Anda di halaman 1dari 8

PEMBERIAN KETERANGAN AHLI

Merujuk ke Surat “Permohonan Keterangan Ahli” dari Saudara KHARIS SUCIPTO,


S.H. dkk selaku Penasihat Hukum Terdakwa atas nama WILLIAM JOSUA BUTAR-BUTAR,
S.E. tanggal 26 Februari 2018 (terlampir) dan “Surat Tugas” dari Ketua Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Medan No. 104/Pl5.11/HM/2018 tanggal 3 Maret 2018 tentang “Pemberian
Keterangan Ahli” (terlampir) pada Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi “Pengadaan Buku,
Meubeler, dan PC Komputer dalam Kegiatan Pengembangan Perpustakaan Pondok
Pesantren di Sumatera Utara tahun 2014”, dengan Satker Badan Perpustakaan, Arsip dan
Dokumentasi (BPDA) Provinsi Sumatera Utara, yang berdasarkan Surat Dakwaan Registrasi
Perkara Nomor 117/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mdn, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan
Negeri Medan tanggal 5 Maret 2018, maka “Keterangan/Pendapat Ahli” saya sampaikan:

Berdasarkan:
1) UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat;
2) Perpres No. 54/2010 beserta Perubahannya tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah dan Aturan Turunannya;
3) Per-UU yang mempunyai hubungan Komplementaritas dengan Perkara ini.

DAFTAR PERTANYAAN
kepada Bapak EDI USMAN selaku Ahli Pengadaan Barang/Jasa
dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor 117/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mdn
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan atas nama Terdakwa
WILLIAM JOSUA BUTAR-BUTAR, S.E. oleh Saudara KHARIS SUCIPTO, S.H. dkk selaku Penasihat
Hukum Terdakwa

A. Mengenai Persekongkolan dalm suatu Pengadaan Barang/Jasa


1. Mohon saudara ahli jelaskan apakah yang dimaksud dengan “persekongkolan” sebagaimana
diatur di dalam Pasal 118 Ayat (1) huruf b dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 70 Tahun 2012 (“Perpres Pengadaan Barang/Jasa”) sebagaimana dikutip berikut:
Pasal 118
(1) Perbuatan atau tindakan Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi adalah:
b. “melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur Harga
Penawaran di luar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, sehingga
mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat
dan/atau merugikan orang lain;”

Pendapat AHLI:
➢ Berdasarkan Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, berbunyi: “pelaku usaha dilarang bersekongkol
dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau menentukan pemenang tender
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”
➢ Bersekongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha atau pihak lain
atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta
tender/lelang tertentu.

1/8
2. Apa sajakah bukti-bukti yang dapat digunakan dalam menentukan terjadinya
“persekongkolan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 Ayat (1) huruf b dari Perpres
Pengadaan Barang/Jasa tersebut?
Pendapat AHLI:
➢ Pembuktian persekongkolan, antara lain adanya Perbuatan/Tindakan:
1) Kerjasama 2 pihak atau lebih;
2) Secara terang-terangan atau diam-diam melakukan tindakan penyesuaian
dokumen dengan peserta lainnya;
3) Membandingkan dokumen tender/lelang sebelum penyerahan;
4) Menciptakan persaingan usaha semu;
5) Pemberian kesempatan eksklusif oleh Panitia Tender/Pokja ULP atau pihak
terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang
mengikuti tender/lelang dengan cara melawan hukum.

3. Apakah dalam suatu “persekongkolan” antar para pihak, para pihak tersebut setidak-
tidaknya harus saling kenal? Apakah bisa terjadi persekongkolan diantara pihak yang tidak
saling kenal? => Pendapat AHLI: “Tidak Mungkin Terjadi Persekongkolan”, bila
diantara para pihak tidak saling mengenal.

4. Mohon ahli jelaskan apakah dalam menentukan ada tidaknya suatu “persekongkolan”
tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu melalui suatu pemeriksaan dalam lembaga
tertentu? Siapakah yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya “persekongkolan”
dalam suatu kegiatan pengadaan barang/jasa Pemerintah?
Pendapat AHLI:
➢ Kewenangan untuk Membuktikan adanya terjadi Persekongkolan adalah oleh Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yaitu Lembaga yang dibentuk berdasarkan UU
No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

5. Mohon ahli jelaskan dalam hal bagaimanakah suatu Penyedia Barang/Jasa dapat dikatakan
bersekongkol dengan Pemerintah dalam hal ini Kelompok Kerja ULP (Pokja ULP), Pengguna
Anggaran (PA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam suatu proses pengadaan
barang/jasa pemerintah? => Pendapat AHLI: bisanya diawali dengan pertemuan-
pertemuan dan/atau komunikasi illegal untuk mengatur Spesifikasi, HPS, persyaratan
lelang, jadwal lelang, pendamping lelang, dll.

6. Apakah suatu Penyedia Barang/Jasa yang mengikuti seluruh tahapan lelang dengan benar
sesuai dengan prosedur lelang, tidak pernah mempengaruhi Pokja ULP dan PA untuk
memenangkan proses lelang yang diikutinya, dapat dikatakan melakukan persekongkolan
dengan Pokja ULP dan PA? => Pendapat AHLI: “Tidak Dapat” dikatakan melakukan
persekongkolan antara Pokja ULP dengan PA.

7. Mohon ahli jelaskan kepada siapakah “persekongkolan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal
118 Ayat (1) huruf b dari Perpres Pengadaan Barang/Jasa tersebut dapat dikenakan? Apakah
terbatas hanya terhadap antar “Penyedia Barang/Jasa dengan Penyedia Barang/Jasa” atau
antar “Penyedia Barang/Jasa dengan Pemerintah”?
Pendapat AHLI:
➢ Persekongkolan itu bisa terjadi antar sesama Peserta Lelang (Penyedia Barang/Jasa)
dan/atau antar Peserta Lelang dengan Panitia Lelang /Pokja ULP/PPK/Pengguna
Barang.

2/8
8. Apabila terdapat suatu kegiatan Pengadaan Barang berupa Buku oleh Pemerintah yang
terdiri dari 6 Paket (“Pengadaan Buku”), dimana masing-masing 6 paket Pengadaan Buku
tersebut dimenangkan oleh Perusahaan A, B, C, D, E, dan F. Kewajiban dari Perusahaan A, B,
C, D, E, dan F hanya “Menyediakan” buku yang diminta oleh Pemerintah.

tersebut kesemuanya dikendalikan atau disiapkan oleh si X untuk memenangkan 5 dari 6


paket tersebut, sementara F tidak mengenal atau tidak ada hubungannya dengan X.

Berdasarkan ilustrasi tersebut di atas, mohon saudara ahli jelaskan:

Adapun Perusahaan A, B, C, D, dan E tersebut kesemuanya dikendalikan atau disiapkan oleh


X untuk memenangkan 5 dari 6 paket Pengadaan Buku tersebut, sementara F tidak mengenal
bahkan tidak ada hubungannya dengan X. Perusahaan F juga tidak kenal dengan Perusahaan
A, B, C, D, dan E tersebut.

Berdasarkan ilustrasi tersebut di atas, mohon saudara ahli jelaskan:

- Apakah Perusahaan A, B, C, D, dan E dapat dikatakan melakukan persekongkolan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 Ayat (1) huruf b dari Perpres Pengadaan
Barang/Jasa? => Pendapat AHLI: “Dapat” dikatakan melakukan persekongkolan.

- Apakah X juga ikut melakukan persekongkolan dengan A, B, C, D, dan E? => Pendapat AHLI:
“Ya” ikut melakukan persekongkolan dengan A, B, C, D, dan E.

- Apakah F dapat dikatakan melakukan persekongkolan dengan Perusahaan A, B, C, D,


dan/atau E atau bahkan dengan X sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 Ayat (1) huruf b
dari Perpres Pengadaan Barang/Jasa? => Pendapat AHLI: “Tidak” dapat dikatakan
melakukan persekongkolan dengan Perusahaan A, B, C, D, dan/atau E atau bahkan
dengan X sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 Ayat (1) huruf b dari Perpres
Pengadaan Barang/Jasa.

- Apakah F dapat dimintai pertanggungjawaban atas persekongkolan yang dilakukan oleh


Perusahaan A, B, C, D, dan E? => Pendapat AHLI: “Tidak Dapat” dimintai
pertanggungjawaban atas persekongkolan yang dilakukan oleh Perusahaan A, B, C, D,
dan E.

9. Berdasarkan ilustrasi di atas juga, apabila F membeli buku kepada PT Z sesuai dengan
spesifikasi yang ditentukan dalam kontrak, lalu PT Z kemudian membeli buku tersebut
kepada X, apakah F juga dapat dikatakan melakukan persekongkolan? Apabila ya, dengan
siapakah F tersebut melakukan persekongkolan? => Pendapat AHLI: “Ya” dapat dikatakan
melakukan persekongkolan.

B. Mengenai Pengalihan Pekerjaan oleh Penyedia barang/Jasa

10. Pasal 87 Ayat (3) Perpres Pengadaan Barang/Jasa mengatur sebagai berikut:
“Penyedia Barang/Jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan
utama berdasarkan Kontrak, dengan melakukan sub kontrak kepada
pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama kepada Penyedia
Barang/Jasa spesialis”.

Selanjutnya, Pasal 87 Ayat (4) Perpres Pengadaan Barang/Jasa mengatur sebagai berikut:

3/8
“Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyedia
Barang/Jasa dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Dokumen Kontrak”

Mohon saudara ahli jelaskan dalam hal apakah suatu Penyedia Barang/Jasa dapat dikatakan
mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama? Apakah jenis sanksi yang diberikan kepada
Penyedia Barang/Jasa apabila melakukan pengalihan pekerjaan utama?

=> Pendapat AHLI: tentang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama dan jenis sanksi
yang diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa apabila melakukan pengalihan pekerjaan
utama diatur lebih lanjut di Klausul 10 SSUK, sebagai berikut:

10.1 Pengalihan seluruh Kontrak hanya diperbolehkan dalam hal pergantian nama Penyedia, baik
sebagai akibat peleburan (merger), konsolidasi, pemisahan maupun akibat lainnya.

10.2 Penyedia dapat bekerjasama dengan penyedia lain antara lain dengan mensubkontrakkan
sebagian pekerjaan, kecuali pekerjaan utama dalam kontrak ini.

10.3 Penyedia hanya boleh mensubkontrakkan sebagian pekerjaan dan dilarang


mensubkontrakkan seluruh pekerjaan.

10.4 Penyedia hanya boleh mensubkontrakkan pekerjaan apabila pekerjaan tersebut sejak awal di
dalam Dokumen Pengadaan dan dalam Kontrak diizinkan untuk disubkontrakkan.

10.5 Subkontrak sebagian pekerjaan utama hanya diperbolehkan kepada penyedia spesialis.

10.6 Penyedia hanya boleh mensubkontrakkan pekerjaan setelah mendapat persetujuan tertulis
dari PPK. Penyedia tetap bertanggungjawab atas bagian pekerjaan yang disubkontrakkan.

10.7 Jika ketentuan di atas dilanggar maka Kontrak diputuskan dan Penyedia dikenakan sanksi
yang diatur dalam SSKK.

11. Merujuk pada ilustrasi Pengadaan Buku di atas, apabila dalam dokumen penawarannya, F
telah menawarkan bahwa Metode Pelaksanan Pekerjaan dalam kegiatan Pengadaan Buku
tersebut adalah F akan melakukan pemesanan atau pembelian buku kepada pihak ketiga.
Kemudian dalam kontrak pengadaan barang/jasanya, tidak ada larangan bahwa F tidak
boleh melakukan pembelian buku kepada pihak ketiga.
Apabila kemudian F melakukan pekerjaan sesuai dengan metode pelaksanaan pekerjaan
yakni melakukan pembelian buku kepada pihak ketiga, apakah F dapat dikatakan
mengalihkan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 Ayat (3) Perpres
Pengadaan Barang/Jasa?

=> Pendapat AHLI: “Tidak Dapat” dikatakan mengalihkan pekerjaan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 87 Ayat (3) Perpres Pengadaan Barang/Jasa.

4/8
C. Mengenai Keuntungan Penyedia Barang/Jasa, Diskon atau Rabat

12. Dalam Pasal 6 huruf (h) Perpres Pengadaan Barang/Jasa diatur hal sebagai berikut:
“Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi
etika sebagai berikut:
(h) tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau
menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada
siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa”
Menurut saudara ahli, dalam hal apakah “rabat” sebagaimana dimaksud di atas tidak boleh
diterima oleh para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa?
Berdasarkan ilustrasi di atas, apakah F juga dapat dikatakan melanggar Pasal 6 huruf (c),
huruf (g), dan huruf (h) dari Perpres Pengadaan Barang/Jasa?
Pasal 6
Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika
sebagai berikut:

c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya
persaingan tidak sehat;

g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan


untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan negara; dan

h. tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima
hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui
atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
Pendapat AHLI: dalam hal apakah “rabat” sebagaimana dimaksud di atas “Boleh Diterima”
oleh para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan “Tidak” dapat
dikatakan melanggar Pasal 6 huruf (c), huruf (g), dan huruf (h) dari Perpres Pengadaan
Barang/Jasa.
13. Apakah Penyedia Barang/Jasa berhak atas keuntungan? Pendapat AHLI: “Berhak” atas
keuntungan.

14. Menurut saudara ahli, apakah Penjelasan Pasal 66 Ayat (8) dari Perpres Pengadaan
Barang/Jasa yang mengatur bahwa “Contoh keuntungan dan biaya overhead yang wajar
untuk Pekerjaan Konstruksi maksimal 15% (lima belas perseratus)” berlaku bagi seluruh
jenis kegiatan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah? Apakah ada batasan keuntungan bagi
perusahaan atau rekanan yang memberikan harga penawaran terkoreksi di bawah HPS?

Pendapat AHLI: bahwa Pasal 66 Ayat (8) dari Perpres Pengadaan Barang/Jasa itu hanya
untuk “Penyusunan HPS” bukan untuk “Penyusunan Harga Penawaran”, dan “Belum
Ada” batasan keuntungan bagi perusahaan atau rekanan yang memberikan harga
penawaran terkoreksi di bawah HPS.

15. Apabila dalam suatu pengadaan Barang X dengan Spek A, terdapat harga penawaran
terkoreksi oleh PT ABC sebesar Rp90.000,00 yang berada di bawah HPS sebesar
Rp100.000,00 dan dijadikan sebagai pemenang. Kemudian, PT ABC sebagai pemenang
membeli Barang X dengan Spek A tersebut kepada PT YES dan memperoleh diskon sehingga
harga barang X dengan spek A tersebut menjadi sebesar Rp50.000,00. Apakah PT ABC berhak
memperoleh selisih harga sebesar Rp40.000,00 atau diskon tersebut?

5/8
Pendapat AHLI: bahwa Penyedia barang/Jasa “Berhak” untuk memperoleh Keuntungan
dari Diskon atas selisih harga yang diberikan Pabrikan/Distributor/Suplier/Leveransir,
sepanjang barang yang diserahkan kepada Pengguna Barang/Jasa sesuai dengan isi
Kontrak karena ketentuan untuk Serah Terima Pekerjaan berdasarkan isi Kontrak
sebagaimana yang tertuang di Pasal 18 dan Pasal 95 Perpres 54/2010.

16. Menurut saudara ahli, apakah Pasal 22 dari Perpres Pengadaan Barang/Jasa dapat dikenakan
kepada perusahaan atau rekanan yang tidak pernah terlibat dalam pembuatan Rencana
Umum Pengadaan?
Pasal 22
(1) PA menyusun Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa (RUP) sesuai dengan
kebutuhan pada K/L/D/I masing-masing.
(2) RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kegiatan dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang akan dibiayai oleh
K/L/D/I sendiri; dan/atau
b. kegiatan dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang akan dibiayai
berdasarkan kerja sama antar K/L/D/I secara pembiayaan bersama (co-
financing), sepanjang diperlukan.
(3) RUP meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. mengindentifikasi kebutuhan Barang/Jasa yang diperlukan K/L/D/I;
b. menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk Pengadaan
Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
c. menetapkan kebijakan umum tentang:
1) pemaketan pekerjaan;
2) cara pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa; dan
3) pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa;
4) penetapan penggunaan produk dalam negeri.1
d. menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK).
(4) KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d paling sedikit memuat:
a. uraian kegiatan yang akan dilaksanakan;
b. waktu pelaksanaan yang diperlukan;
c. spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan; dan
d. besarnya total perkiraan biaya pekerjaan.

1
Perpres 70/2012 (I-13), dtambahkan ayat (3) huruf c. 4)

6/8
Pendapat AHLI: Pasal 22 dari Perpres Pengadaan Barang/Jasa “Tidak Dapat” dikenakan
kepada perusahaan atau rekanan yang tidak pernah terlibat dalam pembuatan RUP, karena
RUP merupakan Tugas dan Kewenangan Pengguna Anggaran (PA) sebagaimana yang
tertuang di Pasal 8 Ayat (1) huruf a Perpres 54/2010.

17. Mohon ahli jelaskan apakah suatu perusahaan atau rekanan yang memenangkan suatu proses
tender, dimana perusahaan atau rekanan tersebut tidak terlibat dalam pembuatan Harga
Perkiraan Sendiri (HPS), dapat dimintai pertanggungjawaban apabila pembuatan HPS
tersebut ternyata bermasalah?
Pendapat AHLI: bila ternyata pembuatan HPS bermasalah, maka perusahaan atau rekanan
yang memenangkan suatu proses tender dan tidak terlibat dalam pembuatan HPS “Tidak
Dapat” dimintai pertanggungjawaban, karena penyusunan/pembuatan/penetapan HPS hanya
merupakan Tugas Pokok dan Kewenangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagaimana
yang tertuang di Pasal 7 Ayat (1) huruf a angka 2) Perpres 54/2010.

18. Mohon ahli jelaskan dalam konteks apakah pemerintah berhak memperoleh diskon?
Apakah ketika pemerintah melakukan swakelola atau melakukan kegiatan pengadaan
barang/jasa? => Pendapat AHLI: pemerintah berhak memperoleh diskon, bila
pemerintah melakukan swakelola.

19. Apakah suatu perusahaan atau rekanan yang memenangkan suatu proses tender, dimana
perusahaan atau rekanan tersebut tidak terlibat dalam pembuatan Harga Perkiraan Sendiri
(HPS), dapat dimintai pertanggungjawaban apabila pembuatan HPS tersebut ternyata
bermasalah? => Pendapat AHLI: “Tidak Dapat” dimintai pertanggungjawaban apabila
pembuatan HPS tersebut ternyata bermasalah.

20. Pasal 66 Ayat (6) Perpres Pengadaan Barang/Jasa mengatur bahwa HPS bukan sebagai dasar
untuk menentukan besaran kerugian negara. Menurut saudara ahli, apakah nilai penawaran
terkoreksi dan/atau nilai kontrak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan besaran
kerugian negara? => Pendapat AHLI: nilai penawaran terkoreksi dan/atau nilai kontrak
“Tidak Dapat” dijadikan sebagai dasar untuk menentukan besaran kerugian negara.

21. Menurut saudara ahli, apakah dalam suatu hubungan jual–beli antara penjual dengan pembeli
harus ada perjanjian tertulis? => Pendapat AHLI: dalam suatu hubungan jual–beli antara
penjual dengan pembeli “Harus” ada perjanjian tertulis.

22. Apabila suatu Penyedia Barang/Jasa selaku penjual menerbitkan suatu surat pesanan barang
atau purchase order kepada pihak ketiga selaku penjual barang, lalu kemudian pihak ketiga
menerbitkan tagihan atau invoice atas barang yang dipesan tersebut, apakah transaksi jual
beli tersebut sah? => Pendapat AHLI: transaksi jual beli tersebut “Sah”.

Demikian Keterangan/Pendapat Ahli ini saya berikan sesuai dengan sumpah dan
kompetensi yang saya miliki, untuk dapat digunakan sebagaimanamestinya, memungkinkan
untuk saya berikan lagi pendapat lanjutan sesuai kebutuhannya dan terimakasih atas
kepercayaan ini.

7/8
Medan, 5 Maret 2018

Drs. EDI USMAN, S.T., M.T. AU (MP & TBG)


Procurement, Contract and Project Management Specialist
Sertifikat ToT LKPP: INT095-A101-1209;
SKA-201 LPJK: Teknik Bangunan Gedung-Utama;
SKA-602 LPJK: Manajemen Proyek-Utama;
Sertifikat MBT: Manajemen Kontrak 320 jp;
Sertifikat Dosen Profesional, No. Reg. 12100500303196.

cc: 1. Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan;


2. Pertinggal.

8/8

Anda mungkin juga menyukai