Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sesuatu kenyataan hidup bahwa manusia itu tidak sendiri. Manusia hidup
berdampingan, bahkan berkelompok kelompok dan sering mengadakan hubungan
antar sesama. Hubungan ini terjadi karena adanya kebutuhan hidupnya yang tak
mungkin dapat terpenuhi sendiri, kebutuan hidup manusia bermacam macam,
pemenuhan kebutuhan hidup tergantung dari hasil yang diperoleh melalui daya
upaya yang dilakukan. Setiap waktu manusia ingin memenuhi kebutuhan dengan
baik. Kalau dua orang ingin memenuhi kebutuhan hidup yang sama dengan hanya
I objek kebutuhan, sedangkan keduanya tidak mau mengalah bentrok dapat
terjadi. Suatu bentrok akan juga terjadi juga dalam suatu hubungan antar manusia
satu dan manusia yang lain ada yang tidak memenuhi kewajiban.
Oleh kerena itu untuk menciptakan keteraturan dalam suatu kelompok
social, baik dalam situasi kebersamaan maupun dalam situasi social diperlukan
ketentuan-ketentuan. Ketentuan itu untuk membatasi kebebasan tingkah laku itu.
Ketentuan-ketentuan yang dilakukan adalah ketentuan yang timbul dari dalam
pergaulan hidup atas dasar kesadaran dan biasanya dinamakan hokum, jadi
hokum adalah ketentuan-ketentuan hidup manusia yang timbul dari pergaulan
hidup manusia. Hal ini berdasarka dari kesadaran hidup manusia itu sendiri,
sebagai gejala-gejala social, gejala social itu merupakan hasil dari pengukuran
baik dalam tingkah laku manusia dalam pergaulan hidupnya.
Jadi tentunya tidak berlebihan dalam mempelajari hukum Indonesia dan
hukumannya dengan hukum sebagai ilmu, sebagai pengantar, sistematika uraian
sebagai berikut. Pendahuluan ini menguraikan hukum pada umumnya,
selanjutnya akan diuraikan hukum berupa arti hukum tata Negara yang berdiri
dari pengertian hukum tata Negara, sejarah hukum tata Negara dan politik hukum

1
yang meliputi tinjauan pada zaman Indonesia dijajah dan Indonesia merdeka, dan
juga akan dijelaskan sumber hukum dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian filsafat?
2. Bagaimana pengetian dan hakekat ilmu?
3. Apa saja hubungan filsafat ilmu dengan ilmu-ilmu lain?
4. Bagaimana implikasi konsep filsafat ilmu dalam hukum tata negara?
5. Apa saja hubungan hukum tata negara dengan cabang ilmu pengetahuan
yang lainnya?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian filsafat.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengetian dan hakekat ilmu.
3. Untuk mengetahui apa saja hubungan filsafat ilmu dengan ilmu-ilmu lain.
4. Untuk mengetahui bagaimana implikasi konsep filsafat ilmu dalam hukum
.tata negara.
5. Untuk mengetahui apa saja hubungan hukum tata negara dengan cabang
ilmu pengetahuan yang lainnya.

2
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata
Yunani philosophia yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar
katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya
yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun,
cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia
tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian
pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis.1
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang
telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam
Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud
sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum
dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya
seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Secara etimologi kata filsafat, yangg dalam bhs Arab dikenal dengan
istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah philoshophy
adalah dari Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas kata philein yang berarti
cinta (love) dan shopia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara
etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti
yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pecinta atau
pencari kebijaksanaan.

1
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 19

3
Secara terminologi, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai
pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena,
tetapi yang dicari adalah hakikat dari sesuatu fenomena. Hakikat adalah suatu
prinsip yang menyatakan sesuatu adalah sesuatu itu adanya. Filsafat
mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara mendalam dan
menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk segala ilmu.2
Susanto (2011) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan
berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri
secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya,
mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis, mendalam
dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan
masalah-masalah dalam kehidupan manusia. 3
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang
pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497
S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya
dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya
philosophos (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya
hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para
penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546
S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta
atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat
adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya,
unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).

2
Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
hal. 47
3
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 20

4
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang
ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang
mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan
pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus
menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran
(Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada
tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam.
Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks,
maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban
yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan
refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua
persoalan itu harus persoalan filsafat.4

B. Pengetian Dan Hakekat Ilmu


Menurut Burhanudin Salam (2005) Ilmu dapat merupakan suatu metode
berpikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap
dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan
common sense. Sehingga definisi ilmu pengetahuan adalah kumpulan
pengetahuan yang benar-benar disusun dengan sistematis dan metodologis untuk
mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji atau diverifikasi
kebenarannya. Secara filosofis, semua kajian yang menelaah secara kritis dan
analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan secara menyeluruh adalah
epistemology atau teori pengetahuan (theory of knowledge; Erkentnistheorie).
Istilah ini berasal dari bahasa yunani yaitu episteme yang berarti pengetahuan

4
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 23

5
dan logos yang berarti ilmu. Secara harfiah episteme berarti pengetahuan
sebagai upaya untuk menempatkan sesuatu tepat pada kedudukannya.5
The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian
aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya,
dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang
ingin dimengerti manusia.
Secara filosofis, semua kajian yang menelaah secara kritis dan analitis
tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan secara menyeluruh adalah epistemology
atau teori pengetahuan (theory of knowledge; Erkentnistheorie). Istilah ini
berasal dari bahasa yunani yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan
logos yang berarti ilmu. Secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai
upaya untuk menempatkan sesuatu tepat pada kedudukannya.
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi pada hakikatnya merupakan
suatu kajian Filosofis yang bermaksud mengkaji masalah umum secara
menyeluruh dan mendasar untuk menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari
pengetahuan manusia. Membahas Bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya
diperoleh dan dapat diuji kebenarannya?, manakah ruang lingkup dan batasan-
batasan kemampuan manusia untuk mengetahui?, serta membahas pengandaian-
pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari adanya pengetahuan dan
memberi pertanggung jawaban secara rasional terhadap klaim kebenaran dan
objektivitasnya. Sehingga epistemologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat :
1. Evaluative, yaitu menilai apakah teori yang digunakan dapat dipertanggung
jawabkan secara nalar atau tidak.
2. Normative, yaitu menentukan tolok ukur kebenaran atau norma dalam
bernalar.

5
Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
hal.49

6
3. Kritis, yaitu menguji penalaran cara dan hasil dari pelbagai akal (kognitif)
manusia untuk dapat ditarik kesimpulan.
Adapun cara kerja metode pendekatan epistemologi adalah dengan cara
bagaimana objek kajian itu didekati atau dipelajari. Cirinya adalah dengan
adanya berbagai macam pertanyaan yang diajukan secara umum dan mendasar
dan upaya menjawab pertanyaan yang diberikan dengan mengusik pandangan
dan pendapat umum yang sudah mapan. Dengan tujuan agar manusia bisa lebih
bertanggung jawab terhadap jawaban dan pandangan atau pendapatnya dan tidak
menerima begitu saja pandangan dan pendapat secara umum yang diberikan.6
Berdasarkan cara kerja atau metode yang digunakan, maka epistemologi
dibagi menjadi beberapa macam. Berdasarkan titik tolak pendekatannya secara
umum, epistemologi dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Epistemologi metafisis
Epistemologi metafisis adalah pemikiran atau pengandaian yang
berasal dari paham tertentu dari suatu kenyataan lalu berusaha bagaimana
cara mengetahui kenyataan itu. Kelemahan dari pendekatan ini adalah hanya
menyibukkan diri dalam mendapatkan uraian dari masalah yang dihadapi
tanpa adanya pertanyaan dan tindakan untuk menguji kebenarannya.
2. Epistemologi skeptis
Epistemologi skeptis lebih menekankan pada pembuktian terlebih
dahulu dari apa yang kita ketahui sampai tidak adanya keraguan lagi
sebelum menerimanya sebagai pengetahuan. Kelemahan dari pendekatan ini
adalah sulitnya mencari jalan keluar atau keputusan.
3. Epistemologi kritis
Pada Epistemologi ini tidak memperioritaskan Epistemologi manapun,
hanya saja mencoba menanggapi permasalahan secara kritis dari asumsi,

6
Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
hal. 53

7
prosedur dan pemikiran, baik pemikiran secara akal maupun pemikiran
secara ilmiah, dengan tujuan untuk menemukan alasan yang rasional untuk
memutuskan apakah permasalahan itu bisa diterima atau ditolak.
Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang
bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia
melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan
penjelasan yang ada dengan metode tertentu. Dalam hal ini, ilmu mempunyai
struktur dalam menjelaskan kajiannya. Struktur ilmu menggambarkan bagaimana
ilmu itu tersistematisir, terbangun atau terkonstruksi dalam suatu lingkungan
(boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas.
Struktur ilmu merupakan A scheme that has been devided to illustrate
relationship among facts, concepts, and generalization, yang berarti struktur ilmu
merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi. Dengan
keterkaitan tersebut akan membentuk suatu bangun kerangka ilmu tersebut.
sementara itu, definisi struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan
metode penelitian yang akan membantu untuk memperoleh jawabannya, serta
berbagai fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang
khas yang akan mengantarkan kita untuk memahami ide-ide pokok dari suatu
disiplin ilmu yang bersangkutan. Dengan demikian nampak dari dua pendapat di
atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu, yaitu:
1. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep,
generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan
sesuai dengan lingkungan (boundary) yang dimilikinya. Kerangka ilmu
terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang konkrit (berupa
fakta) sampai ke level yang abstrak (berupa teori), semakin ke fakta maka
semakin spesifik, sementara semakin mengarah ke teori maka semakin
abstrak karena lebih bersifat umum.

8
2. A mode of inquiry, yaitu cara pengkajian atau penelitian yang mengandung
pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas
permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut.
Terkadang, pengetahuan dan ilmu disama artikan, bahkan terkadang
dijadikan kalimat majemuk yang mempunyai arti tersendiri. Padahal, jika kedua
kata tersebut dipisahkan, akan mempunyai arti sendiri dan akan tampak
perbedaannya.7
Ilmu adalah pengetahuan. Jika dilihat dari asal katanya, pengetahuan di
ambil dari bahasa inggris yaitu knowledge, sedangakan ilmu dari kata science
dan peralihan dari kata arab ilm atau alima (ia telah mengetahui) sehingga kata
jadian ilmu berarti juga pengetahuan. Dari pengertian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa ditinjau dari segi bahasa, antara pengetahuan dan ilmu
mempunyai sinonim arti, namun jika dilihat dari segi arti materialnya (kata
pembentuknya) maka keduanya mempunyai perbedaan.
Dalam encyclopedia Americana, di jelaskan bahwa ilmu (science) adalah
pengetahuan yang besifat positif dan sistematis. The Liang Gie mengutip Paul
Freedman dari buku The Principles Of Scientific Research dalam Amsal
Bakhtiar.(2008) memberi batasan definisi ilmu, yaitu suatu bentuk proses usaha
manusia untuk memperoleh suatu pengetahuan baik dimasa lampau, sekarang,
dan kemudian hari secara lebih cermat serta suatu kemampuan manusia untuk
menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta merubah sifat-sifatnya
sendiri, sedangkan menurut Carles Siregar masih dlam dalam Amsal
Bakhtiar.(2008) menyatakan bahwa ilmu adalah proses yang membuat
pengetahuan.
Ilmu dapat memungkinkan adanya kemajuan dalam pengetahuan sebab
beberapa sifat atau ciri khas yang dimiliki oleh ilmu. Burhanudin Salam
(2005)mengemukakan beberapa ciri umum dari pada ilmu, diantaranya:

7
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 94

9
1. Bersifat akumulatif, artinya ilmu adalah milik bersama. Hasil dari pada ilmu
yang telah lalu dapat digunakan untuk penyelidikan atau dasar teori bagi
penemuan ilmu yang baru.
2. Kebenarannya bersifat tidak mutlak, artinya masih ada kemungkinan
terjadinya kekeliruan dan memungkinkan adanya perbaikan. Namun perlu
diketahui, seandainya terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka itu bukanlah
kesalahan pada metodenya, melainkan dari segi manusianya dalam
menggunakan metode itu.
3. Bersifat obyektif, artinya hasil dari ilmu tidak boleh tercampur pemahaman
secara pribadi, tidak dipengaruhi oleh penemunya, melainkan harus sesuai
dengan fakta keadaan asli benda tersebut.8

C. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Ilmu-Ilmu Lain


Filsafat adalah induk dari ilmu penegtahuan. Ilmu ilmu khusus
merupakan bagian dari filsafat. Karena obyek filsafat sangat umum (seluruh
kenyataan), sedangkan ilmu membutuhkan obyek material yang khusus,
mengakibatkan berpisahnya ilmu dari filsafat (namun tidak berarti hubungannya
putus). Ciri ciri yang dimilki oleh setiap ilmu, menimbulkan batas - batas yang
tegas antar masing masing ilmu. Disinilah filsafat bertugas :
1. Berusaha menyatupadakan masing masing ilmu
2. Mengatasi spesialisasi
3. Merumuskan pandangan yang didasarkan atas pengalaman manusia
4. Mengatur hasilhasil berbagai ilmu khusus ke dalam sesuatu pandangan
hidup dan pandangan dunia yang tersatupadukan (integral), komperhensif,
dan konsisten. (Komprehensif : tidak ada satu bidang yang berada di luar
jangkuan filsafat, Konsisten : uraian kefilsafatan tidak menyusun pendapat
pendapat yang saling berkontradiksi

8
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 97

10
Hubungan timbak balik antara ilmu dan filsafat, bahwa ilmu dapat
menyediakan bahan berupa faktafakta yang sangat penting bagi perkembangan
ide filsafat, sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah.9
Filsafat ilmu secara kritis menganalisis konsepkonsep dasar dan
memeriksa asumsi-asumsi dari ilmu-ilmu untuk memperoleh arti validitasnya,
sehingga hasil yang dicapai mempunyai landasan yang kuat. Meskipun secara
historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam
perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat
mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk
memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-
masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat
hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektuan
manusia
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan
ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan
sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, disamping dikalangan ilmuwan
sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu,
dimikian juga dikalangan filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam
memberikan makna dan tugas filsafat.
Adapaun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat
adalah bahwa keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya
menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal
tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berfikiran terbuka serta sangat
konsern pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang
terorganisisr dan sistematis.

9
Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
hal. 179

11
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik
tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis
dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen
dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-
hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji
pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup
hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat
sintetis dan sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi
kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan
kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta
khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan
antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni.
Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat
mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti
bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya
mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan
objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu
mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berfikir reflektif
dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a. Filsafat mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan
ilmu-ilmu pengetahuan objeknya terbatas, khusus lapangannya saja.
b. Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam
dengan menunjukan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu pengetahuan
juga menunjukkan sebab-sebab tetapi yang tak begitu mendalam.10

10
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 86

12
D. Implikasi Konsep Filsafat Ilmu Dalam Hukum Tata Negara
Ilmu Hukum Tata Negara merupakan salah satu cabang ilmuhukum yang
secara khusus mengkaji persoalan hukum dalam konteks kenegaraan. Kita
memasuki bidang hukum tata negara, menurut Wirjono Prodjodikoro, apabila
kita membahas norma-norma hukum yang mengatur hubungan antara subjek
hukum orang atau bukan orang dengan sekelompok orang atau badan hukum
yang berwujud negara atau bagian dari negara. Dalam bahasa Prancis, hukum
tata negara disebut Droit Constitutionnel atau dalam bahasa Inggris disebut
Constitutional Law.Dalam bahasa Belanda dan Jerman, hukum tata negara
disebut Staatsrecht, tetapi dalam bahasa Jerman sering juga dipakai Istilah
verfassungsrecht (hukum tata negara) sebagai lawan.
Hubungan antara ilmu pemerintahan dengan ilmu negara sangat dekat.
Ilmu Pemerintahan itu dinamis, karena dapat menyesuaikan diri dengan situasi
setempat. Oleh karena itu selain merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan
yang berdiri sendiri, pemerintahan juga merupakan suatu seni, yaitu seni
memerintah, yang selain diperoleh melalui kegiatan belajar dan mengajar akan
tetapi juga karena dilahirkan berbakat.11
Istilah "Hukum Tata Negara" dapat dianggap identik dengan pengertian
"Hukum Konstitusi" yang merupakan terjemahan lang-sung dari perkataan
Constitutional Law(Inggris), Droit Constitutional (Prancfis), Diritto
Constitutionale (Italia), atauVerfassungsrecht (Jerman). Dari segi bahasa, istilah
Constitutional Law dalam bahasa Inggris memang biasa diterjemahkan sebagai
"Hukum Konstitusi". Namun, istilah "Hukum Tata Negara" itu sendiri jika
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, niscaya perkataan yang dipakai adalah
Constitutional Law. Oleh karena itu, Hukum Tata Negara dapat dikatakan identik
atau disebut sebagai istilah lain belaka dari "Hukum Konstitusi".

11
Djamali, R Abdoel. 2010. Pengantar Hukum Indonesia. Cetakan XVI. Jakarta: Rajawali
pers, hal. 144

13
Di antara para ahli hukum, ada pula yang berusaha membedakan kedua
istilah ini dengan menganggap bahwa istilah Hukum Tata Negara itu lebih luas
cakupan pengertiannya daripada istilah Hukum Konstitusi. Hukum Konstitusi
dianggap lebih sempit karena hanya membahas hukum dalam perspektif teks
undang-undang dasar, sedangkan Hukum Tata Negara tidak hanya terbatas pada
undang-undang dasar. Pembedaan ini sebenarnya terjadi karena kesalahan dalam
mengartikan perkataan konstitusi (verfassung) itu sendiri yang seakan-akan
diidentikkan dengan undang-undang dasar (grundgesetz). Karena kekeliruan
tersebut, Hukum Konstitusi dipahami lebih sempit daripada Hukum Tata Negara.
Istilah lain yang dipakai untuk Hukum Tata Negara dalam kepustakaan
Indonesia adalah Hukum Negara, keduanya adalah terjemahan dari bahasa
Belanda staatsrecht. Menurut kepustakaan Belanda staatsrecht mempunyai dua
arti yaitu staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas) dan staatsrecht in engere zin
(dalam arti sempit). Penggunaan hukum negara dimaksudkan untuk untuk
membedakan dari hukum tata negara dalam arti sempit. Sedangka bagi pihak lain
yang lebih senang menggunakan sitilah hukum tat negara terjemahan dari
staatsrecht, senantiasa menambahkanya dengan istilah dalam arti luas, yang sama
artinya dengan pengertian Hukum Negara seperti tersebut di atas, dan dalam arti
sempit itu membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum administrasi Negara
atau hukum tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah (Administratief
recht). Perbedaan prinsipil dalam penggunaan kedua istilah tersebut di atas pada
hakekatnya tidak ada, karena baik Hukum Tata Negara dalam arti luas
mengandung pengertian yang sama. Dalam perkembangan selanjutnya, akrena
alasan-alasan praktis serta mengingat kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pemerintah mak dapat dipastikan bahwa Hukum Tata Negara dan Hukum
administrasi Negara di kemudian hari akan terpisah menajdi dua ilmu
pengetahuan yang masing-masing berdiri sendiri. Hal ini dikuatkan oleh
kenyataan yang ada bahwa di bebraap perguruan tinggi kedua ilmu pengetahuan

14
tersebut diasuh dan diberikan sebagai dua matakuliah yang masing-masing
terpisah satu sama lain oleh pengajar yang berlainan.
Di Inggris pada umumnya menggtunakan sitilah Constitutional Law
untuk menunjukkan arti yang sama dengan Hukum tata Negara. Penggunaan
constitutional Law berdasarkan atas alasan bahwa dalam Hukum Tata Negara
unsur konstitusi lebih menonjol sebagai variasi dari istilah constitutional Law,
dijumpai State Law yang didasarkan atas pertimbangan bahwa Hukum
Negaralah yang lebih penting. di Perancis orang menggunakan sitilah Droit
Administrative yang dialwankan dengan Verfassungrecht dan
Verwaltungrecht untuk istilah Hukum Administrasi Negara.12

E. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Cabang Ilmu Pengetahuan Yang


Lainnya
Yang dimaksud dengan cabang ilmu pengetahuan lainnya dalam
hubungannya dnegan Hukum Tata Negara adalah terutama Hukum Administrasi
Negara dan Ilmu Politik. Ketiga ilmu pengetahuan ini diibaratkan sebagai
tetangga dekat dari Hukum Tata Negara, walaupun hal ini tdiak berarti menutup
kemungkinan hubungan Hukum Tata Negara dengan cabang-cabang ilmu
pengetahuan lainnya, serti Hukum Internasional publik, Hukum Pidana dan lain
sebagainya.
1. Hubungan hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara
Ilmu Negara dalam kedudukannya sebagai ilmu pengetahuan
pengantar bagi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak
emmpunyai nilai ayng praktis seperti halnya denagn Hukum Tata Negara dan
Hukum Administrasi Negara sendiri. Jika orang mempelajari Ilmu Negara ia
tidak memperoleh hasilnya untuk digunakan secara langsung di dalam
praktek. Berbeda hanlnya jika mempelajari Hukum Tata Negara dari

12
Busroh, AD. Prof., S.H, 1990. Ilmu Negara. PT. Bumi Aksara, hal. 52

15
pelajaran yang diperolehnya orang dapat langsung mempergunakannya
karena sifatnya yang praktis. Perbedaan ini dapat dilihat dari penggunanaan
istilah ilmu ayng sikaitkan pada Ilmu Negara, sedangkan pada Hukum Tata
Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak lazim orang menambahkannya
dengan istilah tersebut menjadi Ilmu Hukum Tata Negara atau Ilmu Hukum
Administrasi Negara.
Hubungan antara Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara dari segi
manfaatnya yang diperoleh jika orang mempelajarinya masing-masing
sebagai mata pelajaran seperti yang tersebut di atas, dapat disamakan dengan
pendapat Rongers Hora Siccama dalam karangannya yang
berjudul,Natuuurlijke waarheid en historische bepaaldheid. Dalam
karangannya itu dia membedakan kebenaran hakekat dan kenyataan sejarah
dengan menggolongkan tugas ahli hukum di satu pihak sebagai penyelidik
yang hendak emndapatkan kebenaran-kebenaran secara obyektif, dan untuk
itu dai tidak melaksanakan hukum itu sendiri, sedangkan di lain pihak dia
menggolongkan tugas ahli hukum sebagai pelaksana yang akan
mempergunakan hukum itu dalam ekputusan-keputusannya. Dalam golongan
pertama oleh Rongers Hora Siccama, seorang ahli hukum dinamakan
sebagain penonton (de jurist als to eschouwer). Sebagai penonton ia lebih
emngetahui kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh para pemain dan mencoba mencari sebab-musababnya dengan
menggunakan analisa-analisasi peristiwa itu untuk menentukan caranya yang
lebih baik dan sempurna, bagaimana melaksanankan hukum itu. Dalam
golongan kedua, seorang ahli hukum dimisalkan sebagai seorang pemain ( de
jurist als medespeler) yang harus memutuskan.
Berhubung dengan pendapat rongers Hora Siccama, maka dapatlah
disamakan perumpamaan yang pertama itu dengan tugas Ilmu Negara yang
tidak mementingkan bagaimana caranya hukum itu seharusnya dijalankan,
karena Ilmu Negara lebih mementingkan nilai teoritisnya, sedangkan

16
sebalinya Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara yang lebih
dipentingkan adalah nilai-nilai praktisnya oleh karena hasil penyelidakannya
itu langsung dapat digunakan dalam praktek oleh para ahli hukum yang
duduk sebagai pejabat-pejabat pemerintah sebagai pejabat-pejabat
pemerintah menurut tugasnya masing-masing.
Perbedaan Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara juga dapat dilihat
dari obyek yang diselidikinya. Jika obyek penyelidikan Ilmu Negara adalah
azaz-azaz pokok tentang negara dan Hukum Tata Negara pada umumnya,
maka obyek Hukum Tata Negara adalah hukum positif yang berlaku pada
suatu waktu din suatu tempat. Karena itu lazim disebut Hukum Tata Negara
positif sebagai Hukum Tata Negara Indonesia atau Hukum Tata Negara
Inggris, Amerika, Jepang, Belanda dan sebaginya.
Oleh karena bagi Ilmu Negara yang penting adalah nilai teoritisnya,
maka ilmun pengetahuan ini merupakan suatu seinswissenschaft sedangkan
Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara sudah tidak perlu
diterangkan lagi secara mendapat arti sudah dianggap telah diketahui waktu
mempelajari Ilmu Negara. Karena itu Ilmu Negara merupakan ilmu
pengetahuan pengantar bagi mereka yang hendak mempelajari Hukum Tata
Negara dan Hukum Administrasi Negara.13
2. Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik diibaratkan
sebagai:
a. Hukum Tata Negara merupakan kerangka manusia
b. Ilmu Politik merupakan daging yang disekitar kerangka
Ilmu politik terhadap HTN merupakan:

13
Budiardjo, Miriam, 1997, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
hal. 237

17
a. Ilmu Politilk merupakan ilmu pendorong bagi Hukum Tata Negara kala
Ilmu Politik berada dibelakang
b. Ilmu Politik sebagai penarik kala ia berada di depan
c. Ilmu Politik sebagai energi untuk melaksanakan Hukum Tata Negara
Dalam ketata negaraan :
a. Ilmu Politik mengawali suatu peraturan per Undang-Undangan
b. Ilmu Politik mempengaruhi proses terbentuknya Hukum Tata Negara
c. Untuk mengetahui latar belakang dari suatu peraturan per Undang-
Undangan kita harus mengetahui peristiwa politik yang terjadi pada
waktu itu.14
3. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara
Hubungan Ilmu Politik dengan Hukum Tata Negara pertama-pertama
ditunjukan oelh Barents dengan perumpamaan Hukum Tata negara sebagai
kerangka manusia, sedangkan Ilmu Politik sebagai daging yang ada di
sekitarnya.
Dalam beberapa hal untuk mengetahui latar belakng dari sutu
peraturan undang-undang sebaiknya dibantu dengan mempelajari Ilmu
Politik, karena kadang-kadang sukar diketahui apa maksud serta bagaimana
terbentuknya suatu peraturang-peraturan undang-undang itu. Keputusan-
keputusan politik merupakan peristiwa-peristiwa yang banyak pengaruhnya
terhadap Hukum Tata Negara. Sebagai contoh dapat digambarkan di sini,
timbulnya stelsel parlementer yang pernah terjadi dahulu dengan dikeluarkan
maklumat wakil presiden no. X, 16 Oktober 1945 yang diikuti oleh
Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Keputusan politik sebagai
usaah Sutan Sjahrir untuk mengadakan pendemokrasian dengan jalan
pertama Baadn Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat ikut menentukan
Haluan Negara dan kedua mentri-mentri tidak bertanggungjawab kepada

14
Busroh, AD. Prof., S.H, 1990. Ilmu Negara. PT. Bumi Aksara, hal. 166

18
presiden, tetapi kepada Komite Nasional Pusat adalah tidak konstitusionil.
Karena keputusan politik ini kemudian diterima oleh rakyat, maka walaupun
menurut Undang-Undang dasar 1945 ia bertentangan, ia menjadi kebiasaan
yang berangsur-berangsur berlaku sebagi bagian dari Hukum Tata Negara
Indonesai ayng hidup pada waktu itu.
Lahirnya suatu undang-undang, jika diselidiki dari proses
pembuatannya akan menunjukan betapa gigihnya perjuangan yang dilakukan
oleh bebrapa golongan agar supaya kepentingannya itu tetap terjamin oleh
undang-undang itu. Biasanya golongan-golongan ini kuat di dala masyarakat,
banyak menentukan akan terbentuknya suatu undang-undang.15
4. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa Hukum Administrasi
Negara merupakan bagian dari Hukum Tata Negara dalam arti luas, maka
diantara para ahli hukum masih terdapat perselisihan pendapat tentang
hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara.
Pada garis besarnya pendapat-pendapat para ahli hukum itu dapat
digolongkan menjadi dua golongan yaitu yang membedakan Hukum Tata
Negara dan Hukum Administrasi Negara secara prinsipil, karena kedua ilmu
pengetahuan itu menurut mereka dapat dibagi secara tajam baik mengenai
sistematik maupun mengenai isinya, sedangkan di lain pihak para ahli hukum
beranggapan bahwa antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
Negara tidak terdapat perbedaan yang bersifat azazi, melainkan hanya kaerna
pertimbangan manfaat saja. Hukum Administrasi Negaraitu merupakan
Hukum Tata Negara dalam arti luas dikurangi dnegan Hukum Tata Negara
dalam arti sempit. Ini yang disebut dengan teori residu.16

15
Busroh, AD. Prof., S.H, 1990. Ilmu Negara. PT. Bumi Aksara, hal. 169
16
Budiardjo, Miriam, 1997, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
hal. 241

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu Negara dalam kedudukannya sebagai ilmu pengetahuan pengantar bagi
Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak emmpunyai nilai ayng
praktis seperti halnya denagn Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara
sendiri. Jika orang mempelajari Ilmu Negara ia tidak memperoleh hasilnya untuk
digunakan secara langsung di dalam praktek.
Berbeda hanlnya jika mempelajari Hukum Tata Negara dari pelajaran yang
diperolehnya orang dapat langsung mempergunakannya karena sifatnya yang
praktis. Perbedaan ini dapat dilihat dari penggunanaan istilah ilmu ayng sikaitkan
pada Ilmu Negara, sedangkan pada Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
Negara tidak lazim orang menambahkannya dengan istilah tersebut menjadi Ilmu
Hukum Tata Negara atau Ilmu Hukum Administrasi Negara.

B. Saran
Dalam penulisan makalah kami ini , kami yakin masih banyak kekurangan
dan kekeliruan yang terdapat di dalamnya , untuk itu jika setelah membaca makalah
kami ini dan menemukan beberapa kekeliruan dan kesalahan mohon kirannya ada
saran dan kritikan yang bersifat membangun. Marilah kita memcoba untuk
mempelajari ilmu hadits lebih mendalam agar kita bisa mengetahui kebenaran
hadits dan kita bisamembedakan mana hadits yang benar dan mana hadits palsu
(maudhu).

20
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Penyusun Panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena


dengan Rahmat dan Karunia-Nya Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Sejarah Perkembangan Hadist
Salawat beserta salam penyusun sampaikan kepada Reformator dunia yaitu
Baginda Rasulullah SAW yang telah menghijrahkan umatnya minal kufri ilal iman,
kecintaannya kepada umat melebihi cintanya pada dirinya sendiri..

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penyusun mengakui masih banyak


terdapat kejanggalan- kejanggalan dan kekurangan dalam makalah ini. Hal ini
disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan pengalaman yang penyusun miliki, oleh
karena itu, kritik dan saran yang konsruktif sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.

Penyusun juga berharap makalah ini mudah-mudahan berguna dan


bermamfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alami

Penulis

i
21
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Tujuan .................................................................................................. 2
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat ................................................................................ 3


B. Pengetian Dan Hakekat Ilmu ............................................................... 5
C. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Ilmu-Ilmu Lain ................................ 10
D. Implikasi Konsep Filsafat Ilmu Dalam Hukum Tata Negara............... 13
E. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Cabang Ilmu Pengetahuan
Yang Lainnya ....................................................................................... 15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 20
B. Saran .................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... iii

ii 22
MAKALAH

Disusun Oleh :

Dosen Pengampuh :

BENGKULU
2017

23
DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Djamali, R Abdoel. 2010. Pengantar Hukum Indonesia. Cetakan XVI. Jakarta:


Rajawali pers,

Busroh, AD. Prof., S.H, 1990. Ilmu Negara. PT. Bumi Aksara

Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi


Aksara.

Budiardjo, Miriam, 1997, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta

24
iii

Anda mungkin juga menyukai