Disusun oleh :
FAKULTAS HUKUM
SEMESTER 3
Dosen : DR. ZULFIKAR , SH, M.Kn
diskresi dalam administrasi publik dan bentuk tanggung jawab ketika terjadi
kesejahteraan, asas legalitas saja tidak cukup untuk berperan maksimal dalam
undangan yang berlaku tidak mengaturnya atau karena peraturan yang ada
mengatur sesuatu yang tidak jelas dan hal ini dilakukan dalam keadaan
tanggung jawab atas keputusan diskresi dibagi menjadi dua, (1) sebagai
tanggung jawab jabatan, dan (2) sebagai tanggung jawab pribadi, tanggung
tersebut.
Abstrak This contribution aims to determine the limits of the exercise of discretion in
public administration and the form of responsibility when legal deviations occur. As a
country that adheres to the teachings of the welfare state, the principle of legality
alone is not enough to play a maximum role in serving the interests of the community
and lacks in the application of the principle of legality (wetmatigheid van bestuur).
does not regulate it or because the existing regulations regulate something that is
not clear and this is done in an emergency/emergency situation for the public
interest. The General Principles of Good Governance (AUPB) are signs of the use of
discretion. While the responsibility for discretionary decisions is divided into two, (1)
as a job responsibility, and (2) as a personal responsibility, personal responsibility, if
any. elements of maladministration in the use of these powers.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut teori negara, ada dua jenis negara, yaitu negara penjaga malam
dan lain-lain. Untuk itu diperlukan peran serta aparatur pemerintah sebagai
ketatanegaraan yang juga mencakup tindakan atau hal-hal yang berada di luar
ruang lingkup hukum pemerintahan, seperti keamanan, keadilan dan
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka saya merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas pada
makalah ini yaitu :
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar menambah wawasan tentang diskresi kebijakan pemerintah
BAB II
ISI
A. Konsep Diskresi
konsep 'rule of law' kini telah melahirkan konsep negara kesejahteraan hukum (state
of social services; welvaarstaat). ) bagi rakyat, sehingga tugas negara tidak hanya
menjaga keamanan dan ketertiban. negara mengintervensi hampir semua bidang
kehidupan masyarakat, sehingga semakin besar keterlibatan administrasi negara di
dalamnya negara di bidang sosial-ekonomi Seperti yang kita ketahui, laissez-faire
menyatakan bahwa negara memainkan peran minimal dalam kontrol perusahaan
swasta dalam masyarakat dan peran besar individu dalam pelaksanaan kebebasan
berekspresi. kontrak. Filosofi ini telah membuktikan bahwa penderitaan manusia,
karena telah menyebabkan eksploitasi kelompok masyarakat yang kuat terhadap
kelompok-kelompok lemah masyarakat rendah, fungsi dan keadaan kesejahteraan,
yaitu. Seperti pelindung. Kelembagaan dan standar perlakuan tersebut dimaksudkan
untuk menjamin terselenggaranya keadilan dan kesejahteraan umum yang dicapai
melalui suatu sistem ketatanegaraan, maka perilaku dan tindakan suatu sistem
ketatanegaraan harus diatur oleh hukum, khususnya hukum administrasi. administrasi
negara sebagai penyelenggara tugas pelayanan publik akhirnya masuk ke dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat untuk melayani kebutuhan masyarakat yang
semakin kompleks dan pelik. , dapat menjadi ancaman serius bagi keberadaan,
perkembangan dan perwujudan cita-cita negara hukum di Indonesia. nesia akan
semakin menjauh, berlayar semakin jauh dari negeri cita-cita negara hukum.Cita-cita
negara hukum Indonesia akan semakin tersingkir dari kenyataan: jika praktik tindakan
Freies Ermessen dapat terus tumbuh dan berkembang, negara hukum Indonesia pada
akhirnya akan tumbuh dan menjadi negara Kebijaksanaan atau menurut istilah
Mattulada seperti dikutip oleh Nurhadiantomodan Lance Castle (1983; 41) adalah
negara resmi atau negara kekuasaan atau, dalam kata-kata Clifford Geertz, negara
pusat (1983: 41).
B. Pengertian Direksi
pada umumnya adalah sebagai pelengkap kewenangan terikat yang sudah ada dan
sebagai solusi bagi Pejabat Pemerintahan atas persoalan yang terjadi di lapangan,
yang membutuhkan pertimbangan subjektif Pejabat Pemerintahan demi kelancaran
tugas tugasnya. Pejabat Pemerintahan harus terlebih dahulu melaksanakan
tugastugasnya berdasarkan kewenangan terikat yang dimiliki sebelumnya yang telah
diatur dalam peraturan perundang undangan (atribusi, delegasi, mandat), baru
kemudian dalam hal kondisi membutuhkan pertimbangan subjektif Pejabat
Pemerintahan atas suatu persoalan, maka perlu adanya diskresi Pejabat Pemerintahan
sepanjang memenuhi persyaratan di atas. Masyarakat atau stakeholders lainnya selaku
penerima layanan Pejabat Pemerintahan (servant taker) dapat mengontrol setiap
tindakan dan/atau keputusan Pejabat Pemerintahan apakah tetap berjalan atau keluar
dalam koridor yang telah diatur dalam peraturan perundang undangan. Pelaksanaan
kewenangan terikat yang berlaku maupun diskresi tentunya menimbulkan implikasi
baik positif dan negatif, sehingga masyarakat atau stakeholders lainnya dapat menilai
apakah Pejabat Pemerintahan yang telah mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan
telah melampaui wewenangnya atau tidak dengan indikator sebagai berikut:
1. bertindak melampaui batas waktu berlakunya wewenang yang diberikan oleh
ketentuan peraturan perundangundangan;
2. bertindak melampaui batas wilayah berlakunya wewenang yang diberikan oleh
ketentuan peraturan perundangundangan;
3. tidak sesuai dengan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi dan
keuangan dikeluarkannya diskresi.