Disusun Oleh :
Erwin Maulana Alwi
41153010170087
KELAS IP-A2
DOSEN :
Dr.SUHERMANUDDIN,SH.M.Si
SEMESTER 2 (DUA)
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
BANDUNG
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
penyalahgunaan wewenang yang bersangkutan dengan dasar-dasar imu
hukum.
Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah dasar-dasar ilmu hukum. Laporan ini dapat diselesaikan dengan
2
panduan dari berbagai pihak antara lain Bapak selaku dosen mata kuliah
hukum tata pemerintahan yang telah memberikan bimbingan kepada
penulis, orang tua, teman, dan pihak - pihak lain yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Meskipun telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis menerima adanya kritik dan saran yang membangun dari pihak
manapun demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
..I Pengantar.........................................................................................................
Daftar
..II Isi....................................................................................................................
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
........................................................................................................................
..1
Identifikasi Masalah
3
1
........................................................................................................................
..1
Bab II Teori
Landasan Teori
..................................................................................................................................
..2
Pengertian wewenang
........................................................................................................................
..3
Wewenang pemerintahan
..................................................................................................................................
..4
Bab IV Sistematik
Sistematika Penulisan
........................................................................................................................
.13
4
Bab V Penutupan
5
1
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara mengenai wewenang seringkali wewenang disalah gunakan dan
di salah artikan oleh sebagian orang di negara ini dan di era moderen yang
penuh dengan teknologi canggih ,seringkali orang-orang menyepelekan dan
mengabaikan hal-hal yang kecil ibaratnya seperti samapah yang di buang
dimana saja seenaknya dan lalu di abaikan begitu saja oleh orang-orang ,
nah ibarat wewenang jika di sepelekan maka akan berdampak hal buruk
yang besar seperti penyalahgunaan kekuasaan seperti contoh preman
memiliki wewenang untuk menagih/memalak seseorang ,sehingga preman
tersebut bisa menguasai harta orang yang dipalak oleh dirinya
tersebut.misalkan dalam ruang lingkup pemerintah menyalahgunakan
wewenang untuk kehidupannya maka pemerintah itu dapat menguasai hal-
hal yang ada di negara seperti uang,dengan cara menggunakan
wewenangnya secara semena-mena sehingga dapat mengakibatkan
masalah yang berkepanjangan seperti timbulnya rasa benci seseorang
terhadap orang yg memiliki wewenang dan menggunakan wewenang itu
semaunya,maupun timbul masalah korupsi,kerugian keuangan,maupun
perekonomian negara terancam hancur karena penyalahgunaan wewenang.
7
1
2. Jelaskan apa itu wewenang ?
3. Mengapa seringkali terjadi masalah penyalahgunaan wewenang ?
4. dampak apa sajakah yang akan timbul jika wewenang disalah
gunakan ?
5. Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan penyalahgunaan
wewenang ?
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Seperti yang sudah kita tau bahwa seorang pemimpin memiliki wewenang
atau hak untuk memerintah seseorang secara bijak .Kewenangan yang
didalamnya terkandung hak dan kewajiban. Dalam hal ini dibagi atas dua
cara organ pemerintah memperoleh wewenang, yaitu dengan cara atributif
dan delegasi; bahwa atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang
baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah
ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada
organ lain); jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi.
9
BAB III
PEMBAHASAN
Pengertian Wewenang
Menurut, Lubis Secara etimologis, istilah kewenangan berasal dari kata
wewenang. Sedang menurut Bagir Manan istilah wewenang dengan
kekuasaan Macht itu berbeda. Kekuasaan menurutnya hanya
digambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Sedangkan
wewenang memiliki pengertian yang lebih luas meliputi hak dan
kewajiban.
Secara teoritik, mengenai kewenangan dapat dilihat pendapat H.D. Stout
(Ridwan HR 2006 : mengatakan: ”Wewenang merupakan pengertian
yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat
dijelasakan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenan dengan
perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum
publik di dalam hubungan hukum public”
Menurut F.P.C.L Tonnaer dalam Ridwan HR: ”Kewenangan pemerintah
dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan
hukum positif, dan dengan begitu, dapat diciptakan hubungan hukum
antara pemerintah dengan warga Negara). Dalam Negara hukum,
wewenang itu berasal dari peraturan pemerintah.
Pandangan yang melihat lebih jauh pada sisi tindakan yaitu ungkapan P.
Nicolai dalam Ridwan HR (2006 : 102) ”Kemampuan untuk melakukan
tindakan hukum tertentu (yaitu tindakan-tindakan yang dilakuakn untuk
mengakibatkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan
lenyapnya akibat hukum). Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau
tindakan melakukan tindakan tertentu, atau menuntut pihak lain untuk
melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan
untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tetentu”
Sebagaimana diungkapkan F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek dalam
Ridwan meyebutkan sebagai inti Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi bahwa Kewenangan yang didalamnya terkandung hak dan
kewajiban. Dalam hal ini dibagi atas dua cara organ pemerintah
memperoleh wewenang, yaitu dengan cara atributif dan delegasi; bahwa
atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan
delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ
yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain);
jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi.[1]
3
WEWENANG PEMERINTAHAN
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai
pijakan dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan disetiap negara
yang menganut konsepsi negara hukum.
Keberadaan asas legalitas menurut H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt
(1995:41) pada mulanya dikenal dalam hal penarikan pajak oleh negara
sehingga di Inggris terkenal adanya sebuah ungkapan yang menyakatan,
bahwa tidak ada penarikan pajak tanpa adanya suatu representasi atau
persetujuan dari parlemen (no taxation without representation of parliament).
Dalam perkembangannya lebih lanjut penerapan dari asass legalitas ini
kemudian digunakan pula dalam bidang hukum administrasi (negara)
sebagaimana dikemukakan oleh H.D Stout (1994:28) yang menyatakan, bahwa
pemerintah harus tunduk kepada undang-undang (is dat het bestuur aan de wet
is onderweroen). Dengan kata lain bahwa dengan adanya asas legalitas
menetapkan ssemua ketentuan yang mengikat warga negara haruslah
didasrkan pada undang-undang (het legaliteits beginsel houdt in dat alle
(algemene) de burgers bindende bepalingen op de wet moten berusten).
Prinsip dasar dalam sebuah konsepsi negara hukum menetapkan bahwa,
setiap tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah
(bestuurshandelingen) haruslah berdasarkan pada adanya suatu legitimasi atau
kewenangan, sehingga tindakan atau pebuatan pemerintahan tersebut
dipandang absah adanya.
Penerapan dari asas legalitas tidak hanya berkaitan erat dengan
gagasan konsepsi negaa hukum saja, akan tetapi juga berkaitan dengan
konsep gagasan negara demokrasi(het democratische rechtsstaat).
Bagir Manan (1987:16) menyebutkan adanya kesulitan yang dihadapi
oleh hukum tertulis, yaitu: pertama, hukum sebagai bagian dari kehidupan
masyarakat mencakup semua aspek kehidupan yang sangat luas dan
kompleks, sehingga tidak mungkin seluruhnya dijelmakan dalam peraturan
perundang-undangan. Kedua, peraturan perundang-undangan sebagai hukum
tertulis pada umumnya bersifat statis sehingga tidak dapat dengan cepat
mengikuti gerak pertumbuhan, perkembangan, dan perubahan masyarakat
yang harus diembannya.
Prajudi Atmosudiarjo (1981:79) yang mengemukakan adanya beberapa
persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan,
yaitu:
1) Efektifitas, artinya kegiatannya harus mengenai sasaran yang telah
ditetapkan.
2) Legitimitas, artinya kegiatan pemerinthan jangan sampe menimbulkan
heboh oleh karena tidak dapat diterima oleh masyarakat setempat atau
lingkungan yang bersangkutan.
3) Yuridikitas adalah syarat yang menyatakan bahwa perbuatan para
pejabat pemerintahan tidak boleh melanggar hukum dalam arti luas.
4) Legalitas adalah syarat yang menyatakan bahwa tidak satupun tindakan
atau perbuatan pemerintahan dapat atau boleh dilakukan tanpa dasar
4
undang-undang(tertulis) dalam arti luas, bila sesuatu dijalankan dengan
dalih “keadaan darurat”, maka kedaruratan itu wajib dibuktikan
kemudian, bilamana kemudian tidak terbukti , maka perbuatan tersebut
dapat digugat di pengadilan.
5) Moralitas adalah salah satu syarat yang paling diperhatikan oleh
masyarakat moral dan etika umum maupun kedinasan wajib dijunjung
tinggi, perbuatan
6) tidak senonoh, sikap kasar, kuramg ajar, tidak sopan, kata-kata yangg
tidak pantass, dan sebaginya wajib dihindarkan.
7) Efisiensi wajib dikejar seoptimal mungkin, kehematan biaya, dan
produktivitas wajib diusahakan setinggi-tingginya.
8) Teknik dan teknologi yang setinggi-tingginya wajib dipakai untuk
mengembanngkan atau memepertahankan mutu prestasi yang sebaik-
baiknya.
Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar mencapai tujuan tertentu.
Ada 2 pandangan mengenai sumber wewenang, yaitu :
1. Formal, bahwa wewenang di anugerahkan karena seseorang diberi atau
dilimpahkan/diwarisi hal tersebut.
2. Penerimaan, bahwa wewenang seseorang muncul hanya bila hal itu diterima
oleh kelompok/individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan.
Chester Bernard mendukung pandangan tersebut dengan menulis :
1. Komunikasi dapat dipahami
2. Dapat dipercayai bahwa hal tesebut tidak menyimpang disaat keputusannya
dibuat.
3. Secara keseluruhan, dapat diyakini bahwa hal tersebut tidak bertentangan
dengan kepentingan pribadinya.
4. Secara mental dan fisik mampu untuk mengikutinya.
Kekuasaan (power) sering sekali dicampur adukan dengan pengertian
wewenang. Kekuasaan itu sendiri memiliki arti sebagai suatu kemampuan
untuk melakukan hak tersebut. Ada banyak sumber dari kekuasaan itu sendiri,
dan keenam sumber kekuasaan tersebut dapat diringkas sebagai berikut :
1. Kekuasaan balas – jasa.
2. Kekuasaan paksaan.
3. Kekuasaan sah.
4. Kekuasaan pengendalian informasi.
5. Kekuasaan panutan.
6. Kekuasaan ahli.
Persamaan tanggung jawab dan wewenang adalah baik dalam teori, tetapi
sukar dicapai. Dapat disimpulkan, wewenang dan tanggung jawab adalah sama
dalam jangka panjang, dan dalam jangka pendek, tanggung jawab lebih besar
peranannya dari pada wewenang itu sendiri.
Organisasi lini adalah orang/badan usaha yang mempunyai hubungan pelapor
hanya dengan satu atasan, sehingga ada kesatuan perintah. Dan organisasi
staf adalah orang/badan usaha dalam struktur organisasi yang fungsi utamanya
5
memberikan saran dan pelayanan kepada fungsi ini. Ada 2 tipe staf, yaitu:
1. Staf pribadi; sebagai pemberi saran , bantuan, dan jasa kepada atasannya.
2. Staf spesialis; sebagai pemberi saran, konsultasi, bantuan dan melayani
seluruh lini serta diperlukannya keahlian khusus.
Wewenang lini adalah dimana atasan melakukanya atas bawahannya
langsung. Dan wewenang staf adalah suatu hak yang dipunyai oleh para staf
atau para spesialis untuk memberikan saran, bantuan, konsultasi kepada
personalia lini.
6
Indriyanto Seno Adji, memberikan pengertian penyalahgunaan
wewenang dengan mengutip pendapatnya Jean Rivero danWaline dalam
kaitannya “detournement de pouvoir” dengan “Freis Ermessen”,
penyalahgunaan wewenang dalam hukum administrasi dapat diartikan dalam
3 (tiga) wujud yaitu :
1. Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang
ertentangan dengan kepentingan umum untuk menguntungkan kepentingan
pribadi, kelompok atau golongan
2. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut
adalah benar diajukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari
tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh undang-undang atau
peraturan-peraturan lainnya,
3. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur
seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah
menggunakan prosedur lain agar terlaksana.
Sjachran Basah mengartikan penyalahgunaan wewenang atau
“detournement de pouvoir” adalah perbuatan pejabat yang tidak
sesuai dengan tetapi masih dalam lingkungan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. Melampaui wewenang
Menurut Wiktionary, “melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di
luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan
tertentu. Berdasarkan pengertian dalam pasal 1 angka 3 Undang-undang
No. 37 Tahun 2008 yang menguraikan unsur dari pemenuhan suatu
tindakan administrasi point kedua: “yang melampaui wewenang, atau
menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan
wewenang tersebut, atau termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban
hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik”.
Contoh : Dalam urusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) misalkan di kota
Makassar. IMB dikeluarkan surat yang berkepala kop “Dinas
Pengawasan Bangunan Daerah”, tidak lagi menggunakan surat
dengan kop Walikota Makassar. Dengan perubahan tersebut
7
seolah-olah wewenang telah dialihkan kepada Dinas
Pengawasan Bangunan Daerah, tidak lagi menjadi wewenang
Walikota.
b. Mencampuradukkan wewenang
Pengertian kedua ini sejalan dengan asas larangan untuk
mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan
petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak
boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau
menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Dengan demikian apabila
instansi pemerintah atau pejabat pemerintah atau alat administrasi negara
diberi kekuasaan untuk memberikan keputusan tentang suatu kasus
(masalah konkrit), maka keputusan yang dibuat tidak boleh digunakan
untuk maksud-maksud lain terkecuali untuk maksud dan tujuan yang
berhubungan dengan diberikan kekuasaan/wewenang tersebut.
Contoh : Seorang pejabat yag menjalankan kewenangan untuk dan atas
nama jabatan (ambtshalve) kemudian terindikasi adanya
penyalahgunaan wewenang, sebagai ilustrasi : Gubernur Bank
Indonesia (BI) mengesahkan kebijakan “dana talangan” untuk
menanggulangi dampak krisis global. Kebijakan atau Beleid
yang dalam hal ini dituangkan dalam bentuk Peraturan BI. Akan
tetapi pengesahan yang dilakukan oleh gubernur BI tersebut
dikarenakan telah menerima suap.
c. Bertindak sewenang-wenang
Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang),
yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar
lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung
pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang
dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang
tersebut diberikan (asas spesialitas). Bertindak sewenang-wenang juga
dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk
bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan
dimaksud bertentangan dengan ketentuan.
8
Contoh : Pengguna Anggaran (kepala Dinas Kebersihan akan melakukan
pembelian alat pengelohan sampah. Kepala Dinas (kadis) tersebut menunjuk
salah satu Kepala Seksi sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Atas dasar
pelimpahan wewenang, selanjutnya Kepala Seksi membentuk Panitia Lelang
(Panitia Tender), Panitia Lelang dan Kepala Seksi yang telah ditunjuk tersebut
tidak melaksanakan lelang sesuai wewenang yang telah dilimpahkan
kepadanya melainkan dengan cara melakukan penunjukan langsung (PL)
dengan tujuan untuk memenangkan rekanan tertentu, dengan cara seperti yang
berakibat merugikan keuangan negara
Penyebab Terjadinya Tindakan Penyalahgunaan Kewenangan
Yang dimaksud dengan penyalahgunaan yang melampaui batas adalah
melaksanakan kegiatan atau bertindak di luar batas kewenangan yang
tercantum dalam undang-undang. Dalam pasal 1 ayat 3 UU No. 37 tahun
2008 tertulis : “yang melampaui wewenang atau menggunakan wewenang
untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, atau
termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.” Penyalahgunaan kewenangan
meliputi campur aduk wewenang yang dilakukan, wewenang yang
melampaui batas, dan tindakan sewenang-wenang.
9
wewenangnya makin tinggi bukanlah merupakan kekuasaan pribadi. Jangan
sampai salah pandangan.
10
rakyat.Jangan sampai kita menjadi korban penyalahgunaan kekuasaan. Untuk
dapat terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh
pemimpin, penguasa, atau pejabat yang bisa kita lakukan adalah menempuh
jalur hukum yang legal, diantaranya adalah KPK, KOMNAS HAM, SATGAS
MAFIA HUKUM, dan sebagainya.
Kurangnya pengawasan, hukum yang lemah, serta mental dan moral yang tidak
baik dari para pelaku (penguasa, pejabat) adalah kunci terjadinya pelanggaran
hukum. Pelanggaran hukum bisa berupa mafia hukum, tindak korupsi,
penggelapan dan sebagainya. Kini tengah marak kasus korupsi yang dilakukan
oleh petinggi negeri ini. Mereka seolah membutakan diri dan tidak peka
terhadap kesulitan ekonomi yang tengah menyerang rakyat. Mereka
menggunakan uang negara untuk memperkaya diri sendiri.
11
1. Penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan sendiri atau pribadi maupun kelompok tertentu. Tindakan
yang dilakukan pun bertolak belakang dengan kepentingan umum.
2. Penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan atas dasar kepentingan
umum namun terjadi penyimpangan tujuan dalam peraturan dan undang-
undang (tidak sesuai dengan peraturan).
3. Penyalahgunaan kewenangan dalam kaitannya dengan prosedur
(menyalahgunakan prosedur yang ada).
BAB IV
SISTEMATIKA
SISTEMATIKA PENULISAN :
12
Halaman Judul (cover)
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Identifikasi Masalah
Bab II Teori
Landasan Teori
Bab IV Sistematika
Sistematika Penulisan
Bab V penutupan
Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
BAB V
PENUTUP
13
Kesimpulan : Penyalahgunaan wewenang berdasarkan dari beberapa
istilah tersebut memiliki arti yang sama bahwa sama-sama menjelaskan
tentang penyimpangan-penyimpangan yang terjadi akibat dari
penyalahgunaan wewenang. Substansi yang ingin dijelaskan sama tetapi
cara penerapan/perlakuannya yang berbeda, baik itu dilihat dari
penyimpangan akibat pertentangan aturan baik yang diatur dalam
undang-undang, pelaksanaan wewenang pejabat lain ataupun melebihi
dari apa yang sepatutnya dengan ketentuan.
Saran : Jadi jika seseorang atau kita yang di beri kepercayaan untuk
menjadi seorang pemimpin atau yang lainnya, otomatis kita memiliki
wewenang untuk menguasai beberapahal seperti memerintah dan
memegang perintah maka dari itu gunakanlah hal tersebut dengan baik
dan bijak agar tidak timbul rasa ketidak percayaan seseorang terhadap
seorang pemimpin ,gunakanlah wewenang itu dengan baik jangan di
salah gunakan ,seperti korupsi, penggelapan dana / uang ,sehingga
perekonomian negara kitapun aman dan dapat terhindar dari ancaman
yang dapat merusak negara kita. untuk menjadi seorang pemimpinpun
memiliki aturan tersendiri, jika kita menjadi seorang pemimpin harus
mentaati peraturan yg masih berlaku. Agar masyarakatnya percaya,
bahwa kita itu pemimpin yang bijak dan taat pada aturan.
DAFTAR PUSTAKA
14
Nur Basuki Minarno, 2009. Penyalahgunaan Wewenang Dan Tindak
Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Palangkaraya :
Laksbang Mediatama, hal 72-79.
Wiktionary.Melampaui wewenang.
http://id.wiktionary.org/wiki/melampaui_wewenang
Sjachran Basah. 1985. Eksistensi dan Tolak Ukur Peradilan Administrasi
di Indonesia. Alumni, Bandung, hal. 223
15