Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TINDAKAN PERBUATAN ADMINISTRASI NEGARA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara

Dosen Pengampu : Rafiqatul Haniah, M.H.

Di susun Oleh

kelompok 10 :

1. Devi Pita Sari (126103211035)


2. Dewi Khusna Agustin (126103211036)
3. Dewi Mustika (126103211037)

HUKUM TATA NEGARA 3A

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puja dan puji syukur selalu kami haturkan atas kehadirat penguasa seluruh alam yang
tiada lain dan tak ada yang lain kecuali Allah SWT. Karena berkat limpahan rahmat, taufik,
hidayah, serta inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan tugas penyusunan makalah “Tindakan
Perbuatan Administrasi Negara” dalam mata kuliah Hukum Administrasi Negara. Dalam
makalah ini kami akan membahas tentang akhlak, etika dan moral serta sumber ajaran akhlak.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mendapat bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu saya ucapkan terimakasih kepada :

1. Yang terhormat Bapak Rektor Prof. Dr. Mafthukin, M.Ag.

2. Yang saya hormati Bapak Dekan FASIH Dr. H. Nur Effendi, M.Ag

3. Yang saya hormati Koor. Progam Studi HTN Ahmad Gelora Mahardika S.IP, M,H

4. Yang saya hormati Dosen Pengampu mata kuliah Hukum Administrasi Negara

Ibu Rafiqatul Haniah, M.H.

5. Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah.

Adanya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Dengan segala kerendahan hati,
saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca demi perbaikan dan
peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang. Dan kami juga berharap,
semoga makalah ini bisa memberi manfaat bagi kami penyusun dan para pembaca makalah ini.
Aamiin.

Wassalamualaikum wr.wb.

Tulungagung, 2 September 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Urgensi Diskresi ....................................................................... 2
B. Syarat dan Batasan Diskresi di Lakukan dan Cara Menggunakan Diskresi ..... 3
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan ......................................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat), tidak
berdasarkan kepada kekuasaan belaka (Machtsstaat). Hal ini menunjukkan bahwa sistem
pemerintahan negara Indonesia berdasarkan atas hukum. Didalam sistem tersebut segala
bentuk kebijakan dan tindakan aparatur penyelenggara negara harus berdasar atas hukum, tidak
semata-mata berdasarkan kekuasaan yang melekat pada kedudukan aparatur penyelenggara
negara itu sendiri, Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat.
Paham negara hukum tidak dapat dipisahkan dari paham kerakyatan. Sebab pada
akhirnya, hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau pemerintahan yang
diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Pemerintah
mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service).
Dengan adanya fungsi “public service” ini, berarti pemerintah tidak saja melaksanakan
peraturan perundang-undangan itu sendiri. Oleh karenanya pemerintah berhak menciptakan
kaidah hukum konkrit yang dimaksudkan guna mewujudkan tujuan peraturan perundang-
undangan.
Diberikannya tugas pelayanan publik kepada pemerintah sebagaimana tersebut di atas
secara langsung membawa konsekuensi yang khusus bagi administrasi negara. Agar dapat
menjalankan tugas penyelenggaraan kesejahteraan umum, maka administrasi negara
memerlukan kemerdekaan untuk dapat bertindak atas inisiatif dan kebijaksanaannya sendiri,
terutama dalam penyelesaian soalsoal genting yang timbul tiba-tiba dan yang peraturannya
belum ada, yaitu belum dibuat oleh badan-badan kenegaraan yang diserahi fungsi legislatif.
Dalam hukum administrasi negara disebut dengan “pouvoir discrectionnaire” atau “freies
ermessen” atau asas diskresi, yang mengandung kewajiban dan kekuasaan yang luas, yaitu
terhadap tindakan yang akan dilakukan dan kebebasan untuk memilih melakukan atau tidak
tindakan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas penulis mencoba menggali lebih dalam materi-materi yang
secara khusus mengupas tentang diskresi dalam upaya melakukan peninjauan yuridis
penggunaan asas diskresi dalam kaitannya dengan pembentukan produk hukum di Indonesia.
Untuk itu penulis merasa perlu memberikan gambaran tentang apa itu diskresi, batas-batas
penggunaan diskresi, siapa saja yang dapat melakukan/menerbitkan keputusan diskresi serta
jenis produk hukum daerah.

B. Rumusan Masalah
a. Mengidentifikasi pengertian dan urgensi diskresi
b. Menjelaskan tentang syarat dan batasan diskresi dan cara menggunakan diskresi

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui lebih jelas tentang pengertian dan urgensi dikresi
b. Untuk mengetahui apa saja syarat dan batasan diskresi dan cara menggunakan diskresi

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN URGENSI DAN DISKRESI


Urgensi jika dilihat dari bahasa Latin “urgere” yaitu (kata kerja) yang berarti
mendorong. Jika dilihat dari bahasa Inggris bernama “urgent” (kata sifat) dan dalam bahasa
Indonesia “urgensi” (kata benda). Istilah urgensi merujuk pada sesuatu yang mendorong kita,
yang memaksa kita untuk diselesaikan.Dengan demikian mengandaikan ada suatu masalah dan
harus segera ditindaklanjuti. Urgensi yaitu kata dasar dari “urgen” mendapat akhiran “i” yang
berarti sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama atau unsur yang
penting.1
Menurut Kamus Hukum, diskresi berarti kebebasan mengambil keputusan dalam setiap situasi
yang dihadapi menurut pendapatnya sendiri. Ada beberapa pakar hukum yang memberikan
definisi diskresi diantaranya S.Prajudi Atmosudirjo yang mendefinisikan diskresi, Discretion
(Inggris), Discretionair (Perancis), Freies ermessen (Jerman) sebagai kebebasan bertindak atau
mengambil keputusan dari para pejabat administrasi negara yang berwenang dan berwajib
menurut pendapat sendiri. 2Selanjutnya dijelaskannya bahwa diskresi diperlukan sebagai
pelengkap dari asas legalitas, yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa setiap tindak atau
perbuatan administrasi negara harus berdasarkan ketentuan Undang-undang. Pada diskresi
bebas, Undang-undang hanya menetapkan batas-batas dan administrasi negara bebas
mengambil keputusan apa saja asalkan tidak melampaui/ melanggar batas-batas tersebut,
sedangkan pada diskresi terikat, Undang-undang menetapkan beberapa alternatif keputusan
dan administrasi negara bebas memilih salah satu alternatif keputusan yang disediakan oleh
Undang-undang.
Sjachran Basah mengatakan bahwa Freies Ermessen adalah kebebasan untuk bertindak
atas inisiatif sendiri, akan tetapi dalam pelaksanaannya haruslah tindakan-tindakan
administrasi negara itu sesuai dengan hukum sehingga dapat di pertanggung jawabkan.
3
Menurut Saut P.Panjaitan, Freies Ermessen adalah kebebasan atau keleluasaan bertindak
administrasi negara yang memungkinkan oleh hukum untuk bertindak atas inisiatif sendiri
guna menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang mendesak yang aturannya belum ada,
dan tindakan tersebut harus dapat di pertanggung jawabkan. 4Sedangkan menurut Kamus
Hukum, diskresi berarti kebebasan mengambil keputusan dalam setiap situasi yang dihadapi
menurut pendapatnya sendiri. 5Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi mengartikan diskresi sebagai keputusan atau tindakan yang ditetapkan
atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi
dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang

1
Abdurrahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta :
Kencana, 2004), hlm. 89.
2
S. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm 82
3
Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Peradilan Administrasi Negara di indonesia, Alumni, Bandung,
1997, hal.3
4
Marbun SF, dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi, UII Press, 2011, hal.108-109
5
JCT Simorangkir dkk., Kamus Hukum, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008, hlm. 38

2
memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, atau adanya stagnasi
pemerintahan.6
Dari penjelasasn diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya diskresi merupakan
kebebasan bertindak atau kebebasan mengambil keputusan dari badan atau pejabat administrasi
pemerintahan menurut pendapatnya sendiri sebagai pelengkap dari asas legalitas manakala
hukum yang berlaku tidak mampu menyelesaikan permasalahan tertentu yang muncul secara
tiba-tiba, bisa karena peraturannya memang tidak ada atau karena peraturan yang ada yang
mengatur tentang sesuatu hal tidak jelas.

B. Syarat Dan Batasan Diskresi Juga Cara Menggukan Diskresi


1. Syarat Diskresi
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Pejabat Pemerintahan dalam
menggunakan diskresi sebagai berikut (Pasal 24 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan) :
a. Sesuai dengan tujuan Diskresi.
b. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Sesuai dengan AUPB.
d. Berdasarkan alasan-alasan yang objektif.
e. Tidak menimbulkan Konflik Kepentingan.
f. Dilakukan dengan etika dan tujuan yang baik.
2. Batasan Diskresi
Untuk melihat batas-batas penggunaan diskresi dapat melihat rumusan di dalam Pasal 24
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Rumusan pokok pasal tersebut memberi batasan
terhadap diskresi dengan menyebutkan bahwa Pejabat pemerintahan yang menggunakan
diskresi dalam mengambil keputusan wajib mempertimbangkan tujuan diskresi, peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar diskresi dan asas-asas umum pemerintahan yang
baik. Dari rumusan tersebut terlihat bahwa rambu-rambu dalam penggunaan diskresi dan
pembuatan kebijakan pemerintah berdasarkan Hukum Administrasi Negara adalah Asas-Asas
Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), khususnya asas larangan penyalahgunaan wewenang
(detournement de pouvoir) dan asas larangan sewenang-wenang (willekeur).
Ada tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang diuji dengan asas spesialitas
(specialiteitsbeginsel) yakni asas yang menentukan bahwa wewenang itu diberikan kepada
organ pemerintahan dengan tujuan tertentu. Jika menyimpang dari tujuan diberikannya
wewenang ini dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang. Unsur sewenang-wenang diuji
dengan asas rasionalitas atau kepantasan (redelijk). 7Sedangkan penggunaan diskresi dapat
dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila menggunakan diskresi tidak sesuai
dengan tujuan wewenang yang diberikan atau bertentangan dengan Asas-Asas Umum
Pemerintahan yang Baik (AUPB). Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menyebutkan
bahwa penggunaan diskresi wajib di pertanggung jawabkan kepada pejabat atasnya dan
masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil serta dapat diuji
melalui upaya administratif atau gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara.
Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kewenangan diskresi
oleh Badan/Pejabat administrasi pemerintahan hanya dapat dilakukan dalam hal tertentu

6
Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
7
Julista Mustamu, “ Dekrisi dan Tanggung jawab Administrasi Pemerintahan “ Jurnal Sasi Vol.17 No. 2 Bulan
April-Juni 2011, hlm. 4 -5

3
dimana peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak mengaturnya atau karena
peraturan yang ada yang mengatur tentang sesuatu hal tidak jelas dan hal tersebut dilakukan
dalam keadaan darurat/mendesak demi kepentingan umum yang telah ditetapkan dalam suatu
peraturan perundang-undangan.
3. Cara Menggunakan Diskresi
Diskresi atau Freies Ermessen dapat digunakan apabila:
1. Dalam kondisi darurat yang tidak memungkinkan untuk menerapkan ketentuan tertulis;
2. Tidak ada atau belum ada peraturan yang mengaturnya;
3. Sudah ada peraturannya namun redaksinya samar atau multitafsir. Kebebasan diskresi tersebut
adalah kebebasan administrasi yang mencakup kebebasan administrasi (interpretatieverijheid),
kebebasan mempertimbangkan (beoordelingsvrijheid), dan kebebasan mengambil kebijakan
(beleidsvrijheid).
Agar tidak terjadi kesewenang-wenangan pejabat dalam mengeluarkan diskresi, maka
diperlukan adanya batasan-batasan. Batasan-batasan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 24 Undang-
Undang Administrasi Pemerintahan. Dalam pasal tersebut dijelaskan “bahwa batasan dalam
memberikan diskresi yaitu pejabat wajib mempertimbangkan tujuan diskresi, peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar diskresi, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.”8
Penggunaan diskresi wajib dipertanggungjawabkan kepada pejabat atasannya dan masyarakat
yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil serta dapat diuji melalui upaya
administratif atau gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara. Adapun yang dimaksud dengan keadaan
mendesak yaitu sekurang-kurangnya mengandung unsur:
a. Persoalan-persoalan yang muncul harus menyangkut kepentingan umum, yaitu, kepentingan bangsa
dan negara, kepentingan masyarakat luas, kepentingan rakyat banyak/bersama, serta kepentingan
pembangunan.
b. Munculnya persoalan tersebut secara tiba-tiba, berada diluar rencana yang telah ditentukan.
c. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, peraturan perundang-undangan belum mengaturnya atau
hanya mengatur secara umum, sehingga administrasi Negara mempunyai kebebasan untuk
menyelesaikan atas inisiatif sendiri.
d. Prosedurnya tidak dapat diselesaikan menurut administrasi yang normal, atau jika diselesaikan
menurut prosedur administrasi yang normal justru kurang berdaya guna dan berhasil guna.
e. Jika persoalan tersebut tidak diselesaikan dengan cepat, maka akan menimbulkan kerugian bagi
kepentingan umum.
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan memberi penegasan batas ruang lingkup penggunaan
diskresi oleh Pejabat Pemerintahan meliputi:
a. pengambilan keputusan atau tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
memberikan suatu pilihan keputusan atau Tindakan;
b. pengambilan keputusan atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur;

8
Lutfil Ansori, “Diskresi dan Pertanggungjawaban Pemerintah dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”, Jurnal
Yuridis, Vol.2, No.1, 2015.

4
c. pengambilan keputusan atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak
jelas; dan
d. pengambilan keputusan atau tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang
lebih luas.
Adapun secara keseluruhan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan yang memiliki
kewenangan untuk menetapkan keputusan diskresi diantaranya:9
a. Presiden;
b. Para Menteri atau Pejabat setingkat Menteri;
c. Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut dan Udara;
d. Kepala Kepolisian Negara;
e. Ketua Komisi/Dewan dan Lembaga setara;
f. Gubernur;
g. Bupati dan Walikota;
h. Pejabat Eselon I di Pemerintah Pusat dan Provinsi;
i. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota; dan
j. Pimpinan Badan serta pejabat operasional yang memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan
diskresi karena tugasnya berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat seperti:
1) Kepala resort Kepolisian Negara;
2) Camat
Meskipun UUAP telah mengatur mengenai batasan-batasan bagi pejabat dalam memberikan diskresi,
namun UUAP belum mengatur sanksi yang jelas apabila apabila ketentuan keharusan melapor kepada
atasannya tersebut tidak dilaksanakan.

9
Lutfil Ansori, “Diskresi dan Pertanggungjawaban Pemerintah dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”, Jurnal
Yuridis, Vol.2, No.1, 2015.

5
BAB III

KESIMPULAN

Diskresi merupakan kebebasan bertindak kepada administrasi negara dalam


melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan publik. Biasanya diskresi digunakan
ketika suatu permasalahan membutuhkan suatu penanganan yang cepat, sementara peraturan
atau dasar hukum yang mengatur tentang permasalahan tersebut belum dibentuk, sehingga
administrasi negara diberikan kewenangan untuk mengeluarkan diskresi.
Kewenangan diskresi pada mulanya menimbulkan kekhawatiran akan merugikan
masyarakat. Untuk itu pemerintah Netherland membuat laporan tentang asas-asas umum
pemerintahan yang baik (AAUPB) atau algemene beginselen van behoorlijk bestuur. Diskresi
sendiri diartikan sebagai sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat publik untuk
melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada Undang-Undang.
Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
mengartikan diskresi sebagai keputusan atau tindakan yang ditetapkan atau dilakukan oleh
pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam hal perundang-undangan yang memberikan pilihan,
tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, atau adanya stagnasi pemerintahan.

6
DAFTAR PUSTAKA

Kuniawaty , Yuniar. 2016. Penggunaan Diskresi Dalam Pembentukan Produk Hukum. Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Gorontalo.

Mahrus , Akhmad. 2020. Kedudukan Diskresi Penjabat Pemerintahan dan Kewenagan pada
Umumnya. Kementerian keuangan.

Ansori , Luft. 2015. Diskresi dan Pertanggungjawaban Pemerintahan Dalam


PenyenggaraanPemerintahan.

Lutfil Ansori, “Diskresi dan Pertanggungjawaban Pemerintah dalam Penyelenggaraan


Pemerintahan”, Jurnal Yuridis, Vol.2, No.1, 2015.

Anda mungkin juga menyukai