Anda di halaman 1dari 9

Williem Darmawangsa

2206109955

UAS ARBITRASE

1. Pelajari Putusan No. 751/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel antara PT Timas Suplindo


melawan Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan Leighton Offshore Ltd.
a. Apa yang menjadi pokok permasalahan di dalam perkara tersebut?
Jelaskan kasus posisi yang ada di dalam putusan tersebut.

PT. Timas Suplindo (TS) Sebagai Pemohon Melawan Badan Arbitrase


Nasional Indonesia (Bani) sebagai termohon I dan Leighton Offshore Pte. Ltd,
sebagai Termohon II, dimana yang menjadi pokok permasalahan dalam
perkara adalah PT. TS merasakan bahwa penunjukkan arbiter Mr. Tan Chee
Meng yang dilakukan oleh Leighton Offshore (LO) (II.7 Putusan) tidak adil,
karena merupakan arbiter kewarganegaraan singapura. (PT TS juga telah
melakukan protes terhadap penunjukkan arbiter Tan che meng namun
permohonan tersebut tidak ditanggapi oleh BANI)
Selanjutnya, PT TS mempermasalahkan dan menuntut Hak ingkar dimana
arbiter asing Mr. Tan chee meng (III Putusan) tidak memenuhi syarat sebagai
arbiter karena tidak memiliki izin kerja dari kementerian ketenagakerjaan dan
tidak memiliki visa kerja dari direktorat jendral imigrasi pada kementerian
hukum dan HAM sebagai arbiter di BANI dimana hal tersebut diperkuat dengan
dalil, Mr. Tan chee meng Bekerja dan Menerima Honor di Indonesia. Hak Ingkar
juga ditujukan kepada Mr. Gregory churchill (IV putusan).
Selanjutnya atas hal-hal tersebut diatas PT TS merasakan bahwa
penunjukkan tersebut mengakibatkan Batal Demi Hukum dikarenakan telah
melanggar pasal 1320 KUHPer tentang syarat sah nya perjanjian khususnya
pada frasa “Suatu sebab yang halal”, karena Arbiter yang ditunjuk oleh LO
ilegal untuk melakukan persidangan arbitrase di Indonesia.

b. Berikan analisa saudara terhadap pertimbangan putusan oleh Majelis


Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara tersebut.

Setuju dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, karena


PT. TS dan LO telah sepakat dan menandatangani kontrak yang diatur menurut
ketentuan hukum indonesia (Pasal. 37.1 Kontrak) dan apabila sengketa tidak
dapat diselesaikan secara damai maka harus diselesaikan secara final melalui
BANI, dengan penunjukan tiga orang arbiter sebagai majelis sesuai dengan
peraturan BANI (Pasal. 37.3 Kontrak) dimana penulis setuju bahwa para pihak
harus tunduk pada asas Pacta Sunt Servanda sesuai dengan pasal 1338
KUHPerdata.
Lebih lanjut Para pihak telah menyetujui untuk melaksanakan arbitrase di
Jakarta dengan menggunakan Bahasa Inggris (Pasal 37.3 (c) Kontrak) dan Hal
tersebut diperbolehkan oleh Peraturan BANI Pasal 14.1. Sehingga dalam
permasalahannya tidak terdapat permasalahan secara bahasa karena telah
ditentukan dalam perjanjiannya terlebih dahulu.
Hakim menimbang bahwa berdasarkan bukti T2.-2 (Kontrak dalam bhs
inggris) dan T2.-3 (Kontrak dalam bhs Indonesia) beserta pendapat ahli M.
Yahya harahap dimana antara para pihak yang telah sepak dalam perjanjian
termaktub didalamnya yaitu pasal 37.3 (a) dan pasal 37.2 (c) maka para pihak
setuju dan sepakat untuk menyelesaikan sengketa apa saja yang timbul
(Broad) dari perjanjian di Arbitrase dalam hal ini BANI.
Hakim menyimpulkan bahwa perkara ini merupakan penyelesaian sengketa
dengan pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak di BANI, sehingga Hakim
yakin bahwa Pengadilan negeri Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa
dan mengadili perkara permohonan ini; Tidak ada bukti yang dapat meyakinkan
Hakim terdapat adanya keberpihakan yang dilakukan oleh Majelis Arbiter
dengan pihak LO.

c. Apakah karena seorang arbiter ditunjuk oleh salah satu pihak di dalam
perkara maka arbiter tersebut harus memihak ke pihak yang
menunjuknya? Jelaskan jawaban saudara.

Berdasarkan putusan ini sesuai dengan Pasal 37 (3) (Kontrak) telah


disetujui bahwa akan mengikuti peraturan BANI dimana pada pasal 9 (4)
(Peraturan prosedural BANI) tercantum bahwa “Arbiter yang ditunjuk untuk
memeriksa sesuatu perkara sesuai ketentuan Peraturan Prosedur BANI wajib
menandatangani Pernyataan Tidak Berpihak yang disediakan oleh Sekretariat
BANI, sehingga jelas bahwa arbiter harus bertindak secara profesional dan
terbebas dari adanya conflict of interest.
Berdasarkan BANI Rules 2022 pada Pasal 10.5 dinyatakan bahwa “Arbiter
yang ditunjuk untuk memeriksa sesuatu perkara sesuai ketentuan Peraturan
dan Prosedur BANI wajib menandatangani Pernyataan Tidak Berpihak yang
disediakan oleh Dewan Pengurus BANI.
Selanjutnya keberpihakan yang ditunjukan oleh majelis Arbiter akan
berpengaruh kepada timbulnya Hak Ingkar dari pemohon sebagaimana pada
Pasal 22 hingga 26 Undang-Undang nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan APS) dimana pada
intinya “terhadap Arbiter dapat diajukan tuntutan ingkar apabila terdapat cukup
alasan dan cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter
akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam
mengambil putusan” dimana “Tuntutan ingkar terhadap seorang arbiter dapat
dilaksanakan apabila terbukti adanya hubungan kekeluargaan, keuangan atau
pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya.” Sehingga seorang Arbiter
dianggap terbebas dari adanya conflict of interest atau dapat diajukan hak
ingkar kepadanya.
Hal tersebut juga termaktub dalam Pasal 12.1 (a) dan (b) (BANI Rules)
yaitu, (a) Setiap arbiter dapat diingkari apabila terdapat suatu keadaan tertentu
yang menimbulkan keraguan terhadap netralitas atau kemandirian arbiter
tersebut, baik sebelum maupun sesudah Majelis terbentuk. Pengajuan
pengingkaran harus disampaikan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari sejak diberitahukan identitas arbiter tersebut atau apabila keadaan tertentu
yang menimbulkan keraguan terhadap netralitas atau kemandirian arbiter
tersebut baru diketahui kemudian, maka pengajuan pengingkaran harus
disampaikan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak keadaan
tersebut diketahui. (b) Permohonan pengingkaran harus diajukan secara
tertulis kepada Ketua BANI dengan melampirkan dokumen-dokumen
pembuktian yang menjadi dasar pengingkaran tersebut.

d. Apa yang dimaksud dengan hak ingkar dan bagaimana hak ingkar diatur
di dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa?
Hak ingkar secara umum adalah Penolakan terhadap seorang Arbiter, Hak
ingkar selanjutnya diatur dalam Pasal 22 Hingga 26 UU Arbitrase dan APS,
dimana dalam Pasal 22 (1) dinyatakan bahwa dapat diajukan tuntutan ingkar
apabila terdapat cukup alasan dan cukup bukti otentik yang menimbulkan
keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan
akan berpihak dalam mengambil putusan, dan pada Pasal 22 (2) dinyatakan
lebih spesifik bahwa apabila terbukti ada hubungan kekeluargaan, keuangan
atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya maka dapat diajukan
tuntutan Ingkar terhadap arbiter. Selanjutnya pada Pasal 24 (5) Tuntutan ingkar
harus diajukan secara tertulis baik kepada pihak lain maupun kepada pihak
arbiter yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan tuntutannya. Dan
apabila Tuntutan ingkar disetujui oleh pihak lainnya maka arbiter yang
bersangkutan harus mengundurkan diri (Pasal 24 (6))dan penunjukkan akan
dilakukan oleh pihak yang berkeberatan (Pasal 24 (4)) apabila tidak disetujui
oleh pihak lainnya dan Arbiter yang bersangkutan juga tidak bersedia maka
tuntutan ingkar dapat diajukan melalui Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 25 (1)).

2. Pelajari Putusan No. 392/Pdt.Plw/2015/Pn.Jkt.Pst antara Perum Bulog melawan


PT Permata Hijau Sawit, Bulog Oil & Grains Pte. Ltd. dan PT Bank Bukopin Tbk.
a. Apa yang menjadi pokok permasalahan di dalam perkara tersebut?
Jelaskan kasus posisi yang ada di dalam putusan tersebut.

Rekening pada Perum BULOG (PB) yang berada pada PT. Bank Bukopin,
Tbk. (BB) telah dilakukan Sita Eksekusi oleh Jurusita Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, atas pemblokiran yang dilakukan oleh Jurusita Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan tersebut PB merasa bahwa seharusnya Putusan
Arbitrase Asing – The Palm Oil Refiners Association of Malaysia ditolak
pelaksanaanya berdasarkan Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing dan Berdasarkan UU arbitrase serta
PERMA 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing,
terlebih lagi PB mengaku bahwa pihak dari Bulog Oil & Grain (BOG) secara
entitas terpisah, dan tidak memiliki hubungan hukum sama sekali sehingga
tindakan hukum yang dilakukan terhadap BOG tidak dapat diterapkan kepada
PB. Namun di satu sisi jika kita melihat kepada EKSEPSI dari Terlawan I, maka
gugatan, permohonan, bantahan yang diajukan oleh PB didalam satu
GUGATAN MELAWAN bersifat tidak jelas atau kabur karena
mencampuradukkan masalah yang berbeda didalam satu gugatan.

b. Berikan analisa saudara terhadap pertimbangan putusan oleh Majelis


Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara tersebut.
Penulis setuju dengan pertimbangan hakim bahwa gugatan yang diajukan
oleh PB adalah tidak jelas atau kabur (obscuur libel) sebagaimana telah
dijabarkan pada Eksepsi yaitu Dalil yang diajukan oleh pelawan dalam gugatan
pelawannya tidak berkesesuaian antara satu dengan lainnya serta
mencampuradukkan antara mekanisme hukum gugatan perlawanan eksekusi,
mekanisme upaya hukum pembatalan putusan arbitrase dan mekanisme
hukum bantahan terhadap pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
internasional dimana berdasarkan:
i. POSITA angka 4, 5 dan PETITUM angka 8 merupakan Perlawanan
sedangkan;
ii. POSITA angka 12, 19, 24 dan PETITUM angka 7 merupakan pembatalan
suatu putusan arbitrase internasional dan;
iii. pada POSITA angka 23 dan PETITUM angka 6 merupakan perlawanan
yang berisi mengenai bantahan terhadap pengakuan dan pelaksanaan
putusan Arbitrase Internasional
Sebagaimana dijelaskan lebih lanjut dalam Tabel Eksepsi point 6
Gugatan Pembatalan Bantahan Terhadap
Perlawanan Putusan Arbitrase Pengakuan dan
Internasional Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional
Hukum Pasal 207 ayat Pasal 70, 71 dan Pasal 65 sampai 69 UU
Acara (1) HIR atau 72 UU 30/1999 30/1999
225 RBg PERMA 1/1990
Objek Penetapan No. Putusan PORAM Penetapan Ketua
09/Del/2015/PN No. A 253 Tanggal Pengadilan Negeri
.Jkt.Sel. jo. No. 24 Juli 2006 Jo. Jakarta Pusat No.
82/2011.Eks. Putusan Banding 082/2011. Eks Tanggal
Jo Putusan PORAM tertanggal 11 Desember 2011
Arbitrase Asing 18 Juli 2007
– The Palm Oil
Refiners
Association of
Malaysia
(PORAM) No.
A 253 Tanggal
24 Juli 2006
Upaya Banding ke Banding Ke Tidak dapat diajukan
Hukum Pengadilan Mahkamah Agung upaya Hukum banding
Tinggi dan Kasasi

c. Jelaskan proses yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu putusan


arbitrase internasional di Indonesia sampai selesainya proses eksekusi.
Berdasarkan Putusan dapat kita lihat pada Eksepsi point 17.2 bahwa dalam
menjalankan suatu putusan arbitrase internasional di indonesia sampai pada
selesainya proses eksekusi sebagaimana diatur oleh Hukum Acara Perdata
untuk melaksanakan putusan pengadilan adalah pertama adanya permohonan
dari pihak yang menang dalam hal putusan telah berkekuatan hukum tetap.
Tahapan selanjutnmya akan didasarkan pada pasal 196 H.I.R/207 RGB, Ketua
Pengadilan Negeri mengeluarkan Penetapan teguran terhadap pihak yang
kalah untuk melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap
dalam jangka waktu 8 hari setelah pihak yang kalah dipanggil untuk ditegur.
Kemudian, apabila pihak yang kalah setelah ditegur tetap tidak mau
melaksanakan putusan, maka ketua pengadilan negeri mengeluarkan
penetapan perintah eksekusi sesuai amar dalam putusan, dimana perintah
menjalankan eksekusi ditujukan kepada Panitera atau Jurusita dan dalam
pelaksanaannya apabila diperlukan dapat meminta bantuan kekuatan umum.
Dalam skema yang dijelaskan pada putusan dapat kita lihat bahwa prosesnya
adalah yaitu sebagai berikut
i. Putusan PORAM
ii. Banding
iii. Putusan PORAM berkekuatan hukum tetap
iv. Pendaftaran ke Pengadilan Jakarta Pusat
v. Permohonan Penetapan Eksekusi (Aanmaning)
vi. Penetapan Aanmaning
vii. Permohonan Sita Eksekusi
viii. Penetapan Sita Eksekusi / Berita Acara Sita Eksekusi
ix. Permohonan Eksekusi
x. Pelaksanaan Eksekusi
Berdasarkan UU Arbitrase dan APS Pasal 67 menyatakan bahwa
Permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dilakukan setelah
putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya
kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, lebih lanjut pada Pasal 69
dijelaskan bahwa setelah ketua pengadilan negeri jakarta pusat memberikan
perintah eksekusi maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua
Pengadilan Negeri.
Berdasarkan PERMA 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Asing Permohonan untuk eksekusi putusan Arbitrase Asing hanya dapat
dilakukan setelah didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
sesuai dengan tata cara menurut pasal 3777 RID/Pasal 705 Reglemen Daerah Daerah
Luar Jawa dan Madura (Pasal 5 (1)), setelah itu (2) menyatakan bahwa ketua
pengadilan negeri jakarta pusat akan mengirimkan berkas permohonan eksekusi
Arbitrase Asing kepada Mahkamah Agung (MA) untuk memperoleh Exequatur, (Pasal
6 (1)) setelah MA memberikan Exequatur maka pelaksanaan selanjutnya diserahkan
kepada ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
d. Jelaskan perbedaan antara proses eksekusi suatu putusan arbitrase
internasional dan nasional berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
i. Pelaksanaan putusan Arbitrase Nasional
Berdasarkan Pasal 59 hingga 64 salinan terlebih dahulu diserahkan
dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya pada Panitera Pengadilan
Negeri (Pasal 59 (1)) dimana pendaftaran dilakukan dengan pencatatan
dan penandatanganan yang disebut sebagai akta pendaftaran (Pasal 59
(2)) dimana Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap dan mengikat para pihak (Pasal 60), apabila terdapat pihak
yang tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela maka
putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua pengadilan negeri
atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa (Pasal 61), Putusan
arbitrase yang telah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri akan
dilaksanakan sesuai dengan perkara perdata yang putusannya telah
memiliki kekuatan hukum tetap (Pasal 64).
ii. Pelaksanaan putusan Arbitrase internasional
Pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional hanya
dipegang oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kewenangannya
(Pasal 65), setelah itu Permohonan pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan
didaftarkan oleh Arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat (Pasal 67 (1)) selanjutnya apabila Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan Perintah Eksekusi
maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada ketua pengadilan
negeri.
Perbedaan terdapat pada Jangka waktu, dimana berdasarkan pasal
62 pelaksanaan secara sukarela dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh hari) setelah permohonan eksekusi didaftarlam
kepada Panitera Pengadilan Negeri sedangkan pada Arbitrase
Internasional tidak terdapat batas waktu setelah dilakukan Permohonan.
Syarat-syarat pengakuan Putusan Arbitrase berdasrakan pasal 66
diatur bahwa
a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis
arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada
perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai
pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional;
b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf
a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia
termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan;
c. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf
a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang
tidak bertentangan dengan ketertiban umum;
d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia
setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat; dan (Pengajuan KASASI apabila ditolak oleh Ketua
Pengadilan Negerti Jakarta Pusat (Pasal 68 (1)) sedangkan jika
diterima maka tidak dapat mengajukan upaya KASASI (Pasal 68 (2)),
Mahkamah Agung akan mempertimbangkan selama 90 Hari setelah
permohonan kasasi tersebut diterima oleh Mahkamah Agung (Pasal
68 (3)) dan atas putusan Mahkamah Agung tidak dapat diajukan
perlawanan (Pasal 68 (4)).
e. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf
a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu
pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah
memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia
yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat.

Dokumen Arbitrase Internasional Pasal 67 (2):


a. lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai
ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan
resminya dalam Bahasa Indonesia;
b. lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan
Arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing,
dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia; dan
c. keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat
Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan
bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral
maupun multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan
dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.
Sedangkan Dokumen Arbitrase Nasional hanya pada Pasal 59 (2):
a. Akta Pendaftaran
b. Putusan dan Lembar asli pengangkatan sebagai arbiter atau salinan
otentiknya kepada Panitera Pengadilan Negeri. (Pasal 59 (3))

Anda mungkin juga menyukai