NPM : 110110180062
1
Dian Utami Mas Bakar, “Pengujian Konstitusional Undang-Undang Pengesahan Perjanjian Internasional”,
Yuridika, Volume 29, No 3, 2014, hlm. 281.
“1. A State may invoke an error in a treaty as invalidating its consent to be
bound by the treaty if the error relates to a fact or situation which was
assumed by that State to exist at the time when the treaty was concluded and
formed an essential basis of its consent to be bound by the treaty.
2. Paragraph 1 shall not apply if the State in question contributed by its own
conduct to the error or if the circumstances were such as to put that State on
notice of a possible error.
3.An error relating only to the wording of the text of a treaty does not affect its
validity; article 79 then applies.”
Berdasarkan Pasal tersebut pada ayat 1 dijelaskan terkait persyaratan
yang harus dipenuhi supaya kekeliruan atau kesalahan tersebut dapat
digunakan sebagai alasan untuk pembatalan suatu perjanjian, yaitu
kekeliruan atau kesalahan itu berkenaan dengan suatu fakta atau situasi dan
fakta atau situasi tersebut dianggap oleh negara yang bersangkutan pada
waktu perumusan ketentuan naskah perjanjian itu. Dan pada ayat 2
dijelaskan bahwa ayat 1 tidak akan berlaku jika negara yang bersangkutan
berkontribusi oleh tindakannya sendiri atas kesalahan tersebut atau jika
situasinya seperti membuat Negara itu diberitahu tentang kemungkinan
kesalahan. Dan pada ayat 3 dijelaskan bahwa Kesalahan yang hanya
berkaitan dengan susunan kata dari teks perjanjian tidak mempengaruhi
validitasnya.
2. Mengenai Apakah Indonusa dan Malari Tetap Terikat pada Konvensi Anti
Terorisme (Anti-Terrorism Convention) berdasarkan VCLT 1969
Indonusa dan Malari tidak terikat lagi pada Konvensi Anti Terorisme.
Seperti diketahui bahwa Indonusa termasuk negara yang secara tegas
menolak Konvensi Anti Terorisme. Namun, jelang proses akhir pembentukan
konvensi, perwakilan dari Amerini menyuap delegasi Indonusa agar mau
menandatangani perjanjian ini di antaranya dengan memberikan sejumlah
uang, fasilitas dan perjanjian investasi Amerini di Indonusa. Upaya ini
dilakukan secara sembunyi-sembunyi, namun kemudian diketahui oleh para
diplomat junior Indonusa. Praktik penyuapan tersebut termasuk tindakan
korupsi, dan mengenai korupsi yang dilakukan oleh wakil suatu negara maka
negara tersebut dapat meminta bahwa korupsi sebagai hal untuk
membatalkan persetujuannya untuk terikat oleh Konvensi Anti Terorisme
sebagaimana diatur dalam Pasal 50 VCLT 1969. Dan karena Indonusa telah
secara tegas menolak Konvensi Anti Terorisme maka Indonusa masih bisa
membatalkan, menghentikan, menarik diri dari atau menangguhkan
berlakunya Konvensi tersebut, sebab suatu negara tidak dapat lagi meminta
dasar untuk membatalkan, menghentikan, menarik diri dari atau
menangguhkan perjanjian berdasarkan pasal 46 sampai 50 atau pasal 60 dan
62 jika setelah menyadari fakta bahwa negara harus secara tegas setuju
bahwa perjanjian itu valid atau tetap berlaku sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 45 VCLT 1969.
Malari juga merupakan negara yang secara tegas menolak Konvensi
Anti Terorisme. Namun, Uka melakukan intimidasi militer kepada Malari jika
Malari tidak bersedia menandatangani konvensi tersebut dengan
mengarahkan misil balistik dari kapal induk Angkatan Laut Uka yang berada
di wilayah ZEE Malari. Tindakan yang dilakukan Uka merupakan suatu
ancaman atau penggunaan kekerasan oleh suatu negara, oleh sebab itu
berdasarkan Pasal 52 VCLT 1969 maka Konvensi Anti Terorisme tidak
berlaku jika diperoleh dengan ancaman atau penggunaan kekerasan yang
melanggar prinsip-prinsip hukum internasional yang terkandung dalam
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dan berdasarkan Pasal 69 VCLT 1969 ditentukan bahwa “A treaty the
invalidity of which is established under the present Convention is void. The
provisions of a void treaty have no legal force.” Berdasarkan Pasal tersebut
ditentukan bahwa Invalidity of Law of Treaties tidak memiliki akibat hukum.