BAGIAN I
FILSAFAT HUKUM DAN ILMU-ILMU HUKUM
1. FILSAFAT HUKUM
a. Pengertian
1. Apakah Yang Dimaksud dengan Filsafat?
Jawab:
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philo sophia.
Menurut akar katanya kata philosophic merupakan
gabungan dari dua kata, yaitu philo yang berarti cinta
dan sophia yang berarti kebijaksanaan.
Jadi filsafat secara harfiah berarti cinta kebijaksanaan
(love of wisdom), sedangkan filusuf adalah pencinta
kebijaksanaan.
Orang pertama yang menyebut dirinya filusuf adalah
Sokrates (470-399 SM) seorang ahli fikir Yunani.
Sebutan itu dipilih Sokrates sebagai protes terhadap
orang-orang terpelajar pada waktu itu, yang dengan
pongah menamakan dirinya kaum sophis atau orang
bijaksana serta menjajakan ilmu yang dimilikinya.
Para filusuf dan ahli filsafat seringkali memberikan
definisi yang berlainan tentang filsafat. Salah satu
definisi yang cukup lengkap diberikan oleh Dr.
Soeyanto Poespowardoyo, Ketua Jurusan Filsafat
Fakultas Sastra Universitas Indonesia berbunyi sebagai
berikut:
Filsafat adalah refleksi krites manusia tentang segala
sesuatu yang dialami untuk memperoleh makna yang
radikal dan integral
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Filsafat bersifat kritis artinya merupakan hasil akal budi
manusia. Sifat kritis itulah yang membedakan filsafat
dan agama, yang mendasarkan kebenarannya kepada
wahyu.
Filsafat merupakan refleksi kritis. Berlainan dengan
ilmu yang langsung berhubungan dengan dunia nyata
atau dunia pengalaman atau dunia empiri, filsafat
membutuhkan proses refleksi, yaitu perenungan dan
pendalaman tentang arti dan makna yang dialami secara
kritis dan rational. Dengan demikian filsafat melakukan
transedensi dan destansi terhadap objek untuk
mengetahui arti dan yang sesungguhnya.
Filsafat bertolak dari pengalaman (segala sesuatu yang
dialami) dan berbicara tentang pengalaman. Dengan
demikian objek filsafat adalah dunia nyata. Namun,
filsafat bersifat radikal (berasal dari kata radix yang
berarti akar), artinya walaupun bertolak dari
pengalaman dan berbicara tentang pengalaman, filsafat
tidak berhenti pada gejala yang nampak di permukaan
saja.
Melalui gejala itu filsafat melanjutkan langkah
menyelami hal-hal yang bersifat hakiki dan mendasar.
Filsafat bersifat integral, artinya mencari
hubungan antara gejala-gejala yang nampak di
permukaan, memandang realitas atau masalah sebagai
suatu totalitas, menghindari renungan yang
fragmentaris.
b. Hakikat Hukum
6. Apakah Hakikat Hukum Itu?
Jawab:
Roscoe Pound dalam bukunya An Introduction of The
Law Philosophy hal. 26-30 menginventarisasi tidak
kurang dari dua belas konsepsi yang menggambarkan
hakekat hukum, masing-masing sebagai:
a) kaidah yang diturunkan Tuhan untuk mengatur
tindakan-tindakan manusia.
b) tradisi yang bersumber dari kebiasaan-kebiasaan
lama yang ternyata dapat diterima oleh dewa-dewa,
sehingga akan selamat jika mengikutinya.
c) kebijaksanaan yang dicatat oleh orang-orang
bijaksana di masa lulu tentang kelakuan manusia
yang disetujui Tuhan.
d) sistem asas-asas yang ditemukan secara filosofis,
yang menyatakan sifat atau hakekat benda-benda
dan karena itu manusia harus menyesuaikan
kelakuannya dengan sifat-sifat benda itu.
e) himpunan penegasan dan pernyataan dari kaidah
kesusilaan yang abadi dan tidak berubah-ubah.
f) himpunan persetujuan yang mengatur hubungan
antar manusia, yang dibuat oleh manusia di dalam
masyarakat yang diatur secara politik.
g) pencerminan akal (rasio) ilahi yang menguasai alam
semesta ini, yang menentukan apakah yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk yang memiliki kesusilaan.
h) himpunan perintah dari penguasa yang berdaulat.
i) sistem tanggapan yang ditemui oleh pengalaman
manusia.
j) sistem asas-asas yang berisi keselarasan kehendak
manusia yang ditemukan secara filosofis, dirinci dan
dirumuskan dalam tulisan para ahli hukum dan
putusan pengadilan.
k) sistem kaidah yang diwajibkan atas orang-orang
dalam masyarakat oleh satu kelas yang berkuasa
yaitu kelas yang menguasai alat-alat produksi untuk
mempertahankan kepentingan kelasnya.
l) perintah-perintah dari kaidah ekonomi dan sosial
yang bersangkutan dengan tindak-tanduk manusia di
dalam masyarakat, yang ditemukan dengan
pengamatan, dinyatakan dalam perintah-perintah
yang disempurnakan oleh pengalaman manusia
mengenai apa yang akan terpakai dan apa yang tidak
terpakai dalam penyelohggaraan pengadilan.
Jika kita dalami keduabelas konsepsi yang
menggambarkan hakekat hukum itu mencerminkan
pendapat dari aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat
hukum.
Titik a, b, c dan g yang mengkaitkan hakekat hukum
dengan kehendak Tuhan mencerminkan pandangan para
penganut aliran hukum alam yang religius.
Titik d dan e, yang menyatakan bahwa hukum
merupakan pernyataan dari kaidah kesusilaan yang
universal dan kesesuaian dengan alam (natural),
mencerminkan pandangan para penganut aliran hukum
alam yang rasional.
Titik f dan h yang mengidentikkan hukum dengan
politik atau perintah dari penguasa yang berdaulat,
mencerminkan pandangan penganut aliran positivisme,
khususnya analytical juris prudence.
Titik i dan j yang mengidentikkan hukum dengan
pengalaman yang dirumuskan oleh para ahli hukum,
disahkan oleh badan legislatif dan diterapkan oleh
pengadilan mencerminkan pandangan penganut
madzhab sejarah
Titik k yang menyatakan bahwa hukum adalah alat dari
kelas yang berkuasa, mencerminkan pandangan
penganut historis materialisme atau Marxisme.
Titik l yang menyatakan bahwa hukum adalah kaidah-
kaidah yang digunakan sebagai pedoman dalam
menyelenggarakan pengadilan mencerminkan aliran
realisme (pragmatisme).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa
timbulnya aliran-aliran dalam filsafat hukum pada
dasarnya berawal dari jawaban yang berbeda atas
pertanyaan: Apakah hakekat hukum itu?
Catatan:
a) Banyak filosof sejak Aristoteles yang beranggapan
bahwa dengan berhasil merumuskan definisi tentang
sesuatu berarti kita telah mengetahui hakikat sesuatu
itu. Tetapi kemudian ternyata, bahwa hakikat
sesuatu itu tidak satu, melainkan banyak tergantung
kepada konteksnya.
Misalnya, kita mengetahui bahwa Pa Badu itu
seorang duda, pensiunan sersan, di kampungnya
menjadi ketua R.W. dan di kalangan anak-anak
terkenal sebagai badut dan tukang sulap.
Jika kita ditanya apakah hakikat Pa Badu itu?
Jawabannya bisa berbeda tergantung kepada
konteksnya, bisa kita jawab duda, bisa pensiunan
sersan, bisa Ketua R.W., bisa pula badut dan tukang
sulap.
Dengan demikian kita dapat memahami apabila para
ahli hukum berbeda pendapat tentang hakikat
hukum. Mereka menghubungkan dengan konteks
dan kepentingan yang berbeda, sehingga berbeda
pula pendapat tentang unsur yang paling esensial
dari hukum.
b) Definisi yang baik harus mampu merumuskan
dengan jelas, lengkap dan singkat semua unsur
pokok sesuatu, yaitu unsur yang perlu dan cukup
untuk mengetahui apa sebenarnya sesuatu itu,
sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari sesuatu
hal yang lain.
Definisi harus tepat perumusannya, tidak boleh lebih
luas atau lebih sempit dari sesuatu yang
didefinisikan. Misalnya, jika hakikat hukum
didefinisikan hukum adalah norma. Definisi ini
terlalu luas, sehingga tidak berhasil membedakan
hukum dengan norma-norma lainnya. Sebaliknya
jika didefinisikan hukum adalah norma yang berisi
perintah penguasa secara tertulis untuk mewujudkan
ketertiban masyarakat, definisi itu terlalu sempit,
karena tidak menampung liukum yang tidak tertulis.
c. Keadilan
7. Apakah Keadilan Itu?
Jawab:
Untuk menjawab pertanyaan ini biasanya orang
mengungkap kembali pendapat Plato dan Aristoteles,
karena kedua tokoh itulah yang telah mengajarkan
hakikat dari keadilan.
Menurut Aristoteles keadilan adalah dimana setiap
orang memperoleh sebanyak mungkin apa yang menjadi
haknya. Aristoteles membedakan antara keadilan
distributif dengan keadilan kumutatif. Keadilan
distributif ialah keadilan yang memberikan kepada tiap-
tiap orang menurut jasanya. Keadilan kumutatif
memberikan kepada setiap orang sama banyaknya
dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.
d. Tujuan Hukum
8. Apakah Tujuan Hukum Itu?
Jawab:
Pertanyaan ini menimbulkan jawaban yang berbeda-
beda, antara lain:.
a) Aristoteles mengatakan bahwa tujuan hukum adalah
untuk mewujudkan keadilan.
b) Van Kan mengatakan bahwa tujuan hukum adalah
untuk menjamin kepastian dalam pergaulan
manusia.
c) Van Apeldoorn mengatakan bahwa tujuan hukum
adalah untuk mengatur tata-tertib masyarakat secara
adil dan damai.
d) Jeremy Bentham mengatakan bahwa tujuan hukum
adalah untuk memberikan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya kepada jumlah yang sebanyak-
banyaknya (the greatest hapiness for the greatest
number). Di bagian lain Bentham mengatakan
bahwa tujuan hukum ialah untuk menyempurnakan
kehidupan, mengendalikan kelebihan, memajukan
persamaan, dan menjaga kepastian.
e) Rudolf von Ihering mengatakan bahwa tujuan
hukum adalah sebagai alat untuk menjaga
keseimbangan antara kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat (balance of interest).
f) Roscoe Pound mengatakan bahwa tujuan hukum itu
adalah sebagai alat untuk membangun masyarakat
(a tool of social engineering).
Dari kutipan-kutipan di etas, dapat disimpulkan, bahwa
tujuan hukum secara tradisional adalah untuk menjaga
ketertiban dan keadilan, sedangkan menurut faham
modern, hukum itu adalah juga sebagai alat untuk
membangun masyarakat.
Roscoe Pund secara kronologis menghubungkan tujuan
hukum dengan perkembangan sosial, ekonomi, politik
dan budaya manusia.
a) Pada masa purba
Hukum bertujuan untuk menjaga perdamaian atau
ketertiban umum dalam suatu masyarakat tertentu.
Demi untuk menjaga perdamaian ini, kebutuhan
perseorangan atau masyarakat lainnya tidak
dipedulikan bahkan dikorbankan.
b) Pada Masa Yunani Kuno sampai akhir abad
Pertengahan.
Tujuan hukum adalah untuk memelihara status quo
dalam masyarakat, artinya agar setiap orang tetap
bergerak dalam tugas atau kelasnya masing-masing
yang telah ditentukan secara alamiah.
Misalnya, seorang tukang sepatu haru., tetap
bergerak sebagai tukang sepatu, jangan merangkap
menjadi jurumudi.
Tujuan hukum semacam ini cocok dengan sistem
sosial yang feodalistik, klerekalistik dan otoriter
yang berlaku pada kurun waktu itu.
c) Pada abad 16 sampai 19
Hukum bertujuan melindungi, menjamin dan
memajukan persamaan derajat manusia (hak asasi
manusia) yang bersifat alamiah. Dengan kata lain
tujuan hukum adalah memberikan kesempatan
kepada setiap orang untuk memperoleh kebebasan
yang seluas-luasnya dalam menyatakan diri dan
membela hak-haknya.
Tujuan hukum semacam ini sesuai dengan keadaan
sosial ekonomi, politik dan budaya masyarakat.
yang melatarbelakanginya. Dalam bidang ekonomi
mulai tumbuh industrialisasi sebagai akibat
penemuan baru di bidang teknologi, yang
menimbulkan golongan menengah sangat kuat
kedudukannya. Selain itu terjadi penemuan benua-
benua baru yang mehajatkan pengolahan dan
pemanfaatannya secara optimal. Hal ini menunjang
tumbuhnya faham kapitalisme yang menghendaki
persaingan bebas.
Dalam bidang budaya, berawal dari gerakan
renaissance tumbuh faham individualisme, yang
menggugah kesadaran manusia atas dirinya sebagai
individu yang memiliki hakikat kemanusiaan.
Dalam bidang politik, timbul faham liberalisme
yang menghendaki campur tangan negara terbatas
pada penjajahan ketertiban masyarakat dan sesedikit
mungkin turut campur dalam urusan sosial ekonomi
masyarakat.
Pada kurun waktu ini tujuan hukum secara berurutan
adalah sebagai:
1) alat untuk menolak pembatasan-pembatasan
terhadap kebebasan individu untuk melakukan
kegiatan di bidang ekonomi. Inilah segi negatif
dari tujuan hukum.
2) alat untuk menjaga keamanan umum, sehingga
dapat mengadakan transaksi-transaksi menurut
kehendaknya sendiri. Inilah segi konstruktif dari
tujuan hukum.
3) alat untuk menjaga kestabilan dan keselarasan
kepentingan.
a. Ikhtisar
24. Ilmu-IlmuYang Obyeknya Hukum?
Jawab:
Ilmu-ilmu yang obyeknya hukum ialah:
a) Teori Hukum (disebut juga Ilmu Hukum Sistematis,
Ilmu Hukum Dogmatis atau Ajaran Hukum).
b) Sosiologi Hukum.
c) Ilmu Hukum Positif.
d) Sejarah Hukum.
e) Perbandingan Hukum.
b. Teori Hukum
25. Apakah Teori Hukum Itu?
Jawab:
Teori Hukum ialah ilmu yang menguraikan pengertian-
pengertian hukum secara sistimatik.
Yang diuraikan oleh Teori Hukum adalah pengertian-
pengertian hukum bukan istilah-istilah hukum, karena
pengertian hukum itu sama sedangkan untuk menyebut
pengertian hukum yang sama bisa digunakan istilah
yang berlainan.
Contoh:
Orang kadang-kadang mempergunakan istilah tindak
pidana atau perbuatan pidana atau perbuatan yang
dapat dihukum, padahal pengertiannya sama.
f. Sejarah Hukum
40. Apakah Sejarah Hukum itu ?
Jawab:
Sejarah hukum ialah ilmu yang mempelajari
perkembangan menerus (kontinu) dari sistem-sistem
hukum yang pernah berlaku dalam masyarakat, serta
mempelajari hubungan antara hukum dengan lembaga-
lembaga kebudayaan lainnya, yakni social, politik, dan
ekonomi.
g. Perbandingan Hukum
41. Apakah Perbandingan Hukum itu?
Jawab:
Perbandingan hukum ialah ilmu yang mencari
persamaan-persamaan serta perbedaan-perbedaan di
antara hukum-hukum yang berlaku di negara-negara
yang ada di dunia, untuk mencari unsur-unsur yang
berlaku universal.
Dalam Perbandingan Hukum, misalnya, dibandingkan
antara Hukum Pidana Indonesia dengan Hukum Pidana
Malaysia.
BAGIAN II
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM
1. IKHTISAR
3. Rasional
a. Grotius
b. Penganut Teori Perjanjian Masyarakat.
c. Penganut Idealisme Transendental, Neo
Kantianisme.
II. POSITIVISME
1. Analytical Jurisprudence: John Austin.
2. Reins Rechtsiehre: Hans Kelsen.
3. Utilisme .
4. Realisme
IV. UTILISME
1. Jeramy Bentham
2. John Stuart Mill
3. Rudolf van Ihering.
V. SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
1. Eugen Ehrlich
2. Rudolf von Ihering
3. Roscoe Pound.
VI. REALISME
1. Realisme:
John Chimpan Gray,
Oliver Wendell Holmes,
Cordozo,
Jerome Frank
John Salmond.
2. Pragmatic Legal Realism:
Roscoe Pound.
VII. FREIRECHTSLEHRE
1. Eugen Ehrlich
2. Stampe,
3. Ernst Fuch,
4. Hermann Isay.
a. Pengertian
43. Apakah yang Dimaksud dengan Hukum Alam serta
Apakah yang menjadi Latar Belakang Pemikiran
tentang Itu?
Jawab:
Hukum alam (natural law atau lex naturalis) adalah
hukum yang berlaku universal, artinya berlaku
dimanapun juga dan pada saat apa pun juga.
Adanya konsepsi hukum alam ini merupakan
pencerminan dari usaha manusia dan kerinduan manusia
akan keadilan mutlak, serta merupakan pencerminan
dari usaha manusia untuk menemukan hukum yang
lebih tinggi dari hukum positif.
b. Masa Yunaai.
47. Bagaimana Pendapat Kaum Stoic Tentang Hukum
Alam ?
Jawab:
Golongan filosof ini disebut kaum Stoic, karena mereka
mempunyai kebiasaan memberikan pelajaran dalam
lorong yang banyak tonggaknya ; lorong semacam itu
disebut stoa. Tokohnya antara lain ialah Zeno.
Pendapatnya tentang hukum alam sebenarnya bertitik
tolak dari pendapat Aristoteles tentang kedudukan
manusia di alam semesta ini.
Manusia dalam dunia ini mempunyai kedudukan
kembar, pertama manusia adalah bagian dari ciptaan
Tuhan yang tidak ada bedanya dengan ciptaan-ciptaan
Tuhan lainnya, kedua manusia adalah ciptaan Tuhan
yang dianugerah rasio.
Rasio aktif itulah yang membedakan manusia dari
ciptaan-ciptaan Tuhan lainnya.
Karena rasio aktif yang dimilikinya itu, manusia
sanggup menyatakan kehendaknya sesuai dengan
pandangan rasionya. Menurut kaum Stoic, rasio
menguasai seluruh bagian dari alam semesta ini.
Manusiapun sebagai bagian dari alam semesta dikuasai
oleh rasio. Oleh karena itu apabila manusia yang
ditakdirkan sebagai makhluk sosial hidup menurut
rasio, berarti dia hidup sesuai dengan hukum alam
(naturally).
c. Masa Romawi
50. Bagaimana Pendapat Cicero Tentang Hukum Alam?
Jawab:
Pada dasarnya Cicero banyak mengambil bahan dari
kaum Stoic khususnya dalam masalah
kosmopolitanisme, kesederajatan manusia dan
keharusan hukum positif sesuai dengan hukum alam.
Menurut Cicero hukum positif yang tidak sesuai
dengan asas-asas hukum alam kehilangan validitasnya,
yang berarti hukum positif itu tidak mempunyai
kekuatan undangundang.
Dunia
nyata
e. Masa Rasionalisine
74. Yang Dimaksud dengan Rennaissance?
Jawab:
Secara harfiah rennaissance berasal dari kata-kata re
yang berarti kembali dan naitre yang berarti lahir.
Jadi artinya adalah kelahiran atau kebangkitan
kembali.
Renaissance adalah suatu kebangkitan kembali dari
kesadaran manusia atas kemampuannya sendiri sebagai
individu yang mempunyai rasio.
Renaissance adalah suatu gerakan yang timbul sebagai
reaksi atas sistem klerikalisme dan feodalisme di abad
pertengahan. Seperti diketahui, dalam abad
pertengahan manusia, hanya dianggap sebagai bagian
yang tidak berarti dari keseluruhan alam semesta,
sedangkan pemikiran manusia terbelenggu oleh teologi
Kristen.
3. ALIRAN POSITIVISME
a. Pengertian
117. Berilah Penjelasan tentang Aliran Positivisme?
Jawab:
Positivisme adalah suatu aliran dalam filsafat (teori)
hukum yang beranggapan bahwa teori hukum itu hanya
bersangkut-paut dengan hukum positif saja. Ilmu
hukum, tidak membahas apakah hukum positif itu baik
atau buruk, dan tidak pula membahas soal
effektivitasnya hukum dalam masyarakat.
Beberapa aliran yang dapat digolongkan kepada
Positivisme antara lain ialah:
a) Analytical Jurisprudence.
b) Reine Rechtsiehre.
Selain itu ke dalam aliran ini dapat pula dimasukkan:
a) Legisme (positivisme perundang-undangan)
b) Utilisme.
c) ReaYsme dan Pragmatic Legal Realism.
b. Analythical Jurisprudence
118. Berikan Penjelasan tentang Analytical
Jurisprudence!
Jawab:
Analytical Jurisprudence adalah suatu aliran dalam
filsafat hukum yang dipelopori oleh John Austin,
seorang Inggris.
John Austin membagi hukum secara keseluruhan
sebagai berikut:
Hukum Tuhan
(Law of God)
Hukum Kesusilaan
(Law) Positif
(Positife
Morality)
Hukum
Manusia
(Human Law)
Hukum Positif
(Positive Law)
Teori hukum menurut John Austin hanya bersangkut
paut dengan hukum positif, tidak membahas hubungan
antara hukum positif dengan Hukum Tuhan atau
kesusilaan positif.
4. ALIRAN UTILISME
6. SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
7. ALIRAN REALISAIE
a. Realisme
159. Apakah yang dimaksud dengan aliran Realisme?
Jawab :
Realisme adalah suatu alirar dalam filsafat hukum,
yang antara lain dianut oleh John Chipman Gray,
Oliver Wendell Holmes, Jerome Frank dan John
Salmond.
Llewelyn mengatakan, bahwa Realisme sebenamya
bukanlah aliran, melainkan suatu gerakan dalam cara
berfikir tentang hukum.