NIM : 3332211011
KELAS : II F
______________________________
FAKULITAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM
MANOKWARI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Sehingga atas
kesempatan dan kesehatan yang diberikannya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tugas Hukum Administrasi Negara ini tepat waktu.
Terimakasih penulis ucapkan juga kepada Ibu Desna Aromatica Dr. S.AP,
M.AP yang telah mengarahkan penulis dalam pembelajaran Hukum
Administrasi
Negara, sehingga dapat membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Administrasi Negara tentang “Kewenangan Pemerintah dan Tindakan
Pemerintahan”. Disamping itu, diharapkan makalah ini dapat menjadi sarana
pembelajaran serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT..
Untuk
itu, penulis sangat mengharapkan masukan baik itu kritik maupun saran yang
membangun dari ibu dosen dan semua pihak yang terkait. Karena kritikan-
kritikan yang mendukung akan sangat berpengaruh untuk kesempurnaan
makalah
ini di masa yang akan datang.
Penulis:
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
1
1. 2 Rumusan Masalah
a. Apa saja asas legalitas dan wewenang pemerintah?
b. Apa saja sumber dan bagaimana cara memperoleh wewenang
pemerintah?
c. Bagaimanakah tindakan pemerintah?
d. Apa saja unsur, macam dan karakteristik tindakan hukum pemerintah?
e. Apa contoh kewenangan pemerintah dan tindakan pemerintahan?
1. 3 Tujuan
a. Mengetahui apa saja asas legalitas dan wewenang pemerintah.
b. Mengetahui apa saja sumber dan bagaimana cara memperoleh
wewenang pemerintah.
c. Mengetahui bagaimana tindakan pemerintah.
d. Mengetahui apa saja unsur, macam dam karakteristik tindakan
pemerintah.
e. Mengetahui contoh dari kewenangan penerintah dan tindakan
pemerintahan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
umumnya dlm hubungan rutin antara bawahan dengan atasan kecuali dilarang
secara teg as oleh peraturan perundang-undangan.
Tindakan Pemerinta
8
b. Moeljatno, asas legalitas (Principle of legality), asas yang menentukan
bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak
ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Biasanya ini dikenal
dalambahasa latin sebagai nullum delictum nulla poena sine praevia lege.
(tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu).
C . Wirjono Prodjodikoro, bahasa latin yang berbunyi nullum delictum, nulla
puna sine praevia lege punali diartikan tiada kejahatan, tiada hukuman pidana
tanpa undang-undang hukum pidana terlebih dahulu.
d. Tongat, Pasal 1 ayat (1) KUHP, mengandung pengertian bahwa
ketentuan pidana dalam undang-undang hanya dapat diberlakukan terhadap
suatu tindak pidana yang terjadi sesudah ketentuan pidana dalam undang-
undang itu diberlakukan, dengan kata lain, ketentuan pidana dalam undang-
undang itu hanya berlaku untuk waktu kedepan.
B. Berbagai Aspek asas legalitas
Asas legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian yaitu :
Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu
terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
Pengertian yang pertama tersebut di atas, bahwa harus ada aturan udang-
undang jadi aturan hukum yang tertulis terlebih dahulu, jelas tampak dalam
Pasal 1 ayat (1) KUHP, dimana dalam teks Belanda disebutkan: “wettelijke
strafbepaling”, yaitu aturan pidana dalam perundangan. Tetapi dengan adanya
ketentuan ini, konsekuensinya adalah perbuatan-perbuatan pidana menurut
hukum adat lalu tidak dapat dipidana, sebab di situ tidak ditentukan dengan
aturan yang tertulis. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh
digunakan analogi/kiyas. Asas bahwa dalam menentukan ada atau tidaknya
perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kiyas) pada umumnya masih
dipakai oleh kebanyakan negara-negara.
Di Indonesia dan di belanda pada umunya masih diakui prinsip ini, meskipun
ada juga beberapa ahli yang tidak dapat menyetujui hal ini, misalnya Taverne,
Pompe dan Jonkers. Prof. Scholter menolak adanya perbedaan antara analogi dan
tafsiran ekstensif, yang nyata-nyata diperbolehkan. Menurut pendapatnya, baik
dalam hal penafsiran ekstensif, maupun dalam analogi dasarnya adalah
sama, yaitu dicoba untuk menemukan norma-norma yang lebih tinggi (lebih
umum atau lebih abstrak) daripada norma yang ada. Penerapan undang-undang
berdasarkan analogi ini berarti penerapan suatu ketentuan atas suatu kasus yang
tidak termasuk di dalamnya. Penerapan berdasarkan analogi dari ketentuan
pidana atas kejadian-kejadian yang tidak diragukan patut diidana, akan
tetapi tidak termasuk undang-undang pidana memang pernah dilakukan.
Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut. Tiada suatu perbuatan dapat
dipidana kecuali ada ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah ada
sebelumnya, semikian pasal 1 ayat (1) KUHP. Ayat (2) pasal tersebut
memberikan pengecualian sebagaimana telah kita bahas diatas. Peraturan ini
berlaku untuk seluruh proses perkara. Dengan kata lain, kalau dalam waktu
antara putusan tingkat pertama dan tingkat banding, atau antara banding
dengan kasasi terjadi perubahan undang-undang untuk kepentingan terdakwa,
maka Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan MA harus menerapkan Pasal 1
ayat (2) KUHP. Ingat, larangan kekuatan surut hanya berlaku untuk ketentuan
pidana. Tidak untuk peraturan yurisdiksi misalnya yang berhubngan dengan
wewenang pembentuk undang-undang nasional lainnya.
10