. Penggunaan pemikiran untuk memahami
hukum sebagai manifestasi dari keinginan manusia
menimbulkan teori hukum.
Tugas teori hukum menurut Stammler ada dua macam,
yakni:
a) Menemukan pengertian hukum (concept of law).
b) Menemukan cita hukum, (idea of law).
i.
113. Apakah Pengertian Hukum Menunit Stammler?
Jawab:
Pengertian hukum adalah unsur-unsur yang harus ada
agar supaya sesuatu itu dapat disebut norma hukum.
Unsur-unsur itu harus bersifat formal (hanya mengenai
bentuknya saja) dan universal, artinya harus terlepas
dari pengalaman atau kenyataan sosial yang berubah-
ubah, dimana Kant mengatakan, bahwa bentuk itu
bersifat tetap, sedangkan peristiwa adalah berubah-
ubah.
Unsur-unsur norma hukum yang dikemukakan oleh
Stammler, tidak jauh berbeda dengan unsur-unsur yang
dikemukakan oleh Analytical Jurisprudence, yakni:
a) Penggabungan (combining).
b) Kedaulatan (sovereign),
c) Keinginan yang tidak dapat diganggu-gugat
(inviolable volition).
Hukum pertama-tama adalah keinginan. Penggabungan
berarti pelaksanaan keinginan itu dalam hubungan
bersama, sedangkan kedaulatan membedakan hukum
dari keinginan yang sewenang-wenang.
Tetapi kedaulatan-dalam pengertian Stammler-
bukanlah kedaulatan politik, karena Stammler tidak
menganggap negara itu menentukan hukum. Negara
hanya salah satu jenis (type) ketertiban hukum.

114. Apakah Cita Hukum (ldea of Law) menurut


Stammler?
Jawab:
Cita hukum adalah perwujudan tujuan berdasarkan
keinginan. Jika pengertian hukum memberikan unsur-
unsur hukum yang sifatnya formal dan universal, cita
hukum mengarahkan semua alat dan tujuan yang ada
ke arah satu cita tertentu.
Cita hukum ini pun bersifat ilmiah, oleh karena itu
harus bersifat formal (wadah) sepenuhnya, tidak
mempunyai isi yang tetap seperti ketentuan-ketentuan
hukum alam.
Hukum yang ideal atau hukum yang dicita-citakan
ialah hukum yang mencerminkan kehidupan
masyarakat yang ideal bagi manusia sebagai makhluk
sosial yang mempunyai kehendak bebas. Kehendak
bebas berbeda-beda menurut tempat dan jaman, oleh
karena itu cita hukumpun berlain-lainan. Untuk itu
Stammler mempergunakan istilah hukum alam dengan
isi yang berganti-ganti.
Asas-asas yang harus dipenuhi hukum yang ideal ialah:
a) Asas saling menghormati.
b) Asas partisipasi.

115. Bagaimana Pendapat Radbruch Tentang hukum?


Jawab:
Menurut Radbruch, hukum termasuk ilmu kebudayaan
(Kultur wissenscaht) sebagai kultur hukum
merupakan hasil dari keinginan (praktischen vernunft),
sehingga tidak mungkin bersifat formal (wadah)
semata-mata, tetapi haruslah juga berisi penilaian.
Oleh karena itu, hukum harus diarahkan kepada cita
hukum, yakni keadilan..

116. Apakah Cita Hukum (Idea of Law) menurut


Radbrucht?
Jawab:
Cita hukum menurut Radbruch ada tiga segi, yakni:
a) Keadilan (Gerechtiglceit)
b) Kegunaan (Zweckmassigkeit)
c) Kepastian (Rechtssicherheit).
Keadilan berarti yang lama harus dipersamakan, yang
berbeda dan harus diperbedakan. Keadilan itu
merupakan cita (idea). Untuk mengisi keadilan itu
dengan isi yang nyata kita harus memperhatikan
kegunaan sebagai segi cita hukum yang kedua.
Apa yang berguna adalah relatif tergantung kepada
konsep di negara dan hukum yang dianut.
Keadilan adalah bersifat umum, sedangkan kegunaan
bersifat khusus. Untuk melengkapi keadilan formal dar.
kegunaan yang bersifat relatif itu, perlu adanya segi
ketiga dari cita hukum, yakni kepastian.
Kepastian hukum terjadi dengan jalan mempositifkan
hukum.
Menurut Radbruch, bukan kegunaan saja yang bersifat
relatif, melainkan hubungan antara ketiga segi hukum
itupun bersifat relatif juga.
Sampai dimana kegunaan mengatasi keadilan, atau
kepastian mengatasi kegunaan tergantung dari sistem
poilitik yang dianut dalam negara yang bersangkutan.
Dalam negara Kepolisian, cenderung untuk
menempatkan kegunaan sebagai unsur yang terpenting,
para penganut teori hukum alam lebih mengutamakan
keadilan; sedangkan para penganut faham positivisme
menempatkan kepastian sebagai unsur yang paling
penting.
Karena pandangannya yang bersifat relatif, baik
terhadap kegunaan maupun terhadap hubungan antara
ketiga cita hukum, Radbruch digolongkan kepada
aliran Relativisme.

3. ALIRAN POSITIVISME

a. Pengertian
117. Berilah Penjelasan tentang Aliran Positivisme?
Jawab:
Positivisme adalah suatu aliran dalam filsafat (teori)
hukum yang beranggapan bahwa teori hukum itu hanya
bersangkut-paut dengan hukum positif saja. Ilmu
hukum, tidak membahas apakah hukum positif itu baik
atau buruk, dan tidak pula membahas soal
effektivitasnya hukum dalam masyarakat.
Beberapa aliran yang dapat digolongkan kepada
Positivisme antara lain ialah:
a) Analytical Jurisprudence.
b) Reine Rechtsiehre.
Selain itu ke dalam aliran ini dapat pula dimasukkan:
a) Legisme (positivisme perundang-undangan)
b) Utilisme.
c) ReaYsme dan Pragmatic Legal Realism.

b. Analythical Jurisprudence
118. Berikan Penjelasan tentang Analytical
Jurisprudence!
Jawab:
Analytical Jurisprudence adalah suatu aliran dalam
filsafat hukum yang dipelopori oleh John Austin,
seorang Inggris.
John Austin membagi hukum secara keseluruhan
sebagai berikut:

Hukum Tuhan
(Law of God)
Hukum Kesusilaan
(Law) Positif
(Positife
Morality)
Hukum
Manusia
(Human Law)
Hukum Positif
(Positive Law)
Teori hukum menurut John Austin hanya bersangkut
paut dengan hukum positif, tidak membahas hubungan
antara hukum positif dengan Hukum Tuhan atau
kesusilaan positif.

119. Bagimana Definisi Hukum (Positif) dari John


Austin?
Jawab:
Definisi John Austin tentang hukum (positif) adalah
sebagai berikut:
Hukum adalah peraturan-peraturan yang berisi
petunjuk yang diperuntukkan bagi makhluk yang
berakal dan dibuat oleh makhluk yang berakal yang
mempunyai kekuasaan terhadap mereka itu.
Austin secara tegas melepaskan hukum dari masalah
keadilan. Ia menggantikan kebaikan dan keburukan
sebagai landasan hukum dengan kekuasaan dari
penguasa.

120. Apakah Unsur-unsur Hukum Positif menurut John


Austin?
Jawab:
Austin menyebutkan empat macam unsur yang harus
dikandung dalam hukum positif, yakni:
a) perintah (command)
b) sanksi (sanction)
c) kewajiban (duty)
d) kedaulatan (severeignity).
Tanpa adanya keempat unsur itu, suatu peraturan
bukanlah hukum positif, melainkan kesusilaan positif.
Contoh dari kesusilaan positif antara lain ialah
kebiasaan, peraturan permainan (olahraga) dan
hukum,internasional.

121. Apakah Sumbangan terpenting dari John Austin


terhadap Ilmu Hukum?
Jawab:
Sumbangan terpenting dari John Austin terhadap ilmu
hukum antara lain ialah:
a) Ia adalah tokoh pertama yang memisahkan secara
tegas antara hukum positif dengan hukum yang
dicita-citakan, dengan kata lain ia memisahkan
secara tegas antara hukum dengan moral dan
agama.
Ia berpendapat bahwa ilmu hukum hanya
membahas hukum positif saja tidak membahas
hubungan antara hukum positif dengan moral dan
agama. Ilmu hukum hanya membahas hukum
positif saja, tanpa mempedulikan apakah hukum itu
baik atau buruk, diterima atau tidak oleh
masyarakat.
Pandangan Austin ini merupakan lawan dari
pandangan para penganut teori hukum alam dan
penganut idealisms metafisis.
b) Hakekat dari semua hukum adalah perintah
(command), yang dibuat oleh penguasa yang
berdaulat yang ditujukan kepada yang diperintah
dengan disertai sanksi apabila perintah itu
dilanggar.
Semua hukum positif adalah perintah dari yang
berdaulat atau command of sovereign atau
command of law-giver.
Adanya hubungan yang erat antara hukum dengan
kedaulatan ini, di kemudian hari dikembangkan
oleh Hans Kelsen dalam reine Rechtslehrenya.
Sebaliknya anggapan John Austin ini mendapat
tentangan, yakni dari Historische Rechtsschule dan
Sociological Jurisprudence, yang berpendapat
bahwa sesungguhnya hukum terlepas dari
kedaulatan dan perintah
c) Menurut John Austin, hukum internasional karena
tidak memiliki kekuasaan untuk memaksakan
sanksi, tidak merupakan hukum positif, tetapi hanya
merupakan kesusilaan positif saja.
d) Pemegang kedaulatan tidak terikat baik oleh
peraturan yang dibuatnya sendiri, maupun oleh asas-
asas yang berasal dari atas (moral dan agama).
e) Masalah kedaulatan yang merupakan salah satu
unsur dari hukum positif adalah bersifat pra-legal
(bukan urusan hukum, tetapi urusan politik atau
sosiologi) dan hendaknya dianggap sebagai sesuatu
yang telah ada dalam kenyataannya.

122. Faktor-faktor Apakah Yang Mendorong Timbulnya


Analytical Jurisprudence di Inggris!
Jawab:
Aliran ini di satu pihak menekankan rada kekuasaan
yang besar dari negara, dan di lain pihak menghendaki
jaminan atau kepastian akan kebebasan warganegara.
Oleh karena itu Analytical Jurisprudence
dimungkinkan kelahirannya dalam suasana campuran
antara pemujaan terhadap negara nasional dan
pemujaan terhadap faham liberalisme yang waktu itu
sedang berkembang di Inggris.
Dalam konsepsi negara nasional, negara mempunyai
kekuasaan yang sangat besar Berta mendapatkan
pentaatan tanpa syarat dari rakyatnya; sedangkan
faham liberalisme menghendaki adanya kebebasan
warga negara yang seluas-luasnya dari campur-tangan
negara.

123. Apakah Pandangan yang Sama dengan Analytical


Jurisprudence terdapat di Luar Inggris?
Jawab:
Di Jerman anggapan yang sama dengan Analytical
Jurisprudence didukung oleh para penganut teori
kedaulatan negara seperti Paul Laband dan Jellinek.
Mereka mengatakan bahwa hanya kaidah yang berasal
dari kehendak negara sajalah yang merupakan hukum
yang sungguh-sungguh, dan kehendak negara itu
termuat dalam undang-undang.
Di Indonesia, anggapan yang serupa dengan Analytical
Jurisprudence dapat kita temui dalam pasal 1 ayat 1
KUHP, yang berbunyi:
Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum,
kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam undang-
undang yang terdahulu dari perbuatan itu.
Perhatikan juga pasal 15 A.B.
c. Reine Rechtslehre
124. Apakah Reine Rechtslehre Itu?
Jawab:
Reine Rechtslehre adalah suatu aliran dalam filsafat
hukum yang dipelopori oleh Hans Kelsen. Karena Hans
Kelsen berasal dari Wina (Austria), aliran ini kadang-
kadang disebut juga Madzhab Wina (Wiener
Rechtsschule).
Seperti telah dikatakan dalam No. 112, Hans Kelsen
sebenarnya adalah seorang penganut Neo Kantianisme,

125. Kenapa Ajaran Kelsen ini disebut Reine


Rechtslehre atau Ajaran Hukum Murni?
Jawab:
Disebut Ajaran Hukum Murni, karena aliran ini
menghendaki dimurnikannya ilmu hukum (legal
theory) dari unsur-unsur non-Juridis.
Tugas ilmu hukum adalah untuk menjelaskan atau
memberikan pengertian tentang hubungan antara
Grundnorm dengan seluruh peraturan yang tingkatnya
lebih rendah. Ilmu hukum tidak mempersoalkan apakah
Grundorm itu baik atau buruk, karena baik-buruk
adalah masalah politik; ilmu hukum tidak
mempersoalkan apakah Grundnorm itu adil atau tidak
adil, karena keadilan adalah masalah etika, ilmu hukum
pun tidak mempersoalkan apakah Grundnorm itu
diterima atau tidak oleh masyarakat, karena masalah
effectivitas dalam masyarakat merupakan masalah
sosiologi.
Ilmu hukum hanya membahas apakah hukum itu dalam
kenyataannya (what the law is), tidak membahas
apakah hukum itu seharusnya (what the law ought to
be).
Ilmu hukum bersifat formal (wadah) sepenuhnya,
karena ilmu hukum adalah ilmu (science) yang harus
dilepaskan dari instink dan keinginan.
Ilmu hukum hanya membahas tentang bentuk (wadah)
yakni pengetahuan tentang segala sesuatu yang
merupakan unsur yang esensial dan perlu bagi hukum
tidak bersangkutan dengan isi hukum yang mungkin
berubah-ubah dalam keadaan tertentu.
Oleh karena itu ilmu hukum tidak memberikan
penilaian tentang effektivitasnya norma hukum.
Reine Rechtslehre memandang hukum hanya sebagai
sollen juridis sernata-mata, yang lama sekali terpisah
dari sein sosial. Hukum adalah suatu
Sollenskategorie, bukan Seinskategorie.

126. Jelaskan Tentang Stufentheorie Des Recht dari Hans


Kelsen?
Jawab:
Stufentheorie des Rechts atau Teori piramida Hukum
ini sesungguhnya untuk pertamakali dikemukakan oleh
Adolph Merkl.
Secara singkat teori itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
Hukum itu berkembang secara berangsur dan
bertingkat seperti bentuk piramida (stufen), mulai dari
yang tertinggi yang bersifat umum dan abstrak sampai
kepada yang terendah yang bersifat konkrit, khusus
(individualised) dan bersifat pelaksanaan.
Hukum yang lebih rendah mendapat legalitas dari
hukum yang lebih tinggi; dimana setiap tingkatan
sekaligus merupakan penciptaan hukum baru dan
pelaksanaan dari hukum yang lebih tinggi (create and
apply).
Sebagai contoh: Peraturan Pemerintah mendapat
legalitas dari hukum yang lebih tinggi, yakni undang-
undang; Peraturan Pemerintah ini merupakan hukum
baru, tetapi sekaligus merupakan pelaksanaan dari
hukum yang lebih tinggi, dalam hal ini ialah undang-
undang.
Puncak dari piramida hukum itu adalah Grundnorm
atau disebut juga Ursprungsnorm atau Norma Dasar.
Grundnorm itu merupakan sesuatu wadah yang kosong.
Hans Kelsen tidak mengisinya dengan suatu rumusan
tertentu dan tetap. Grundnorm yang menjadi dasar dari
segala hukum yang berlaku dalam suatu negara tidak
bisa dicari sumbernya secara deduktif, tetapi
hendaknya secara apriori diterima sebagai Hypothese
Awal atau Initial Hypothesis. Dengan kata lain
Grundnorm Auitu adalah suatu Sollenskatagorie.
Oleh karena Kelsen tidak mengisi Grundnorm itu
dengan perumusan tertentu dan tetap, mungkin sekali
Grundnorm di suatu negara tertentu berbeda dengan
Grundnorm yang berlaku di negara lainnya. Di Inggris
Grundnorm berbunyi Parlemen adalah pemegang
kekuasaan tertinggi, tetapi di Jerman Fuehrer adalah
pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan dalam
hukum internasional Grundnorm berbunyi: Pacts sunt
servanda atau Janji harus ditepati.
Catatan:
Jadi Kelsen dalam hal ini berlainan dengan Kant,
karena Kant telah mengisi kategorische Imperativ-
nya dengan rumusan yang tetap, yakni Berbuatlah
kamu, sehingga tindakanmu itu menjadi ukuran bagi
tindakan orang lain. Katagorische Imperativ ini
menjadi dasar bagi hukum dan moral.
Selanjutnya Kelsen mengatakan, bahwa dalam suatu
negara pada saat yang sama tidak boleh terdapat dua
Grundnorm yang bertentangan satu sama lain.
Seandainya terjadi Grundnorm kembar, maka harus
dipilih salah satu, yakni yang paling effektif. Effektif
tidaknya suatu Grundnorm dinilai dengan besar
kecilnya penerimaan masyarakat terhadap salah satu
Grundnorm, yang mendapat penerimaan masyarakat
yang paling luas itulah Grundnorm yang harus dipilih.
Contoh:
Pada tanggal 27 Agustus 1945 setelah kemerdekaan RI
diproklamasikan, di Indonesia terdapat dua macam
Grundnorm, ialah Grundnorm RI dan Grundnorm
Balatentara Jepang. Karena yang mendapat penerimaan
masyarakat yang luas adalah Grundnorm RI, maka
Grundnorm itulah Yang harus dipilih.
Disinilah letak ketidak-konsekuenan Hans Kelsen
terhadap refine Rechtslehre-nya, karena di satu pihak ia
menghendaki dimurnikannya ilmu hukum dari unsur-
unsur non-juridis, di pihak lain dalam menghadapi
Grundnorm kembar ia mendasarkan pilihannya pada
penerimaan masyarakat terhadap Grundnorm itu.
Padahal penerimaan masyarakat terhadap sesuatu
Grundnorm adalah masalah sosiologi, masalah non
juridis.

127. Apakah Maksud Hans Kelsen Menciptakan


Stufentheorie dan Apa Pula Akibatnya?
Jawab:
a) Maksud Hans Kelsen menciptakan Stufentheorie
ialah untuk:
1) Membuktikan bahwa antara hukum privat
dengan hukum publik tidak ada perbedaan,
karena kedua-duanya bersumber pada
Grundnorm yang sama.
2) Mengasimilasikan tindakan kehakiman
(judicial) dengan tindakan administrasi
(administration), karena bagi Kelsen baik
putusan Hakim maupun tindakan administrasi
sama-sama merupakan proses penciptaan
hukum baru dan pelaksanaan dari hukum yang
lebih tinggi..
Pengasimilasian antara tindakan kehakiman
dengan tindakan administrasi semacam ini,
telah dilakukan pula oleh Ivor Jennings di
Inggris dan oleh Leon Duguit di Perancis.
b) Akibat lanjut dari Stufentheorie ini adalah:
1) Kelsen mengindentikkan hukum dengan negara.
Negara adalah sistem tingkah laku yang bersifat
memaksa. Peraturan yang bersifat memaksa
tidak lain dari hukum, karena dalam suatu
masyarakat tidak mungkin terdapat dua macam
peraturan yang bersifat memaksa pada saat
yang bersamaan.
Tidak mungkin membedakan antara negara
dengan hukum karena suatu tindakan negara
hanya dapat dinilai sebagai tindakan negara,
selama tindakan negara itu bersumber pada
hukum .
Kelsen menolak adanya dualisme antara negara
dan hukum, dan selanjutnya menolak adanya
penundukan negara terhadap hukum-seperti
yang diajarkan oleh penganut, teori hukum
alam-atau penundukan hukum terhadap negara-
seperti yang didalilkan oleh penganut teori
kedaulatan Negara.
2) Kelsen menolak perbedaan antara manusia
dengan badan hukum .
3) Kelsen tidak mengenal hak perseorangan,
sebaliknya mengatakan, bahwa kewajiban'
merupakan hakikat dari setiap hukum, karena
hukum itu merupakan sistem dari keharusan
(system of Ought).

128. Apakah Persamaan dan Apakah perbedaan antara


Pendapat austin dengan Kelsen?
Jawab:
a) Persamaannya:
1) Kedua-duanya menganut faham positivisme,
yang beranggapan, bahwa ilmu hukum itu
hanya membahas hukum positif saja, tidak
mempersoalkan hubungan antara hukum positif
dengan moral, agama, politik, dan etik.
2) Kedua-duanya berpendapat, bahwa adanya
perbedaan antara hukum dengan moral, karena
hukum merupakan kehendak negara serta
mempunyai sanksi yang berasal dari penguasa.
b) Perbedaannya:
1) Kelsen memberikan peranan yang lebih besar
kepada hakim dalam menafsirkan undang-
undang daripada Austin.
Bahkan dalam hal ini walaupun dengan titik-
tolak yang berlainan, Kelsen sejalan dengan
penganut Realisme, karena menurut Kelsen,
hakim disamping mempunyai fungsi untuk
melaksanakan Hukum, juga mempunyai fungsi
untuk menciptakan hukum baru (executive and
creative function of the judge).
2) Kelsen tidak menganggap hukum itu sebagai
perintah (command), tetapi sebagai suatu
hubungan yang sudah seharusnya antara kondisi
tertentu dengan akibatnya. Misalnya kalau A
dikerjakan, maka B harus terjadi.
3) Dalam mengemukakan teori hukumnya Kelsen-
sebagai seorang Neo Kentianis mempergunakan
metode kritis, sedangkan Austin
mempergunakan metoda empiris.

4. ALIRAN UTILISME

129. Uraikan tentang Landasan Filsafat Hukum Jeramy


Benthamm!
Jawab:
Filsafat hukum Bentham berdasarkan individualisme
dan utilisme.
Dikatakan individualisme, karena ia menempatkan
manusia (individu) sebagai pusat perhatiannya. Ia
berpendapat, bahwa Hukum adalah untuk menjamin
kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap individu,
sehingga setiap individu dapat mengejar kebahagiaan
yang diingininya.
Dikatakan utilisme, karena Bentham menganggap
hukum itu harus memberikan manfaat (utility) kepada
manusia.
Yang dimaksud dengan kemanfaatan ialah
menghindarkan keburukan dan mendapatkan kebaikan.
Bentham mengindentikkan kebaikan itu dengan
kesenangan dan keburukan itu dengan penderitaan
sebagai pengganti dari adil dan tidak adil, susila dan
asusila, baik dan jahat.

130. Apakah Tujuan Hukum menurut Bentham?


Jawab:
Sebagai penganut filsafat individualisme, Bentham
berpendapat, bahwa hukum itu harus berusaha
memberikan kebebasan kepada setiap individu dalam
masyarakat.
Tetapi Bentham pun tidak melupakan, bahwa apabila
kebebasan individu itu tidak dibatasi, sudah tentu akan
terjadi homo homini lupus.
Karena itu ia mengatakan bahwa tujuan hukum, itu
adalah memberikan kebahagiaan yang sebesar-
besarnya kepada jumlah yang sebanyak-banyaknya
(the greatest happiness for the greatest number).
Akibatnya, hak individu harus disesuaikan
(subordinated) kepada kebutuhan masyarakat.
Dalam kesempatan lain, Bentham mengatakan, bahwa
tujuan hukum itu adalah untuk melengkapi
penghidupan, mengendalikan kelebihan, memajukan
persamaan dan menjaga kepastian.
Dalam hal ini, ia sangat menekankan, bahwa kepastian
merupakan tujuan hukum yang terutama, sehingga
mendekatkan Bentham pada aliran positivisme,
khususnya Analytical Jurisprudence.
Benthampun menyetujui adanya pengkodifikasian
hukum.

131. Bagaimana Hubungan antara Kebahagiaan Individu


dengan Kebahagiaan Masyarakat menurut Bentham?
Jawab:
Bentham sebagaimana telah diutarakan di atas,
mengetahui bahwa apabila usaha individu untuk
mengejar kebahagiaan tidak dibatasi, akan berakibat
terjadinya homo homini lupus. Untuk menghindarkan
hal itu Bentham menunjukkan jalan keluar, yakni,
bahwa antara kepentingan individu dengan kepentingan
masyarakat bisa dijembatani (diselaraskan) dengan
simpati.
Dengan adanya simpati itu Bentham yakin, bahwa
jika setiap orang mementingkan dirinya sendiri, maka
kebahagiaan umum (the greatest hapiness for the
greatest number) dengan sendirinya akan terwujud
pula.

132. Tunjukkanlah Pendapat Bentham yang Up To Date


dan Progresif
Jawab:
Bentham telah memberikan peranan yang modern
terhadap hukum, yakni sebagai penjaga keseimbangan
dari berbagai macam kepentingan (balance of
interests).
Pendapat ini kemudian dikembangkan oleh von Ihering
dan Roscoe Pound yang mengadakan penggolongan
kepentingan.

133. Dimanakah Letak Kelemahan Teori Hukum


Bentham?
Jawab:
a) Bentham sangat yakin, bahwa kebahagiaan individu
secara otomatis akan mewujudkan kebahagiaan
masyarakat.
Pendapat ini terlalu sederhana dan tidak realistis,
karena dalam kenyataannya sering tidak
sesederhana itu.
b) Ia sangat yakin, bahwa kodifikasi yang selengkap-
lengkapnya berdasarkan prinsip-prinsip yang
rasional akan bisa dilaksanakan, tanpa
memperhatikan penerapan hukum yang berlain-
lainan. Dengan demikian, Bentham telah over
estimated terhadap kekuatan negara, sebaliknya
understimated terhadap keanekaragaman
(complexity) manusia.

134. Bagaimana Pendapat John Stuart Mill tentang


Hukum?
Jawab:
Di atas telah dikemukakan, bahwa Bentham
memperkirakan seolah-olah antara kemanfaatan bagi
individu dengan kemanfaatan bagi masyarakat tidak
add pertentangan.
Sebaliknya, John Stuart Mill menganggap, bahwa
perkiraan itu terlampau sederhana (naive).
Jika Bentham telah menggantikan keadilan dengan
kemanfaatan sebagai tujuan hukum, John Stuart Mill
justru berusaha mencari sinthese antara kedua hal itu.
Menurut Mill mata rantai yang menghubungkan
keadilan dengan kemanfaatan itu adalah perasaan
keadilan.
John Stuart Mill mengatakan, bahwa hewan
mempunyai naluri untuk melakukan pembalasan
dendam, jika dirinya disakiti. Naluri hewani ini
hendaknya dimoralisasikan dengan akal seandainya
manusia mengalami penderitaan akihat adanya
kepentingan umurn.
Naluri hewani yang dimoralisasikan itulah yang
dianggap sebagai perasaan keadilan.
Dengan demikian, pertentangan antara kepentingan
individu dengan kepentingan masyarakat secara teoritis
dapat dilenyapkan dengan mempergunakan akal dan
meninggalkan naluri hewani.
Penyesuaian kepentingan individu terhadap
kepentingan masyarakat yang dalam kenyataannya
lebih merupakan kewajiban daripada hak merupakan
ciri khusus dari teori hukum John Stuart Mill.
135. Berikan Penjelasan tentang Filsafat Hukum Rudolf
Von Ihering?
Jawab:
Ihering adalah seorang penganut positivisme dan
utilisme. Sebagai seorang penganut positivisime ia
sependapat dengan John Austin yang beranggapan,
bahwa paksaan dari negara merupakan unsur yang
esensial dari hukum.
Ia membuat definisi hukum sebagai berikut:
Hukum adalah keseluruhan dari keadaan kehidupan
masyarakat dalam anti yang seluas-luasnya, yang
dipertahankan oleh kekuasaan negara dengan
menggunakan alat pemaksa yang bersifat ekstern.
Sebagai penganut utilisme, dia mengikuti Bentham dan
Mill yang mengatakan bahwa hukum itu bertujuan
untuk melindungi masyarakat.

136. Apakah Tujuan Hukum Menurut Ihering?


Jawab:
Tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan.
Dalam mengartikan kepentingan Ihering mengikuti
Bentham yang melukiskan kepentingan itu sebagai
mengejar kesenangan dan menghindari penderitaan.
Ihering telah mengembangkan pendirian, bahwa hukum
itu merupakan penjaga keseimbangan antara
kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
(balance of purpose and interest).
Dia telah membuat penggolongan kepentingan dalam
tiga kelompok, yakni kepentingan individu,
kepentingan negara, dan kepentingan masyarakat.
137. Bagaimana Pendapat Ihering tentang Hubungan
antar Kepentingan Individu dengan Kepentingan
Masyarakat?
Jawab:
Ihering berpendapat, bahwa mungkin saja ada
pertentangan antara kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat. Dalam memecahkan masalah
ini Ihering memberikan jawaban dengan menguraikan
tentang dorongan (pengaruh) yang menyebabkan
perkembangan masyarakat.
Dorongan itu berupa paduan antara motif egoistis
dengan motif altruistis. Hanya dengan paduan kedua
motif itulah masyarakat bisa berkembang.
Dorongan egoistis adalah ganjaran dan hukuman.
Keinginan untuk mendapatkan ganjaran menimbulkan
pertentangan, sedangkan penjatuhan hukuman
menyebabkan adanya hukum dan negara.
Disinilah nampak pengaruh Austin, yang menganggap
paksaan sebagai unsur esensial dari hukum.
Dorongan altruistis yakni moral adalah kewajiban dan
kasih sayang. Adapun tugas masyarakat adalah
menjamin kepuasan kebutuhan manusia. Untuk
merealisasikan tujuan masyarakat itu harus digunakan
moral, etika, dan hukum.

138. Bagaimana Tanggapan Ihering tentang Hukum


Alam?
Jawab:
Walaupun Ihering mengatakan bahwa hukum itu
merupakan alat untuk mengamankan tujuan masyarakat
dalam anti untuk memuaskan kebutuhan manusia,
tetapi ia menolak adanya isi hukum yang sama dan
menolak pula adanya hukum yang berlaku universal.
Isi hukum bukan saja boleh, malahan harus berlainan.
Tujuan masyarakat adalah relatif, oleh karena itu
hukum sebagai alat untuk menjamin tercapainya tujuan
masyarakat harus menyesuaikan diri dengan tingkat
kebudayaan dan perkembangan zaman.
Pendapat yang mengatakan, bahwa hukum itu harus
sama, adalah seumpama menganggap semacam obat
yang dapat menyembuhkan segala macam penyakit,
demikian Ihering.
Pendapat Ihering yang menganjurkan diperhatikannya
tingkat kebudayaan dan perkembangan zaman
menempatkan Ihering sebagai pelopor dari
Sociological Jurisprudence.

139. Bagaimana Peranan Hukum menurut Ihering?


Jawab:
Ihering mengatakan, bahwa keinginan itu bukan tujuan
manusia. Tujuan manusia yang sesungguhnya adalah
kepuasan yang didapatkan dari keinginan itu.
Dengan bertitiktolak dari pendapatnya itu, menurut
Ihering tujuan hukum yang sebenarnya bukan
menjamin kebahagiaan manusia, tetapi hanya sebagai
alat untuk mencapai tujuan itu (the mean to an end).
5. HISTORISCHE RECHTSSCHULE

140. Apakah Historische Rechtsschule dan Bagaimana


Latar Belakang Kelahirannya?
Jawab:
Historische Rechtschule atau Madzhab Sejarah adalah
suatu aliran dalam filsafat hukum, yang dipelopon oleh
Carl Friedrich von Savigny, dengan pengikutriya antara
lain ialah Fuchta dan Julius Stahl.
Pada waktu itu Negara Jerman ada dalam keadaan
terpecah-pecah dalam beberapa bagian, sedangkan
hukumnyapun bersifat pluralistis.
Untuk melenyapkan suasana hukum yang pluralistis
ini, Thibaut, seorang sarjana dari Heidelberg,
menyusun suatu Rencana Kodifikasi Hukum Perdata
Jerman. Rencana Kodifikasi itu merupakan tiruan dari
Code Napoleon di Perancis.
Terhadap Rencana Kodifikasi itu, von Savigny sangat
menaruh keberatan, terutama karena isinya merupakan
tiruan dari hukum Perancis.
Didorong oleh semangat nasionalismenya, von Savigny
mendirikan Historische Rechtsschule. Jadi secara
langsung aliran ini timbul sebagai reaksi atas Rencana
Kondifikasi yang disusun oleh Thibaut. Berkat ajaran
von Savigny ini Hukum Perdata Jerman baru dapat
dikodifikasikan 100 tahun kemudian.
Secara tidak langsung Historische Rechtsschule lahir
sebagai reaksi atas kepercayaan adanya hukum alam
yang berlaku universal. Apabila orang berbicara
tentang hukum alam, asosiasinya selalu terarah kepada
hukum Romawi, seolah-olah hukum Romawi itu
merupakan hukum alam yang dituliskan (rasio scripts).
Hukum Romawi telah dijadikan hukum positif dengan
adanya Code Napoleon.
Sehingga apabila Code Napoleon hendak diberlakukan
di Jerman pada dasarnya didasari dengan anggapan,
bahwa hukum alamlah yang akan diberlakukan di
Jerman itu.
Von Savigny menentang anggapan semacam ini,
dengan mendalilkan tidak ada hukum yang berlaku
universal. Hukum itu selalu berdasar pada Volksgeist,
sedangkan Volksgeist selalu berbeda-beda, sehingga
tidak mungkin ada hukum yang berlaku untuk semua
bangsa.
Catatan:
Dalam mendirikan aliran ini, von Savigny diilhami
oleh Montesquieu, dan dalam hal ini sebenarnya von
Savigny didahului oleh Gustav Hugo.
Montesquieu adalah orang pertama, yang mengatakan,
bahwa hukum itu, walaupun masih mencerminkan
hukum alam secara samar-samar selalu dipengaruhi
oleh suasana dan lingkungan setempat (condition and
environtment), seperti iklim, keadaan tanah,
perdagangan, kebiasaan, dan agama.

141. Bagaimana Inti jaran Historische Rechtsschule?


Jawab:
Inti ajaran Historische Rechtsschule dapat diringkaskan
sebagai berikut:
a) Hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh bersama-
sama dengan masyarakat atau dengan kata-kata-
kata von Savigny sendiri Das Rechts wird nicht
gemacht, es ist and wird mit dem Volke.
Pertumbuhan hukum hakekatnya tidak terasa dan
merupakan suatu proses yang organis oleh karena
itu undang-undang kurang penting bila
dibandingkan dengan kebiasaan. Dengan kata lain,
sumber hukum yang terutama adalah kebiasaan
(custom).
b) Sejalan dengan perubahan dari masyarakat primitif
ke masyarakat modern, proses pembuatan hukum
makin lama makin remit (kompleks).
Dalam masyarakat modern, Volksgeist tidak lagi
dapat menjelmakan dirinya secara langsung
menjadi hukum, tetapi harus dirumuskan dulu oleh
para ahli hukum, serta kemudian disalikan sebagai
hukum oleh pembuat undang-undang.
Dengan demikian, menurut von Savigny, para ahli
hukum lebih besar peranannya daripada pembuat
undang-undang, karena ahli hukumlah yang
merumuskan secara teknis dari Volksgeist itu,
sedangkan para pembuat undang-undang hanya
tinggal mengesahkannya.
c) Hukum tidak mempunyai validitas dan daya
berlaku yang universal. Setiap bangsa
menumbuhkan kebiasaan hukumnya sendiri,
sebagaimana yang mereka lakukan dalam bidang
bahasa. Jadi von Savigny menganalogikan antara
hukum dengan bahasa.
Dengan demikian, tidak ada hukum yang bisa
diterapkan kepada semua bangsa atau semua
negara.
Sejarah hukum sangat perlu untuk menyelidiki per-
kembangan Volksgeist yang tercermin dalam
hukum dari bangsa yang bersangkutan.

142. Bagaimana Corak Kehidupan Hukum Menurut von


Savigny?
Jawab:
Von Savigny mengatakan bahwa kehidupan hukum itu
bersegi dua yakni politis dan teknis.
Hukum bercorak politis karena merupakan
pencerminan kenyataan-kenyataan dari suatu struktur
masyarakat tertentu (Volksgeist). Hukum bercorak
teknis, karena kenyataan-kenyataan itu dirumuskan
serta diolah secara teknis oleh para ahli hukum.

143. Dimanakah Letak Kekurangan Rechtsschule?


Jawab:
Kekurangan Historische Rechtsschule, disebabkan
karena:
a) Tidak menganggap penting arti undang-undang,
padahal dalam dunia modern ini undang-undang
sangat perlu untuk memberikan peranan yang
progresif terhadap hukum.
b) Tidak mau menerima unsur-unsur hukum asing,
walaupun unsur-unsur hukum asing itu baik dan
bermanfaat. Sikap emosional ini akan menyebabkan
masyarakat tetap statis.
144. Sampai Dimana Pengaruhh Aliran Ini di Indonesia?
Jawab:
Aliran ini sangat besar pengaruhnya di Indonesia,
terutama terhadap para sarjana hukum adat, seperti Ter
Haar, Supomo, Sudiman, dan lain-lain. Mereka
beranggapan, bahwa hukum adat, adalah hukum yang
benar-benar merupakan cerminan Volksgeist bangsa
Indonesia.
Catatan:
Menarik perhatian pendapat seorang Amerika yang
bernama R. Kennedy, yang menyatakan keheranannya
kenapa orang-orang Belanda selalu mengagungkan
hukum adat; tidakkah ini suatu usaha untuk menina-
bobokan orang Indonesia supaya tetap statis.

6. SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

145. Apakah Sociological Jurisprudence Itu?


Jawab:
Sociological Jurisprudence adalah suatu aliran dalam
filsafat hukum yang antara lain dipelopori oleh Eugen
Ehrlich.

146. Apakah Perbedaan antara Sociological


Jurisprudence dengan Sosiologi Hukum?
Jawab:
Sociological Jurisprudence adalah aliran dalam filsafat
hukum, sedangkan sosiologi hukum adalah sosiologi
yang obyeknya hukum sebagai gejala sosial.

147. Bagaimana Pendapat Ehrlich tentang Hukum?


Jawab:
Ehrlich berpendapat, bahwa titik pusat dari
perkembangan hukum, tidak terletak pada pembuat
undang-undang atau ilmu hukum, dan tidak pula
terletak pada keputusan-keputusan hakim, melainkan
pada masyarakat itu sendiri.
Pada dasarnya norma hukum selalu bersumber dari
kenyataan sosial, yang berdasarkan keyakinan akan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Sanksi yang berasal dari penguasa untuk
mempertahankan hukum tidaklah esensial, tetapi hanya
merupakan pelengkap.
Dalam rangka keseluruhan hukum, hanya hukum yang
merupakan norma yang berbentuk keputusan atau.
Entscheidung normen sajalah yang dibuat oleh
negara dan tergantung kepada negara. Dengan
demikian Sociological Jurisprudence jelas merupakan
lawan dari aliran positivisme.
Juga terhadap keputusan hakim, Sociological
mempunyai pandangan yang berbeda dengan Aliran
Realisme. Jika kaum Realis menempatkan keputusan
hakim sebagai sumber hukum yang terutama, Ehrlich
membatasinya sepanjang keputusan hakim itu
mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.
148. Apakah Yang Merupakan Sumber Hukum Yang
Terpenting menurut Ehrlich?
Jawab:
Sesuai dengan pendapatnya di atas, menurut Ehrlich
sumber hukum yang terpenting bukanlah kehendak
penguasa, tetapi kebiasaan.
Jadi dalam hal ini Ehrlich sependirian dengan von
Savigny.
Namun demikian, Ehrlich tidak mempergunakan istilah
Volksgeist yang agak berbau mistik itu, ia
menggunakan istilah yang lebih realistis, yakni
Kenyataan-kenyataan hukum (facts of law) dan
hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).

149. Apakah Perbedaan antara Norma Hukum dengan


Norma-Norma Sosial yang Lainnya menurut
Ehrlich?
Jawab:
Yang menjadi ciri khas dari teori Ehrlich ialah
pendiriannya yang mengecilkan perbedaan antara
norma hukum dengan norma-norma sosial lainnya.
Berlawanan dengan aliran Positivisme, khususnya
Analytical Jurisprudence, yang membedakan secara
tegas antara norma hukum dengan norma sosial
lainnya, Ehrlich mengatakan, bahwa perbedaan itu
bersifat relatif dan sangat kecil, karena sanksi yang
terdapat dalam norma hukum tidak beda dengan sanksi
yang terdapat dalam norma sosial lainnya, yakni
paksaan sosial bukan kekuasaan negara.
Kesetiaan terhadap golongan, keluarga dan agama
merupakan motif yang mendorong pentaatan terhadap
norma-norma sosial termasuk norma hukum.

150. Bagaimana Pendapat Ehrlich tentang Negara ?


Jawab:
Menurut pendapatnya, negara merupakan salah satu
bentuk dari organisasi sosial, sama halnya dengan
gereja, keluarga, dan lain-lain.
Sebagai organisasi sosial, negara timbul lebih
kemudian daripada masyarakat. Tetapi, memang,
dalam perkembangan selanjutnya negara menjadi
sumber hukum yang terutama, serta kekuasaannya
semakin bertambah besar, bahkan dalam negara-negara
sosialis memiliki kekuasaan mutlak (absolut).

151. Apakah Kenyataan-Kenyataan Hukum atau Facts of


Law itu?
Jawab:
Menurut Ehrlich, kenyataan-kenyataan hukum yang
menjadi dasar semua kaidah hukum adalah berupa
kebiasaan, penguasaan, pemilikan, dan pernyataan
kehendak.
Keempat macam kenyataan hukum itu disamping
memberikan daya paksa kepada suatu hubungan
hukum, juga mengawasi, memperkuat atau
membatalkan hubungan hukum itu.

152. Bagaimana Hubungan antara Kenyataan-Kenyataan


Hukum dengan Hukum yang Dibuat oleh Negara
(Hukum Positif)?
Jawab:
Dengan menghubungkan hukum positif (state law)
dengan kenyataan-kenyataan hukum, Ehrlich
membedakan tiga jenis (type) hukum, yakni:
a) Hukum yang secara murni bersumber pada
kenyataan-kenyataan hukum.
b) Hukum yang menciptakan atau mengingkari
kenyataan sosial.
c) Hukum yang sama sekali terlepas dari kenyataan-
kenyataan sosial.

153. Apakah Living Law Itu?


Jawab:
Living law adalah hukum yang benar-benar hidup
dalam masyarakat.
Menurut Ehrlich hukum (positif) yang baik adalah
hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.

154. Apakah Hukum yang Hidup (Living Law) Itu Selalu


Identik dengan Hukum yang Berlaku (Hukum
Positif)?
Jawab:
Pada umumnya hukum yang hidup merupakan hukum
positif juga tetapi tidak selalu demikian.
Adakalanya hukum yang hidup tidak merupakan
hukum positif, sebaliknya adakalanya pula hukum
positif tidak merupakan hukum yang hidup dalam
masyarakat. Contoh:
a) Peraturan-peraturan yang terdapat dalam KUHD
tidak merupakan hukum positif bagi orang
Indonesia asli. Tetapi apabila orang Indonesia asli
hendak mendirikan suatu badan usaha, mereka
selalu memilih bentuk badan usaha menurut
KUHD. Contoh ini menunjukkan, bahwa hukum
yang hidup tidak merupakan hukum positif.
b) Sebaliknya peraturan mengenai IMA merupakan
hukum positif bagi orang Indonesia Asli, jika
mereka akan mendirikan badan usaha. Tetapi dalam
kenyataannya hampir tidak pernah ada orang
Indonesia Asli yang memilih bentuk IMA apabila
hendak mendirikan suatu badan usaha.
Contoh ini menunjukkan, bahwa hukum positif
tidak selalu merupakan hukum yang hidup.
Dalam hubungan ini Ehrlich menyatakan, bahwa
kadang-kadang terjadi ketegangan (tension, spanning)
antara hukum positif dengan living law. Ketegangan ini
disebabkan karena di satu pihak living law mengalami
proses evolusi yang menerus, di lain pihak hukum
positif bersifat statis dan kaku.
Adalah tugas ilmu hukum untuk memecahkan
ketegangan ini.

155. Apakah Arti Teori Ehrlich bagi Perkembangan Anti


Hukum?
Jawab:
Teori Ehrlich seperti telah diuraikan di atas sebenarnya
merupakan reaksi terhadap aliran positivisme.
Seperti diketahui aliran positivisme menghendaki
pemisahan hukum dengan unsur-unsur non-juridis,
sehingga akan mengakibatkan hukum menjadi kering
dan kehilangan fungsi sosialnya.
Ehrlich dengan ajarannya berusaha mengembalikan
hukum kepada fungsi sosialnya itu, dengan jalan
menautkan hukum serapat mungkin dengan kehidupan
masyarakat.
Dalam hal ini Ehrlich agak sejalan dengan kaum Realis
di Amerika, hanya saja jika Ehrlich memusatkan
perhatiannya pada kenyataan-kenyataan yang hidup
dalam masyarakat (di luar Pengadilan), kaum Realis
memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang terdapat di
dalam ruangan Pengadilan.

156. Apakah Arti Teori Ehrlich bagi Perkembangan


Hukum di Indonesia?
Jawab:
Bagi perkembangan hukum di negara kita sendiri
khususnya dalam rangka pembentukan hukum baru
teori Ehrlich seyogyanya mendapatkan perhatian yang
cukup.
Pandangannya tentang living law perlu
digarisbawahi, agar supaya dalam pembentukan hukum
baru itu benar-benar diperhatikan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.
Lantaran hukum positif yang tidak memperhatikan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, besar
kemungkinan akan menimbulkan reaksi dari
masyarakat, sehingga akan mengalami kemacetan
dalam pelaksanaannya.
Di negara kita, living law perlu diperhatikan dalam
pembentukan hukum , yang menyangkut segi
kebathinan (innerlijke belivenis), seperti hukum
kekeluargaan, perkawinan, dan waris, karena
disamping masih bersifat sangat prularistis, juga
masalah ini sangat peka.
Sedangkan dalam lapangan hukum perseroan,
persetujuan perhubungan, pembentukan hukum baru
kiranya sudah dapat segera disusun, karena disamping
tidak menyangkut masalah keyakinan dan telah
menjurus kepada keseragaman, juga hukum ini sangat
dibutuhkan, terutama dalam penanaman modal asing di
negara kita.

157. Apakah Persamaan dan Apakah Pula Perbedaan


antara Sociological Jurisprudence dengan
Historische Rechtsschule?
Jawab:
a) Persamaannya:
Kedua-duanya menganggap kebiasaan sebagai
sumber hukum yang paling utama.
b) Perbedaannya:
Historische Rechtsschule tidak menganggap
penting akan arti undang-undang, sedangkan
Sociological Jurisprudence masih menganggap
penting arti undang-undang, asalkan undang-
undang itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.

158. Dimanakah Letak Kelemahan Teori Ehrlich?


Jawab:
Kelemahan teori Ehrlich adalah sebagai berikut:
a) Tidak berhasil memberikan ukuran yang tegas
untuk membedakan norma hukum dengan norma-
norma sosial lainnya.
b) Mengaburkan kebiasaan sebagai sumber hukum
atau sebagai jenis (type) hukum.
Dalam masyarakat primitif dan hukum
internasional kebiasaan memang merupakan baik
sumber hukum, maupun jenis hukum, tetapi dalam
negara modern kebiasaan sebagai salah satu jenis
hukum sudah-tidak banyak artinya lagi.
c) Ehrlich hanya melihat kemungkinan living law
mempengaruhi hukum positif, sebaliknya kurang
melihat kemungkinan hukum positif mempengaruhi
living law. Padahal dalam kenyataannya, hukum
positif bukan saja bisa mempengaruhi, tetapi
bahkan bisa merubah kebiasaan yang hidup dalam
masyarakat.

7. ALIRAN REALISAIE

a. Realisme
159. Apakah yang dimaksud dengan aliran Realisme?
Jawab :
Realisme adalah suatu alirar dalam filsafat hukum,
yang antara lain dianut oleh John Chipman Gray,
Oliver Wendell Holmes, Jerome Frank dan John
Salmond.
Llewelyn mengatakan, bahwa Realisme sebenamya
bukanlah aliran, melainkan suatu gerakan dalam cara
berfikir tentang hukum.

160. Bagaimana Inti Ajarannya?


Jawab:
Aliran Realisme sebenamya bisa digolongkan ke
dalam Positivisme, hanya mereka menempatkan hakim
sebagai sumber hukum yang terpenting, jadi bukan
undang-undang.
Aliran Realisme berpendapat, bahwa tidak ada hukum
yang mengatur suatu perkara sampai adanya putusan
hakim terhadap perkara itu, apa yang dianggap sebagai
hukum dalam buku-buku, baru merupakan taksiran
begitulah kira-kiranya hakim akan memutuskan, jika
perkara itu diajukan kepadanya.
Dilihat dari jurusan ini, Realisme merupakan reaksi
atas aliran positivisme. Jika dalam positivisme hakim
dianggap komputer yang tugasnya hanya
melaksanakan hukum dengan mempergunakan logika
dan syllogisms, maka kaum Realis ingin memberikan
keleluasaan kepada hakim untuk mempergunakan
analogi dalam memutuskan suatu perkara.

161. Jelaskan Tentang John Chipman Gray?


Jawab:
John Chipman Gray sebenamya penganut Positivisme,
yang menentang disangkut-pautkannya ilmu hukum
dengan ideologi (agama, etika, dan hukum alam).
Namur, sebagai seorang Realis, ia tidak lagi
menempatkan undang-undang sebagai sumber hukum
yang terpenting, tetapi menganggap hakim sebagai
pusat dari sumber hukum.
Pendapatnya sedemikian itu dapat difahami, karena
Gray menyaksikan sendiri betapa pentingnya peranan
hakim dalam pembentukan hukum, khususnya di
Inggris dan Amerika.
Meskipun ia masih beranggapan, bahwa pembentukan
hukum merupakan proses logika, tetapi ia
menegaskan, bahwa prasangka dan faktor-faktor non-
juridis lainnya sangat berpengaruh terhadap
pembentukan hukum itu.
Semboyan John Chipman Gray yang terkenal ialah
All the law is judgemade law atau Semua hukum
adalah hukum yang dibuat oleh Hakim.
Pendapat John Chipman Gray ini hampir sama dengan
pendapat John Salmond di Inggris.

162. Bagaimana Pendapat Oliver Wendell Holmes?


Jawab:
Oliver Wendell Holmes mengatakan, bahwa hukum
itu adalah apa-apa yang dilakukan oleh pengadilan
dalam kenyataannya.

b. Pragmatic Legal Realism


163. Apakah Pragmatisme Itu?
Jawab:
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang
diajarkan oleh John Dewey dan William James, kedua-
duanya orang Amerika.
Filsafat ini disebut juga instrumentalisme, karena
mempunyai anggapan, bahwa segala sesuatu itu
merupakan alat (instrumen) untuk memenuhi
kebahagiaan manusia.
Filsafat pragmatisme menolak penggunaan abstraksi,
pemecahan-pemecahan masalah secara verbal (omong
kosong), rasio yang apriori, sistem tertutup serta
kemutlakan dan kemurnian yang bersifat pura-pura.
Sebaiknya, pragmatisme bertolak dari fakta-fakta,
perbuatan dan kemampuan.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa filsafat ini
sebenarnya merupakan cabang dari filsafat positivism
yang di Eropah telah mulai diperkembangkan sejak
Auguste Comte.
Catatan
Filsafat pragmatisme yang penuh ketidakpastian dan
lebih mengutamakan pada pemecahan masalah
(problem solving) bisa jadi hanya mungkin
dipraktekkan dengan baik di Amerika Serikat saja,
sedangkan di Negara-negara lain penggunaan filsafat
pragmatisme justru akan menimbulkan kekacauan dan
kepalsuan cultural.

164. Bagaimana Pengaruh Filsafat Pragmatisme


terhadap Pemikiran tentang Hukum ?
Jawab:
Filsafat ini menjadi landasah filosofis bagi pemikiran
realis tentang hukum, khususnya di Amerika Serikat.
Pandangan terhadap hukum jadi merubah. Baik
buruknya hukum tidak dinilai dari bunyinya, tetapi
dari hasil terakhir serta akibatnya.
Dalil-dalil yang bersifat universal dari hukum harus
ditinggalkan dan diganti dengan logika yang bersifat
fleksibel dan eksperimental.
Hukum jangan bertolak dari prinsip-prinsip yang tetap,
sebaliknya harus mulai dari masalah dan situasi yang
terkadang sangat kabur.
Hakim harus mempelajari kenyataan-kenyataan dari
perkara-perkara yang dihadapinya dengan sedalam-
dalamnya, dia boleh merubah hukum yang dijadikan
dasar olehnya dalam menyelesaikan perkara itu.
Hanya dengan cara berfikir yang fleksibel dan
eksperimentil itulah, hukum dapat digunakan sebagai
alat untuk memperbaiki masyarakat.
Realisme yang berdasarkan filsafat pragmatisme itu
disebut juga Pragmatic Legal Realisme. Penganutnya
antara lain adalah Roscoe Pound.

165. Apakah Tujuan (Peranan) Hukum Menurut Roscoe


Pound?
Jawab:
Roscoe Pound memberikan peranan yang modern
terhadap hukum, yakni sebagai alat untuk
membangun masyarakat atau law as a tool of social
engineering.

166. Bagaimana Cara yang Ditempuh oleh Roscoe Pound


Agar Hukum Dapat Memenuhi Peranannya sebagai
A Tool of Social engineering?
Jawab:
Untuk maksud tersebut Roscoe Pound membuat suatu
penggolongan dari kepentingan-kepentingan yang
harus dilindungi hukum, sebagai berikut:
a) Kepentingan Umum.
b) Kepentingan Masyarakat.
c) Kepentingan. Pribadi.

a) Kepentingan Umum terdiri dari:


1) Kepentingan negara sebagai badan hukum.
2) Kepentingan negara sebagai penjaga
kepentingan masyarakat.
b) Kepentingan Masyarakat terdiri dari:
1) Kepentingan akan kedamaian dan ketertiban
2) Perlindungan lembaga-lembaga sosial.
3) Pencegahan kemerosotan akhlaq.
4) Pencegahan pelanggaran hak.
5) Kesejahteraan sosial.
c) Kepentingan pribadi terdiri dari:
1) Kepentingan pribadi.
2) Kepentingan keluarga.
3) Kepentingan hak milik.
Catatan:
Penggolongan ini sebenarnya melanjutkan apa yang
telah dilakukan oleh von Ihering. Dilihat dari jurusan
ini, Roscoe Pound adalah penganut Utilisme, yakni
sebagai penerus Jeramy Bentham dan von Ihering.
Penggolongan kepentingan ini dimaksudkan untuk
menjelaskan dasar-dasar hukum yang sama, serta
memberikan dasar kepada pembuat undang-undang,
hakim dan pengacara tentang nilai-nilai yang
terkandung dalam sesuatu masalah hukum tertentu.

167. Apakah Artinya Pandangan Roscoe Pound bagi


Perkembangan Hukum di Negara Kita?
Jawab:
Dalam suatu negara yang sedang membangun seperti
negara kita dewasa ini peranan hukum yang progresif
dari Roscoe Pound di atas adalah up to date dan perlu
mendapat perhatian.
Bahwasanya hukum bukan hanya dapat berperan
sebagai alat, untuk mempertahankan apa-apa yang
telah ada (peranan statis), tetapi juga dapat berperan
sebagai alat untuk membangun masyarakat (peranan
progresif) dapat dibuktikan dengan kenyataan-
kenyataan berikut:
a) Dengan adanya peraturan hukum yang melarang
pengayauan di Dayak dan pembakaran janda di
Bali, kebiasaan-kebiasaan primitif itu dapat
dilenyapkan atau setidak-tidaknya dapat dikurangi.
b) Keputusan-keputusan Hakim di Amerika Serikat
sedikit demi sedikit dapat melonggarkan ras
diskriminasi terhadap orang-orang kulit hitam di
sana.
Namun demikian kita harus berhati-hati dalam
mempergunakan hukum sebagai alat pembangunan
masyarakat, karena kalau tindakan itu dilakukan tanpa
memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, hukum yang dibuat itu dapat diramalkan
akan mendapat reaksi dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu, dalam rangka pembentukan hukum
baru di Indonesia, sebaiknya kita gabungkan pendapat
dari Sociological Jurisprudence dengan pendapat
Pragmatic Legal Realism.
Catatan:
Agar supaya hukum dapat digunakan sebagai alat
untuk membangun masyarakat, maka hukum itu harus
tegas dan tertulis dalam bentuk undang-undang. Oleh
karena itu Pragmatic Legal Realism hakikatnya
termasuk aliran Positivisme.

168. Siapakah Penganut Roscoe Pound di Indonesia?


Jawab:
Sebenarnya belum begitu jelas siapa penganut Roscoe
Pound di negara kita. Kiranya pendapat Hazairin agar
mirip dengan pandangan Roscoe Pound. Hal ini antara
lain dapat dilffiat dari karangannya yang berjudul
Kewarisan Bilateral di mana ia menyarankan
diberlakukannya hukum waris yang lebih sempurna
daripada yang ada sekarang.
Dalam pada itu, barangkali Prof. Mochtar
Kusumaatmadjalah yang mulai mempopulerkan
pendapat Roscoe Pound, bahwa hukum dapat
dijadikan alat untuk membangun masyarakat.
8. FREIRECHTLEHRE

169. Apakah Freirechtslehre Itu?


Jawab:
Freirechtslehre atau Ajaran Hukum Bebas adalah
suatu aliran dalam filsafat hukum, yang antara lain
dianut oleh Eugen Ehrlich, Stampe, Herman Isay, dan
Ernst Fuch.

170. Bagaimana Inti Ajaran dari Freirechtslehre?


Jawab:
Freirechtslehre merupakan penentang yang paling
ekstrim dari aliran positivisme.
Jika Sociological Jurisprudence hanya meragukan
akan kesempumaan logika dalam menemukan hukum,
Freirechtslehre sama sekah menolak akan hal itu.
Dalam penentangan terhadap aliran Positivisme,
Freirechtslehre sejalan dengan kaum Realis di
Amerika. Tetapi ada juga perbedaannya, yakni jika
aliran Realisme menitikberatkan pada penganalisaan
hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat,
Freirechtslehre tidak puns dengan itu.
Mereka menganut suatu filsafat yang mengatakan,
bahwa hakim harus kreatif dalam menemukan hukum
yang sesuai dengan,rasa keadilan. Hakim mempunyai
kebebasan yang sepenuh-penuhnya dalam menemukan
hukum, ia tidak terikat oleh deretan huruf dalam
perundang-undangan (Paragraphenrecht), bahkan
iapun boleh merubah hukum yang tidak sesuai dengan
keadilan.
171. Apakah Akibatnya Kalau Freirechtslehre
dilaksanakan?
Jawab:
Kebebasan yang seluas-luasnya yang diberikan kepada
hakim dalam menemukan hukum berarti membuka
pinto selebar-lebarnya bagi hakim untuk bertindak
sewenang-wenang, sehingga kepastian hukum tidak
akan terjamin.

172. Apakah Ajaran Hukum Bebas Pernah Dijalankan?


Jawab:
Ajaran ini pernah dipraktekkan di Jerman di masa.
Rezim Nazi berkuasa. Dalam peraturan yang dibuat
tahun 1935 dinyatakan, bahwa hakim boleh
menjatuhkan hukum kemurnian bangsa, walaupun
tanpa dasar perundang-undangan.
Catatan:
Semboyan seperti demi revolusi, demi ini dan demi
itu yang sering kita dengar di negara kita di waktu-
waktu yang lalu, sebenarnya bisa menjurus ke arah
pelaksanaan Freirechtslehre.

oooooo o0o oooooo

Anda mungkin juga menyukai