Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH 

DISKRESI KEBIJAKAN PEMERINTAH


 

 
Disusun oleh :

Arzetti Adel Aulia ( 20200401033 )


Zahra Nurindah Amalie ( 20200401188 )
Angelina Octavia ( 20200401166 )
Putri Dania ( 20200401186 )
Tasya
Fajrin

FAKULTAS HUKUM 

SEMESTER 3

 
 
Dosen : DR. ZULFIKAR , SH, M.Kn
 
 

 Abstrak Kontribusi ini bertujuan untuk mengetahui batas-batas pelaksanaan

diskresi dalam administrasi publik dan bentuk tanggung jawab ketika terjadi

penyimpangan hukum. Sebagai negara yang menganut ajaran negara

kesejahteraan, asas legalitas saja tidak cukup untuk berperan maksimal dalam

melayani kepentingan masyarakat dan kekurangan dalam penerapan asas

legalitas (wetmatigheid van bestuur) Upaya diskresi penyelenggara negara

hanya dapat dilakukan dalam hal-hal tertentu dimana peraturan perundang-

undangan yang berlaku tidak mengaturnya atau karena peraturan yang ada

mengatur sesuatu yang tidak jelas dan hal ini dilakukan dalam keadaan

darurat/darurat untuk kepentingan umum. Prinsip-prinsip Umum Pemerintahan

yang Baik (AUPB) adalah tanda-tanda penggunaan diskresi.Sedangkan

tanggung jawab atas keputusan diskresi dibagi menjadi dua, (1) sebagai

tanggung jawab jabatan, dan (2) sebagai tanggung jawab pribadi, tanggung

jawab pribadi, jika ada unsur maladministrasi dalam penggunaan 'wewenang

tersebut.

key words : Kebijaksanaan, Tanggung Jawab, Pejabat Pemerintah

Abstrak This contribution aims to determine the limits of the exercise of discretion in
public administration and the form of responsibility when legal deviations occur. As a
country that adheres to the teachings of the welfare state, the principle of legality
alone is not enough to play a maximum role in serving the interests of the community
and lacks in the application of the principle of legality (wetmatigheid van bestuur).
does not regulate it or because the existing regulations regulate something that is
not clear and this is done in an emergency/emergency situation for the public
interest. The General Principles of Good Governance (AUPB) are signs of the use of
discretion. While the responsibility for discretionary decisions is divided into two, (1)
as a job responsibility, and (2) as a personal responsibility, personal responsibility, if
any. elements of maladministration in the use of these powers.

key words : Wisdom, Responsibility, Government Official

BAB I

PENDAHULUAN

 
A. Latar Belakang

Menurut teori negara, ada dua jenis negara, yaitu negara penjaga malam

(nachtwakersstaat) dan negara kesejahteraan (welfare state). menciptakan

kesejahteraan rakyat. Jenis negara kesejahteraan yang menitikberatkan pada

pemerataan kesejahteraan masyarakat dicapai misalnya melalui regulasi

perizinan, pembuatan kebijakan melalui deregulasi di daerah-daerah tertentu,

dan lain-lain. Untuk itu diperlukan peran serta aparatur pemerintah sebagai

upaya mendukung tercapainya kesejahteraan rakyat.Partisipasi pemerintah

dilakukan melalui tindakan pemerintah yang meliputi tindakan perangkat

ketatanegaraan yang juga mencakup tindakan atau hal-hal yang berada di luar
ruang lingkup hukum pemerintahan, seperti keamanan, keadilan dan

sebagainya dengan maksud menimbulkan akibat hukum di daerah. dari

hukum administrasi negara.


 
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka saya merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas pada
makalah ini yaitu :

1. apa arti diskresi itu sendiri

2. Contoh kasus diskresi

 
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar menambah wawasan tentang diskresi kebijakan pemerintah

BAB II

ISI

Sesuai Pasal 1 angka 9 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan


bahwa diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau
dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang
dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-
undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas,
dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Kewenangan diskresi seringkali terbit
manakala suatu program pemerintah tidak berjalan optimal dan mengarah kepada
stagnasi akibat dari peraturan yang berlaku tidak lengkap atau tidak jelas.

A. Konsep Diskresi

konsep 'rule of law' kini telah melahirkan konsep negara kesejahteraan hukum (state
of social services; welvaarstaat). ) bagi rakyat, sehingga tugas negara tidak hanya
menjaga keamanan dan ketertiban. negara mengintervensi hampir semua bidang
kehidupan masyarakat, sehingga semakin besar keterlibatan administrasi negara di
dalamnya negara di bidang sosial-ekonomi Seperti yang kita ketahui, laissez-faire
menyatakan bahwa negara memainkan peran minimal dalam kontrol perusahaan
swasta dalam masyarakat dan peran besar individu dalam pelaksanaan kebebasan
berekspresi. kontrak. Filosofi ini telah membuktikan bahwa penderitaan manusia,
karena telah menyebabkan eksploitasi kelompok masyarakat yang kuat terhadap
kelompok-kelompok lemah masyarakat rendah, fungsi dan keadaan kesejahteraan,
yaitu. Seperti pelindung. Kelembagaan dan standar perlakuan tersebut dimaksudkan
untuk menjamin terselenggaranya keadilan dan kesejahteraan umum yang dicapai
melalui suatu sistem ketatanegaraan, maka perilaku dan tindakan suatu sistem
ketatanegaraan harus diatur oleh hukum, khususnya hukum administrasi. administrasi
negara sebagai penyelenggara tugas pelayanan publik akhirnya masuk ke dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat untuk melayani kebutuhan masyarakat yang
semakin kompleks dan pelik. , dapat menjadi ancaman serius bagi keberadaan,
perkembangan dan perwujudan cita-cita negara hukum di Indonesia. nesia akan
semakin menjauh, berlayar semakin jauh dari negeri cita-cita negara hukum.Cita-cita
negara hukum Indonesia akan semakin tersingkir dari kenyataan: jika praktik tindakan
Freies Ermessen dapat terus tumbuh dan berkembang, negara hukum Indonesia pada
akhirnya akan tumbuh dan menjadi negara Kebijaksanaan atau menurut istilah
Mattulada seperti dikutip oleh Nurhadiantomodan Lance Castle (1983; 41) adalah
negara resmi atau negara kekuasaan atau, dalam kata-kata Clifford Geertz, negara
pusat (1983: 41).

B. Pengertian Direksi

Diskresi secara konseptual merupakan suatu langkah yang ditempuh oleh


administrator untuk menyelesaikan satu kasus tertentu yang tidak atau belum diatur
dalam suatu regulasi yang baku. Dalam konteks tersebut, diskresi dapat berarti suatu
bentuk kelonggaran pelayanan yang diberikan oleh administrator kepada pengguna
jasa. Pertimbangan melakukan diskresi adalah adanya realitas bahwa suatu kebijakan
atau peraturan tidak mungkin mampu merespon banyak aspek dan kepentingan semua
pihak sebagai akibat adanya keterbatasan prediksi pada aktor atau stakeholders dalam
proses perumusan suatu kebijakan atau peraturan. Diskresi dalam bahasa Inggris ialah
Disrection, Discretion (Perancis), freies Ermessen (Jerman) adalah kebebasan
bertindak atau mengambil keputusan dari para pejabat Administrasi Negara yang
berwenang dan berwajib menurut pendapat sendiri. Secara bahasa freies Ermessen
berasal dari kata frei artinya bebas, lepas, tidak terikat, dan merdeka. Freies artinya
orang yang bebas, lepas, tidak terikat, dan merdeka. Sedangkan Ermessen berarti
mempertimbangkan dan menilai , menduga, dan memperkirakan. Freies Ermessen
berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai , menduga dan
mempertimbangkan sesuatu. Istilah ini kemudian secara khas digunakan dalam bidang
pemerintahan, sehingga freies Ermessen (diskresionare power) diartikan sebagai salah
satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan – badan
administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada
undang-undang. (Markus Lukman dalam ridwan HR 2016 : 169).

C. Kedudukan Diskresi dan kewenangan pada umumnya

Kekuasaan dalam negara sebenarnya merupakan kekuasaan hukum, terutama dalam


UUD sebagai hukum tertinggi yang memberikan kekuasaan (eksekutif) kepada
pemerintah untuk bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-
undang. kebutuhan pelaksanaan program pemerintah dan bukan atas kehendak pribadi
pejabat pemerintah. Diskresi sebagai kewenangan pemerintah adalah kewenangan
bebas yang dipegang oleh pejabat pemerintah dan kebalikan dari kewenangan terkait
(gebonden bevoegdheid). doelstelling "(penentuan tujuan) dan beleid (kebijakan).
Tindakan pemerintah yang mengutamakan" doelstelling "dan" beleid "adalah
kekuatan aktif (Philipus M.Hadjon, Discretionary Power dan AsasAsas Umum
Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), h. 23.) Namun, diskresi janganlah disalahartikan
bahwa Pejabat Pemerintahan bisa sebebas bebasnya mengeluarkan keputusan dan/atau
tindakan atas kehendaknya sendiri tanpa dilandasi dengan koridor yang harus
dipatuhi, yakni demi kepentingan umum, dalam batas wilayah kewenangannya, dan
tidak melanggar AUPB.Setiap kewenangan dalam negara hukum tidak dikenal adanya
wewenang yang sebebasbebasnya.Wewenang (termasuk wewenang terikat) selalu
memiliki batasan yang diperintahkan oleh peraturan perundang undangan.Adapun
syaratsyarat yang harus dipenuhi oleh Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan
diskresi sebagai berikut (Pasal 24 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan) :
1. sesuai dengan tujuan Diskresi;
2. tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
3. sesuai dengan AUPB;
4. berdasarkan alasanalasan yang objektif;
5. tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
6. dilakukan dengan iktikad baik. Posisi diskresi dengan kewenangan

pada umumnya adalah sebagai pelengkap kewenangan terikat yang sudah ada dan
sebagai solusi bagi Pejabat Pemerintahan atas persoalan yang terjadi di lapangan,
yang membutuhkan pertimbangan subjektif Pejabat Pemerintahan demi kelancaran
tugas tugasnya. Pejabat Pemerintahan harus terlebih dahulu melaksanakan
tugastugasnya berdasarkan kewenangan terikat yang dimiliki sebelumnya yang telah
diatur dalam peraturan perundang undangan (atribusi, delegasi, mandat), baru
kemudian dalam hal kondisi membutuhkan pertimbangan subjektif Pejabat
Pemerintahan atas suatu persoalan, maka perlu adanya diskresi Pejabat Pemerintahan
sepanjang memenuhi persyaratan di atas. Masyarakat atau stakeholders lainnya selaku
penerima layanan Pejabat Pemerintahan (servant taker) dapat mengontrol setiap
tindakan dan/atau keputusan Pejabat Pemerintahan apakah tetap berjalan atau keluar
dalam koridor yang telah diatur dalam peraturan perundang undangan. Pelaksanaan
kewenangan terikat yang berlaku maupun diskresi tentunya menimbulkan implikasi
baik positif dan negatif, sehingga masyarakat atau stakeholders lainnya dapat menilai
apakah Pejabat Pemerintahan yang telah mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan
telah melampaui wewenangnya atau tidak dengan indikator sebagai berikut:
1. bertindak melampaui batas waktu berlakunya wewenang yang diberikan oleh
ketentuan peraturan perundangundangan;
2. bertindak melampaui batas wilayah berlakunya wewenang yang diberikan oleh
ketentuan peraturan perundangundangan;
3. tidak sesuai dengan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi dan
keuangan dikeluarkannya diskresi.

Dalam hal terdapat Pejabat Pemerintahan terbukti melakukan tindakan dan/atau


keputusan yang melampaui wewenangnya, maka akibat hukum dari keputusan Pejabat
Pemerintahan tersebut adalah tidak sah, dan masyarakat dan/atau stakholders terkait
dapat mengajukan pembatalan atas dikeluarkannya keputusan dimaksud.
Penyimpangan terhadap penggunaan diskresi dapat diuji melalui peradilan dan
pembuat kebijakan akan dibebani tanggung jawab.Ada dua bentuk akuntabilitas, yaitu
tanggung jawab posisional dan tanggung jawab pribadi: tanggung jawab posisional
terjadi ketika pembuat kebijakan menggunakan diskresinya untuk dan atas nama
jabatan, sedangkan tanggung jawab pribadi diterapkan dalam hal pembuat kebijakan
menggunakan diskresinya untuk dan atas nama jabatan. politisi melakukan tindakan
maladministrasi. Agar kebijaksanaan dalam keputusan dan/atau tindakan pejabat
pemerintah untuk mencapai pemerintahan yang baik menjadi efektif, pejabat
pemerintah harus melakukannya untuk kepentingan umum, dilaksanakan secara
transparan dan telah berupaya untuk melibatkan partisipasi publik yang luas.

Anda mungkin juga menyukai