Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pergeseran paradigma terhadap pemerintahan saat ini, mendorong kita


mewujudkan suatu sistem tata kepemerintahan yang baik (good governance), dengan
jalan mewujudkan lahirnya tata kepemerintahan yang demokratis dan
diselenggarakan secara baik, bersih, transparan, partisipatif serta akuntabilitas
sehingga memiliki kredibilitas. Perwujudan good governance memerlukan perubahan
paradigma pemerintahan baru yang mendasar dan menuntut suatu sistem yang
mampu memberdayakan daerah agar mampu berkompetisi secara regional, nasional
maupun internasional yang bukan hanya menjadi pemerintah daerah yang terus
menerus bergantung pada pemerintah pusat. Dalam mewujudkan suatu sistem tata
kepemerintahan yang baik (good governance), perlu adanya perubahan dibidang
akuntansi pemerintahan karena melalui proses akuntansi dihasilkan informasi
keuangan untuk berbagai pihak. Perubahan dibidang akuntansi harus didasari dengan
suatu dasar yang kuat yaitu dengan adanya SAP (Langelo, Saerang, & Alexander,
2015).
Reformasi keuangan Negara di Indonesia masih berlangsung. Pemerintah
mereformasi keuangan Negara sejak dikeluarkannya UU Keuangan Negara No. 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dengan mengubah pola manajemen keuangan
Negara, menerapkan basis akrual, memformulasi laporan keuangan yang baru dan
menjalankan reformasi hingga sekarang. Hasilnya di Indonesia, telah terdapat
pelaporan dengan mendasarkan pada suatu basis akuntansi yang dikenal dengan basis
cash toward accrual. Belum selesai proses transisi cash toward accrual, pemerintah
Indonesia telah menetapkan target untuk menerapkan basis akrual (Rusmana, 2013).
Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Reformasi manajemen keuangan
Negara baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan ditetapkannya
satu paket undang-undang bidang keuangan Negara yaitu UU No. 17 tahun 2003
tentang keuangan Negara dan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan pengelola
dan tanggung jawab keuangan Negara. Sebelum paket undang-undang di bidang
keuangan Negara tersebut ditetapkan, pemerintah telah melakukan usaha-usaha
pengembangan bidang keuangan daerah dengan menetapkan UU No. 25 tahun 1999
tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, dan PP 105 tahun 2000
tentang pokokpokok pengelola dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang
dalam implementasinya mengalami berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut
antara lain karena pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah belum
dilengkapi dengan ketentuan atau pedoman lebih lanjut yang lebih teknis (Rusmana,
2013).
Dengan diterbitkannya PP No.71 Tahun 2010 tentang SAP yang akan
digunakan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan yang andal dan dapat
dijadikan pijakan dalam pengambilan keputusan dan yang di harapkan dapat menjadi
acuan, patokan serta standar untuk diterapkan dalam lingkup pemerintahan, yaitu
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan satuan organisasi dilingkungan pemerintah
pusat/daerah yang wajib untuk menyajikan laporan keuangan agar lebih terciptanya
akuntabilitas dan transparansi dari pengelolaan keuangan daerah tersebut. Peraturan
ini menjadi pedoman yang harus ditaati oleh setiap Daerah Otonom Kabupaten/Kota
maupun Propinsi dalam menyajikan laporan keuangan berbasis akrual pada
pemerintah daerahnya. Dalam hal ini Dispenda Kabupaten Klungkung sebagai
pengguna anggaran juga wajib membuat laporan keuangan sebagai bentuk
pertanggungjawaban atas kewenangan yang dilaksanakannya sesuai PP No.71 Tahun
2010 dan Permendagri No.64 Tahun 2013 tentang penerapan standar akuntansi
pemerintahan berbasis akrual pada pemerintah daerah (Langelo et al., 2015).
Secara umum dikenal dua basis dalam penyelenggaraan akuntansi komersil,
yakni basis kas (cash basis) dan basis akrual (accrual basis). Secara umum basis kas
pada akuntansi telah lama ditinggalkan oleh para peyelenggara laporan akuntansi dan
telah beralih ke basis akrual. Basis akrual tidak hanya diterapkan dalam akuntansi
perusahaan komersil, namun sekarang akuntansi sektor pemerintahan diharapkan
menerapkan basis akrual, meskipun pada kenyataannya masih banyak satuan kerja
pemerintahan yang menyelenggaran akuntansi mereka dengan basis kas atau masih
pada taraf penerapan basis kas menuju akrual (cash toward accrual basis) (Dhairolly,
2013).
Menurut penelitian terdahulu (Sukmawaningrum, 2012) yang diteliti oleh
sukma mengenai analisis faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas informasi
laporan keuangan menyatakan bahwa sistem pengendalian intern berpengaruh positif
terhadap kualitas informasi laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini menunjukan
sistem pengendalian intern berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas informasi
laporan keuangan pemerintah daerah. Sistem pengendalian internal telah memenuhi
fungsinya dalam hal memberikan keyakinan memadai tentang (1) keandalan laporan
keuangan, (2) kepatuhan terhadap hukum dan perundang-undangan, (3) efektifitas
dan efisiensi operasi. Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa
kompetensi sumber daya manusia yang diproksikan dengan pemahaman staf,
interaksi antara sumber daya manusia dengan sistem, kontrol terhadap sumber daya
manusia, dan pendidikan serta training tidak berpengaruh terhadap kualitas informasi
laporan keuangan pemerintah daerah. Kelemahan dari penelitian ini adalah variabel
bebas yang dimasukkan dalam penelitian ini masih terbatas.
Sejalan dengan akan diterapkannya SAP Berbasis Akrual baik pada
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, dengan direvisinya PP No.24 Tahun
2005 menjadi PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah,
membawa beberapa perubahan dalam standar dan mekanisme penyajian laporan
keuangan di pemerintah, serta didukung dengan ditetapkannya Permendagri No.64
Tahun 2013 Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan penerapan SAP berbasis akrual pada
pemerintah daerah paling lambat mulai tahun anggaran 2015 (Langelo, Saerang, &
Alexander, 2015), maka peneliti akan mencoba mengevaluasi penyajian laporan
keuangan pemerintah Kabupaten Klungkung dalam penerapan SAP berbasis akrual
dalam penyajian laporan keuangannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah penyajian laporan keuangan pemerintah Kabupaten Klungkung
telah sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual ?
2. Bagaimana kualitas laporan keuangan pemerintah Kabupaten Klungkung ?
3. Bagaimana sistem pengendalian internal berpengaruh pada kualitas laporan
keuangan pemerintah Kabupaten Klungkung?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui apakah penyajian laporan keuangan pemerintah
Kabupaten Klungkung telah sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan
Berbasis Akrual.
2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas laporan keuangan pemerintah
Kabupaten Klungkung .
3. Untuk mengetahui bagaimana sistem pengendalian internal berpengaruh
pada kualitas laporan keuangan pemerintah Kabupaten Klungkung.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Untuk Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Klungkung, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan dalam menyajikan laporan
keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis
akrual. Kendala-kendala yang timbul dari hasil penelitian ini semoga bias
menjadi acuan Dispenda sebagai bahan perbaikan.
2. Untuk pemerintah daerah lainnya yang sudah atau sedang
mengimplementasikan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual,
penelitian ini juga diharapkan dapat berguna dalam bahan informasi.
3. Untuk regulator, penelitian ini diharapkan dapat memicu percepatan
perbaikan regulasi agar Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual
secara penuh dapat dijalankan.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS

PENEITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Dasar Hukum Laporan Keuangan Pemerintah

Laporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan peraturan


perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara lain:

1. Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, khususnya bagian yang


mengatur keuangan Negara pasal 23 ayat 1:
Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar besarnya
kemakmuran rakyat.
2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Perbendaharaan Negara;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.

2.1.2 Basis Akuntansi di Laporan Keuangan Pemerintah

Basis akuntansi merupakan salah satu prinsip akuntansi untuk


menentukan periode pengakuan dan pelaporan suatu transaksi ekonomi dalam
laporan keuangan. Di Indonesia, basis akuntansi yang digunakan dalam
akuntansi pemerintahan ada tiga, yaitu basis kas, basis kas menuju akrual, dan
basis akrual. (PP No. 71 Tahun 2010) Basis akuntansi yang digunakan dalam
laporan keuangan pemerintah saat ini adalah basis akrual, untuk pengakuan
pendapatan-LO, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas. Penjelasan masing-masing
basis akuntansi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Basis Kas
Menurut (Bremser & Hiltebeitel, 1992) basis kas adalah:
the cash basis recognizes revenues when collected rather than when earned
and expenses when paid rather than incurred. Under the cash basis, long-
term assets are not capitalized, and, hence, no depreciation or amortization is
recorded. Also, no accruals are made for payroll taxes, income taxes, or
pension costs, and no prepaid assets are recorded.
(PSAP No. 01:3) Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui
pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar. Pada basis kas, pendapatan diakui ketika kas diterima
bukan ketika hak atas pendapatan tersebut timbul dan belanja diakui ketika
dibayar bukan ketika kewajiban untuk membayar timbul. Pada basis kas,
pembelian aset tetap tidak dikapitalisasi tapi seluruhnya diakui sebagai
belanja, sehingga tidak ada pencatatan dan penyajian atas aktiva tetap dan
penyusutan.

Akuntansi berbasis kas mempunyai kelebihan yaitu sederhana


penerapannya dan mudah dipahami. Namun akuntansi berbasis kas
mempunyai berbagai kekurangan antara lain kurang informatif karena hanya
berisikan informasi tentang penerimaan, pengeluaran, dan saldo kas.
Akuntansi berbasis kas tidak memberikan informasi tentang aset dan
kewajiban.
Dampak minimnya informasi tentang aset sudah dirasakan dengan tidak
dipertanggungjawabkannya secara baik aset tetap milik pemerintah. Demikian
pula minimnya informasi tentang utang pemerintah mempersulit manajemen
utang pemerintah termasuk pembayaran cicilan dan bunga. Di samping itu,
akuntansi berbasis kas juga tidak memisahkan secara tegas antara kas yang
diperuntukkan untuk belanja operasional dan belanja modal sehingga bisa
terjadi pinjaman jangka panjang diperuntukkan untuk belanja operasional.

Sebelum disahkannya UU No. 17 Tahun 2003, pengelolaan keuangan


negara dilakukan dengan pencatatan tunggal (single entry), basis kas.
Akuntansi pemerintah pada saat itu sangat sederhana. Buku-buku yang
digunakan antara lain buku kas umum, buku kas tunai, buku bank, buku
pengawasan dana UYHD (Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan), Buku
pengawasan kredit anggaran per mata anggaran (MAK), buku panjar
(porsekot dan buku pungutan dan penyetoran pajak). Laporan yang dibuat pun
sangat sederhana, yaitu Laporan surplus/ddefisit, laporan keadaan kas (LKK)
dan laporan keadaan kredit anggaran (LKKA).

2. Basis Kas Menuju Akrual


(PP 24 tahun 2005, Pengantar 3) Basis kas menuju akrual adalah
pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan menggunakan basis kas.
Sedangkan untuk pengakuan aktiva, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca
menggunakan basis akrual. Komponen laporan keuangan basis kas menuju
akrual terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan. Entitas pemerintah diperkenankan menyajikan
laporan kinerja keuangan dan laporan perubahan ekuitas. Dalam hal ini,
laporan kinerja keuangan pada lampiran II PP. No. 71 Tahun 2010 menjadi
laporan operasional pada lampiran I PP No. 71 Tahun 2010.

Basis akuntansi kas menuju akrual ini merupakan tahapan reformasi


perubahan basis akuntansi pemerintahan di Indonesia dari basis kas menuju
basis akrual, yang tertuang pada PP No. 24 Tahun 2005 yang kemudian
diganti dengan PP No. 71 Tahun 2010 yang mengatur Standar Akuntansi
Pemerintah berbasis akrual.

Secara internasional, perubahan dari akuntansi berbasis kas menjadi


akuntansi berbasis akrual juga umumnya dilakukan secara bertahap. Menurut
Deloitte (2004:114), dalam kajiannya menyebutkan:

Many countries have chosen phased implementation of new public


management. This can be done in different ways:

1. First implement an output-focused budget and then accrual


accounting and budgeting.
2. Start with implementing accrual accounting and introduce
accrual budgeting at a later stage.
3. Use a number of pilots before starting an integral roll-out.
4. Make the shift from cash accounting to accrual accounting in an
number of steps.
Untuk menjembati proses reformasi dari basis kas menjadi basis
akrual, maka digunakanlah basis kas menuju akrual. Basis ini juga pada
dasarnya adalah basis kas dengan penerapan akrual pada akhir periode
pelaporan. Basis kas menuju akrual ini melakukan pencatatan dengan cara
menggunakan basis kas pada periode pelaksanaan anggaran (yaitu pendapatan
diakui pada saat kas diterima ke kas negara dan belanja diakui pada saat kas
dikeluarkan dari kas negara). Pada akhir periode diperlukan penyesuaian-
penyesuaian untuk mencatat belanja harta tetap yang dilakukan pada periode
pelaksanaan (dengan menggunakan metode kolorari), serta mencatat hak
ataupun kewajiban negara. Basis kas untuk pendapatan dan belanja yang
dilakukan pada periode anggaran, akan menghasilkan penyusunan laporan
realisasi anggaran dan laporan arus kas (Hariyanto, 2015).
Dalam penerapannya, basis kas menuju akrual hanya digunakan untuk
pelaporan keuangan dan tidak untuk anggaran. Hal ini tidak akan
menyelesaikan masalah secara serpius/komprehensif. Anggaran adalah
dokumen kunci dari manajemen sektor publik (pemerintah) dan akuntabilitas
yang didasarkan pada anggaran yang telah disetujui legislator (DPR/DPRD).
Apabila anggaran didasarkan pada basis kas, fokus perhatian dari pemerintah
dan legislator hanya pada sumber daya berbasis kas. Dengan demikian,
apabila laporan keuangan dihasilkan dari basis yang berbeda (pelaporan
keuangan berbasis akrual sementara anggaran berbasis kas), risikonya adalah
seakan-akan hanya latihan akuntansi saja (OECD-PUMA/SBO, 2002/10).
Penggunaan basis akrual untuk pelaporan keuangan bisa saja
diimplementasikan dalam hubungannya dengan anggaran berbasis kas atau
sistem lainnya. Namun sejumlah pemerintah (jurisdiksi) yang menggunakan
sistem ganda (dual system) tersebut menemukan rintangan berupa resistensi
penerimaan akuntansi berbasis akrual. Di samping itu, dengan sistem ganda
diperlukan rekonsiliasi yang ekstensif.
Apabila basis akrual mau diterapkan juga untuk penganggaran,
biasanya butuh waktu satu atau dua periode setelah pelaporan keuangan
berbasis akrual diterapkan. Hal ini untuk meyakinkan bahwa informasi
keuangan yang dihasilkan dari akuntansi akrual adalah akurat dan andal
(Study No 14, IFAC-PSC, 2003).

3. Basis Akrual
Basis akrual menurut International Public Sector Accounting
Standards (IPSAS) adalah:
Accrual basis means basis of a accounting under which transactions
and other events are recognized when they accour (and not only when cash or
its equivalent is received or paid). Therefore, the transactions and events are
recorded in the accounting records and recognized in the financial statement
of the periods to which they relate. The elements recognized under accrual
accounting are assets, liabilities, net assets/equity, revenue and expenses.
Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi
dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Dalam PP No.
71 Tahun 2010, akuntansi berbasis akrual mengakui dan mencatat transaksi
pada saat terjadinya transaksi (baik kas maupun non kas) dan mencatat aset
dan kewajiban.
Dalam basis akrual, laporan keuangan pokok pemerintah terdiri atas:
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
b. Neraca
c. Laporan Arus Kas
d. Laporan Operasional
e. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
f. Laporan Perubahan Ekuitas
g. Catatan atas Laporan Keuangan.

Terkait dengan basis akrual ini, dalam Kerangka Konseptual paragraf


42 PP No. 71 Tahun 2010 disebutkan bahwa basis akuntansi yang diganakan
adalah basis akrual untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset, kewajiban,
dan ekuitas. Anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis kas, maka
LRA pun disusun berdasarkan basis kas. Pada paragraf 44 dinyatakan apabila
anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA pun
disusun berdasarkan basis akrual (BPKP, 2014).

Jika dibandingkan dengan akuntansi pemerintah berbasis kas menuju


akrual, akuntansi berbasis akrual sebenarnya tidak banyak berbeda. Pengaruh
perlakuan akrual dalam akuntansi berbasis kas menuju akrual sudah banyak
diakomodasi di dalam laporan keuangan terutama neraca yang disusun sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan. Keberadaan pos piutang, aset tetap, dan hutang
merupakan bukti adanya proses pembukuan yang dipengaruhi oleh basis
akrual.
Dalam memorandum Komite Standar Akuntansi Pemerintah (2006)
menyatakan bahwa dalam akuntansi berbasis akrual, waktu pencatatan sesuai
dengan saat terjadinya arus sumber daya sehingga dapat menyediakan
informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat.
Dengan demikian, pendapatan diakui pada saat penghasilan telah diperoleh
dan beban atau biaya diakui pada saat kewajiban timbul atau sumber daya
dikonsumsi. Penerapan basis akrual mencakup pencatatan transaksi keuangan
dan juga penyiapan laporan keuangan.

Dengan demikian, alasan-alasan penggunaan basis akrual diantaranya


adalah sebagai berikut:
1. Akuntansi berbasis kas tidak menghasilkan informasi yang cukup misal
transaksi non kas - untuk pengambilan keputusan ekonomi misalnya
informasi tentang hutang dan piutang, sehingga penggunaan basis akrual
sangat disarankan.
2. Hanya akuntansi berbasis akrual menyediakan informasi yang tepat untuk
menggambarkan biaya operasi yang sebenarnya (full costs of operation),
misalnya keputusan apakah suatu pekerjaan harus dikontrakkan atau
dilakukan secara sewa kelola.
3. Hanya akuntansi berbasis akrual yang dapat menghasilkan informasi yang
dapat diandalkan dalam informasi aset dan kewajiban.
4. Hanya akuntansi berbasis akrual yang menghasilkan informasi keuangan
yang komprehensif tentang pemerintah, misalnya penghapusan hutang
yang tidak ada pengaruhnya di laporan berbasis kas.

Basis akrual sangat kental dengan prinsip


mempertemukan/menandingkan (Matching Principles), yaitu
mempertemukan pendapatan yang diperoleh pada satu periode akuntansi
dengan biaya yang digunakan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Dengan penggunaan basis akrual, maka apabila terdapat pendapatan yang
diperoleh pada periode yang bersangkutan (walaupun penerimaan tunainya
pada periode yang bersangkutan), maka harus dikeluarkan (disesuaikan) dari
periode yang bersangkutan, demikian pula halnya dengan biaya atau belanja.
Di sisi lain, apabila terdapat pendapatan yang mestinya harus diakui pada
suatu periode, namum belum diterima atau dicatat pada periode yang
bersangkutan, maka harus dicatat/dimasukkan (Hariyanto, 2015).

Bila dilihat dari sisi manfaatnya, dalam Studi No 14 yang diterbitkan


oleh IFAC-Public Sector Committe (2003), manfaat penggunaan basis akrual
dapat diuraikan berikut ini. Laporan keuangan yang disajikan dengan basis
akrual memungkinkan pengguna laporan untuk:
1. Menilai akuntabilitas pengelolaan seluruh sumber daya oleh suatu entitas;
2. Menilai kinerja, posisi keuangan dan arus kas dari suatu entitas; dan
3. Pengambilan keputusan mengenai penyediaan sumber daya kepada, atau
melakukan bisnis dengan suatu entitas.
Namun akuntansi berbasis akrual mempunyai berbagai kendala antara
lain adalah adanya pilihan atas berbagai penilaian, pengakuan, dan pelaporan
atas aset, kewajiban, dan ekuitas. Berbagai pilihan ini akan dapat mengundang
tekanan dari berbagai pihak, baik penyusun maupun para pengguna dari
laporan keuangan untuk mendapatkan informasi keuangan sesuai dengan
keinginan masing-masing.

2.1.3 Sistem Pengendalian Intern


Ada beberapa pengertian tentang sistem pengendalian intern yaitu :
1. Menurut Permendagri no 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian
intern, yaitu:
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan
dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatanyang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
2. Menurut Permendagri No. 4 Tahun 2008 Pedoman Pelaksanaan Reviu
Atas Laporan Keuangan DaerahPasal 1(10) adalah:
Sistem pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi
oleh manajeman yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang
memadai dalam penciptaan efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan keandalan penyajian
keuangan daerah.
3. Menurut Permendagri no 60 tahun 2008 tentang sitem pengendalian intern
pemerintah:
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya
disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan
secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.

2.1.4 Tujuan Sistem Pengendalian Intern


Menurut mulyadi (2003:44), tujuan dari sistem pengendalian intern yaitu :
1. Melindungi harta milik perusahaan
2. Memeriksa kecermatan dan kehandalan data akuntansi
3. Meningkatkan efisiensi usaha
4. Mendorong ditaatinya kebijakan yang telah digariskan .
Faktor-faktor yang menyebabkan pentingnya sistem pengendalian intern
(SPI), yaitu :
a. Perkembangan kegiatan dan skala (komplesitas)
b. Tanggung jawab utama untuk melindungi aset organisasi, mencegah dan
menemukan kesalahan-kesalahan serta kecurangan-kecurangan
c. Pengawasan oleh dari satu orang (saling cek) merupakan cara yang tepat
untuk menutup kekurangan-kekurangan pada manusia
d. Pengawasan yang built-in langsung pada sistem berupa pengendalian
intern yang baik dianggap lebih tepat
2.1.5 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintah Berbasis Akrual
Peraturan pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah adalah pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005.
Walaupun Peraturan pemerintah No. 71 Tahun 2010 menginstruksikan
penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual murni, namun pemerintah
masih diperkenankan menerapkan basis kas menuju akrual sampai dengan tahun
2015.
Tujuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
ialah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan
laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas.
Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk
lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan
seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman
struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan.
Standar Akuntansi Pemerintahan ini hanya berlaku untuk laporan
keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan dalam suatu laporan
ntahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, penting bagi pengguna untuk
dapat membedakan informasi yang disajikan menurut Standar Akuntansi
Pemerintahan dari informasi lain. Namun bukan merupakan subyek yang diatur
dalam pernyataan standar ini. Masing-masing laporan keuangan dalam PP No.
71 Tahun 2010 dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)


Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer,
surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang
masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya. Laporan Realisasi
Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja,
transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan, yang masing-masing
diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode pelaporan. (PSAP
02, par 8).

Di dalam Modul Akuntansi Pemerintah Daerah Berbasis Akrual


yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, disebutkan
bahwa unsur LRA SKPD hanya pendapatan-LRA dan belanja. Sedangkan
transfer, pembiayaan, dan surplus/defisit-LRA terdapat di PPKD.

Dalam SAP berbasis akrual paragraf 44, disebutkan bahwa dalam


hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas, maka LRA
disusun berdasarkan basis kas. Namun demikian, bilamana anggaran
disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun
berdasarkan basis akrual. Peraturan basis yang digunakan dalam
penyusunan LRA juga kembali diterangkan dalam SAP pasal 1 poin ke 8
yang berbunyi:

SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset,
utang, dan ekuitas dalam laporan finansial berbasis akrual, serta mengakui
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam laporan pelaksanaan anggaran
berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.

2. Laporan Perubahan Saldo


Laporan Perubahan Saldo menyajikan informai kenaikan atau
penurunan saldo anggaran lebih/kurang tahun pelaporan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Laporan ini menginformasikan penggunaan dari
Sisa lebih pembiayaan anggaran tahun sebelumnya (SILPA) atau sumber
dana yang digunakan untuk menutup sisa kurang anggaran tahun lalu
(SILKA), sehingga tersaji sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran tahun
berjalan. Laporan Perubahan Saldo dibuat oleh PPKD, sedangkan SKPD
tidak membuatnya.

3. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur yang
dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas. Masing-masing
unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat
diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur
dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang
diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-
sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
b. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
pemerintah.
c. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan
selisihntara aset dan kewajiban pemerintah.

4. Laporan Operasional (LO)


Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi
yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu
periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan
Operasional terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar
biasa. Masing masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih.
b. Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih.
c. Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang
dari/oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain,
termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.

Dalam Pernyataan SAP Akrual No. 13 Paragraf 9, Laporan


Operasional atau LO hanya menajikan pos pendapatan-LO, beban dan
surplus/defisit operasional dari suatu entitas yang penyajiannya
disandingkan dengan periode sebelumnya. Pengakuan pos pendapatan-LO
yang sesuai SAP akrual adalah diakui pada saat :

a. Timbulnya hak atas pendapatan


b. Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya
ekonomi. Sedangkan beban diakui pada saat: Timbulnya kewajiban,
terjadinya konsumsi asset, terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau
potensi jasa
5. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas adalah laporan yang menyajikan
informasi mengenai perubahan ekuitas yang terdiri dari ekuitas awal,
surplus/defisit-LO, dan ekuitas akhir. Laporan Perubahan Ekuitas
menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos:

a) Ekuitas awal
b) Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan;
c) Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang
antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh
perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar,
misalnya: koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada
periode-periode sebelumnya; perubahan nilai aset tetap karena revaluasi
aset tetap.
d) Ekuitas akhir.
Pos ekuitas di LPE diakui pada saat di restatement. Restatement
adalah perlakuan akuntansi yang dilakukan atas pos-pos dalam Neraca
yang perlu dilakukan penyajian kembali pada awal periode (PSAP 10,
par 2).
6. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas adalah laporan keuangan yang memberikan
informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas
selama suatu periode akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal
pelaporan yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi,
pendanaan, dan transitoris. Informasi ini disajikan untuk
pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan. Laporan arus kas hanya
dibuat oleh PPK, bukan SKPD. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas
dari aktivitas operasi dengan cara:

a. Metode Langsung
Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan
pengeluaran kas bruto.
b. Metode Tidak Langsung :
Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi
operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan (accrual)
penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang akan datang, serta unsur
penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk kas yang berkaitan dengan
aktivitas investasi dan pendanaan.
7. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar
terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam laporan
realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih, neraca, laporan
operasional, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas. Termasuk
pula dalam catatan atas laporan keuangan adalah penyajian informasi yang
diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian
yang wajar atas laporan keuangan.

2.1.6 Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian terdahulu mengenai implementasi SAP berbasis
akrual pada laporan keuangan pemerintah menunjukkan hasil yang berbeda di
setiap wilayah di Indonesia pada umumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
kesuksesan dan kesesuaian laporan keuangan berdasarkan SAP berbasis akrual.
Beberapa penelitian lain menunjukkan hasil yang berseberangan.
Penelitian (Damayanti, 2012) adalah salah satu penelitian yang
menunjukkan hasil bahwa implementasi SAP berbasis akrual pada laporan
keuangan di beberapa kota Indonesia belum sesuai dan belum tepat. Hal ini
karena masih terdapat beberapa penyajian pos-pos akrual yang belum memadai
dikarenakana oleh kurangnya peraturan teknis yang detail dan ketidakpastian
pemerintah kota untuk melaksanakannya.

Hasil yang sama mengenai belum sesuainya implementasi SAP


berbasis akrual terhadap laporan keuangan pemerintah ditunjukkan oleh
penelitian (Fitri, 2013). Perubahan peraturan yang relatif singkat, proses
penyebaran informasi dan sosialisasi yang lambat, kompleksitas laporan
keuangan basis akrual, dan belum adanya sistem akuntansi berbasis akrual
secara penuh merupakan kendala yang dihadapi dalam penerapan basis akrual.
Penelitian ini difokuskan pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota
Bandar Lampung Tahun Anggaran 2013. Selanjutnya, penelitian (Harist, 2015)
menunjukkan hasil bahwa laporan keuangan pemerintah kota Malang telah
sesuai berdasarkan SAP berbasis akrual.

2.2 Kerangka Penelitian


Penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan pusat maupun
daerah di Indonesia adalah hal yang baru. Akuntansi berbasis akrual ini baru saja
dikeluarkan peraturannya melalui SAP berbasis akrual. Yang dulunya diatur
dalam PP no.24 tahun 2005, tetapi tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah daerah
sehingga dikaji ulang dalam PP no.71 tahun 2010. SAP berbasis akrual ini dibuat
dengan tujuan agar informasi yang tersaji dalam l aporan keuangan bisa lebih
akurat, relevan dan dapat lebih transparan, karena dianggap akuntansi berbasis
kas tidak transparan karena akuntansi ini hanya memunculkan transaksi-transaksi
yang berhubungan dengan kas, sedangkan akuntansi berbasis akrual tidak
memperhatikan kas ataupun setara kas, akuntansi ini juga mencatat transaksi-
transaksi saat terjadinya peristiwa, bukan saja saat ada kas yang masuk atau
keluar. Sehingga dianggap lebih dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan.
untuk memenuhi sebuah laporan keunagan yang berkualitas juga dibutuhkan
komponen lain, salah satunya yaitu dengan adanya sistem pengendalian intern
pemerintah (SPIP), ada 5 unsur dari SPIP sendiri yaitu lingkungan pengendalian,
penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta
pemantauan pengendalian intern. Lima unsur ini saling terjalin erat satu dengan
yang lainnya dan diharapkan dapat mengkontrol setiap peristiwa yang terjadi
dipemerintahan, khususnya pemerintah daerah. Dengan adanya SPIP ini juga
diharapkan tidak ada penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran (APBD)
sehingga laporan keuangan yang disusun dapat berkualitas. Laporan keuangan
pemerintah daerah yang berkualitas harus memenuhi empat kriteria kualitatif
yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Setiap LKPD yang
memenuhi empat kriteria ini dianggap telah mempertanggungjawabkan
anggarannya dengan benar, dan pertanggungjawaban ini diungkapkan dalam
laporan keuangan yang disajiakan oleh pemerintah daerah. LKPD yang disajikan
oleh pemerintah daerah bertujuan untuk mendukung adanya pengelolaan yang
akuntabilitas dan terbuka dalam rangka menyelenggarakan tata pemerintahan
yang baik (Good Governance).
Berdasarkan uraian diatas dan landasan teori, maka disusun suatu
model penelitian mengenai penelitian yang akan dilakukan. Model penelitian
tersebut adalah sebagai berikut :

Akuntansi berbasis akrual


(X1)
Kualitas Laporan
Keuangan (Y)

Sistem Pengendalian Intern


Pemerintah (X2)

Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah kualitas laporan
keuangan sebagai objek utama penelitian dan juga sebagai variabel dependen
penelitian. Dan variabel lainnya sebagai variabel independen yakni antara lain :
akuntansi berbasis akrual dan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP).

2.2.1 Hubungan Akuntansi Berbasis Akrual Dan Kualitas Laporan Keuangan


Ada beberapa pernyataan yang mengambarkan hubungan dari
akuntansi berbasis akrual terhadap kaulitas laporan keuangan, yaitu :
1. Menurut standar akuntansi pemerintah (SAP) :
Akuntansi berbasis akrual menghasilkan laporan keuangan yang
bisa dipercaya, akurat, komprehensif dan relevan. Menyajikan informasi
keuangan secara lebih akurat dan lengkap sehingga dapat meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas.
2. (Kara & Kilic, 2011), menyatakan :
Ada banyak manfaat menggunakan akuntansi berbasis akrual.
Laporan keuangan menjadi lebih berkualitas yaitu menjadi lebih jelas,
sebanding dan akurat setelah transformasi sistem pemerintahan cash basis
akuntansi pemerintah dasar sistem akuntansi akrual.
3. Abdul halim (2007:48), menyatakan :
Basis akrual mampu menghasilkan informasi guna penyusunan
laporan keuangan yaitu informasi mengenai kas dan entitas selain kas.
Disamping itu, basis ini dapat memenuhi tujuan pelaporan yang tidak
dapat dipenuhi oles basis kas.
Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat dilihat bahwa akuntansi
berbasis akrual dinilai lebih memberi manfaat dalam memberikan informasi
yang lebih lengkap, informasi yang lebih lengkap ini akan mendukung
pemerintah daerah saat menghasilkan sebuah laporan keuangan yang
berkualitas. Akuntansi berbasis akrual ini juga mampu menghasilkan
informasi guna penyusunan laporan keuangan yaitu informasi mengenai kas
dan entitas selain kas sesuai SAP yang berlaku tentang laporan keuangan yang
lebih komphensif.

2.2.2 Hubungan Sistem Pengendalian Intern Dan Kualitas Laporan Keuangan

Ada beberapa pernyataan yang mengambarkan hubungan dari


akuntansi berbasis akrual terhadap kaulitas laporan keuangan, yaitu:
1. Menurut Mahmudi (2007: 27) menyatakan bahwa:
Untuk menghasilkan laporan keuangan pemerintah daerah
diperlukan proses dan tahap-tahap yang harus dilalui yang diatur dalam
sistem akuntansi pemerintah daerah. Sistem akuntansi di dalamnya
mengatur tentang sistem pengendalian intern (SPI), kualitas laporan
keuangan sangat dipengaruhi oleh bagus tidaknya sistem pengendalian
intern yang dimiliki pemerintah daerah.
2. Menurut (Anindita Primastuti, 2008), yaitu :
Untuk memenuhi kriteria keandalan dan relevansi suatu laporan
keuangan juga sangat ditentukan oleh kualitas system pengendalian intern
yang baik. Dengan sistem pengendalian intern yang berkualitas maka
pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah bias terhindar dari
penyelewengan , resiko salah prosedur, dan inefisiensi sehingga mampu
menghasilkan laporan keuangan yang relevan, andal, dapat dibandingkan
dan dapat dipahami.

2.3 Hipotesis
Berdasarkan uraian pembahasan permasalahan, teori, konsep, serta
kerangka pemikiran yang sebelumnya dusajikan, maka hipotesis yang akan
diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1 : Akuntansi berbasis akrual berpengaruh signifikan terhadap kualitas
laporan keuangan.
H2 : Sistem pengendalian intern (SPI) berpengaruh signifikan terhadap
kualitas laporan keuangan.
H3 : Akuntansi berbasis akrual dan sistem pengendalian intern (SPI)
berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain Penelitian
Tujuan
Jenis Metode Yang Unit Analisis Time Horizon
Penelitian
Penelitian Digunakan

T-1 Descriptive Descriptive dan Akuntansi Cross


dan Survei Berbasis Sectional
Verifikatif Akrual
T-2 Descriptive Descriptive dan Sistem Cross
dan Survei Pengendalian Sectional
Verifikatif Intern
T-3 Descriptive Descriptive dan Kualitas Cross
dan Survei Laporan Sectional
Verifikatif Keuangan

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih oleh peneliti sebagai tempat penelitian yaitu Dispenda
Kabupaten Klungkung. Selama ini Dispenda Kabupaten Klungkung menyusun
laporan keuangan dengan menganut standar akuntansi pemerintahan berbasis
akrual. Oleh karena itu, Dispenda Kabupaten Klungkung ini menjadi objek yang
menarik untuk diteliti bagaimana hasil analisis dalam menerapkan standar
akuntansi pemerintahan yang berbasis akrual.
3.3 Obyek Penelitian
Obyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah laporan keuangan
Dispenda kabupaten Klungkung.
3.4 Identifikasi Variabel
Variabel - variabel yang diidentifikasi dalam penelitian ini dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Variabel dependen (dependent variabel)
Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang menjadi perhatian
utama peneliti (Sekaran, 2006 : 113). Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel dependen adalah kinerja auditor (Y).
2) Variabel independen (independent variable)
Variabel independen (bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi
variabel lain baik secara positif maupun negatif (Sekaran, 2006 : 115).
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah expectation
gap (X1).
3) Variabel moderasi (moderating variable)
Variabel moderasi adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat atau
memperlemah) hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel moderasi adalah due professional care
(X2).
3.5 Definisi Operasional Variabel

Variabel Konsep Dimensi Indikator Skala


Akuntansi Akuntansi berbasis akrual 1. Pengakuan 1. Pendapatan Ordinal
berbasis adalah akuntansi yang 2. Belanja
akrual mengakui transaksi dan 3. Beban
peristiwa lainnya padasaat 2. Pencatatatan 1. Kewajiban
transaksi dan peristiwa 2. Aset
tersebut terjadi (bukan
hanya pada saat kas yang 3. Pengukuran Pengukuran dilakukan
diterima atau dibayar). Abdul (2012:24) dengan nilai perolehan
Abdul (2007:49) historis

Sistem Sistem pengendalian intern 1. Lingkungan 1. Penegakan Ordinal


pengendali adalah proses yang integral Pengendalian Integritas Nilai
an internal pada tindakan dan kegiatan Etika
yang dilakukan secara terus 2. Komitmen terhadap
menerus oleh pimpinan dan Kompetensi
seluruh pegawai untuk 3. Kepemimpinan
memberikan keyakinan yang Kondusif
memadai atas tercapainya 4. Memiliki Struktur
tujuan organisasi melalui Organisasi
kegiatan yang efektif dan 5. Pendelegasian
efisien,keandalan pelaporan wewenang dan
keuangan, pengamanan tanggung jawab
asset negara dan ketaatan yang tepat
terhadap peraturan 6. Penyusunan dan
perundang-undangan. penerapan
kebijakan yang
(PP. No.60 tahun 2008). sehat tentang
pembinaan SDM
7. Perwujudan peran
aparat pengawasan
intern yang efektif
8. Hubungan kerja
yang baik dengan
instansi pemerintah
terkait

1. Penilaian 1. Identifikas
Risiko 2. Analisis

2. Aktivitas 1. Reviu atas kinerja


Pengendalian instansi pemerintah
yang bersangkutan
2. Pembinan SDM
3. Pengendalian atas
pengelolaan sistem
informasi
4. Pengendalian fisik
atas asset
5. Penetapan dan reviu
atas indikator dan
ukuran kinerja
6. Pemisahan fungsi
7. Otorisasi atas
transaksi dan
kejadian yang
penting
8. Pencatatan yang
akurat dan tepat
waktu atas transaksi
dan kejadian
9. Pembatasan akses
atas sumber daya
dan pencatatannya
10. Akuntabilitas
terhadap sumber
daya dan
pencatatannya
11. Dokumentasi
yang baik atas
sistem pengendalian
intern serta
transaksi dan
kejadian penting

3. Informasi dan Menyediakan dan


Komunikasi memanfaatkan
berbagai bentuk dan
sarana komunikasi
serta mengelola,
mengembangkan dan
memperbarui sistem
informasi secara terus
menerus
4. Pemantauan Evaluasi terpisah dapat
dilakukan oleh aparat
(PP. No. 60 tahun pengawasan intern
2008) pemerintah atau pihak
eksternal pemerintah
serta menggunakan
daftar uji intern

Kualitas Kualitas laporan keuangan 1. Relevan a. Memiliki umpan Ordinal


Laporan adalah karakteristik balik
Keuangan kualitatif yang dimiliki oelh b. Memiliki manfaat
Pemerinta laporan keuangan. prediktif
h Daerah c. Tepat waktu
(PP No.24 tahun 2005 d. Lengkap
tentang SAP)
2. Andal a. Penyajian jujur
b. Dapat diverifikasi
c. Netralitas

3. Dapat Perbandingan dapat


dibandingkan dilakukan secara
internal dan
eksternal
4. Dapat Batas pemahaman
dipahami para Pengguna
(PP No. 24 tahun
2005 tentang
SAP)
3.6 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di
tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2014:117). Populasi penelitian ini mencakup
seluruh pegawai bagian keuangan pada Dispenda Kabupaten Klungkung.
Metode penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive
Sampling. Metode ini dilakukan dengan sengaja dan ditentukan terlebih
dahulu subyek yang akan dijadikan sampel dengan tujuan agar data yang
diperoleh lebih valid dan dapat dipertanggung jawabkan. (Sugiyono,
2014:130) Purposive Sampling adalah teknik untuk menentukan sampel
penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar
data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif. Subyek yang
dijadikan sampel adalah yang dianggap paling memahami dan
bertanggung jawab langsung atas Laporan Keuangan.
3.7 Metode Pengumpulan Data
Adapun tahapan-tahapan analisis data dalam penelitian ini sesuai dengan
analisis data kualitatif model Miles dan Huberman (1992) dalam Sugiyono
(2010:153), yaitu sebagai berikut:
1. Pengumpulan data, yaitu peneliti mendapatkan semua data secara
objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil dokumentasi dan
wawancara di lapangan. Kemudian hasil wawancara dibuatkan
transkripnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk
rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim (hasil transkrip
wawancara). Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar
peneliti mengerti benar data atau hasil yang telah didapatkan.
2. Reduksi data, yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan focus
penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasikan. Pada tahap ini juga, peneliti melakukan coding.
Data yang relevan diberi kode, kemudian dikelompokan atau
dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat.
Dengan teknik ini tidak berarti penelitian kualitatif tidak memiliki
pedoman-pedoman tentang prosedur yang harus dijalani berkenaan
dengan analisis dan interpretasi data. Langkah-langkah coding
yakni:
a. Langkah pertama disebut Open Coding. Pada tahap ini transkrip
diberikan keterangan mengenai informasi yang berisi informan
beserta situasi sekitar ketika wawancara dilakukan.
b. Pada langkah kedua, peneliti melakukan Axial Coding. Tahap ini
memiliki beberapa kolom tabel yang berisikan kategori, nomor
kode, dan transkrip yang sesuai atau mewakili berkas tersebut
dengan kode penomoran yang sudah dilakukan pada open
coding.
c. Setelah melakukan axial coding, yang paling terakhir adalah
tahap penentuan transkrip dari sekian banyak untuk dipilih atas
jawaban yang mendasari permasalahan atas penelitian yang
dilakukan. Tahapan ini disebut dengan Selective Coding. Data-
data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih
tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti
untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan.
Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah
kasus yang diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara
berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal diungkapkan oleh
responden. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti
dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema
penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti juga dapat menangkap
pengalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek.
3. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi yang tersusun yang
memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk tabel,
network, atau grafis sehingga data dapat dikuasai.
4. Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data. Setelah kaitan antara
kategori dan pola data dengan asumsi terwujud, peneliti masuk ke
dalam tahap penjelasan. Berdasarkan kesimpulan yang telah didapat
dari kaitanya tersebut, penulis merasa perlu mencari suatu alternatif
penjelasan lain tentag kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam
penelitian kualitatif memang selalu ada alternative penjelasan yang
lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdapat hal-hal yang
menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada tahap
ini akan dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau teori-
teori lain.
5. Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan,
kesimpulan, dan saran. Pengambilan keputusan atau verifikasi,
berarti bahwa setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
3.8 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Sumber data dari masing-masing jenis dalam penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Data Primer diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan
pihak yang berkompeten dan berwenang dalam memberikan data yang
dibutuhkan di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Klungkung.
2. Data Sekunder
Data Sekunder berasal dari data yang diperoleh dari Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Klungkung berupa Laporan Keuangan
tahun anggaran 2015. Data sekunder lainnya seperti laporan/dokumen
lainnya, catatan - catatan, dan data terkait lainnya.
3.9 Uji Istrumen Penelitian
Kedudukan yang terpenting dalam sebuah penelitian dan merupakan
penentu kualitas penelitian adalah data. Hal tersebut dikarenakan data
merupakan gambaran dari variabel dan digunakan sebagai sumber pembuktian
hipotesis. Baik tidaknya data yang akan diuji tergantung dari istrumen yang
digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua
syarat yaitu valid dan reliabel.
3.9.1 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid dan sahnya suatu
kuesioner. Kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan yang terdapat di
dalam kuesioner dapat mengukur apa yang ingin di ukur oleh peneliti
(Ghozali, 2013 : 55), pada penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan
melakukan korelasi bivariate antara masing masing skor indicator dengan
total skor konstruk dengan menggunakan Correlation Coefficients Pearsons.
Validnya suatu kuesioner dapat dilihat dari nilai r hitung yang lebih besar dari
0,30.
3.9.2 Uji Reliabilitas
Suatu intrumen akan dikatakan reliable jika instrument yang
digunakan beberapa kali dengan mengukur objek yang sama akan
menghasalikan informasi yang sama pula (Sugiyono, 2014 : 172). Uji
reliablitias dapat menggunakan program SPSS dengan teknik cronbachs alpha.
Jika hasil nilai alpha yang didapatkan lebih besar dari 0,70, maka instrument
tersebut dikatakan reliabel.
3.10 Teknik Analisis Data
Adapun tahapan-tahapan analisis data dalam penelitian ini sesuai dengan
analisis data kualitatif model Miles dan Huberman (1992) dalam Sugiyono (2010:91),
yaitu sebagai berikut:
1. Pengumpulan data, yaitu peneliti mendapatkan semua data secara objektif dan
apa adanya sesuai dengan hasil dokumentasi dan wawancara di lapangan.
Kemudian hasil wawancara dibuatkan transkripnya dengan mengubah hasil
wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim (hasil
transkrip wawancara). Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar
peneliti mengerti benar data atau hasil yang telah didapatkan.
2. Reduksi data, yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan focus
penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasikan. Pada tahap ini juga, peneliti melakukan coding. Data
yang relevan diberi kode, kemudian dikelompokan atau dikategorikan
berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat. Dengan teknik ini tidak
berarti penelitian kualitatif tidak memiliki pedoman-pedoman tentang
prosedur yang harus dijalani berkenaan dengan analisis dan interpretasi data.
Langkah-langkah coding yakni :
a. Langkah pertama disebut Open Coding. Pada tahap ini transkrip diberikan
keterangan mengenai informasi yang berisi informan beserta situasi
sekitar ketika wawancara dilakukan.
b. Pada langkah kedua, peneliti melakukan Axial Coding. Tahap ini memiliki
beberapa kolom tabel yang berisikan kategori, nomor kode, dan transkrip
yang sesuai atau mewakili berkas tersebut dengan kode penomoran yang
sudah dilakukan pada open coding.
c. Setelah melakukan axial coding, yang paling terakhir adalah tahap
penentuan transkrip dari sekian banyak untuk dipilih atas jawaban yang
mendasari permasalahan atas penelitian yang dilakukan. Tahapan ini
disebut dengan Selective Coding. Data-data yang telah direduksi
memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan
mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan.
Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang
diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman
terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden. Data yang telah
dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh
dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti
juga dapat menangkap pengalaman, permasalahan, dan dinamika yang
terjadi pada subjek.
3. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi yang tersusun yang
memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk tabel, network, atau grafis
sehingga data dapat dikuasai.
4. Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data. Setelah kaitan antara kategori dan
pola data dengan asumsi terwujud, peneliti masuk ke dalam tahap penjelasan.
Berdasarkan kesimpulan yang telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis
merasa perlu mencari suatu alternatif penjelasan lain tentag kesimpulan yang
telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif
penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdapat hal-hal
yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada tahap ini
akan dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau teori-teori lain.
Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan, dan
saran.
5. Pengambilan keputusan atau verifikasi, berarti bahwa setelah data disajikan,
maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Anda mungkin juga menyukai