Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DISKRESI KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dosen : Dr. Zulfikar, S.H, M.Kn

Disusun Oleh :

Arzetti Adel Aulia (20200401033)

Zahra Nurindah Amalie

(20200401188) Angelina Octavia

(20200401166)

Putri Dania (20200401186)

Natasya Farah Nabilah (20200401095)

M Fajrin Nur Syamsi (20200401184)

UNIVERSITAS ESA

UNGGUL FAKULTAS

HUKUM 2020/2021
KATA PENGANTAR

Atas nama Tuhan Yang Maha Esa, puji syukur di panjatkan atas kehadiran-Nya
karena atas berkat karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah tentang Diskresi
Kebijakan Pemerintah tepat pada waktunya sebagai bukti bahwa kami telah mengikuti
instruksi dosen Hukum Administrasi Negara Bapak Dr. Zulfikar, S.H,M.Kn

Dalam penyusunan laporan ini kami sebagai pihak penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak dosen atas tugas dan pengarahan-pengarahan yang
telah di berikan dalam penyelesaian makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini berguna dan memberikan banyak manfaat bagi
para pembacanya.penulis juga menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih ada banyak
hal yang merupakan suatu kekurangan yang mungkin saat ini belum di sempurnakan, maka
dari itu dengan penuh keikhlasan, kami sekaligus penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................5

1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................6

2.1 Konsep Diskresi...........................................................................................................6

2.2 Pengertian Diskresi......................................................................................................7

2.3 Kedudukan Diskresi dan Kewenangannya...................................................................8

2.4 Diskresi dalam Menghadapi Covid-19.......................................................................10

2.5 Berani untuk menggunakan Diskresi..........................................................................14

BAB III PENUTUP..................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut teori negara, ada dua jenis negara, yaitu negara penjaga malam
(nachtwakersstaat) dan negara kesejahteraan (welfare state). menciptakan kesejahteraan
rakyat. Jenis negara kesejahteraan yang menitikberatkan pada pemerataan kesejahteraan
masyarakat dicapai misalnya melalui regulasi perizinan, pembuatan kebijakan melalui
deregulasi di daerah-daerah tertentu, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan peran serta aparatur
pemerintah sebagai upaya mendukung tercapainya kesejahteraan rakyat.Partisipasi
pemerintah dilakukan melalui tindakan pemerintah yang meliputi tindakan perangkat
ketatanegaraan yang juga mencakup tindakan atau hal-hal yang berada di luar ruang lingkup
hukum pemerintahan, seperti keamanan, keadilan dan sebagainya dengan maksud
menimbulkan akibat hukum di daerah. dari hukum administrasi negara.

Tindakan diskresi merupakan salah satu instrumen pemerintah yang memberikan ruang
bagi pejabat atau badan tata usaha negara untuk menyelesaikan masalah tanpa sepenuhnya
dibatasi oleh undang-undang (Lukman, 1996: 230). Seiring dengan tuntutan layanan publik
yang terus meningkat, penyelenggara negara harus memberikan layanan untuk akivitas sosial
dan ekonomi masyarakat. Tindakan diskresi merupakan salah satu instrument pemerintahan
yang penting di tatanan negara kesejahteraan modern ini. Era globalisasi telah
memungkinkan pemerintah untuk memperluas penggunaan tindakan diskresi yang melekat
dalam jabatan publiknya. Karena dibandingkan dengan cepatnya perubahan atau
perkembangan masyarakat, maka ruang lingkup yang dapat dicapai sebagai suatu peraturan
tertulis terbatas, sehingga pemerintah pada suatu saat pemerintah tidak mampu memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan alasan tidak ada hukum yang mengaturnya, sedangkan
pada prinsipnya penyelenggara pemerintahan tidak boleh menolak untuk melayanani
masyarakat dengan

4
menggunakan alasan tidak ada hukum yang mengaturnya atau alasan hukum untuk menolak
memberikan layanan

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka dirumuskan beberapa permasalahan yang akan
dibahas pada makalah ini yaitu :

1. Arti diskresi

2. Contoh kasus diskresi

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar menambah wawasan tentang diskresi
kebijakan pemerintahan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Diskresi

Sesuai Pasal 1 angka 9 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan


bahwa diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan
oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang
memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya
stagnasi pemerintahan. Kewenangan diskresi seringkali terbit manakala suatu program
pemerintah tidak berjalan optimal dan mengarah kepada stagnasi akibat dari peraturan
yang berlaku tidak lengkap atau tidak jelas.

Konsep 'rule of law' kini telah melahirkan konsep negara kesejahteraan hukum
(state of social services; welvaarstaat). ) bagi rakyat, sehingga tugas negara tidak hanya
menjaga keamanan dan ketertiban. negara mengintervensi hampir semua bidang
kehidupan masyarakat, sehingga semakin besar keterlibatan administrasi negara di
dalamnya negara di bidang sosial-ekonomi.

Seperti yang kita ketahui, laissez-faire menyatakan bahwa negara memainkan


peran minimal dalam kontrol perusahaan swasta dalam masyarakat dan peran besar
individu dalam pelaksanaan kebebasan berekspresi. kontrak. Filosofi ini telah
membuktikan bahwa

6
penderitaan manusia, karena telah menyebabkan eksploitasi kelompok masyarakat yang
kuat terhadap kelompok-kelompok lemah masyarakat rendah, fungsi dan keadaan
kesejahteraan, yaitu. Seperti pelindung. Kelembagaan dan standar perlakuan tersebut
dimaksudkan untuk menjamin terselenggaranya keadilan dan kesejahteraan umum yang
dicapai melalui suatu sistem ketatanegaraan, maka perilaku dan tindakan suatu sistem
ketatanegaraan harus diatur oleh hukum, khususnya hukum administrasi. administrasi
negara sebagai penyelenggara tugas pelayanan publik akhirnya masuk ke dalam berbagai
aspek kehidupan masyarakat untuk melayani kebutuhan masyarakat yang semakin
kompleks dan pelik. , dapat menjadi ancaman serius bagi keberadaan, perkembangan dan
perwujudan cita-cita negara hukum di Indonesia. nesia akan semakin menjauh, berlayar
semakin jauh dari negeri cita-cita negara hukum.Cita-cita negara hukum Indonesia akan
semakin tersingkir dari kenyataan: jika praktik tindakan Freies Ermessen dapat terus
tumbuh dan berkembang, negara hukum Indonesia pada akhirnya akan tumbuh dan
menjadi negara Kebijaksanaan atau menurut istilah Mattulada seperti dikutip oleh
Nurhadiantomodan Lance Castle (1983; 41) adalah negara resmi atau negara kekuasaan
atau, dalam kata-kata Clifford Geertz, negara pusat (1983: 41).

2.2 Pengertian Diskresi


Diskresi secara konseptual merupakan suatu langkah yang ditempuh oleh
administrator untuk menyelesaikan satu kasus tertentu yang tidak atau belum diatur
dalam suatu regulasi yang baku. Dalam konteks tersebut, diskresi dapat berarti suatu
bentuk kelonggaran pelayanan yang diberikan oleh administrator kepada pengguna jasa.
Pertimbangan melakukan diskresi adalah adanya realitas bahwa suatu kebijakan atau
peraturan tidak mungkin mampu merespon banyak aspek dan kepentingan semua pihak
sebagai akibat adanya keterbatasan prediksi pada aktor atau stakeholders dalam proses
perumusan suatu kebijakan atau peraturan.
Diskresi dalam bahasa Inggris ialah Disrection, Discretion (Perancis), freies
Ermessen (Jerman) adalah kebebasan bertindak atau mengambil keputusan dari para
pejabat Administrasi Negara yang berwenang dan berwajib menurut pendapat sendiri.
Secara bahasa freies Ermessen berasal dari kata frei artinya bebas, lepas, tidak terikat,
dan merdeka. Freies artinya orang yang bebas, lepas, tidak terikat, dan merdeka.
Sedangkan Ermessen berarti mempertimbangkan dan menilai , menduga, dan

7
memperkirakan. Freies

8
Ermessen berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai , menduga dan
mempertimbangkan sesuatu. Istilah ini kemudian secara khas digunakan dalam bidang
pemerintahan, sehingga freies Ermessen (diskresionare power) diartikan sebagai salah
satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan – badan
administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada
undang-undang. (Markus Lukman dalam ridwan HR 2016 : 169).

2.3 Kedudukan Diskresi dan Kewenangannya

Kekuasaan dalam negara sebenarnya merupakan kekuasaan hukum, terutama


dalam UUD sebagai hukum tertinggi yang memberikan kekuasaan (eksekutif) kepada
pemerintah untuk bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-
undang. kebutuhan pelaksanaan program pemerintah dan bukan atas kehendak pribadi
pejabat pemerintah. Diskresi sebagai kewenangan pemerintah adalah kewenangan bebas
yang dipegang oleh pejabat pemerintah dan kebalikan dari kewenangan terkait (gebonden
bevoegdheid). doelstelling "(penentuan tujuan) dan beleid (kebijakan).
Tindakan pemerintah yang mengutamakan" doelstelling "dan" beleid "adalah
kekuatan aktif (Philipus M.Hadjon, Discretionary Power dan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), h. 23.) Namun, diskresi janganlah disalah artikan
bahwa Pejabat Pemerintahan bisa sebebas bebasnya mengeluarkan keputusan dan/atau
tindakan atas kehendaknya sendiri tanpa dilandasi dengan koridor yang harus dipatuhi,
yakni demi kepentingan umum, dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak
melanggar AUPB.
Setiap kewenangan dalam negara hukum tidak dikenal adanya wewenang yang
sebebas-bebasnya.Wewenang (termasuk wewenang terikat) selalu memiliki batasan yang
diperintahkan oleh peraturan perundang undangan. Adapun syarat – syarat yang harus
dipenuhi oleh Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan diskresi sebagai berikut (Pasal
24 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan) :
1) Sesuai dengan tujuan diskresi
2) Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan

9
3) Sesuai dengan AUPB
4) Berdasarkan alasanalasan yang objektif
5) Tidak menimbulkan Konflik Kepentingan
6) Dilakukan dengan iktikad baik. Posisi diskresi dengan kewenangan

Pada umumnya adalah sebagai pelengkap kewenangan terikat yang sudah ada dan
sebagai solusi bagi Pejabat Pemerintahan atas persoalan yang terjadi di lapangan, yang
membutuhkan pertimbangan subjektif Pejabat Pemerintahan demi kelancaran tugas
tugasnya. Pejabat Pemerintahan harus terlebih dahulu melaksanakan tugastugasnya
berdasarkan kewenangan terikat yang dimiliki sebelumnya yang telah diatur dalam
peraturan perundang undangan (atribusi, delegasi, mandat), baru kemudian dalam hal
kondisi membutuhkan pertimbangan subjektif Pejabat Pemerintahan atas suatu persoalan,
maka perlu adanya diskresi Pejabat Pemerintahan sepanjang memenuhi persyaratan di
atas.

Masyarakat atau stakeholders lainnya selaku penerima layanan Pejabat


Pemerintahan (servant taker) dapat mengontrol setiap tindakan dan/atau keputusan
Pejabat Pemerintahan apakah tetap berjalan atau keluar dalam koridor yang telah diatur
dalam peraturan perundang undangan. Pelaksanaan kewenangan terikat yang berlaku
maupun diskresi tentunya menimbulkan implikasi baik positif dan negatif, sehingga
masyarakat atau stakeholders lainnya dapat menilai apakah Pejabat Pemerintahan yang
telah mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan telah melampaui wewenangnya atau
tidak dengan indikator sebagai berikut:

1) Bertindak melampaui batas waktu berlakunya wewenang yang diberikan oleh


ketentuan peraturan perundangundangan;
2) Bertindak melampaui batas wilayah berlakunya wewenang yang diberikan
oleh ketentuan peraturan perundangundangan;
3) Tidak sesuai dengan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi dan
keuangan dikeluarkannya diskresi.

Dalam hal terdapat Pejabat Pemerintahan terbukti melakukan tindakan dan/atau


keputusan yang melampaui wewenangnya, maka akibat hukum dari keputusan Pejabat
Pemerintahan tersebut adalah tidak sah, dan masyarakat dan/atau stakholders terkait dapat

10
mengajukan pembatalan atas dikeluarkannya keputusan dimaksud. Penyimpangan

11
terhadap penggunaan diskresi dapat diuji melalui peradilan dan pembuat kebijakan akan
dibebani tanggung jawab. Ada dua bentuk akuntabilitas, yaitu tanggung jawab posisional
dan tanggung jawab pribadi: tanggung jawab posisional terjadi ketika pembuat kebijakan
menggunakan diskresinya untuk dan atas nama jabatan, sedangkan tanggung jawab
pribadi diterapkan dalam hal pembuat kebijakan menggunakan diskresinya untuk dan atas
nama jabatan. politisi melakukan tindakan maladministrasi. Agar kebijaksanaan dalam
keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintah untuk mencapai pemerintahan yang baik
menjadi efektif, pejabat pemerintah harus melakukannya untuk kepentingan umum,
dilaksanakan secara transparan dan telah berupaya untuk melibatkan partisipasi publik
yang luas.

2.4 Diskresi dalam Menghadapi Covid-19


Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) yang melanda sejumlah negara di
dunia, tak terkecuali Indonesia yang kemudian ditetapkan sebagai pandemi oleh World
Health Organization (WHO) telah menimbulkan korban bagi masyarakat Indonesia, dari
waktu ke waktu jumlah korban yang terpapar covid-19 semakin bertambah, semakin
membahayakan dan mengancam kesehatan masyarakat13 . Pandemi covid-19 yang
berdampak pada bidang kesehatan, sosial, maupun ekonomi sebagai bencana non alam.
Implikasi Covid-2019 dalam sektor ekonomi telah berdampak antara lain terhadap
perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan
peningkatan belanja negara dan pembiayaan. Selain itu, berdampak pula terhadap
memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas
ekonomi domestik sehingga perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite
Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi (forward
looking) dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan. Presiden Joko Widodo, pada
31 Maret 2020 telah menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 11 Tahun 2020
tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019
(Covid-19). Sejalan dengan hal tersebut terbit pula Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan.

12
Sejumlah hal diatur dalam Perppu 1/2020 antara lain, pelaksanaan kebijakan di
bidang keuangan daerah, perpajakan, program pemulihan ekonomi nasional, kebijakan
keuangan negara, dan lainnya. Di mana terdapat hal menarik yang diatur dalam Perppu
tersebut, khususnya pada Pasal 27, yang pada pokoknya mengatur bahwa biaya yang di
keluarkan dalam rangka pelaksanaan kebijakan tersebut, merupakan bagian dari biaya
ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian
keuangan negara. Selain itu, pada Pasal 27 tersebut diatur pula perlindungan bagi pejabat
yang menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, agar tidak dapat dituntut baik pidana maupun perdata.
Diskresi pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang administrasi Pemerintahan. Tujuan diskresi pejabat pemerintahan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 ayat (2) adalah :
a). Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan (Penerapan kebijakan diskresi ini
ditujukan untuk melancarkan Upaya pemerintah dalam penanganan pandemic Covid-19
yang berdampak dalam sektor ekonomi)
b). Mengisi kekosongan hukum (ada kekosongan hukum yang terjadi),
c). Memberikan kepastian hukum (bertujuan memberikan kepastian hukum bagi
penyelenggara pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam penyelematan
perekonomian Negara),
d). Mengatasi stagnasi pemerintahan (adanya stagnasi pemerintah sebagai
dampak bencana Non-alam yaitu Pandemi Covid-19 khususnya dalam bidang ekonomi ).
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi Pemerintahan juga
mengatur s y a r a t penerapan diskresi tersebut :
a) Sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2)
(secara keseluruhan penerapan diskresi ini telah sesuai dengan tujuan diskresi),
b) Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan (Tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.)
c) Sesuai dengan AUPB (Penerapan diskresi ini sesuai dengan AUPB yaitu untuk
karena ditujukan untuk kepentingan Umum dalam hal ini penyelamatan ekonomi
Nasional )
d) Berdasarkan alasan-alasan yang objektif (Dalam penjelasan PERPU Nomor 1
Tahun 2020 yaitu Pemerintah perlu segera mengambil kebijakan dan langkah-langkah
13
luar biasa (extraordinary) di bidang keuangan Negara dalam rangka penyelamatan
kesehatan dan perekonomian nasional dengan focus pada belanja untuk kesehatan, jaring
pengaman sosial (social safety net) dan pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia
usaha dan masyarakat yang terdampak serta menjaga stabilitas sektor keuangan, untuk itu
perlu dilakukan penyesuaian besaran defisit anggaran.)
e) Tidak menimbulkan konflik (Penerapan asas diskresi ini tidak menimbulkan
konflik),
f) Dilakukan dengan iktikad baik (penulis berpendapat bahwa diskresi itu
dilakukan dilakukan dengan iktikad baik).
c. Demi kepentingan umum (Jika ini yang menjadi pegangan Presiden Joko
Widodo. untuk melakukan diskresi, maka secara sosial memang benar karena
menyangkut hajat hidup orang banyak. )
Berdasarkan asas diskresi itu, maka kebijakan Presiden Joko Widodo atas
kebijakan keuangan Negara dalam penanganan Pandemi Covid-19 melalui PERPPU
Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian telah disahkan DPR menjadi Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2020 telah memenuhi sebagai suatu kebijakan diskresi bahwa presiden
menggunakan Landasan Yuridis dan Landasan kebijakan. Sebagai Landasan Yuridis
bentuk diskresi ini dapat dilihat sebagai diskresi konstitusional yang dimiliki Presiden
yang didasarkan pada Pasal 22 ayat (1) UndangUndang Dasar Republik Indonesia tahun
1945 “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang”. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan
pemerintah pengganti Undang-Undang memiliki kedudukan yang sama dengan Undang-
Undang maka kebijakan penyesuaian batasan defisit anggaran ini tidak dapat dikatakan
bertentangan dengan Pasal 23 dan 23A UUD 1945. Kemudian sebagai landasan
kebijakan, karena jelas tidak ada aturan yang mengatur mengenai defisit anggaran yang
melampaui 3% sementara ada permasalahan yang terjadi akibat pandemi Corona Virus
Disease (Covid-19) menyebabkan memburuknya keadaan keuangan akibat penurunan
aktivitas ekonomi di Indonesia menyebabkan pemerintah harus segera mengambil
langkah luar biasa dibidang keuangan negara dalam rangka penyelamatan perekonomian.
Belanja negara yang meningkat untuk penyelamatan kesehatan, pemulihan perekonomian
masyarakat terdampak dan menjaga stabilitas sektor keuangan menyebabkan perlunya
14
penyesuaian besaran defisit anggaran menjadi lebih dari 3%, maka dengan kuasa sebagai
eksekutif diperbolehkan untuk melakukan diskresi yang tentunya tetap memperhatikan
batasan-batasan penerapan diskresi. Dengan demikian, kebijakan keuangan negara
sebagaimana diatur dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 jo. UU Nomor 2 Tahun 2020,
tidak dapat dikatakan telah mereduksi fungsi legislasi dari suatu lembaga negara tertentu,
sebab telah dilaksanakan berdasarkan perintah dari undang-undang dan berdasarkan pada
kewenangan.

Bahwa semakin banyak diterbitkan peraturan perundang-undangan untuk


mengikuti perkembangan zaman, semakin banyak pula kekosongan hukum baru yang akan
muncul. Begitupun dimasa pandemic seperti ini. Sekalipun demikian, negara tetap dituntut
untuk bergerak cepat. Jangan sampai tidak adanya dasar peraturan perundang-undangan.
membuat pemerintah menjadi tidak dapat melaksanakan aktivitasnya. Agar tidak adanya
kebuntuan, dan disfungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah dintuntut
berani untuk melakukan diskresi. Untuk melakukan suatu diskresi ditengah bencana
seperti ini bukanlah hal yang mudah. Ancaman pidana korupsi mengantui pejabat
pemerintah, terlebih dalam beberapa kesempatan beberapa pihak terkait telah mewanti-
wanti bahwa melakukan tindak pidana korupsi di tengah bencana dapat diancam dengan
hukuman mati. Tulisan ini hadir bukan untuk memberi celah kepada pemerintah untuk
bertindak sewenang-wenang, namun memberikan pandangan baru agar pemerintah berani
untuk mengambil tindakan konkret untuk mengatasi persoalan yang ada.

15
2.5 Berani untuk menggunakan Diskresi
Dengan demikian di tengah Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), agar para pejabat pemerintah tidak ragu dalam
hal mengambil kebijakan apabila terdapat kekosongan hukum yang dapat menyebabkan
tidak dapat dilaksanakannya aktivitas pemerintahan sebagaimana diatur dalam UU
Administrasi Pemerintahan. Khususnya dalam menganggarkan dana dan melaksanakan
kegiatan pencegahan, penularan dan penanggulangan Covid-19.
Secara umum tidak ada negara yang siap dalam menghadapi pandemic Covid-19,
begitupun sistem hukum dari suatu negara. Di saat seperti inilah pejabat pemerintah pusat
ataupun daerah dituntut untuk berani menggunakan diskresinya secara bertanggung
jawab dan tidak takut akan ancaman pidana. Sekalipun nantinya tindakan diskresi
tersebut memenuhi unsur tindak pidana, apabila sesuai dengan ajaran Melawan Hukum
Materiel Negatif (Negative Materiele Weterrechtelijk), serta tidak ada penyalahgunaan
wewenang di dalamnya, maka hal tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai tindak
pidana, khususnya tindak pidana korupsi. Terlebih saat ini telah terbit Perppu No. 1
Tahun 2020, yang turut melindungi pejabat pemerintah yang sejalan dengan doktrin
tersebut.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penggunaan diskresi oleh pejabat pemerintah merupakan tindakan yang tepat
dilihat dari kondisi mendesak dan tiba-tiba akibat dari pandemi Covid-19. Akibat dari
Covid-19 ini sangat meresahkan masyarakat di berbagai bidang seperti di bidang
kesehatan, pendidikan dan terutama ekonomi. Untuk itu pemerintah harus segera
mengambil keputusan dan membuat kebijakan untuk memperbaiki kondisi yang tengah
terjadi di masyarakat agar tidak bertambah buruk dan parah. Meskipun pejabat
pemerintah dapat menggunakan diskresi, tentu saja ada batasan yang harus diperhatikan
ketika mengambil keputusan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.

17
Daftar Pustaka

Ansori, Lutfil, 2015 “DISKRESI DAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH


DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH”, Jurnal Yuridis

.(2020, 14 April). Diskresi Pemerintah di Tengah Pandemi Covid-19. Diakses pada


17 September 2020, dari
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c9546f8c326a/diskresi-pemerintah-
ditengah-pandemi-covid-19-oleh-m-azsmar-haliem?page=all

PENERAPAN DISKRESI OLEH PRESIDEN ATAS KEBIJAKAN KEUANGAN


NEGARA DALAM PENANGANAN PANDEMI COVID-19 MELALUI
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 20201 Oleh : Glory Miliani Ampow (journal.unsrat.ac.id)

18

Anda mungkin juga menyukai