Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhammad Zainuddin Akbar

NIM : E0021301

Mata Kuliah : Hukum Administrasi Negara (A)

Dosen Pengampu : Dr. Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi


Handayani,S.H.,M.M.,

POTENSI DISKRESI SEBAGAI SARANAN PENYALAHGUNAAN


WEWENANG PEJABAT PEMERINTAH

PENDAHULUAN

Salah satu unsur yang harus ada dari berdirinya negara adalah adanya rakyat
yang bersedia tinggal dan bersedia secara sukarela tunduk di bawah pemerintahan
resmi negara tersebut. Unsur rakyat sudah mutlak diakui di kancah internasional
sejak 1933 melalui konvensi Montevido. Maka sejak itu prioritas kesejahteraan
rakyat telah menjadi tujuan utama dari berbagai negara. bentuk Negara modern
yang mendukung tujuan tersebut adalah welfare state. Welfare state terbentuk
dengan tujuan secara aktif mengfasilitasi kesejahterahan rakyatnya. Begitu pula
dengan Indonesia. Secara konstitusi sendiri, Indonesia sudah mengadopsi konsep
dari welfare state. Hal ini dapat dilihat tujuan negara kita state dalam UUD 1945
alinea ke-4 yang berbunyi Memuat tujuan Indonesia yaitu; Melindungi segenap
bangsa Indoenesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan
umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa. Ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Selanjutnya untuk mewujudkan tujuan tersebut, berbagai kekuatan dan


instansi yang ada dalam pemerintahan harus pula menunjang dari jalan untuk
mencapai tujuan tersebut. Salah satu faktor pentingnya yaitu pelaksanaan
administrasi pemerintahan. Pelaksanaan administrasi pemerintah bisa dikatakan
sebagai roda utama yang menggerakkan suatu negara. Adapun administrasi
pemerintahan yang dimaksud adalah yang membawa paradigma baru, dalam
paradigma administrasi yang lama atau old public administration hanya
memfokuskan pada pencapaian nilai ekonomi ,efisiensi, dan efektivitas dan
kurang mengarah pada nilai social equity. Sedangkan paradigma administrasi
yang baru atau New Public Management berfokus pada pengembangan sistem
desentralisasi dan organisasi demokratis yang responsif dan partisipasi, serta dapat
memberikan pelayanan publik secara merata. Selain itu, paradigma ini
mempunyai komitmen untuk mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan
(Rakhmat 2014). Maka dari itu paradigma lama dalam pelayanan publik tidak
diterapkan.

Melalui paradigma baru, pemerintah memberikan kebebasan kepada pejabat


publik untuk menciptakan keputusan yang tidak sekedar sesuai dengan hukum
tertulis, namun juga dapat bersifat progresif terhadap kepentingan masyarakat.
Kewenangan ini dikenal dengan istilah diskresi. Diskresi adalah kewenangan
khusus yang diberikan kepada pejabat pemerintah dengan tujuan utama agar
mereka dapat bertindak atas inisiatif sendiri untuk membuat keputusan yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Istilah lain dari diskresi seperti freies
ermesen/ discreationary power (Sabarudin Hulu 2018). Dengan adanya
kewenangan ini maka keputusan yang dapat dibuat nantinya diharapkan dapat
bersifat progresif mengikuti kebutuhan dan rasa keadilian di masyarakat. Namun
kewenangan ini dalam beberapa kasus sering disalahgunakan. Alih-alih kebebasan
mengambil keputusan dilakukan untuk mengambil kebijakan yang tidak kaku dan
sesuai kebutuhan masyarakat, banyak pejabat yang malah menyalahgunakan
untuk kepentingan lain baik pribadi maupun untuk kelompok tertentu, yang jelas
menyalahi semangat dari welfare state sendiri.

ISI: DISKRESI SEBAGAI PELUANG PENYALAHGUNAAN WEWENANG

Diskresi di awal munculnya di belanda, ada ketakutan dari masyarakat


akan penyalahgunaannya. Namun selanjutnya pemerintah belanda saat itu segera
memberikan Batasan yang tegas bagi pelaksanaan diskresi. Penyalahgunaan
kekuasaan dalam hukum administrasi berdasarkan kasus hukum di Perancis,
menurut Jean Rivero dan Waline, dapat dipahami sebagai dalam tiga bentuk,
yaitu:

a) penyalahgunaan kekuasaan untuk melakukan tindakan bertentangan dengan


kepentingan umum atau kepentingan pribadi, golongan atau golongan; Pada
tahun SM.
b) penyalahgunaan di mana tindakan pejabat itu benar dimaksudkan untuk
melayani kepentingan umum tetapi menyimpang dari tujuan yang
kekuasaannya diberikan oleh undang-undang atau peraturan lain; Pada tahun
SM.
c) penyalahgunaan wewenang dalam arti menyalahgunakan prosedur yang
seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi menggunakan
prosedur lain untuk mencapainya.

Di Indonesia sendiri pengaturan mengenai lingkup dan Batasan diskresi sudah


tercantum pada Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik(AUPB) dan UU
Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya akan penulis jabarkan. Jadi pada
dasarnya tidak akan terjadi penyalahgunaan wewenang jika para pejabat
berwenang berpatok pada AUPB dan UU Administrasi Pemerintahan, yang telah
memberi pengertian, batasan, serta prosedur penggunaan diskresi atau dengan
kata lain telah menjadi payung hukum bagi pejabat pemerintahan untuk
menggunakan diskresi.

PEMBATASAN DISKRESI

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, pembatasan dan lingkup dari


diskresi di Indonesia sudah ada pengaturannya. Pengaturannya yang pertama
adalah Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara yang tercantum pada Pasal 3
UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (UU Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari KKN) (Kumalaningdyah 2019). Asas tersebut antara lain:

a) asas kepastian hukum yang mengutamakan landasan peraturan UU


b) kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara;
c) asas tertib penyelenggara negara yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian, keseimbangan dalam pengabdian penyelenggara negara.
d) asas proporsionalitas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelenggara negara;
e) asas profesionalitas yang mengutamakan keahlian berlandaskan keahlian,
kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f) asas akuntabilitas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai
dengan ketentuan peraturan yang berlaku;
g) asas keterbukaan yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
h) asas kepentingan umum yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan
cara aspiratif, akomodatif, dan kolektif.

Selanjutnya untuk batas serta lingkup dari diskresi diatur Dalam uu administrasi
Pemerintahan pasal 23 yang diantaranya:

a) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan


suatu pilihan Keputusan dan /atau Tindakan;
b) karena peraturan perundang-undangan tidak memberikan aturan;
c) karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan
d) karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas

Pasal 24 UU Administrasi Pemerintahan juga mensyaratkan agar diskresi:

a) sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat


(2);
b) tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c) sesuai dengan Asas asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB);
d) berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
e) tidak menimbulkan konflik kepentingan; dan
f) dilakukan dengan iktikad baik.

DAMPAK PENYALAHHGUNAAN DISKRESI

Dampak dari penyalahgunaan diskresi dapat dibagi 2. Yang pertama ada


dampak bagi pemerintah. beberapa dampak yang dirasakan dalam pemerintahan
ketika terjadi penyalahgunaan wewenang dalam hal ini diskresi antara lain:

a) Akan menimbulkan cacat prosedur hukum dalam proses ataupun menjalankan


keputusan itu;
b) Jika dibiarkan terjadi secara terus menerus, penyalahgunaan diskresi akan
memperkuat praktek korupsi, kolusi, Nepotisme (KKN).
c) Menimbulkan korban bagi keputusan yang mementingkan satu pihak saja;
dan
d) Menimbulkan kerugian negara ketika penyalahgunaan kewenangan itu
berujung tindak pidana, dalam hal ini korupsi.

Selanjutnya ada Dampak bagi masyarakat. Dampak yang dirasakan masyarakat


ketika terjadi penyalahgunaan wewenang dalam hal diskresi oleh pejabat publik
adalah:

a) Dengan melihat kasus yang sudah pernah terjadi, banyak masyarakat yang
kurang mampu tidak mendapatkan bantuan seperti yang seharusnya ketika
terjadi bencana alam;
b) Kebingungan akan terjadi di masyarakat ketika mendapati pejabat publik
yang mengeluarkan keputusan yang tidak sesuai dengan undang-undang;
c) Timbulnya rasa tidak percaya kepada pemerintah ketika mendapati pejabat
publik yang bekerja tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan
sehingga terjadi ketidakharmonisan antara pemerintah dan masyarakat; dan
d) Ketika terjadi ketidakharmonisan antara pemerintah dan masyarakat, fungsi
negara tidak akan berjalan dengan lancar karena sudah timbul banyak
perpecahan yang terjadi. (Rorong 2020)
PERTANGGUNG JAWABAN PENYALAHGUNAAN DISKRESI

Pemerintah memilik tanggung jawab melakukan pengawasan terhadap


larangan penyalahgunaan kekuasaan seperti yang dijelaskan dalam pasal 20 UU
Administrasi Pemerintahan. Jika terjadi penyalahgunaan kekuasaan maka
pengadilan tata usaha negara akan mengambil alih untuk proses pengadilan
selanjutnya. Pertanggung jawaban dari diskresi dibagi menjadi 2 yaitu atas nama
jabatan dan atas nama pribadi. Apabila perbuatan hukum seseorang untuk dan atas
nama jabatan (ambtshalve), maka pertanggungjawabannya terletak pada jabatan.
Jika ada ganti rugi atau denda, maka dibebankan pada APBN atau APBD.
Sedangkan perbuatan seseorang dalam kapasitas selaku pribadi, maka
konsekuensi dan pertanggungjawabannya terletak pada orang yang bersangkutan,
tidak dapat dibebankan pada jabatan, tidak juga dibebankan pada APBN atau
APBD ketika ada ganti rugi atau denda akibat kesalahan pribadi. Tanggung jawab
pribadi berkaitan dengan maladministrasi dalam penggunaan wewenang maupun
public service. Seorang pejabat yang melaksanakan tugas dan kewenangan jabatan
atau membuat kebijakan akan dibebani tanggung jawab pribadi jika ia melakukan
tindakan maladministrasi (Muhsin 2019)

SIMPULAN

Diskresi merupakan kewenangan yang diberikan kepada pejabat


pemerintahan berdasarkan hal yang tidak diatur secara jelas di UU dengan
semangat utama agar mereka dapat membuat kebijakan yang bersifat progresif
mengikuti kebutuhan masyarakat dan tidak kaku. Maka penyalahgunaan
wewenang diskresi ini akan sangat mencederai tujuan utama dari diskresi sendiri
dan akan membawa dampak yang buruk baik bagi pemerintah maupun
masyarakat. maka dari itu diperlukan tindakan pencegahan seperti yang
dicantumkan mengenai batas dan ruang lingkup diskresi dalam AUPB dan UU
Administrasi pemerintahan. Selain itu perlu diatur jelas juga pertanggung
jawaban setiap penjabat pemerintahan yang menyalahgunakan wewenang
diskresi.
DAFTAR PUSTAKA

Kumalaningdyah, Nur. 2019. "Pertentangan Antara Diskresi Kebijakan Dengan


Penyalahgunaan Wewenang Dalam Tindak Pidana Korupsi ." Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum 3(26) 481 - 498.

Muhsin, Mustika Sari. 2019. "Kajian Yuridis Terhadap Penyalahgunaan


Kewenangan Diskresi Oleh Pejabat Pemerintahan Menurut Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan." Lex
Administratum. 8(3) 57-64.

Rakhmat, Muhamad. 2014. Hukum Administrasi Negara Indonesia. Bandung.

Rorong, Bherly Adhitya. 2020. "Penyalahgunaan Wewenang Oleh Pejabat Publik


Dalam Melakukan Diskresi Dikaji Menurut Uu No. 30 Tahun ." Lex
Administratum. 8(1) 75-85.

Sabarudin Hulu, Pujiyono. 2018. "Pertanggungjawaban Pidana atas Tindakan


Diskresi Pejabat Pemerintahan Yang Berindikasi Adanya Penyalahgunaan
Wewenang." Masalah - Masalah Hukum, Jilid 47(2) 167-175.

Anda mungkin juga menyukai