Oleh:
I Nengah Wahyu Purnama 202274201070
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NGURAH RAI
TAHUN 2022
0
BAB I
NEGARA HUKUM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
2
b. Prinsip-prinsip demokrasi:
1) Perwakilan politik. Kekuasaan politik tertinggi dalam suatu negara dan dalam masyarakat
diputuskan oleh badan perwakilan, yang dipilih melalui pemilihan umum.
2) Pertanggungjawaban politik. Organ-organ pemerintah dalam menjalankan fungsinya
sedikit banyak tergantung secara politik yaitu kepada lembaga perwakilan.
3) Pemencaran kewenangan. Konsentrasi kekuasaan dalam masyarakat pada satu organ
pemebrintahan adalah kesewenang-wenangan. Oleh karena itu kewenangan badan-badan
publik itu harus dipencarkan pada organ-organ yang berbeda.
4) Pengawasan dan kontor. (penyelenggaraan ) pemberintahan harus dapat dikontrol.
5) Kejujuran dan keterbukaan pemeberintah untuk umum.
6) Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan.
Dengan rumusan yang hampir sama, H.D.van Wijk/Willem Konijnenbelt menyebutkan
prinsip-prinsip rechtsstaat dan prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut:
a. Prinsip-prinsip rechtsstaat:
1) Pemberintahan berdasarkan undang-undang; pemberintah hanya memiliki kewenangan
yang secara tegas diberikan oleh UUD atau UU lainnya.
2) Hak-hak asasi; terdapat hak-hak manusia yang sangat fundamental yang harus dihormati
oleh pemberintah.
3) Pembagian kekuasaan; kewenangan pemberintah tidak boleh dipusatkan pada satu
lembaga, tetapi harus dibagi-bagi pada organ-organ yang berbeda agar saling mengawasi
yang dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan.
4) Pengawasan lembaga kehakiman; pelaksanaan kekuasaan pemberintah harus dapat dinilai
aspek hukumnya oleh hakim yang merdeka.
b. Prinsip-prinsip demokrasi:
1) Keputusan-keputusan penting, yaitu undang-undang, diambil bersama-sama dengan
perwakilan rakyat yang dipilih berdasarkan pemilihan umum yang bebas dan rahasia
2) Hasil dari pemilihan umum diarahkan untuk mengisi dewan perwakilan rakyat dan untuk
pengisian pejabat-pejabat pemberintah
3) Keterbukaan pemberintah
3
4) Siapapun yang memiliki kepentingan yang (dilanggar) oleh tindakan penguasa, (harus)
diberi kesempatan untuk membela kepentingannya.
5) Setiap keputusan harus melindungi berbagai kepentingan minoritas, dan harus seminimal
mungkin menghindari ketidak benaran dan kekeliruan.
3. Tugas-tugas Pemerintah dalam Negara Hukum Modern (Welvaartsstaat)
Sebelum menampilkan tugas-tugas pemerintah hukum modern, terlebih dahulu
dikemukakan beberapa pendapat para sarjana berkenaan dengan pembagian tugas-tugas negara
dan sarjana mengenai pembagian tugas pemerintahan. Pendapat para tugas negara ini diilhami
oleh kenyataan historis bahwa pemusa kekuasaan negara pada satu tangan atau satu lembaga telah
serta terlanggarnya atau bawa bencana bagi kehidupan demokrasi dan kemasyarakatan Oleh
karena itu, kekuasaan negara perlu dipencarkan dan dipisahkan dalam berbagai lembaga
negara,sehingga terjadi saling kontrol (checks and balance).
Pentingnya pemencaran dan pemisahan kekuasaan inilah yang kemudian melahirkan teori
pemencaran kekuasaan atau pemisahan kekuasaan (spreiding van machten of machtensscheiding).
Adalah John Locke yang dianggap pertama kali mengintrodusir ajaran pemisahan kekuasaan
negara, dengan membaginya menjadi kekuasaan legislatif (membuat undang-undang), kekuasaan
eksekutif (melaksanakan undang-undang), dan kekuasaan federatif (keamanan dan hubungan uar
negeri). Ajaran pemisahan kekuasaan ini menjadi kian populer segera setelah seorang ahli hukum
berkebangsaan Prancis, Montesquieu, menerbitkan buku "L'Esprit des Lois" (The Spirit of the
Law), yang mengemukakan bahwa dalam suatu negara ada tiga organ dan fungsi utama
pemerintahan, yaitu legislatif, eksekutif dan yudisial. Masing-masing organ ini harus dipisahkan,
karena memustkan lebih dari satu fungsi pada satu orang atau organ individu (a threat to
individuality liberty). Meskipun dalam perkembangan ajaran pemisahan kekuasaan ini mendapat
berbagai modifikasi terutama melalui ajaran pembagian kekuasaan (matchverdeling atau
distribution of power), yang menekankan pentingnya pembagian lembaga, dan ajaran checks and
balances yeang menekankan pentingnya hubungan saling mengawasi dan mengendalikan antar
berbagai lembaga negara, akan tetapi esensi negara itu harus dibagi atau dipisah.
Di samping pembagian tersebut di atas, terdapat pula pembagian lain yang dikemukakan
oleh para sarjana. Menurut Presthus tugas Negara yaitu: a. policy making, ialah penentuan haluan
Negara; b. task executing, yaitu pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah ditetapkan oleh
Negara. Sedangkan menurut lemaire membagi tugas Negara dalam lima jenis, yaitu: a. perundang-
4
undangan; b. pelaksanaan yaitu pembuatan aturan-aturan hukum oleh penguasa sendiri; c.
pemerintahan; d. kepolisian; e. pengadilan.
Dengan merunjuk pada rumusan tujuan negar yang tercantum dalam alinea ke empat
pemebukaan UUD 1945 khususnya pada redaksi “memajukan kesejahteraan umum”,ada yang
berpendapat bahwa indonesia menagtur paham negara kesejahteraan (walfare state) , seperti
Azhari dan Hamid S.Attamimi. azhari mengatakan bahwa negara yang ingin membentuk (pada
waktu itu) oleh bahsa indoneisa ialah “negara kesejahteraan”. Pada bagian lain ,Azhari
mengatakan ,”kalau di barat negara kesejahteraan baru dikenal sekitar tahun 1960, maka bangsa
indonesia sudah merumuskannya pada tahun 1945 oleh soepomo bapak konstitusi indonesia “.
Pada saat perumusan UUD 1945,yami mengatakan; “bahwa negara yang akan di bentuk itu hanya
semata-mata untuk seluruh rakyat,untuk kepentingan seluruh bangsa yang akan berdiri kuat dalam
negara yang menjadi kepunyaannya.
5. Negara Hukum dan Administrasi Negara
Negara hukum menurut F.R. Bothlingk adalah “De staat waarin de wilsvrijheid van
gezagsdragers is beperkt door grenzen van recht “ ( negar , dimana kebebasan kehendak
pemenang kekuasaan di batasi oleh ketentuan hukum ). Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam
rangka mereliasi pembatasan pemegang kekuasaan tersebut, maka diwujudkan dengan cara, “
Enerzijds in een binding van rechter en administrie aan de wet, anderjizds in een begrenzing van
de bevoegdheden van de wetgever. ( di satu sisi ketertiban hakim dan pemerintah terhadap
5
undang- undang, dan diisi lain pembatasan kewenangan oleh pembuat undang-undang.
Berkenan dengan megara hukum ini P.J.P. Tak mengatakan sebagai
berikut.“pengejawantahan pemisahan kekuasaan,demokrasi,kesamarataan jaminan undang-
undang dasar terhadap hak-hak dasar individu adalah tuntutan untuk mewujudkan negara
hukum,yakni negara dimana kekuasaan pemerintah tunduk pada ketentuan undang-undang dasar.
Dalam melaksanakan tindakannya, pemerintah tunduk pada aturan-aturan hukum. Dalam suatu
negara hukum,pemrintah terikat pada ketentuan undang-undang yang di buat oleh lembaga
perwakilan rakyat berdassarkan keputusan mayoritas. Dalam suatu negara hukum, pemerintah
tidak boleh membuat keputusan yang membedakan (hak) antar warga negara,pembedakan ini
dilakaukan oleh hakim yang berbeda. Dalam sutau negara hukum, terdapat satuan lembaga untuk
menghindari ketidakbenaran dan kesewenang-wenangan pada bidang pembuatan undnag-undnag
peradilan. Akhirnya, dalam suatau negra hukum setia[p warga negara mendapatkan jaminan
undang-undnag dasar dari perbuatan sewenang-wenang.”
7
kekuasaan yudisual. Dengan rumus itu kekuasaan pemerintahan tidaklah sekedar melaksanakan
undang-undang. Kekuasaan pemerintahan merupakan kekuasaan yang aktif. Sifat aktif tersebut
dalam konsep hukum admnistrasi secara intrinsik merupakan unsur utama dari “ sturen”
(beturen).
9
dianggap sebagai sumber hukum Administrasi negara yang paling penting, namun
undnag-undnag sebagai peraturan tertulis memiliki kelemahan. Menurut bagis
mana,sebagai ketentuan tertulis (writeen rule) atau hukum tertulis (written law),
peraturan perundang-undangan mempunyai jangkauan terbatas , sekedar “momen
opname” dari unsur-unsur politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam yang paling
berpengaruh pada saat pembentukan, karena itu mudah sekali aus (out of date)bila
dibandingkan dengan perubahan masyarakat yang semakin menyepat atau di percepat.
Di samping itu, undanng-undang tidak akan mampu dan tidak mungkin mencakup semua
persoalan dihadapi oleh administrasi negara.
(3) Yurisprudensi: berasal dari bahasa latin “jurisprudentia” yang berarti pengetahuan
hukum (rechtgeleerdheid). Udalam pengertian teknis, yuriprudensi itu di magsudkan
sebagai putusan badan peradilan (hakim) yang diikuti secara berulang-ulang dalam
kahasus yang sama oleh para hakim lainya sebagai dapat di sebut pula sebagai
“Rechtersrecht” (hukum ciptaan hukum/peradilan). Menurut Hadjon, secara umum yang
di magsud dengan yurisprudensi adalah peradilan. Akan tetapi dalam arti sempit yang di
bagsud dengan yurisprudensi adalah ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam
peradilan,yang kemudian dipakai sebagia landasan hukum. Selain pengertian tersebut,
yurisprudensi juga di artikan sebagai himpunana putusan-putusan pengadilan yang di
susun secara sistematik. Menurut algra dan jenssen , yurisprudensi secara khusus begitu
penting untuk pembuatan hukum.
(4) Doktrin: Doktrin yang di magsudkan dalam hal ini adalah ajaran hukum atau pendapat
para pakar hukum yang berpengaruh. Meskipun ajaran hukum atau pendapat para serjana
hukum tidak memiliki kekuatan mengikat, namun pendapat serjana hukum ini begitu
penting bahkan dalam serjana pernah terdapat ungkapan bahwa orang tidak boleh
menyimpat dari pendapat umum para ahli hukuum ( communis opinion doctorum). “
Pendapat para serjana hukum yang berupakan doktrin adalah sumbr hukum, tempat
hakim menemukan hukumnya. Ilmu hukum adalah sumber hukum , tetapi ilmu hukum
bukanlah hukum karena tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum sebagai
undang-undang. Meskipun tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum, namun
tidak berarti bahwa ilmu hukum itu tidak mempunyai wibawa.ilmu hukum mempunyai
wibawa karena mendapat hukuman dari para serjana. Ilmu hukum kecuali mempunyai
10
wibawa juga objektif sifatnya. Putusan pengadilan harus objektif dan berwibawa
juga.oleh karena itu tidak jarang ilmu hukum di gunakan oleh hakim dalam putusannya
sebagai dasar pertimbangan untuk mempertanggungjawabkan putusannya.
11
BAB II
KEDUDUAKN KEWENANGAN DAN TIDAKAN HUKUM PEMERINTAH
Pembagian hukum ke dalam hukum publik dan hukum privat yang dilakukan oleh ahli
hukum Romawi, Ulpianus, ketika ia menulis “Publicum ius est, quod ad statum rei romanea
spectat, privatum quod ad singulorum utitilatem” (hukum publik adalah hukum yang berkenaan
dengan kesejahteraan negara Romawi, sedangkan hukum privat adalah hukum yang mengatur
hubungan kekeluargaan), pengaruhnya cukup besar dalam sejarah pemikiran hukum, sampai
sekarang. Salah satu pengaruh yang masih terasa hingga kini antara lain bahwa kita tidak dapat
menghindarkan diri dari pembagian tersebut, termasuk dalam mengkaji dan memahami
keberadaan pemerintah dalam melakukan pergaulan hukum (rechtsverkeer). Kenyataan sehari-
hari menunjukkan bahwa pemerintah di samping melaksanakan aktivitas dalam bidang hukum
publik, juga sering terlibat dalam lapangan keperdataan. Dalam pergaulan hukum, pemerintah
sering tampil dengan "twee petten", dengan dua kepala, sebagai wakil dari jabatan (ambt) yang
tunduk pada hukum publik dan wakil dari badan hukum (rechtspersoon) yang tunduk pada
hukum privat.
Disebutkan lagi bahwa dalam perspektif hukum publik negara adalah organisasi jabatan. Di
antara jabatan-jabatan kenegaraan ini ada jabatan pemerintahan. Sebelum lebih jauh dibahas
tentang jabatan pemerintahan, terlebih dahulu perlu dikemukakan pendapat H.D van Wijk/Willem
Konijnenbelt yang mengatakan bahwa;” Di dalam hukum mengenai badan hukum kita mengenal
perbedaan antara badan hukum dan organ-organnya. Badan hukum adalah pendukung hak-hak
kebendaan (harta kekayaan). Badan hukum melakukan perbuatan melalui organ-organnya, yang
12
mewakilinya. Perbedaan antara badan hukum dengan organ berjalan paralel dengan perbedaan
antara badan umum (openbaar lichaam) dengan organ pemerintahan. Paralelitas perbedaan itu
kurang lebih tampak ketika menyangkut hubungan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan
dari badan umum (yang digunakan oleh organ pemerintahan). Indroharto menyebutkan bahwa
lembaga-lembaga hukum publik itu memiliki kedudukan yang mandiri dalam statusnya sebagai
badan hukum (perdata). Lembaga-lembaga hukum publik yang menjadi induk dari Badan atau
Jabatan TUN ini yang besar-besar di antaranya adalah Negara, Lembaga-lembaga Tertinggi dan
Tinggi Negara, Departemen, Badan-badan Non Departemen, Provinsi, Kabupaten, Kotamadya,
dan sebagainya. Lembaga-lembaga hukum publik tersebut merupakan badan hukum perdata dan
melalui organ-organnya (Badan atau Jabatan TUN) menurut peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan dapat melakukan perbuatan/tindakan hukum perdata."
Indroharto mengelompokkan organ pemerintahan atau tata usaha negara itu sebagai berikut.:
a. Instansi-instansi resmi pemerintah yang berada di bawah Presiden sebagai kepala eksekutif;
b. Instansi-instansi dalam lingkungan negara di luar lingkungan kekuasaan eksekutif yang
berdasarkan peraturan perundangundangan melaksanakan urusan pemerintahan;
c. Badan-badan hukum perdata yang didirikan oleh pemerintah dengan maksud untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan;
d. Instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pihak pemerintah dengan pihak swasta
yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan;
e. Lembaga-lembaga hukum swasta yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
sistem perizinan melaksanakan tugas pemerintahan
13
sebagai badan hukum public. Badan hukum (rechtspersoon) adalah: Kumpulan orang, yaitu semua
di dalam kehidupan masyarakat (dengan beberapa perkecualian) sesuai dengan ketentuan undnag-
undnag dapat bertindka sebagaimana manusia, yang memiliki hak-hak dan kewenanagan-
wenangan, sepertikumpulan orang (dalam suatu badan hukum), perseroan terbatas, perusahaan
berkepalan, perhimpauan “sukaarela), dan sebaginya. Dalam kepustakaan hukum dikenal ada
beberapa unsur dari badan hukum, yaitu sebagai berikut: (a) Perkumpulan orang (oraganisai yang
teratur); (b) dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungna-hubungan hukum: (c) adanya
harta kekayaan yang terpisah; (d) memepunyai kepentingan sendiri; (e) mempunyai pengurus; (f)
mempunyai tujuan tertentu; (g) memepunyai hak-hak dan kewajibann-kewajiban; (h) dapat
digugat atau menggugat di depan pengadilan.
B. Kewenangan Pemerintah
1. Asas Legalitas dan Wewenang Pemerintah
a. Asas Legalitas (legaliteitsbeginsel)
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam
setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi
negara-negara hukum dalam sistem Kontinental. Pada mulanya asas legalitas dikenal dalam
penarikan pajak oleh negara. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan
negara hukum (het democratish ideaal en het rechtsstaatsideaal). Gagasan demokrasi menuntut
agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil
rakyat dan sebanyak mungkin memerhatikan kepentingan rakyat. Dengan kata lain, sebagaimana
disebutkan Rousseau, “Vormde de wet de belichaming van de retionele, algemene wil (la raison
humaine manifestee par la volonte generale)” (undang-undang merupakan personifikasi dari akal
sehat manusia, aspirasi masyarakat), yang pengejawantahannya harus tampak dalam prosedur
pembentukan undang-undang yang melibatkan atau memperoleh persetujuan rakyat melalui
wakilnya di parlemen.
Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan urusan kenegaraan dan
pemerintahan harus didasarkan pada undangundang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak
dasar rakyat. Asas legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintahan dan jaminan
14
perlindungan dari hak-hak rakyat. Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya
mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum dan paham
kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis selaku pilar-pilar, yang sifat hakikatnya
konstitutif. Prajudi Atmosudirdjo menyebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, yaitu:
1) Efektivitas, artinya kegiatannya harus mengenai sasaran yang telah ditetapkan;
2) Legimitas, artinya kegiatan administrasi negara jangan sampai menimbulkan heboh oleh
karena tidak dapat diterima oleh masyarakat setempat atau lingkungan yang bersangkutan;
3) Yuridikitas, adalah syarat yang menyatakan bahwa perbuatan para pejabat administrasi negara
tidak boleh melanggar hukum dalam arti luas;
4) Legalitas adalah syarat yang menyatakan bahwa perbuatan atau keputusan administrasi negara
yang tidak boleh dilakukan tanpa dasar undang-undang (tertulis) dalam arti luas; bila sesuatu
dijalankan dengan dalih “keadaan darurat", maka kedaruratan itu wajib dibuktikan kemudian;
jika kemudian tidak terbukti, maka perbuatan tersebut dapat digugat di pengadilan;
5) Moralitas adalah salah satu syarat yang paling diperhatikan oleh masyarakat; moral dan ethik
umum maupun kedinasan wajib dijunjung tinggi; perbuatan tidak senonoh, sikap kasar,
kurang ajar, tidak sopan, kata-kata yang tidak pantas, dan sebagainya wajib dihindarkan;
6) Efisiensi wajib dikejar seoptimal mungkin; kehematan biaya dan produktivitas wajib
diusahakan setinggi-tingginya;
7) Teknik dan teknologi yang setinggi-tingginya wajib dipakai untuk mengembangkan atau
mempertahankan mutu prestasi yang sebaik-baiknya.
B. Wewenang Pemerintah
Meskipun asas legalitas mengandung kelemahan, namun ia tetap menjadi prinsip utama
dalam setiap negara hukum. Telah disebutkan bahwa asas legalitas merupakan dasar dalam setiap
penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan
15
kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh
undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yakni “Het
vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen”, yaitu kemampuan untuk
melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.
Pengertian atribusi dan delegasi berdasarkan algemene balilegen van administrative recht
adalah sebagai berikut: atribusi adalah wewenang dikemukakan bilamana undnag-undnag (dalam
16
berarti arti materil) menyerahkan wewenang tertentu kepada organ tertentu).dalam hal delegasi
berarti pelimpahan wewenang oleh organ pememrintah yang telah diberi wewenang, kepad organ
lainya, yang akan melaksankanwewenang yang telah dilimpahkan itu sebagai wewenang sendiri.
Dlaam algemene wet bestuursrecht (awb), mandate berarti, memebri wewenang oleh organ
pemerintah kepada organ lainya untuk mengambil keputusan atas Namanya. Dalam hal
pelimpahan wewenang pemerintah melalui delegasi ini terdapat syarat-syarat sebgai berikut.
a) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegan) tidka dapat lagi menggunkan sendiri
wewenang yang telah dilimpahkan itu
b) Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundnag-undnagn artinya delegasi hanya
dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundnag-undangan:
c) Delegasi tidak kepada bawahan artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak
diperkenankan adanya delegasi
d) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegasi berhak untuk meminta
penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut:
e) Peraturan kebijkaan (beleidsregel), artinya delegans memebrikan instruktur (petunjuk) tentang
penggunaan wewenang tersebut.
C. Tindakan Pemerintah
1. Pengertian Tindakan Pemerintah
Pengertian atau administrasi negara adalah sebagai subjek hukum, sebagai derager van dan
rechten en plichten atau pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Sebagai subjek
hukum,pemerintah sebagaim (feitelijkhandelingen) maupun Tindakan hukum (rechtshandelingen).
Tindakan nyata adlaah Tindakan-tindkaan yang tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh
karenanya tidka menimbulkan akibat-akibat hukum. Dengan kata lain, akibat-akibat hukum
(rechtsgevolgen) yaitu dapat berupa hal-hal sebagai berikut.
a) Jika menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban dan kewenangan yang ada,
b) Bilamana menimbulkan beberapa perubahan kedudikan hukum bagi seseornag atau subjek
yang ada
c) Bilamana terdapat hak-hak, kewajiban, kewenangan ataupun status tetentu yang ditetapkan.
a) Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemrintah dalam kedudukannya sebagai pengusaha
manapun sebagai alat perlengkapan pemerintah (bestuursorganen)dengan prakarsa dan
tanggung jawab sendiri.
b) Perbuatan tersebut dilaksankan dalam rangka menjalankan fungsi pemrintah
c) Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai saran untuk menimbulkan akibat hukum di bidang
hukum administarsi negara.
d) Perbuatan yang bsersangkutan dilakukan dalam rangka pemrliharaan kepentingan negara dan
rakyat.
b. Macam-maacam Tindkana Hukum Pemrintah
Telah jekas bahwa pemrintah atau administarsi negara dalah subjek hukum yang mewakili
dua instusi yaitu jabatan pemrintah dan badan hukum. Karena mewakili dua instusi maka dikenal
ada dua macam Tindakan hukum, yaitu tindkan-tindkan hukum public (publiekrechtshandelingen)
dan tindkan hukum privat (privaatrechtshandelingen). Di alam ABAR, tindkan hukum pemerintah
dijelaskan sebagai berikut. Tindakan hukum yang dilakukan oleh pemrintah dalam menjalankan
fungsi pemrintahnya dapat dibedkan dalam tinddkanya hukum public dan tindkan hukum privat.
Tindakan hukum public berarti Tindakan hukum yang dilakukan tersebut didasarkan pada hukum
public dan Tindakan hukum keprdataan. Berkenan dengan tindkaan public dari organ
pemerintahan ini, A.EA. Korsten dan EP.C.L. tonnaer mengatakan sebagai berikut: tindkan
hukum public yang dilakukan oleh pemerintah dlaam menjalnkan fungsi pemrintahnya, dpaat
dibedkan dlaam Tindakan hukum pubik yang bersifat sepihak dan tindkaan banyak pihak.
Peraturan Bersama antarkabupaten atau antara kabupaten dengan provinsi adlaah contor dari
tindkan hukum beberapa pihak. Tindkan hukum public sepihak berbentuk tindkan yang dilakukan
sendiri oleh organ pemrintah yang melakukan sendiri oleh pemrintah menimbulkan akibat hukum
public, contohnya aaadalah pembrian izin bangunan dari walikota, pembrian bantuan (subsidi),
perintah pengosongan bangunan/rumah, dan sebaginya.
BAB III
INSTRUMEN PEMERINTAHAN
19
yang digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan tugas- tugasnya.
Empat macam sifat norma hukum, yaitu sebagai berikut:
1) Norma umum-abstrak: peraturan umum,contohnya peraturan perundang-undangan lalu
lintas jalan 1990 (suatu peraturan pemerintah), peraturan bangunan.
2) Norma umum-konkret: keputusan tentang larangan parkir pada jalan tertentu, pernyataan
tidak dapat didiaminya suatu rumah (larangan mendirikan rumah pada wilayah tertentu, pen.
3) Norma individual-abstrak: izin yang disertai syarat-syarat yang bersifat mengatur dan
abstrak serta berlaku secara permanen, contohnya izin berdasarkan undangundang
pengelolaan lingkungan.
4) Norma individual-konkret: surat keputusan pajak, pemberian subsidi untuk suatu kegiatan,
keputusan mengenai pelaksanaan paksaan pemerintahan
B. Peraturan Perundang-undangan
Peraturan adalah hukum yang in abstracto atau general norm yang sifatnya mengikat umum
(berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general). Peraturan
perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-
sifat yang khusus dan terbatas.
2) Bersifat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa: peristiwa yang akan datang
yang belum jelas bentuk konkretnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat dirumuskan untuk
mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.
3) Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Adalah lazim bagi
suatu peraturan untuk mencantumkan klausul yang memuat keungkinan dilakukannya
peninjauan kembali.
Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, peraturan perundangundangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara
umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga mengikat umum. Menurut Pasal 1 angka (2)
UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, yang dimaksud
dengan peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang
20
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Berdasarkan
kualifikasi norma hukum di atas, peraturan perundang-undangan itu bersifat umum-abstrak.
Perkataan bersifat umum-abstrak dicirikan oleh unsur-unsur sebagai berikut:
1) Waktu (tidak hanya berlaku pada saat tertentu);
2) Tempat (tidak hanya berlaku pada tempat tertentu);
3) Orang (tidak hanya berlaku pada orang tertentu); dan
4) Fakta hukum (tidak hanya ditujukan pada fakta hukum tertentu, tetapi untuk berbagai fakta
hukum yang dapat berulang-ulang, dengan kata lain untuk perbuatan yang berulang-ulang).
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
semua keputusan yang bersifat mengatur itu diberi nama peraturan. Artinya setelah berlaku UU
No. 12 Tahun 2011 semua instrumen hukum yang bersifat mengatur itu dinamakan peraturan.
Keputusan tata usaha negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Jerman, Otto
Meyer, dengan istilah verwaltungsakt. Istilah ini diperkenalkan di negeri Belanda dengan nama
beschkking oleh van Vollenhoven dan C.W. van der Por, yang oleh beberapa penulis, seperti AM.
Donner, H.D van Wijk/Willem Konijnenbelt, dan lain-lain, dianggap sebagai bapak dari konsep
beschikking yang modern. Berikut ini akan disajikan beberapa definisi tentang
beschikking/keputusan.
a) Keputusan adalah pernyataan kehendak dari organ pemerintahan untuk (melaksanakan) hal
khusus, ditujukan untuk menciptakan hubungan hukum baru, mengubah, atau menghapus
hubungan hukum yang ada.
b) Keputusan adalah suatu pernyataan kehendak yang disebabkap oleh surat permohonan yang
diajukan, atau setidak-tidaknya, keinginan atau keperluan yang dinyatakan.
c) Secara sederhana, definisi keputusan dapat diberikan: suatu tindakan hukum publik sepihak
dari organ pemerintahan yang ditujukan pada peristiwa konkret.
d) Beschikking adalah keputusan hukum public yang bersifat konkret dan individual.
21
e) Secara umum, beschikking dapat diartikan, keputusan yang berasal dari organ pemerintahan
yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.
f) Beschikking adalah keputusan terulis dari administrasi Negara yang mempunyai akibat
hukum
g) Beschikking adalah perbuatan hukum public bersegi satu (yang dilakukan oleh alat-alat
pemerintah berdasarkan suatu kekuasaan istimewa)
h) Beschikking adalah suatu tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang pemerintah
yang dilakukan oleh suatu badan pemerintah berdasarkan wewenang yang luar biasa.
2. Unsur-unsur Keputusan
Sebelum menguraikan unsur-unsur keputusan ini, terlebih dahulu dikemukakan pengertian
keputusan berdasarkan Pasal 2 UU Administrasi Belanda (AwB) dan menurut Pasal 1 angka 3 UU
No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN jo UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 5 Tahun
1986 tentang PTUN, yaitu sebagai berikut. Pernyataan kehendak tertulis secara sepihak dari organ
peme rintahan pusat, yang diberikan berdasarkan kewajiban atay kewenangan dari Hukum Tata
Negara atau Hukum Administray Negara, yang dimaksudkan untuk penentuan, penghapusan, atay
pengakhiran hubungan hukum yang sudah ada, atau menciptakan hubungan hukum baru, yang
memuat penolakan sehingga terjadi penetapan, perubahan, penghapusan, atau penciptaan.
Berdasarkan definisi ini tampak ada enam unsur keputusan, yaitu sebagai berikut.
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986, keputusan didefinisikan sebagai, “Suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”. Berdasarkan definisi ini
tampak bahwa KTUN memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a) Penetapan tertulis,
b) Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN:
c) Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
d) Bersifat konkret, individual, dan final,
e) Menimbulkan akibat hokum
f) Seseorang atau badan hukum perdata
3. Macam-macam Keputusan
Secara teoretis dalam Hukum Administrasi Negara, dikenal ada beberapa macam dan sifat
22
keputusan, yaitu sebagai berikut.
a. Keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif adalah keputusan yang tidak
mengubah hak dan kewajiban yang telah ada, tetapi sekadar menyatakan hak dan kewajiban
tersebut (rechtsvaststellende beschikking.
b. Keputusan yang Menguntungkan dan yang Memberi Beban artinya keputusan itu
memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu yang tanpa
adanya keputusan itu tidak akan ada atau bilamana keputusan itu memberikan keringanan
beban yang ada atau mungkin ada, sedangkan keputusan yang memberi beban (belastende
beschikking) adalah keputusan yang meletakkan kewajiban yang sebelumnya tidak ada atau
keputusa mengenai penolakan terhadap permahonan untuk memperoleh keringanan.
c. Keputusan Eenmalig dan Keputusan yang Permanen. Keputusan eenmalig adalah
keputusan yang hanya berlaku sekali atau keputusan sepintas lalu, yang dalam istilah lain
disebut keputusan yang bersifat kilat (vluctige beschikking) seperti IMB atau izin untuk
mengadakan rapat umum, sedangkan keputusan permanen adalah keputusan yang memiliki
masa berlaku yang relatif lama.
d. Keputusan yang Bebas dan yang Terikat. Keputusan yang bersifat bebas adalah
keputusan yang didasarkan pada kewenangan bebas (vrije bevoegdheid) atau kebebasan
bertindak yang dimiliki oleh pejabat tata usaha negara baik dalam bentuk kebebasan
kebijaksanaan maupun kebebasan interpretasi, sedangkan keputusan yang terikat adalah
keputusan yang didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang bersifat terikat (gebonden
bevoegdheid), artinya keputusan itu hanya melaksanakan ketentuan yang sudah ada tanpa
adanya ruang kebebasan bagi pejabat yang bersangkutan.
e. Keputusan Positif dan Negatif. Keputusan positif adalah keputusan yang menimbulkan
hak dan kewajiban bagi yang dikenai keputusan, sedangkan keputusan negatif adalah
keputusan yang tidak menimbulkan perubahan keadaan hukum yang telah ada. Dengan kata
lain, bukan keputusan negatif atau fiktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU No. 5
Tahun 1986 tentang PTUN jo. UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU PTUN tersebut
di atas.
f. Keputusan Perorangan dan Kebendaan. Keputusan perorangan (persoonlijk beschikking)
adalah keputusan yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi orang tertentu atau
keputusan yang berkaitan dengan orang, seperti keputusan tentang pengangkatan atau
23
pemberhentian seseorang sebagai pegawai negeri atau sebagai pejabat negara, keputusan
mengenai surat izin mengemudi, dan sebagainya, sedangkan keputusan kebendaan (zakelijk
beschikking) adalah keputusan yang diterbitkan atas dasar kualitas kebendaan atau
keputusan yang berkaitan dengan benda, misalnya sertifikat hak atas tanah
4. Syarat-syarat Pembuatan Keputusan
Pembuatan keputusan tata usaha negara harus memerhatikan beberapa persyaratan agar
keputusan tersebut menjadi sah menurut hukum (rechtsgeldig) dan memiliki kekuatan hukum
(rechtskracht) untuk dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan
keputusan Ini mencakup syarat materiil dan syarat formal.
Syarat syarat materiil terdiri atas:
2) Karena keputusan suatu pernyataan kehendak (wilsverkla. ring), maka keputusan tidak boleh
mengandung keku. rangan-kekurangan yuridis (geen juridische gebreken in de wilsvorming),
seperti penipuan (bedrog), paksaan (dwang) atau suap (omkoping), kesesatan (dwaling);
3) Keputusan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu;
4) Keputusan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan-peraturan lain, serta isi
dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
Syarat-syarat formal terdiri atas:
4) Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal hal yang menyebabkan dibuatnya dan
diumumkannys keputusan itu harus diperhatikan.
D. Peraturan Kebijakan
1. Freies Ermessen
24
Keberadaan peraturan kebijakan tidak dapat dilepaskan dengan kewenangan bebas (vrije
bevoegdheid) dari pemerintah yang sering disebut dengan istilah freies Ermessen. Karena itu
sebelum menjelaskan peraturan kebijakan, terlebih dahulu dikemukakan mengenai freies
Ermessen ini.
Secara bahasa freies Ermessen berasal dari kata frei artinya bebas, lepas, tidak terikat, dan
merdeka. Freies artinya orang yang bebas, tidak terikat, dan merdeka. Sedangkan Ermessen
berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, dan memperkirakan. Freies Ermessen berarti
orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu. Istilah
ini kemudian secara khas digunakan dalam bidang pemerintahan, sehingga freies Ermessen
(diskresionare power) diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi
pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat
sepenuhnya pada undang-undang.
Meskipun pemberian freies Ermessen kepada pemerintah atau administrasi negara
merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi dalam kerangka negara
hukum, freies Ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar itu, Sjachran Basah
mengemukakan unsur-unsur freies Ermessen dalam suatu negara hukum yaitu sebagai berikut:
26
4) Peraturan kebijakan dibuat berdasarkan freies Ermessen dan ketiadaan wewenang
administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan.
5) Pengujian terhadap peraturan kebijakan lebih diserahkan pada doelmatigheid dan karena itu
batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang baik.
6) Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan,
instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-lain, bahkan dapat dijumpai dalam bentuk
peraturan.
E. Rencana-rencana
1. Pengertian Rencana
Berdasarkan Hukum Administrasi Negara, rencana merupa kan bagian dari tindakan hukum
27
pemerintahan (bestuurrecht deling), suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat-
akibat hukum. (rencana adalah keseluruhan tindakan pemerintah yang berkesinambungan, yang
mengupayakan terwujudnya suatu keadaan tertentu yang teratur, Keseluruhan itu disusun dalam
format tindakan hukum administrasi, sebagai tindakan yang menimbulkan akibat-akibat hukum
2. Unsur-unsur Rencana
Dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, J.BJ.M. ten Berge mengemukakan unsur-
unsur rencana sebagai berikut: (a) Sehriftelijke (tertulis); (b) Besluit of handeling, inhoudende
een keuze (keputusan atau tindakan), terkandung pilihan; (c) Dooreen bestuursorgaan (oleh organ
pemerintahan); (d) Van op de toekomst gerichte (ditujukan untuk waktu yang akan datang); (e)
Planenelementen (vaak te nemen besluiten of te verrichten handelingen), unsur-unsur rencana
(sering kali berbentuk tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan); (f) Van een ongelijksoortig
karakter (memiliki sifat yang tidak segenis, beragam); (g) In een onderlinge (vaak
programmatische) samenhang (keterkaitan, sering kali secara programatis); (h) Al dan niet voor
enn bapaalde duur (untuk jangka waktu tertentu).
28
b) rencana adalah sebagian dari kumpulan keputusan-keputusan, sebagian peraturan, peta
dengan penjelasan adalah kumpulan keputusan-keputusan, penggunaan peraturan memiliki
sifat peraturan.
c) rencana adalah bentuk hukum tersendiri.
d) rencana adalah peraturan perundang-undangan
F. Perizinan
1. Pengertian Perizinan
Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari
penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan
tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge
membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaitu sebagai berikut. Izin (dalam arti sempit)
adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada
keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi
keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat
undangUndang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat
melakukan pengawasan sekadarnya.
2. Unsur-unsur Perizinan
Berdasarkan pemaparan pendapat pada pakar tersebut, dapat disebutkan bahwa izin adalah
perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan
pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada
beberapa unsur dalam perizinan, yaitu;
a. Instrumen Yuridis
b. Peraturan Perundang-undangan
c. Organ Pemerintah
d. Peristiwa Konkret
e. Prosedur dan Persyaratan
3. Fungsi dan Tujuan Perizinan
Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh peme. rintah untuk memengaruhi para
warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konkret.'“
Sebagai Suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai
29
pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Keragaman
peristiwa konkret menyebabkan keragaman pula dari tujuan izin ini, yang secara umum dapat
disebutkan sebagai berikut.
c) Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang, izin membongkar pada monumen-
monumen).
d) Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk).
e) Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan
“drank en horecawet”, di mana pengurus harus memenuhi syarat- syarat tertentu).
4. Bentuk dan Isi Izin
Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari keputusan, izin selalu dibuat dalam
bentuk tertulis. Sebagai keputusan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut.
a) Organ yang Berwenang
b) Yang Dialamatkan
c) Diktum
d) Ketentuan-ketentuan, Pembatasan-pembatasan, dan Syarat syarat
e) Pemberian Alasan
f) Pemberitahuan-pemberitahuan Tambahan
30
a) Warga masyarakat sendiri sejak dahulu sudah biasa berkecimpung dalam suasana kehidupan
hukum perdata;
b) Lembaga-lembaga keperdataan itu ternyata juga sudah terbukti kemanfaatannya dan sudah
biasa merupakan bentuk-bentuk yang digunakan dalam pengaturan perundang-undangan
yang luas maupun yurisprudensi;
c) Lembaga-lembaga keperdaraan demikian itu hampir selalu Gapat diterapkan untuk segala
keperluan dan kebutuhan karena sifatnya yang sangat fleksibel dan jelas sebagai instrument;
d) Lembaga-lembaga keperdataan demikian itu juga selalu dapat diterapkan karena bagi pihak-
pihak yang bersangkutan memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri isi dari perjanjian
yang hendak mereka buat;
e) Sering kali terjadi di mana jalur hokum public menemanui jalan buntuk, tetapi jalur yuridis
menurut hokum perdata malah dapat member jalan keluarnya;
f) Ketegangan yang disebabkan oleh tindakan yang selalu bersifat sepihak dari pemerintah
dapat dikurangi;
g) Berbeda dengan tindakan – tindakan yang bersifat sepihak dari pemerintah, maka tindakan –
tindakan menurutt hokum perdata ini hamper selalu dapat memberikan jaminan – jaminan
kebendaan, misalnya untuk ganti rugi.
2. Instrumen Hukum Keperdataan yang Dapat Digunakan Pemerintah
Bentuk-bentuk instrumen hukum perdata yang dapat dipergunakan oleh pemerintah yang
akan disajikan dalam buku ini lebih ditekankan pada perjanjian. Dalam pengertian hukum,
perjanjian secara sederhana berarti persesuaian kehendak (wilsovereenstemming) antara dua pihak
atau lebih untuk melakukan suatu tindakan hukum tertentu. Dalam rangka menjalankan kegiatan
pemerintahannya, pemerintah dapat menggunakan perjanjian, yang bentuknya antara lain sebagai
berikut.
a) Perjanjian Perdata Biasa
b) Perjanjian Perdata dengan Syarat-syarat Standar
c) Perjanjian Mengenai Kewenangan Publik
d) Perjanjian Mengenai Kebijakan Pemerintahan
Pada akhirnya dalam suatu negara hukum modern, setiap tindakan hukum pemerintahan-
dengan instrumen yuridis apa pun yang digunakan-haruslah tetap dalam koridor hukum dan
diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan umum (bestuurszorg), sesuai dengan gagasan awal
31
munculnya konsep negara hukum modern (welfare state).
BAB IV
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAH YANG BAIK
A. Pendahuluan
Pergeseran konsepsi nachwachtersstaat (negara peronda) ke konsepsi welfare state
membawa pergeseran pada serana dan aktivitas pemerintah. Pada konsepsi nachwachtersstaat
belaku prinsip ustaatsonthouding, yaitu perbatasan negara dan pemerintah dari kehidupan sosial
dan ekonomi masyarakat.
Pada dasarnya setiap bentuk campur tangan pemerintah ini harus di dasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagai perwujudan adari asas legalitas, yang menjadi sendi
utama negara hukum. Akan tetapi ,karena ada keterbatasan dari asas ini atau karena adanya
kelemahan an kekurangan yang terdapat ada peraturan perundang-undang sebagai mana telah
dijelaskan di atas,maka kepada pemerintah diberi kebebasan freies ermessen, yaitu kemerdekaan
pemerintah 8untuk dapat bertindak atas isiatif sendiri dalam menyelesaikan personal-persoalan
sosial. Freies ermessen (diskresionare) merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang
32
bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan Tindakan tanpa
harus teriak sepenuhnya pada undang-undang.
2. Pengertian AAUPB
Pemahaman terhadap AAUPB tidak dapat di lepaskan dari konteks kesejahteraan,di
samping dari segi kebahasaan,karena asas ini muncul dari proses sejarah,sebagaimana tersebut di
atas.Terlepas dari kenyataan bahwa kemudian AAUPB ini menjadi wacana yang di kaji dan
brkembang di kalangan para sarjana sehingga melahirkan rumusan dan interprestasi yang
beragam,guna pemahaman awal kiranya diperlukan pengertian dari konteks kebahasaan dan
kesejahteraan.
Telah di sebutkan bahwa AAUPB ini berkembang menjadi wacana yang dijadikan kajian
para sarjana dan ini menunjukan bahwa AAUPB merupakan konsep terbuka (open begrip).sebagai
konsep terbuka,ia akan berkembang dan disesuaikan dengan ruang dan waktu di mana konsep ini
bebeda.berdasarkan penelitian,jazim hamidi menemukan pengertian AAUPB sebagai berikut.
a) AAUPB merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkemabng dalam lingkungan Hukum
Administrasi Negara;
b) AAUPB berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administasi negara dalam menjalankan
fungsinya,merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai Tindakan administasi
negara (yang wujud penetapan/beschikking),dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi
pihak penggugat.
c) Sebagai besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis,masih
abstrak,dan dapat di gali dalam praktik kehidupan di masyarakat.
d) Sebagai asas lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai
peraturan hukum positif. Meskipun Sebagian 9dari asas itu berubah menjadi kaidah hukum
tertulis, namun sifatnya tetap sebgai asas hukum.
34
undnagan; hukum tertulis, di samping itu organ-organ pemerintahan harus memerhatikan hukum
tidak tertulis,yaitu asas-asas umum pemerintahan yang baik).
2. Macam-macam AAUPB
Telah disebutkan bahwa AAUPB merupakan konsep terbuka dan lahir dari proses sejarah,
oleh karena itu,terdapat rumusan yang beragam mengenai asas-asas tersebut. Berikut merupakan
macam-macam AAUPB yaitu:
a. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum memiliki dua aspek,yang satu lebih bersifat material,yang lain
bersifat formal.Dalam banyak keadaan asas kepastian hukum menghalangi badan pemerintah
untuk menarik Kembali suatu keputusan atau mengubahnya untuk kerugian yang berkepentingan.
Dengan kata lain,asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah di peroleh seseorang
berdasarkan suatu keputusan pemerintah,meskipun keputusan yang telah di keluarkan oleh
pemerrintah tidak boleh di cabut Kembali,sampai di buktikan sebaliknya dalam proses peradilan.
b. Asas Keseimbagan
Asas menghendaki adanya keseimbangan atara hukuman dan jabatan dan kealalaian atau
kealpaan seorang pegawe. Asas ini menghendaki pula adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-
jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan seorang sehingga memudahkan
penerapannya setiap khasus yang ada dan sering dengan persamaan perlakuan serta serta sejalan
dengan kepastian hukum.
Di Indonesia asas keseimbangan ini terdapat contoh dalam hukum positif yang berisi
kriteria pelanggaran dan penerapan sanksinya, yaitu sebagai mana terdapat dalam pasal 7PP
No.53 Tahun 2010 tentang peratulan desiplin pegawai. Di dalam pasal tersebut di tentukans
ebagai berikut.
1) Hukum disiplin ringan berupa
a) Teguran lisan
b) Teguran tertulis;dan
c) Pernyataan tidak puas serta tertulis.
2) Hukum disiplin sedang berupa:
a) Penundaan kenaikan gaji berkala untuk selama 1 tahun
b) Penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun
36
c) Penurunan prangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun
3) Hukum disiplin berat berupa;
a) Penuruan prangkat yang setingkat lebih rendah selama 3 tahun
b) Pemindahan dalam rangka menurunkan jabatan setingkat lebih rendah\
c) Pembebasan dari jabatan
d) Pembehentian dengan hormat tidak atas pemerintah sendiri sebagi PNS
e) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
37
warga negara.
BAB V
PERLINDUNGAN HUKUM, PENEGAKAN HUKUM, DAN PERTANGGUNG
JAWABAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
A. Perlindungan Hukum
Subjek hukum selaku hak-hak dan kewajiban-kewajiban (de dragger van de rechten
enplichten),baik itu manusia (naturlijk person), badan hukum (rechtspersoon ), maupun jabatan
(ambt),dapat melakukan Tindakan-tindakan hukum berdasarkan kemampuan (bekwaam) atau
kewenangan (bevoegdheid) yang dimilikinya. Dalam pergaulan di tengah masyarakat,banyak
terjadi hubungan hukum yang muncul sebagai akibat adanya Tindakan-tindakan hukum dari
subjek hukum itu.
Fungsi hukum sebagai instrument pengatur dan instrument perlindungan ini, di samping
fungsi lainnya sebagaiman akan di sebutkan di bawah,diarahkan pada suatu tujuan,yaitu untuk
menciptakan suasana hubungan hukum antarsubjek hukum secara harmonis,seimbang,damai,dan
adil.
39
1. Perlindungan Hukum dalam Bidang Perdata
Kedudukan pemerintah yang serba khusus terutama karena sifat-sigat istimewa yang
melekat padanya, yang tidak dimiliki oleh manusia biasa, telah menyebabkan perbedaan pendapat
yang berkepanjangan dalam sejarah pemikiran hukum, yaitu berkenan dengan apakah negara
dapat digugat atau atau tidak di depan hakim.
B. Penegak Hukum
Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep tentang
keadilan,kebenaran,sosial dan sebagainya. Kandungan hukum ini bersifat abstrak. Menurut
satjiptorahardjo, penegak hukum pada hakimnya merupakan penegak ide-ide atau konsep-konsep
yang absrak. Penegak hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi
40
kenyataan.
C. Pertanggungjawaban Pemerintah
1. Pengertian Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib
menanggung segala sesuatu hal,boleh di tuntut,dipersalahkan , diperkarakan dan sebagainya.
Dalam kasus hukum ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban yakni liability (the
setate of being responsible).
42
a. Pergeseran konsep dari kedaulatan negara menjadi kedaulatan hukum
Ajaran kedaulatan negara mengansumsikan bahwa negara itu berada di atas hukum dan
semua aktivitas negara/pemerintah tidak dapat di jangkau hukum. Implikasi lebih lanjut,hukum
adalah “buatan” negara atau dengan menunjuk pada john Austin yang menyebutkan bahwa hukum
adalah pemeritah dari penguasaan [law is a command of the lawgiver], pemerintah dari mereka
yang memegang kkeuasaan tertinggi,karena itu tidak logis buatan itu menghakiman pembuatanya.
Ajaran demikian cukup kuat pengaruhnya bagi sebagai orang, apalagi dengan adanya adagium “
The king can do no wrong “, sehingga Ketika muncul ajaran kedaulatan hukum [leer van de
rechtssouvereiniteit] masih ada saja yang beranggapan bahwa negara/pemerintah tidak dapat di
persoalkan secara hukum.
43
melalui pemerintah beserta perangkatnya terlibat aktif dalam kehidupan masyarakat yang menyebabkan
kaburnya batas antara bidang private dan public. Dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan umum
(bestuurszorg),intervesi negara atau pemerintah menjadi tak terelakan,bahkan semakin besar dan fries
ermessen yang di lekatkan kepalanya.
Faktor-faktor di atas-meskipun kuat lemah pengaruhnya terhadap perbedaan yuriprudensi masih bisa
di perdebatkan-adalah menunjukan bahwa secar teoretik maupun praktik hukum itu sebagai penomena
sosial tidak seteril dari unsur non hukum sebagai manadugaan kelsen dengan the pure thepryn of law-nya,
tetapi berjalin berkelindan dengan factor-faktor nonhukum,sehingga kaidah atau norma hukum tertentu
sangat di pengaruhi oleh-oleh factor-faktor di luar hukum.
Pada pembahasan sebulumnya tekah di tegaskan bahwa pemerintah adalah subjek hukum,sebagai
pendukung hak dan kewajiban hukum,,dengan dua kedudukan hukum yaitu sebagai wakil dari badan
hukum dan wakil dari jabatan pemerintahan. Sebagai subjek hukum, pemerintah dapat melakukan
perbuatkan hukum, yakni perbuatan yang ada relepansiasinya dengan hukum atau perbuatan yang dapat
menimbulkan akibat-akibat hukum. Dengan kata lain,setipa bentuk perbuatan hukum,secara pasti
menimbulkan hukum baik positif maupun negative. Akibat hukum yang bersifat positif tidak relevan dalam
kaitanya dengan peretanggung jawaban.
Seiring dengan keberadaan pemrintah selaku wakil dari badan hukum dan wakil dari jabatan, yang
dari dua kedudukaan hukum ini akan muncul dua bentuk perbuatan hukum yaitu perbuatan hukum
perdata,suatu perbuatan yang di atur dan tuntuk pada ketentuan hukum perdata,dan pernuatan hukum
public suatu perbuatan yang di atur dan tunduk pada ketentuan hukum public,karena adanya dua jenis
perbuatan pemerintah ini, pertanggung jawaban hukum yang dipukul oleh pemerintah juga ada dua jenis
pertanggung jawaban perdata dan public. Mengenai pertanggungjawaban perdata,kepada pemerintah akan
diterapkan ketentuan pertanggung jawaban public,kepada pemrintah akan di terpakan dalam hukum
perdata,sebagimananya yang di sebutkan di atas, sementara mengenai pertanggungjawaban public,kepada
pemrintah akan di terapkan ketentuan hukum publik.
Pemeberian wewenang tertentu untuk melakukan Tindakan untuk melakukan Tindakan hukum
tertentu, menimbulkan pertanggungjawaban atas penggunakaan wewenang itu. Pertanggung jawaban
hukum terhadap pihak ketiga sebagai akibat penggunaan kewenangan itu di tempuh melalui peradilan.
Dalam proses peradilan, hakim kewenangan memeriksa dan menguji apakah penggunaan kewenangan oleh
pejabat pemerintah itu menimbulkan kerugian, hakim melalui putusannya berwenang membebankan
tanggung jawab pada pejabat pada pejabta yang bersangkutan.
Timbulnya kerugian yang diderita warga negara,menurut sjachran basah, dpaat disebabkan karena
kemungkinan pertama sikap tidak administrasi negara yang melanggar hukum yaitu pelaksaan yang salah,
padahal hukumnya benar 9dan berharga kedua, sikap tidak admistrasi yang menurut hukum, bukan
44
pelaksanaan yang salah melainkan hukum itu sendiri yang secara material tidak benar dan tidka berada.
46
bahwa memikul tanggung jawab dan badan kerugian itu berada dan tanggung oleh jabatan arau
intansi di mana pejabat sebagai pribadi.
Bila dikatakan bahwa pemilu tanggung jawab dan beban kerugian itu berada dan tanggung
jabatan, apakah dengan begitu pejabat (in person) itu betul-betul bebas dari tanggung jawab
hukum dan lepas dari tuntutan ganti kerugian? Terhadap pertanyaan ini, di kalangan para sarjana
terjadi perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa secara pribadi pejabat yang
bersangkutan tidak dapat di bebani tanggung jawab dan tuntutan ganti rugi,dengan alasan karena
pejabat itu bertindak dalam rangka penyelenggaraan fungsi dan tugas negara atau pemerintah di
bidang public. Dengan demikian, kalaupun ada kerugian yang menimpa pihak lain, maka tidak
semestinya dibebankan oleh pejabat, tetapi kepada instansi public di mana pejabat itu berada.
Berbeda dengan pendapat dan alassan di atas, yang lain berpendapat bahwa pejabat adalah
manusia dengan segala kelemahannya dan kekeliruan dalam perbuatana dan penertiban KTUN itu
berasal dari pribadi pejabat , bukan dari jabatan. Pada prinsipnya kewenangan, tugas dan fungsi
yang melengkat pada jabtan itu tidak pernah di magsudkan untuk diimplemasikan secara salah dan
keliru. Pejabatna ynag telah membuat dan memberikan KTUN secara slaah dan keliru itu sudah
sewajarnya dibebani tanggung jawab dan ttuntun ganti rugi sebagai konsekuensi dan perb
uatannya.
Mengingat munculnya kesalahan dan keliruan itu terkait erat dnegan pelaksanaan fungsi dan
tugas jabatan,dan pejabat yang melakukannya tidak dapat melepaskan diri sepenuhnya dari sifat-
sifat kemanusiaannya, maka untuk beban tanggung jawab ini perlu di buat klasifikasi terutama
untuk menentukan tanggung jawab itu harus di tanggung secara pribadi dan kapan dibebankan
kepada pejabat atu instansi di mana pejabat berada.
Berdasakan pasal 1 angka (3) UU No.37 Tahun 2008 tentang ombudsman republic
Indonesia, yang dimagsud admnistrasi adalah “perilaku atau perbuatan melawan hukum,
melampaui wewenang,menggunkaan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan
wewenang tersebut, termasuk kelainan atau pengabaikan kewajiban hukum dlaam
menyelenggarakan pelayannan public yang dilakukan oleh penyelenggraaan negara dan
pemerintah yang mneimbulkan kerugian materill dan /atau immaterial bagi masyarakat dan
perseorangan.”
Hukum administasi negara di samping memuat norma pemrintahan, yakni norma yang
berkenan dengan Tindakan memerintah dalam hubngan dengan warga negara di bidang public,
47
juga membuat norma pelaku aparat pemrintahan (overheidsgedrang). Konsep maladministasi
berkenan ddengan norma pelaku aparat dalam pelaksana tugas-tugas public. Maladminitasi
sebagai suatu bentuk pelanggaran norma hukum administasi negara oleh pejabta/ atau pegawai
public, menurut tanggung jawab bagi pelanggar norma tersebut. Saksi-saksi dpaat diterpakan
terhadap pelaku maladminitrasi. Jenis dan macan saksi yang akan dikenankan terhadpa pelaku
maladminitasi tergantung pada jenis pelanggaran dan norma peraturan perundnag-undnagan yang
bersangkutan.
Di samping itu dapat terjadi pejabat itu melakukan tidak pidana. Dalam hal pidana,sudag
barang tertentu pelaku dan penanggung jawab adalah pejabat in person. Sebab tidak mungkin
pejabta itu melakukan tidka pidana, sebagai mana juga tidak mungkin jabatan itu memberikan
kewenangan kepada pejabta selaku private ini tidak akan dibicaran dalam tulisan ini.
Tentu saja bahwa penentuan siapa yang harus memikul tanggung jawab atas kerugian yang
muncul akibat penggunaan wewenang atau akibat penerbitan keputusan itu harus melakukan
proses pengadilan baik peradilan administrasi semua (administratief beroep), maupun peradilan
admnistrasi murni (rechtsspraak).
48