Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Zainuddin Akbar

NIM : E0021301
Matkul : Hukum Perjanjian Internasional
Dosen Pengampu : Dr. Sasmini, SH, LL.M

KASIKILI/SEDUDU CASE
1. GAMBARAN UMUM KASUS
A. (Kronologi)Sengketa ini merupakan sengketa internasional yang berkaitan dengan
permasalahan batas wilayah. Negara-negara yang terlibat adalah republik Namibia
dan republic Bostwana. Sengketa batas wilayah ini terkait dengan wilayah sekitar
pulau Kasikili/Sedudu yang sebelumnya batas yang terdapat pada pulau tersebut
dipengaruhi oleh perjanjian Anglo-jerman 1 Juli 1890, yaitu perjanjian yang
mengatur lingkup wilayah Kolonial antara Inggris dan Jerman di Afrika
Penyelesaian yang tawarkan pertama kali oleh kedua pihak adalah penyelesaian
secara damai lewat dibentuknya suatu tim gabungan ahli teknis. Penunjukan Tim
Gabungan Ahli Teknis pada 24 Mei 1992 untuk menentukan batas antara Namibia
dan Botswana di sekitar Kasikili/Pulau Sedudu berdasarkan Perjanjian itu dan
prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku.
Namun berdasarkan hasil penyelidikan tim ahli teknis, mereka tidak bisa
menemukan penyelesaian yang tepat untuk batas setiap wilayah. Pada tanggal 15
febuari 1995 Bostwana dan Namibia sepakat untuk mengadakan pertemuan
kembali yang dihadiri oleh Yang Mulia Presiden Sir Ketumile Masire dari
Botswana, Presiden Sam Nujoma dari Namibia dan Presiden Robert Mugabe dari
Zimbabwe, Kepala Negara Republik Botswana dan Republik Namibia. Dari hasil
pertemua tersebut mereka sepakat untuk membawa sengketa ini ke Mahkamah
Internasional untuk mencapai keputusan yang bersifat final dan mengikat.
Tuntutan utama dari Bostwana dan Namibia adalah agar Mahkamah Internasional
dapat menentukan batas wilayah berdasarkan perjanjian anglo-jerman 1890
menggunakan prinsip-Prinsip hukum internasional yang berlaku, terutama pada
pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional
B. (objek sengketa)Pulau kasikili/Sedudu merupakan pulau yang letaknya beririsan
antara wilayah Bostwana dan Namibia. Pulau ini memiliki lias sekitar 3,5 km2.
Pulau ini dikelilingi dari utara ke selatan oleh sungai Chobe, yang merupakan batas
negara geografis antara Bostwana dan Namibia di bagian utara. Bagian selatan dari
pulau merupakan wilayah yang secara garis besar dikuasai oleh Botswana.
Sedangkan disebelah utara dikuasai oleh Namibia. Titik sengketanya adalah batas
perbatasan pada pulau kasikili/Sadudu. Sebelum Namibia merdeka, wilayah
tersebut dalam kendali de facto dari afrika selatan, meskipun secara administrasi
dijalankan oleh liga bangsa-bangsa. Saat Namibia merdeka pada 21 Maret 1990,
terdapat perbedaan pendapat tentang perbatasan di pulau Kasikili/Sadudu, sehingga
pada akhirnya sengketa ini dibawa ke Mahkamah Internasional untuk diselesaikan.
2. ANALISIS METODE INTEPRETASI KEPUTUSAN HAKIM
a. (posisi pihak yang terlibat) pada saat kasus ini dibawa ke mahkamah
internasional, kedua belah pihak yang bersengketa yaitu Bostwana dan Namibia
bukan pihak yang termasuk dalam konvensi wina tentang hukum perjanjian pada
23 Mei 1969. Dalam penyelesaian sengketa ini diperlukan penafsiran lebih lanjut
atas perjanjian yang menjadi pokok inti kasus ini yaitu, perjanjian Anglo-jerman
1890. Pasal 31 konvensi wina mengatur soal penafsiran perjanjian, yang mana dapat
digunakan sebagai pokok utama dalam menafsirkan perjanjian anglo-jerman 1890.
Namun karena penafsiran perjanjian merupakan kebiasaan internasional yang sudah
ada bahkan sejak sebelum perjanjian wina dibuat, maka digunakannya pasal 31
perjanjian wina tidak menjadi masalah.
b. (perbedaan pendapat) beberapa pendapat secara berkala diajukan oleh masing-
masing pihak. Pendapat akhir dan final dari Republik Bostwana diajukan pada
tanggal 5 Maret 1999 adalah sebagai berikut:
(1) untuk memutuskan dan menyatakan:
(a) bahwa saluran utara dan barat dari Sungai Chobe di sekitar Pulau
KasikiliISedudu merupakan 'saluran utama' Sungai Chobe sesuai dengan
ketentuan Pasal III (2) Perjanjian Anglo-Jerman tahun 1890; dan
(b) akibatnya, kedaulatan sehubungan dengan Pulau Kasikilil Sedodu secara
eksklusif berada di Republik Botswana; dan selanjutnya
(2) untuk menentukan batas di sekitar Kasikilil Pulau Sedudu di dasar thalweg di
saluran utara dan barat Sungai Chobe."
Ini merupakan pendapat pembelaan bahwa pulai kasikili/Sadudu merupakan
kedaulatan dari Bostwana.
Pendapat dari Nimibia diajukan pada 2 Mei 1999, adalah sebagai berikut:
(1). Saluran yang terletak di sebelah selatan Kasikilil Pulau Sedudu adalah saluran
utama Chobe Sungai.
(2.) Saluran yang terletak di sebelah utara Pulau KasikiliISedudu bukanlah saluran
utama Sungai Chobe.
(3.) Namibia dan pendahulunya telah menduduki dan digunakan. Pulau Kasikili dan
menjalankan yurisdiksi kedaulatan atasnya, dengan pengetahuan dan persetujuan
dari Botswana dan pendahulunya setidaknya sejak 1890.
(4.) Batas antara Namibia dan Bostwana di sekitar Kasikili/Pulau Sedudu terletak
di tengah (yaitu, thalweg) saluran selatan sungai chobe
(5.) Status hukum Pulau Kasikili/Sedudu adalah merupakan bagian dari wilayah
kedaulatan Namibia
c. (isi pasal 31 Konvensi Wina)
Konvensi Wina merupakan salah satu konvensi yang memiliki arti penting bagi
masyarakat internasional, yang pertama, konvensi ini mengatur secara rigid tentang
ketentuan sampai cara penafsiran perjanjian internasional, sehingga konvensi ini
menjadi salah satu sumber utama hukum internasional. Yang kedua, konvensi ini
merupakan konvensi yang secara eksplisit mengakui posisi organisasi internasional
dalam masyarakat hukum internasional. Dari 2 pengaruh tersebut, konvensi Wina
menjadi konvensi yang secara signifikan memberi pengaruh penting dalam sistem
hukum internasional modern. Konvensi terdiri atas 86 pasal dan dibagi menjadi VIII
bagian. Bagian ke III dari konvensi ini memuat pasal yang relevan sebagai dasar
hukum dan pertimbangan dalam penyelesaian kasus Kasikili/Sadudu, yaitu pasal
31. Isi pasal ini antara lain :
1. Suatu perjanjian harus ditafsirkan dengan itikad baik sesuai dengan arti biasa
yang diberikan pada ketentuan perjanjian dalam konteksnya dan dalam terang
objek dan tujuannya.
2. Konteks untuk tujuan penafsiran suatu perjanjian harus mencakup seluruh
bagian perjanjian yang terdiri dari teks,pembukaan dan lampirannya.
(a) setiap perjanjian yang dibuat oleh pihak terkait perjanjian dan berhubungan
dengan konteks perjanjian, maka perjanjian tersebut terkoneksi dengan
kesimpulan dari perjanjian utama.
(b) setiap instrumen yang dibuat oleh pihak terkait perjanjian dan berhubungan
dengan konteks perjanjian, maka perjanjian tersebut terkoneksi dengan
kesimpulan dari perjanjian utama dan diterima oleh pihak ketiga dari perjanjian.
d. (Intepretasi maksud dan tujuan Perjanjian anglo-Jerman 1890)

Perjanjian Anglo-Jerman 1890 merupakan perjanjian yang menjadi patokan utama bagi
hakim menentukan batas wilayah di sekitar pulau Sedudu/Kasikili antara Bostwana dan
Namibia. Maka untuk memperoleh keputusan yang tepat, diperlukan pemahaman terlebih
dahulu mengenai apa sebetulnya maksud dan tujuan perjanjian tersebut.

Pengadilan mempertimbangkan bagaimana objek dan tujuan perjanjian tersebut dapat


memperjelas arti yang diberikan pada ketentuan-ketentuannya, Sementara, perjanjian itu
sendiri diketahu bukanlah perjanjian mengenai batas wilayah tetapi perjanjian yang membatasi
lingkup pengaruh, Para Pihak tetap menerimanya sebagai perjanjian yang menentukan batas
antara wilayah Kekuasaan mereka. Menurut pengamatan Pengadilan,perjanjian ini
dimaksudkan untuk menetapkan batas yang memisahkan lingkup pengaruh mereka, meskipun
kenyataan geografis berupa sungai yang memiliki lebih dari satu saluran membuat secara batas
wilayah ketentuannya agak kabur.

Pengadilan mencatat bahwa faktor kepentingan arah navigasi menjadi faktor utama
bagi Ingggris dan Jerman dalam membatasi lingkup pengaruh mereka, Tetapi, pengadilan tidak
menganggap bahwa navigasi adalah satu-satunya tujuan dari ketentuan Pasal 111, paragraph
2, dari Perjanjian. Mengacu pada saluran utama Chobe, para pihak berusaha untuk
mengamankan sendiri kebebasan navigasi di sungai dan untuk membatasi setepat mungkin
bidang pengaruh masing-masing.

C. (Keputusan Hakim)

Putusannya dalam kasus kasikili/Pulau Sedudu (Bostwana/Namibia). pengadilan


menemukan, dengan sebelas suara berbanding empat, bahwa:

- Batas antara bostwana dan namibia mengikuti garis suara terdalam di saluran utara
sungai Chobe di sekitar pulau kasikili/sedudu dan,;

Dengan sebelas suara berbanding empat lagi”, bahwa :

- kasikili/ pulau sedudu merupakan bagian dari wilayah bostwana. Dengan suara bulat
bahwa, "di dua saluran di sekitar Pulau KasikiliISedudu, warga negara dari, dan kapal
yang mengibarkan bendera, Republik Botswana dan Republik Namibia akan menikmati
perlakuan nasional yang sama.
PENGARUH PUTUSAN DALAM PENGEMBANGAN HUKUM PERJANJIAN
INTERNASIONAL

Putusan ini memberikan yurisprudensi yang bagus bagi dunia hukum perjanjian
internasional. Bostwana dan Namibia sebagai negara yang bukan peserta dari konvensi jenewa
1969 tentang hukum perjanjian internasional, namun para hakim dapat melihat bahwa
ketentuan metode intepretasi perjanjian internasional merupakan sebuah kebiasaan yang sudah
lama diterapkan di dunia internasional, jadi adanya konvensi jenewa 1969 merupakan bentuk
dari kebiasaan internasional yang dituliskan saja, namum dalam prakteknya, metode-metode
ini secara universal masih dapat digunakan.

Anda mungkin juga menyukai