Anda di halaman 1dari 13

HUKUM ADMISTRASI NEGARA KEWENAGAN NEGARA DALAM

PERUNDANG - UNDNAG

DOSEN PENGAMPUH : JUNAIDI, SH.,MH

Rini Agustiani : (1730103167)

Reza Pratama : (1730103166)

Siska Vidyawati : (1730102187)

Yuta Erviani : (1730103186)

JURUSAN JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

0
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr.Wb
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di
dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah praktek membahas kitab
dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta
informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan saya dan semaksimal
mungkin. Namun, saya menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.Maka dari itu kami sebagai
penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah
ini terutama Dosen Mata Kuliah praktek membahas kitab yang kami harapkan sebagai
bahan koreksi untuk kami.
Wa’alaikumsalam Wr.Wb

Palembang, 27 Desember 2019

Rini Agustiani

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar.....................................................................................................................1

Daftar Isi.............................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 3

A. Latar belakang................................................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................4

C. Tujuan Pembelajaran.......................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................5

A. Cara Memperoleh Kewenangan Berdasarkan Hukum Administrasi


Negara………………………………………….................................................................5

B. Penyalahgunaan Wewenang dalam Hukum Administrasi Negara


dikaitkan dengan ...................................................................................................8

BAB III PENUTUP..............................................................................................................11

Kesimpulan..........................................................................................................................11

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….....10

2
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Negara merupakan sebuah organisasi atau badan tertinggi yang memiliki


kewenangan untuk mengatur perihal yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat
luas serta memiliki kewajiban untuk menyejahterakan, melindungi dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Prof. Miriam Budiardjo memberikan pengertian negara adalah
organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap
semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari
kehidupan bersama itu. Jadi Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah
tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya mempunyai
kedaulatan (keluar dan ke dalam). Sedangkan menurut Prof. Mr. Soenarko, Negara adalah
organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu dimana kekuasaan negara berlaku
sepenuhnya sebagai suatu kedaulatan

Organisasi ideal adalah sebuah birokrasi yang aktivitas dan tujuan dipikirkan
secara rasional serta pembagian tugas dan wewenang dinyatakan dengan jelas. Ada
beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian wewenang tersebut. Menurut Philipus
M. Hadjon, dalam hukum tata negara, wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai
kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan
dengan kekuasaan. 2 Ferrazi mendefinisikan kewenangan sebagai hak untuk menjalankan
satu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi dan standarisasi),
pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atau suatu urusan tertentu.3 Dalam
pengelolaan negara, pendelegasian wewenang mempunyai pengaruh yang sangat besar.
Karena, tanpa adanya pendelegasian wewenang maka akan mengakibatkan tersendatnya
kegiatan dalam pencapaian tujuan negara. Namun, dalam pemberian suatu kewenangan
kepada orang/badan dapat menimbulkan masalah baru yaitu penyalahgunaan
kewenangan.

3
A. RUMUSAN MASALAHAN Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara memperoleh kewenangan diatur dalam Hukum Administrasi


Negara?
2. 2. Bagaimanakah penyalahgunaan wewenang dalam Hukum Administrasi Negara
dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014?

B. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui bagaimana kewenagan di atur da;am hukum admistrasi negara?

2. Untuk mengetahui bagaimana perundang-undangan mengatur admistrasi negara?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Cara Memperoleh Kewenangan Berdasarkan Hukum Administrasi Negara


Dalam Hukum Administrasi Negara tentu kita tidak asing mendengar
istilah wewenang, karena sebenarnya wewenang sekaligus menjadi batasan
kekuasaan untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Secara umum
Wewenang dalam Hukum Administrasi Negara adalah Kekuasaan menggunakan
sumberdaya untuk mencapai tujuan organisasi dan secara umum tugas di
definisikan sebagai kewajiban atau suatu pekerjaan yg harus dikerjakan seseorang
dalam pekerjaannya.
Istilah wewenang atau kewenangan disejajarkan dengan “authority”
dalam bahasa Inggris dan “bevoegdheid” dalam bahasa Belanda. Authority dalam
Black S Law Dictionary diartikan sebagai Legal power; a right to command or to
act; the right and power of public officers to require obedience to their orders
lawfully issued in scope of their public duties. 1
(Kewenangan atau wewenang adalah kekuasaan hukum, hak untuk
memerintah atau bertindak; hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi
aturan hukum dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik). “Bevoegdheid”
dalam istilah Hukum Belanda, Phillipus M. Hadjon memberikan catatan
berkaitan dengan penggunaan istilah “wewenang” dan “bevoegdheid”. Istilah
“bevoegdheid” digunakan dalam konsep hukum privat dan hukum publik,
sedangkan “wewenang” selalu digunakan dalam konsep hukum public
Menurut G.R.Terry, Wewenang dalam Hukum Administrasi Negara
adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak lain
supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang itu, Menurut
R.C.Davis dalam bukunya, Fundamentals of Management: Authority/Wewenang
dalam Hukum Administrasi Negara adalah hak yang cukup, yang memungkinkan
seseorang dapat menyelesaikan suatu tugas/kewajiban tertentu. Jadi, wewenang
adalah dasar untuk bertindak, berbuat dan melakukan kegiatan/aktivitas
organisasi.Tanpa wewenang orang-orang tidak dapat berbuat apa-apa. Dari sudut
bahasa hukum wewenang berbeda halnya dengan kekuasaan, kekuasaan hanya

1
Phillipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5 & 6 Tahun XII, Sep-Des 1997, hal.1

5
menggambarkan hak bertindak/berbuat atau tidak berbuat, sedangkan wewenang
secara yuridis, pada hakikatnya hak dan kewajiban (rechten en plichten). Terkait
dengan otonomi daerah hak mengandung arti kekuasaan untuk mengatur sendiri
(zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbestuuren). 2 Asas legalitas merupakan
salah satu prinsip yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan
pemerintah dan kenegaraan disetiap negara hukum terutama bagi negara negara
hukum yang menganut sistem civil law atau sistem hukum eropa kontinental.
Asas legalitas ini digunakan dalam bidang hukum administrasi negara yang
memiliki makna, “dat het bestuur aan de wetis onderworpen” (bahwa pemerintah
tunduk kepada undang undang) atau “het legaliteitsbeginsel hond in dat alle
(algemene) de burgers bindende bepaligenop de wet moeten berusten (asas
legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warga negara harus
didasarkan pada undang-undang).3 Sejalan dengan pilar utama negara hukum
yaitu asas legalitas (legaliteits beginselen atau wetmatigheid van bestuur), atas
dasar prinsip tersebut bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan
perundang-undangan. Dalam kepustakaan hukum administrasi terdapat dua cara
untuk memperoleh wewenang pemerintahan yaitu atribusi dan delegasi; kadang-
kadang juga, mandat, ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk memperoleh
wewenang.
Menurut Prajudi Atmo Sudirdjo, Legalitas adalah syarat yang
menyatakan bahwa tidak satupun perbuatan atau keputusan administrasi negara
tidak boleh dilakukan tanpa dasar undang-undang (tertulis), dalam arti luas bila
sesuatu dijalankan dengan dalih “ keadaan darurat” maka kedaruratan itu wajib
dibuktikan, kemudian jika tidak bisa dibuktikan maka perbuatan tersebut bisa
digugat ke pengadilan.4 Secara teoritik, kewenangan pemerintah yang bersumber
dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara seperti
yang disebutkkan pada Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan, yaitu :

2
Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah ,
Makalah pada Seminar Nasional Pengembangan Wilayah dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di
Kawasan Pesisir dalam Rangka Penataan Ruang, Fak. Hukum Unpad Bandung, 2000, hal. 2
3
H.D. va. Wijk/Willem Konijnenbelt, dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UUI Press,
Jakarta, 2003, hal. 65
4
https://www.radarhukum.com/wewenang-dalam-hukum-administrasi-negara.html . (di akses
pada 28-12-2019)

6
1. Atribusi Atribusi adalah pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau
Undang-Undang.5 Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui
Atribusi apabila:

a. diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau
undang-undang;

b. merupakan Wewenang baru atau sebelumnya tidak ada; dan c. Atribusi diberikan
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.6

Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui


Atribusi, tanggung jawab Kewenangan berada pada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang bersangkutan. Kewenangan Atribusi tidak dapat didelegasikan, kecuali diatur di
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-
undang.

2. Delegasi Delegasi adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat


Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada
penerima delegasi. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya
pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung
jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi, tetapi beralih pada penerima
delegasi. Pemberi delegasi dapat mencabut pemberian delegasi tersebut dengan
berpegang dengan asas “contrarius actus”. Artinya, ketika suatu badan/pejabat
menerbitkan suatu “keputusan” dan badan/pejabat itu juga yang mencabut/
membatalkannya. Hal ini juga tertuang dalam pasal 13 ayat (6) Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah bahwa dalam hal
pelaksanaan Wewenang berdasarkan Delegasi menimbulkan ketidakefektifan
penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
memberikan pendelegasian Kewenangan dapat menarik kembali Wewenang yang
telah didelegasikan.

5
Pasal 1 angka 22 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
6
Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

7
3. Mandat Mandat adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi
mandat.7 Penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat,
tanggung jawab akhir keputusan yang diambil penerima mandat tetap berada pada
pemberi mandat. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menerima Mandat
harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
memberikan Mandat.8
2. Penyalahgunaan Wewenang dalam Hukum Administrasi Negara
dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Dalam pemberian suatu kewenangan
kepada orang/badan dapat menimbulkan masalah baru yaitu penyalahgunaan
kewenangan. Pengertian mengenai penyalahgunaan kewenangan dalam hukum
administrasi dapat diartikan dalam 3 (tiga) wujud, yaitu:
a. Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan
pribadi, kelompok atau golongan;
b. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah
benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan
kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya;
16 Pasal 1 angka 24 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan 17 Pasal 14 ayat (4) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan 8
c. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang
seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan
prosedur lain agar terlaksana. Berdasarkan hal diatas, konsep penyalahgunaan
wewenang dalam Hukum Adiministrasi Negara dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Detournement de pouvoir atau melampaui wewenang/batas kekuasaaan Menurut
Wiktionary, “melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang
yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. 9
Berdasarkan
pengertian dalam pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 37 Tahun 2008 tentang

7
16 Pasal 1 angka 24 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
8
17 Pasal 14 ayat (4) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
9
https://id.wiktionary.org/wiki/melampaui_wewenang

8
Ombudsman Republik Indonesia yang menguraikan unsur dari pemenuhan suatu
tindakan administrasi point kedua: “yang melampaui wewenang, atau menggunakan
wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, atau
termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan
pelayanan publik” 10
b. Abuse de droit atau sewenang-wenang. Menurut Sjachran Basah “abus de droit”
(tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan
tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung
pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan
melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan
(asas spesialitas). Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan
wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya
dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan. 11
20 18 . https://id.wiktionary.org/wiki/melampaui_wewenang 19 . Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia 20 . Sjachran Basah,
Eksistensi dan Tolak Ukur Peradilan Administrasi di Indonesia. Alumni, Bandung,
1985, hal. 223 9 Penyalahgunaan kewenangan sangat erat kaitan dengan terdapatnya
ketidaksahan (cacat hukum) dari suatu keputusan dan atau tindakan pemerintah/
penyelenggara negara. Cacat hukum keputusan dan/atau tindakan pemerintah/
penyelenggara negara pada umumnya menyangkut tiga unsur utama, yaitu unsur
kewenangan, unsur prosedur dan unsur substansi, dengan demikian cacat hukum
tindakan penyelenggara negara dapat diklasifikasikan dalam tiga macam, yakni:
cacat wewenang, cacat prosedur dan cacat substansi.
Ketiga hal tersebutlah yang menjadi hakekat timbulnya penyalahgunaan
kewenangan. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan Pasal 17 menyatakan bahwa
(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang. (2)
Larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. larangan melampaui Wewenang;
b. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
c. larangan bertindak sewenang-wenang.12

10
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia
11
Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Peradilan Administrasi di Indonesia. Alumni,
Bandung, 1985, hal. 223
12
Pasal 17 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

9
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui Wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a apabila Keputusan dan/atau
Tindakan yang dilakukan:
a. melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang;
b. melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang; dan/atau
c. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan
Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila
Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
a. di luar cakupan bidang atau materi Wewenang yang diberikan; dan/atau
b. bertentangan dengan tujuan Wewenang yang diberikan.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenangwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau
Tindakan yang dilakukan: a. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau b. bertentangan
dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

BAB III

KESIMPULAN

10
Berdasarkan pembahasan yang dijabarkan diatas, maka kesimpulan dapat
dirumuskan sebagai berikut:

a. Cara memperoleh kewenangan menurut Hukum Administrasi Negara diatur


dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan, yaitu :

1. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang


undang kepada organ pemerintahan;

2. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ


pemerintahan kepada organ pemerintahan lainya; dan/atau 3. Mandat, terjadi ketika organ
pemerintahan mengizinkan kewenanganya dijalankan oleh organ lain atas namanya

. b. Penyalahgunaan kewenangan sesuai Pasal 17 Undang-undang Nomor 30


Tahun 2014, yaitu: larangan melampaui wewenang; larangan mencampuradukkan
wewenang; dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang.

DAFTAR PUSTAKA

11
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Internet:

https://www.radarhukum.com/wewenang-dalam-hukum-administrasi-negara.html
https://id.wiktionary.org/wiki/melampaui_wewenang

Buku: Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi
Daerah ,

Makalah pada Seminar Nasional Pengembangan Wilayah dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam di Kawasan Pesisir dalam Rangka Penataan Ruang, Fak. Hukum Unpad Bandung,
2000

Ganjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia,
2007 H.D. va. Wijk/Willem Konijnenbelt, dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi
Negara, UUI Press, Jakarta, 2003

Henry Campbell Black, Black’S Law Dictionary, West Publishing, 1990

M. Hadjon Philipus, Tentang Wewenang, Makalah Univ. Airlangga Yuridika No 5 & 6


Tahun XII, 1997

MD Mahmud, Marbun, 2009

12

Anda mungkin juga menyukai