Anda di halaman 1dari 9

Konsep dan Teori Bentuk-bentuk Negara

Konsep Negara Hukum Kontemporer


Gagasan, cita, atau ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan
‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari perkataan
‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan ‘demos’ dan
‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah
kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan
adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide
kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggeris
yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip “rule of law”
yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the Rule of Law, and not of Man”.
Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang.
Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris
dengan judul “The Laws”2 , jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya
telah sejak lama dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan
antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan
menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika,
konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The
Rule of Law”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah
‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu:
1. Perlindungan hak asasi manusia.
2. Pembagian kekuasaan.
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan tata usaha Negara.
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara
Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:
1. Supremacy of Law.
2. Equality before the law.
3. Due Process of Law
Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas
pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan
oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman sekarang.
Bahkan, oleh “The International Commission of Jurist”, prinsip-prinsip Negara Hukum itu
ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and
impartiality of judiciary) yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam
setiap negara demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting Negara Hukum menurut
“The International Commission of Jurists” itu adalah:
1. Negara harus tunduk pada hukum.
2. Pemerintah menghormati hak-hak individu.
3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Profesor Utrecht membedakan ntara Negara Hukum Formil atau Negara Hukum
Klasik, dan Negara Hukum Materiel atau Negara Hukum Modern3 . Negara Hukum Formil
menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan
perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara Hukum Materiel yang
lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya. Karena itu, Wolfgang
Friedman dalam bukunya ‘Law in a Changing Society’ membedakan antara ‘rule of law’
dalam arti formil yaitu dalam arti ‘organized public power’, dan ‘rule of law’ dalam arti
materiel yaitu ‘the rule of just law’. Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa
dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud secara substantif,
terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran
pengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiel. Jika
hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata,
niscaya pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas serta
belum tentu menjamin keadilan substantive. Karena itu, di samping istilah ‘the rule of law’
oleh Friedman juga dikembangikan istilah ‘the rule of just law’ untuk memastikan bahwa
dalam pengertian kita tentang ‘the rule of law’ tercakup pengertian keadilan yang lebih
esensiel daripada sekedar memfungsikan peraturan perundang-undangan dalam arti sempit.
Kalaupun istilah yang digunakan tetap ‘the rule of law’, pengertian yang bersifat luas itulah
yang diharapkan dicakup dalam istilah ‘the rule of law’ yang digunakan untuk menyebut
konsepsi tentang Negara Hukum di zaman sekarang. Namun demikian, terlepas dari
perkembangan pengertian tersebut di atas, konsepsi tentang Negara Hukum di kalangan
kebanyakan ahli hukum masih sering terpaku kepada unsur-unsur pengertian sebagaimana
dikembangkan pada abad ke-19 dan abad ke-20. Sebagai contoh, tatkala merinci unsur-unsur
pengertian Negara Hukum (Rechtsstaat), para ahli selalu saja mengemukakan empat unsur
‘rechtsstaat’, dimana unsurnya yang keempat adalah adanya ‘administratieve rechtspraak’
atau peradilan tata usaha Negara sebagai ciri pokok Negara Hukum. Tidak ada yang
mengaitkan unsur pengertian Negara Hukum Modern itu dengan keharusan adanya
kelembagaan atau setidak-tidaknya fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengadilan
tata Negara. Jawabannya ialah karena konsepsi Negara Hukum (Rechtsstaat) sebagaimana
banyak dibahas oleh para ahli sampai sekarang adalah hasil inovasi intelektual hukum pada
abad ke 19 ketika Pengadilan Administrasi Negara itu sendiri pada mulanya dikembangkan;
sedangkan Mahkamah Konstitusi baru dikembangkan sebagai lembaga tersendiri di samping
Mahkamah Agung atas jasa Professor Hans Kelsen pada tahun 1919, dan baru dibentuk
pertama kali di Austria pada tahun 1920. Oleh karena itu, jika pengadilan tata usaha Negara
merupakan fenomena abad ke-19, maka pengadilan tata negara adalah fenomena abad ke-20
yang belum dipertimbangkan menjadi salah satu ciri utama Negara Hukum kontemporer.
Oleh karena itu, patut kiranya dipertimbangkan kembali untuk merumuskan secara baru
konsepsi Negara Hukum modern itu sendiri untuk kebutuhan praktek ketatanegaraan pada
abad ke-21 sekarang ini.
Menurut Arief Sidharta4 , Scheltema, merumuskan pandangannya tentang unsurunsur
dan asas-asas Negara Hukum itu secara baru, yaitu meliputi 5 (lima) hal sebagai berikut:
1. Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia yang
berakar dalam penghormatan atas martabat manusia (human dignity).
2. Berlakunya asas kepastian hukum. Negara Hukum untuk bertujuan
menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum
bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dan prediktabilitas yang
tinggi, sehingga dinamika kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat
‘predictable’. Asas-asas yang terkandung dalam atau terkait dengan asas
kepastian hukum itu adalah:
a) Asas legalitas, konstitusionalitas, dan supremasi hukum;
b) Asas undang-undang menetapkan berbagai perangkat peraturan tentang
cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan
pemerintahan;
c) Asas non-retroaktif perundang-undangan, sebelum mengikat undang-
undang harus lebih dulu diundangkan dan diumumkan secara layak;
d) Asas peradilan bebas, independent, imparial, dan objektif, rasional,
adil dan manusiawi;
e) Asas non-liquet, hakim tidak boleh menolak perkara karena alasan
undangundangnya tidak ada atau tidak jelas; f. Hak asasi manusia
harus dirumuskan dan dijamin perlindungannya dalam undang-undang
atau UUD.
3. Berlakunya Persamaan (Similia Similius atau Equality before the Law)
Dalam Negara Hukum, Pemerintah tidak boleh mengistimewakan orang
atau kelompok orang tertentu, atau memdiskriminasikan orang atau
kelompok orang tertentu. Di dalam prinsip ini, terkandung (a) adanya
jaminan persamaan bagi semua orang di hadapan hukum dan
pemerintahan, dan (b) tersedianya mekanisme untuk menuntut perlakuan
yang sama bagi semua warga Negara.
4. Asas demokrasi dimana setiap orang mempunyai hak dan kesempatan
yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan atau untuk
mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintahan. Untuk itu asas demokrasi
itu diwujudkan melalui beberapa prinsip, yaitu:
a) Adanya mekanisme pemilihan pejabat-pejabat publik tertentu yang
bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil yang
diselenggarakan secara berkala;
b) Pemerintah bertanggungjawab dan dapat dimintai
pertanggungjawaban oleh badan perwakilan rakyat;
c) Semua warga Negara memiliki kemungkinan dan kesempatan yang
sama untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan
politik dan mengontrol pemerintah; d. Semua tindakan
pemerintahan terbuka bagi kritik dan kajian rasional oleh semua
pihak;
d) Kebebasan berpendapat/berkeyakinan dan menyatakan pendapat; f.
Kebebasan pers dan lalu lintas informasi;
e) Rancangan undang-undang harus dipublikasikan untuk
memungkinkan partisipasi rakyat secara efektif.
5. Pemerintah dan Pejabat mengemban amanat sebagai pelayan masyarakat
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan
bernegara yang bersangkutan. Dalam asas ini terkandung hal-hal sebagai
berikut:
a) Asas-asas umum peerintahan yang layak;
b) Syarat-syarat fundamental bagi keberadaan manusia yang
bermartabat manusiawi dijamin dan dirumuskan dalam aturan
perundang-undangan, khususnya dalam konstitusi;
c) Pemerintah harus secara rasional menata tiap tindakannya,
memiliki tujuan yangn jelas dan berhasil guna (doelmatig).
Artinya, pemerintahan itu harus diselenggarakan secara efektif dan
efisien.
Muhammad Tahir Azhary5 , dengan mengambil inspirasi dari sistem hukum Islam,
mengajukan pandangan bahwa ciri-ciri nomokrasi atau Negara Hukum yang baik itu
mengandung 9 (sembilan) prinsip, yaitu:
1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah;
2. Prinsip musyawarah;
3. Prinsip keadilan;
4. Prinsip persamaan;
5. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
6. Prinsip peradilan yang bebas;
7. Prinsip perdamaian;
8. Prinsip kesejahteraan;
9. Prinsip ketaatan rakyat.
Brian Tamanaha (2004), seperti dikutip oleh Marjanne Termoshuizen-Artz dalam
Jurnal Hukum Jentera6 , membagi konsep ‘rule of law’ dalam dua kategori, “formal and
substantive”. Setiap kategori, yaitu “rule of law” dalam arti formal dan “rule of law” dalam
arti substantif, masing-masing mempunyai tiga bentuk, sehingga konsep Negara Hukum atau
“Rule of Law” itu sendiri menurutnya mempunyai 6 bentuk sebagai berikut:
1. Rule by Law (bukan rule of law), dimana hukum hanya difungsikan sebagai
“instrument of government action”. Hukum hanya dipahami dan difungsikan sebagai
alat kekuasaan belaka, tetapi derajat kepastian dan prediktabilitasnya sangat tinggi,
serta sangat disukai oleh para penguasa sendiri, baik yang menguasai modal maupun
yang menguasai proses-proses pengambilan keputusan politik.
2. Formal Legality, yang mencakup ciri-ciri yang bersifat (i) prinsip prospektivitas
(rule written in advance) dan tidak boleh bersifat retroaktif, (ii) bersifat umum dalam
arti berlaku untuk semua orang, (iii) jelas (clear), (iv) public, dan (v) relative stabil.
Artinya, dalam bentuk yang ‘formal legality’ itu, diidealkan bahwa prediktabilitas
hukum sangat diutamakan.
3. Democracy and Legality. Demokrasi yang dinamis diimbangi oleh hukum yang
menjamin kepastian. Tetapi, menurut Brian Tamanaha, sebagai “a procedural mode
of legitimation” demokrasi juga mengandung keterbatasan-keterbatasan yang serupa
dengan “formal legality” 7 . Seperti dalam “formal legality”, rezim demokrasi juga
dapat menghasilkan hukum yang buruk dan tidak adil. Karena itu, dalam suatu
sistem demokrasi yang berdasar atas hukum dalam arti formal atau rule of law dalam
arti formal sekali pun, tetap dapat juga timbul ketidakpastian hukum. Jika nilai
kepastian dan prediktabilitas itulah yang diutamakan, maka praktek demokrasi itu
dapat saja dianggap menjadi lebih buruk daripada rezmi otoriter yang lebih
menjamin stabilitas dan kepastian.
4. “Substantive Views” yang menjamin “Individual Rights”.
5. Rights of Dignity and/or Justice .
6. Social Welfare, substantive equality, welfare, preservation of community.

Randall Peerenboom (2004)

Konsep_Negara_Hukum_Indonesia (1).pdf

(hal 2-8)
Negara adalah insititusi yang dibentuk oleh kumpulan orang-orang yang hidup dalam
wilayah tertentu dengan tujuan sama yang terikat dan taat terhadap perundang-undangan
serta memiliki pemerintahan sendiri”. Negara dibentuk atas dasar kesepakatan bersama
yang bertujuan untuk mengatur kehidupan anggotanya dalam memperoleh hidup dan
memenuhi kebutuhan mereka. Untuk mengatur bagaimana anggota masyarakat dalam
menjalankan aktivitasnya sebagai warga negara, negara memberikan batasan-batasan
dalam wujud aturan dan hukum. Dan setiap negara memiliki bentuk-bentuk tersendiri.
Bentuk negara adalah merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan
peninjauan secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis jika negara dilihat
secara keseluruhan (ganzhit) tanpa melihat isinya, sedangkan secara yuridis jika negara\
peninjauan hanya dilihat dari isinya atau strukturnya. Sedangkan secara yuridis jika negara\
peninjauan hanya dilihat dari isinya atau strukturnya.
Pengertian Bentuk-bentuk negara
Bentuk negara adalah merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan
secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis yaitu apabila negara
keseluruhan tanpa melihat isinya.Peninjauan secara yuridis yaitu apabila negara hanya
dilihat dari isinya dan strukturnya.
Bentuk Negara Pada Zaman Yunani Kuno Pada masa yunani kuno dahulu hanya
dikenal adanya 3 bentuk pokok dari negara. Pada waktu itu pengertian dari negara,
pemerintahan dan masyarakat masih belum dibedakan, hal ini disebabkan karena susunan
negara masih sangat sederhana sekali, bila dibandingkan dengan luas daerah negara dan
julah penduduknya belu sebesar asa sekarang ini. Negara hanya seluas kota saja oleh karena
itu pada hakikatnya hanya merupakan negara-kota saja. Negara-kota ini ada istilahnya yaitu
“polis”. Selain itu sifat dari urusan negara masih sangat sederhana sekali. Dalam pandangan
masyarakat dan para ahli negara, belu ada perbedaan antara pengertian negara, pengertian
masyarakat dan pengertian pemerintahan.
Adapun tiga bentuk pokok daripada negara pada masa yunani kuno tersebut ialah:
Monarchi, Oligarchi, dan Demokrasi. Dipergunakan sebagai ukuran untuk membedakan
bentukbentuk tersebut diatas yaitu: jumlah dari pemegang kekuasaan. Jika yang memegang
kekuasaan itu satu oarang aka bentuk negaranya Monarchi (bahasa Yunani “monos” berarti
“satu” sedangkan “archien” berarti “memerintah”). Jika memegang pemeritahan itu
beberapa orang maka bentuk negaranya itu Oligarchi (bahasa Yunani “oligai” berarti
“beberapa”). Jika yang emegang pemerintahan rakyat maka bentuk negara nya disebut
Demokrasi (bahasa Yunani “Demos” bararti “rakyat”). Menurut Plato ada lima macam
bentuk negara

 Aristokrasi yaitu pemerintah oleh Aristokrat (cendikiawan) sesuai dengan pikiran


orang lain.
 Timokrasi yaitu pemerintaj olrh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan
kehormatan.
 Oligharkhi yaitu pemerintahan oleh para golongan hartawan yang melahirkan milik
partilkuli.
 Demokrasi yaitu pemrintahan oleh rakyat miskin
 Tirani yaitu pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan sewenang -
wenang.
Bentuk Negara Pada Zaman Pertengahan
Bentuk negara Republik dan bentuk negara Kerajaan. Menurut Duguit,membedakan
Negara Republik dengan Kerajaan berdasarkan cara pengangkatan kepala Negara,jika
kepala negara ditunjuk secara keturunan,maka disebut Monarkhi jika kepala negaranya
dipilih disebut dengan Republik. Menurut Machiavelli,Negara kerajaan pembentukan
menurut kemauan seseorang/orang tertentu sedangkan negara berbentuk republik
kemauan negara berdasarkan hukum dan keinginan banyak orang.

Bentuk Negara pada Masa Modern Sekarang


Menurut teori-teori modern sekarang ini, bentuk negara yang terpenting ialah:
negara kesatuan(Unitarianisme) dan negara serikat (Federasi).
1. Negara Kesatuan Negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka
dan berdaulat, dengan satu pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur
seluruh daerah. Namun dalam pelaksanaannya, negara kesatuan ini terbagi
kedalam 2 macam sistem pemerintahan yaitu: Sentral dan Otonomi. Negara
Kesatuan,apabila kekuasaan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah tidak
sama dan tidak sederajat.
a) Negara kesatuan dengan sisitem sentralisasi adalah pemerintahan yang
langsung dipimpin oleh pemerintahan pusat, sementara pemerintahan
daerah di bawahnya melaksanakan kebijakan pemerintahan pusat. Model
pemerintahan Orde Baru di bawah pemerintahan presiden Soeharto adalah
salah satu contoh sistem pemerintahan model ini.
b) Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi adalah penyerahan wewenang
dari pemerintahahan pusat ke daerah.contohnya: kepala daerah diberikan
kesempatan dan kewenangan untuk memgurus urusan pemerintahan
diwilayah sendiri. Sisitem ini dikenal dengan istilah otonomi daerah atau
swatantra. Sistem pemerintahan negara Malaysia dan pemerintahan paske
Orde Baru di Indonesia dengan sistem otonomi khusus dapat dimasukan
kedalam model ini.
2. Negara serikat Negara serikat atau Federasi merupakan bentuk negara gabungan
yang terdiri dari beberapa negara bagian dari sebuah negara serikat. Pada
mulanya negara-negara bagian tersebut merupakan negara yang merdeka,
berdaulat dan berdiri sendiri. Setelah memnggabungkan dengan negara serikat,
dengan sendirinya negara tersebut melepaskan sebagian dari kekuasaannya dan
menyerahkannya kepada Negara Serikat. Penyerahan kekuasaan dari
negaranegara bagian kepada nagara serikat tersebut dikenal dengan istilah
limitatif (satu demui satu) dimana hanya kekuasaan yang diberikan oleh negara-
negara bagian saja (delagated powers) yang menjadi kekuasaan Negara Serikat.
Namun pada perkembangan selanjutnya, negara serikat mengatur hal yang
bersifat strategis seperti kebijakan politik luar negeri, keamanan dan pertahanan
negara.
Adakalanya dalam pembagian kekuasaan antara pemerintahan federasi dan
peerintahan negara-negara bagian yang disebut adalah urusan-urusan yang diselenggarakan
oleh pemerintah negara-negara bagian, yang berarti bahwa bidang kegiatan federal adalah
urusan-urusan kenegaraan selebihnya (reseduary powers). Disamping 2 bentuk diatas, dari
sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bentuk Negara dapat digolongkan ketiga
kelompok yaitu: Monarki, Oligarki, dan Demokrasi.
a) Monarki Pemerintahan monarki adalah model pemerintahan yang dikepalai oleh raja
atau ratu. Dalam prakteknya, monarki ada dua jenis yaitu: Monarki absolut,Monarki
konstutional. Monarki parlamenter.
 Monarki absolut adalah model pemerintahan dengan kekuasaan
tertinggi di tangan satu orang raja atu ratu. Termasuk dalam kategori
ini adalah negara Arab saudi, Brunae, Swazilan, bhutan, dll.
 Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan
kepala negaranya (perdana mentri) dibatasi oleh ketentuan-ketentuan
kostitusi nagara. Praktek monarki konstitusional ini adalah yang paling
banyak dipraktekan di beberapa negara, seperti Thailand, Jepang,
Inggris, jordania dan lan-lain.
 Monarki parlamenter adalah bentuk pemerintahan yang bertanggung
jawab atas kebijaksanaan pemerintahannya adalah mentri, Termasuk
dalam kategori ini adalah negara Inggris, Belanda, dan Malaysia.
b) Oligarki Model pemerintahan oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan
oleh beberapa orang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
c) Demokrasi Pemerintahan model demokrasi adalah pemerintahan yang
bersandarkan pada kedaulatan rakyat atau bendasarkan kekuasaannya pada
pilihan atau kehendak rrakyat malalui mekanisme pemulihan Umum (pemilu)
yang berlangsung secara jujur, bebas,dan adil.
Dalam teori Ilmu Negara pengertian tentang teori bentuk Negara sejak dahulu kala
dibagi menjadi dua yaitu: monarchie dan republik. Untuk menentukan suatu Negara itu
berbentuk monarchie dan republik, dalam Ilmu Negara banyak macam ukuran yang dipakai.
Antara lain Jellinek dalam bukunya yang berjudul Allgemene Staatslehre memakai sebagai
kriteria bagaimana caranya kehendak negara itu dinayatakan. Jika kehendak Negara itu
ditentukan oleh satu orang saja, maka bentuk Negara itu monarchie dan jika kehendak
Negara itu ditentukan oleh orang banyak yang merupakan suatu majelis, maka bentuk
negaranya adalah republik. PendapatJellinek ini tidak banyak penganutnya karena banyak
mengandung kelemahan.
Faham Duguit lebih lazim dipakai, yang menggunakan sebagai kriteria bagaimana
caranya kepala Negara itu diangkat. Dalam bukunya yang berjudul Traite de Droit
Contitutionel jilid 2, diutarakan jikaseorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris
atau keturunan maka bentuk negaranya disebut monarchie dan Kepala Negaranya disebut
raja atau ratu. Jika kepala negara dipilih melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan
yang ditentukan, maka bentuk negaranya disebut republik dan Kepala Negaranya adalah
seorang Presiden.
Sama hal nya monarki republik itu dapat dibagi menjadi:
1) Republik mutlak (absolute)
2) Republik konstitusi
3) Repulik parlemen
Menurut ketentuan yang telah dijelaskan di atas maka negara Indonesia mempunyai
bentuk negara sebagai republik. Hal ini didasarkan atas cara pemilihan presiden, bahkan
bukan hanya oleh majelis melainkan langsung dipilih oleh Rakyat.

3. Negara Federal Negara Kesatuan


Bagian-bagian Negara bukan merupakan negara bagian, lazimnya
disebut provinsi. Negara-negara bagian memiliki wewenang untuk memebuat
UUD sendiri dan dapat menentukan bentuk-bentuk organisasinya masing-
masing yang tidak bertentangan dengan konstitusi.Organisasi bagian-bagian
negara secara garis besar ditentukan oleh pembuat undangundang di pusat
danmerupakan pelaksanaan sistim desentralisasi. Wewenang pembuat UU
pemerintah pusat ditentukan secara terperinci dan wewenang lainnya ada
pada negara bagian. Wewenag secaratereperinci terdapat pada propinsi-
propinsi dan residu powernya ada pada pemerintah pusat.
Maka dari perbedaan di atas dapat kita simpulkan bahwa negara
Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik.

file:///C:/Users/ACER/Downloads/PENGERTIAN%20DAN%20BENTUK-
BENTUK%20NEGARA.pdf
(hal 3-6)

Anda mungkin juga menyukai