Dosen Pengampu :
Ladin, S.HI.,M.H
Disusun oleh :
Kelompok 4 HES2G
MARET 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala
karunianya sehingga laporan penelitian ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga
senantiasa abadi tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya.
Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah Tata Hukum Indonesia maka penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung yang telah memberikan izin penulis untuk menimba ilmu di
kampus tercinta ini.
2. Dr. H. Nur Efendi, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Universitas
Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang mendukung dan memberikan
izin atas studi yang penulis jalani di fakultas ini.
3. Abd. Khoir Wattimena, M.H.I., selaku Koord. Prodi HES Uiversitas Islam Negeri
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang memberikan bimbingan serta dukungan
selama penulis menjalani studi di Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.
4. Ladin, S.HI.,M.H selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Tata Hukum Indonesia yang
telah memberikan pengarahan dan penyusunan makalah ini.
5. Pihak dan teman – teman HES mahasiswa prodi Hukum Ekonomi Syariah kelas 2G
angkatan 2022.
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT, dan tercatat
sebagai amal shalih. Akhirnya, makalah ini penulis suguhukan kepada segenap pembaca,
dengan harapan adanya saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan. Semoga
makalah ini bermanfaat dan mendapatkan ridha Allah SWT.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan ....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan............................................................................................................. 14
B. Saran.................................................................................................................................. 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuatu kenyataan hdup bahwa manusia itu tidak sendiri. Manusia hidup berdampingan
bahkan berkelompok kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesama. Hubungan ini
terjadi karena adanya kebutuhan hidupnya yang tak mungkin dapat terpenuhi sendiri.
Kebutuhan hidup manusia bermacam macam. Pemenuhan kebutuhan hidup tergantung dari
hasil yang diperoleh melalui daya upaya yang dilakukan. Setiap waktu manusia ingin
memenuhi kebutuhan dengan baik. Kalau dua orang ingin memenuhi kebutuhan hidup yang
sama dengan hanya satu objek kebutuhan, sedangkan keduanya tidak mau mengalah bentrok
dapat terjadi. Suatu bentrok akan juga terjadi juga dalam suatu hubungan antar manusia satu
dan manusia yang lain ada yang tidan memenuhi kewajiban.
Oleh kerena itu untuk menciptakan keteraturan dalam suatu kelompok social, baik dalam
situasi kebersamaan maupun dalm situasi social diperlukan ketentuan-ketentuan. Ketentuan itu
untuk membatasi kebebasan tingkah laku itu. Ketentuan-ketentuan yang dilakukan adalah
ketentuan yang timbul dari dalam pergaulan hidup atas dasar kesadaran dan biasanya
dinamakan hukum, jadi hukum adalah ketentuan-ketentuan hidup manusia yang timbul dari
pergaulan hidup manusia. Hal ini berdasarkan dari kesadaran hidup manusia itu sendiri, sebagai
gejala-gejala social, gejala social itu merupakan hasil dari pengukuran baik dalam tingkah laku
manusia dalam pergaulan hidupnya.
Jadi tentunya tidak berlebihan dalam mempelajari tata hukum Indonesia khususnya
hukum tata negara dan hubungannya dengan cabang ilmu pengetahuan lain, sebagai pengantar,
sumber-sumber hukum nya serta struktur pemerintahan kewenangan dan fungsi lembag-
lembaga negara. Pendahuluan ini menguraikan hukum tata negara pada umumnya,
hubungannya dengan cabang ilmu pengetahuan lain, sebagai pengantar, sumber-sumber
hukum nya serta struktur pemerintahan kewenangan dan fungsi lembaga - lembaga negara.
1
B. Rumusan masalah
1. Pengertian Hukum Tata Negara
2. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Cabang Ilmu Pengetahuan Lain.
3. Struktur Pemerintahan Kedudukan, Fungsi, dan Kewenangan Lembaga-Lembaga
Negara Struktur Pemerintahan UUD 1945 dan Amandemennya
4. Sumber-sumber Hukum Tata Negara
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hukum Tata Negara
2. Untuk Mengetahui Hubungan Hukum Tata Negara dengan Cabang Ilmu
Pengetahuan Lain.
3. Untuk Mengetahui Struktur Pemerintahan Kedudukan, Fungsi, dan Kewenangan
Lembaga-Lembaga Negara Struktur Pemerintahan UUD 1945 dan Amandemennya
4. Untuk Mengetahui Sumber-sumber Hukum Tata Negara
2
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum negara adalah istilah lain hukum tata negara, keduanya terjemahan dari istilah
bahasa Belanda “staatsrecht” yang dibagi menjadi staatsrech in ruimere zin (dalam arti luas)
dan staatsrech in engere zin (dalam arti sempit). Hukum tata negara dalam arti luas mencakup
hukum tata negara dalam arti sempit dan hukum administrasi negara, sedangkan dalam arti
sempit biasanya disebut hukum tata negara.1 Perkataan “Hukum Tata Negara” berasal dari
perkataan “Hukum”, “Tata”, “Negara” yang di dalamnya membahas urusan penataan negara.
Tata yang terkait dengan kata “tertib” adalah order yang biasa juga di terjemahkan sebagai
“tata tertib” dengan kata lain ilmu hukum tata negara merupakan cabang ilmu hukum yang
membahas mengenai tatanan struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antar struktur-struktur
organ atau struktur kenegaraan, serta mekanisme hubungan antar struktur negara, serta
mekanisme antara struktur negara dengan warga negara.2 Definisi hukum tata negara menurut
para ahli, berikut definisi-definisya :
Van Apeldoorn mengunakan istilah hukum tata negara dengan istilah hukum negara. hukum
negara dipakai dalam arti luas dan arti sempit, hukum negara dalam arti luas meliputi hukum
administrasi sedangkan hukum negara dalam arti sempit menunjukan orang-orang yang
memegang kekuasaan pemerintah dan batas-batas kekuasaanya. Untuk membedakan dari
hukum adminstratif, hukum negara disebut juga hukum konstitusionil (droit constitutionel,
verfassungsreht) karena ia mengatur konstitusi atau tatanan negara. 3
2. Van Vollenhoven
Mengemukakan bahwa hukum tata negara adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum,
yang mendirikan badan-badan sebagai alat (orgaan) suatu negara dengan memberikan
1
Moh. Kusnardi dan Haimaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet. Kelima, (Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983), hlm. 22.
2
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata negara, Cet. Pertama, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Keseketariatan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm. 18.
3
L.J. Van Apeldorn, Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht. diterjemahkan oleh Oetarid Sadino,
Pengantar Ilmu Hukum, Cet. ketigapuluh. (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), hlm. 292.
3
wewenang-wewenang kepada badan-badan itu dan yang membagi-bagi pekerjaan
Pemerintah kepada banyak alat-alat negara baik yang tinggi maupun yang rendah
kedudukannya 4
3. Moh kusnardi dan harmaily ibrahim
Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim dalam bukunya “Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia”, hukum tata negara dapat dirumuskan sebagai sekumpulan peraturan hukum
yang mengatur organisasi dari pada negara, hubungan antara alat perlengkapan negara
dalam garis vertikal dan herizontal, serta kedudukan warga negara dan hak asasi manusia”
4. Muhammad mahfud MD
Moh Mahfud MD membagi ke dalam dua istilah hukum tata negara yaitu “hukum” dan
“negara”. Hukum diartikan sebagai peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang di
dalam masyarakat yang mempuyai sangsi yang bisa di paksakan, sedangkan negara adalah
organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang
mempuyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu dan mempuyai pemerintah
yang berdaulat. Sedangkan pengertian hukum tata negara adalah peraturan tingkah laku
mengenai hubungan antara individu dengan negaranya 5
4
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, (Bandung: PT Eresco, 1981), hlm. 2.
5
Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, edisi revisi, Cet ke-2 (Yogyakarta: Rineka
Cipta, 2001), hlm. 63-64.
6
dian aries mujiburohman, pengantar hukum tata negara, hal.13 )
4
dalam pengertian yang abstrak atau bersifat teoritis, ilmu negara mempelajari teori-teori,
pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok mengenai negara. berbeda dengan
mempelajari hukum tata negara dapat di pergunakan langsung karena sifatnya yang
praktis. Misalnya dalam menjalankan keputusan-keputusan, ilmu negara tidak
mementingkan bagaimana cara hukum itu harus dilaksanakan, karena ilmu negara bersifat
teoritis, sedangkan hukum tata negara langsung dapat dipergunakan dalam praktek, karena
sifatnya yang praktis.7
2. Hubungan hukum tata negara dengan ilmu politik
J. Barent mengemukakan bahwa hubungan antara hukum tata negara dengan ilmu
politik bahwa hukum tata negara ibarat sebagai kerangka manusia, sedangkan ilmu politik
diibaratkan sebagai daging yang membalut kerangka tersebut. Sebagaimana telah
dikemukakan bahwa hukum tata negara merupakan hukum yang mengatur organisasi
negara dan lembaga-lembaga negara, sedangkan salah satu pengertian dari ilmu politik
adalah bahwa ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.8Hukum
tata negara mempelajari peraturan-peraturan hukum yang mengatur organisasi kekuasaan
negara, sedangkan ilmu politik mempelajari kekuasaan dilihat dari aspek perilaku
kekuasaan tersebut. Setiap produk undang-undang merupakan hasil dari proses politik atau
keputusan politik karena setiap undang-undang pada hakekatnya disusun dan dibentuk
oleh lembaga-lembaga politik, sedangkan hukum tata negara melihat undang-undang
adalah produk hukum yang dibentuk oleh alat-alat perlengkapan negara yang diberi
wewenang melalui prosedur dan tata cara yang sudah ditetapkan oleh hukum tata negara.
3. Hubungan hukum tata negara dengan hukum administrasi negara
Hukum administrasi negara dalam arti luas merupakan bagian dari hukum tata negara.
Dikalangan ahli hukum terdapat perbedaan pandangan tentang hubungan hukum tata
negara dan hukum administrasi negara perbedaan hukum tata negara dengan hukum
administrasi negara terletak pada pengertian “tata” dan “administrasi”. Hukum tata negara
sebagai hukum yang berhubungan dengan negara, yaitu organisasi otoritas yang ternyata
mempuyai fungsi, yaitu jabatan dan jabatan ternyata pribadi (person) suatu pengertaian
pribadi yang khas dalam hukum tata negara. Jabatan tinggal tetap, pemangku jabatan silih
berganti, wewenang dan kewajiban melekat pada jabatan, pemangku jabatan mewakili
7
Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.Cit, hlm. 32-33.
8
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, ed. revisi, cet. 3, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm. 18. )
5
9
jabatan. Hukum administrasi negara mempelajari jenisnya, bentuk serta akibat hukum
yang dilakukan oleh para pejabat dalam melakukan tugasnya.
9
J.H.A Logeman, Over de Theorie van Een Stelling Staatsrecht, terjemahan oleh Makkatutu dan J.C.
Pangkerego, tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif, (Jakarta: IchtiarBaru , hlm.106 )
10
Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 160
6
DPR memiliki hak interpelasi, hak angket dan menyatakan pendapat (Pasal 20 A ayat 2).
Bahkan lebih dari itu bahwa anggota DPR memiliki hak menyampaikan usul, pernyataan dan
hak imunitas (Pasal 20 A ayat 3).
Berdasarkan Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran
Kepolisian Negara RI, MPR juga mendelegasikan beberapa kewenangan kepada DPR, yaitu
memberikan persetujuan kepada Presiden dalam hal Presiden hendak mengangkat seorang
Panglima TNI (Pasal 3 ayat [2]). Demikian juga bila Presiden hendak mengangkat seorang
Kepala Kepolisian Negara RI (Pasal 7 ayat [3]). DPR juga diberi kewenangan untuk
memilih/menyeleksi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi, Gubernur Bank Indonesia, dan
anggota Komisi Nasional HAM. Praktis hampir semua bidang kekuasaan Presiden dimasuki
oleh DPR. Bahkan, bukan hanya memasuki bidang kekuasaan Presiden, tetapi dapat
mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 7A).11
Dewan Perwakilan Daerah sebagai suatu lembaga baru dalam UUD 1945 hasil
amandemen berwenang mengajukan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan antara pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah Pasal 22D(1). Dewan Perwakilan berhak ikut
dalam pembahasan RUU tentang hal, hal di atas Pasal 22D(2) serta berhak memberikan
pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang: APBN, pajak, pendidikan, dan agama Pasal
22D(2). Melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tentang semua hal di atas,
menyampaikan hasil pengawasan tersebut kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk
ditindaklanjuti Pasal 22D(3).
Sebelum dilakukan amandemen maka presiden dan wakilnya dipilih oleh MPR Pasal
6(2), serta presiden sebagai (mandataris MPR penjelasan UUD 45 tentang "Sistem
Pemerintahan Negara" bag III). Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
(eksekutif) (Pasal 4), pemegang kekuasaan leslatif dengan persetujuan DPR ((dengan
persetujuan DPR) Pasal 5), menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Pasal 5 ayat 2, menetapkan
perpu Pasal 22(1), dan Pemegang kekuasaan tertinggi angkatan bersenjata Pasal 10.
11
Ni'matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 180
7
Masa jabatan presiden sebelum amandemen adalah 5 (lima) tahun, dan dapat dipilih kembali
tanpa dibatasi periodenya (Pasal 7). Dengan persetujuan DPR, berhak menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (Pasal 11). Mengangkat duta, konsul,
serta menerima duta negara lain Pasal 13(1) & (2). Memberi grasi, amnesti, abolisi, dan
rehabilitasi (Pasal 14).12
Namun, setelah dilakukan amandemen maka kedudukan dan fungsi presiden dan wakil
presiden adalah sebagai berikut:
a. Presiden & wakil presiden dipilih sebagai satu pasangan secara langsung oleh rakyat
Pasal 6A(1).
b. Masa jabatan presiden dan wakil presiden 5 (lima) tahun, serta dibatasi maksimal 2
(dua) periode (Pasal 7).
c. Presiden hanya berhak mengajukan RUU ke DPR Pasal 5(1).
d. Tidak bisa membekukan dan membubarkan DPR Pasal 7.C. Mengangkat duta dan
menerima duta dari negara lain, dengan pertimbangan DPR Pasal 13(2) & (3) Memberi
grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan MA Pasal 14(1) Memberi amnesti dan
abolisi dengan pertimbangan DPR Pasal 14(2).
12
Zainal Asikin, Ibid. hal. 162
8
1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan
kewenangannya.
3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
sesuai dengan undang-undang.
7. Mahkamah Agung
8. Komisi Yudisial
Kedudukan, Fungsi, dan Kewenangan Komisi Yudisial dengan amandemen dalam Pasal 24.
a. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan
DPR Pasal 24B(3).
b. Berwenang mengusulkan calon pengangkatan hakim agung kepada DPR, dan
mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim Pasal 24A (3) jo Pasal 24B(1).Jumlah anggota
9 orang, terdiri dari: 3 orang mantan hakim agung. 2 orang advokat, 2 orang tokoh
masyarakat/agama, 2 orang akademisi.13
9. Mahkamah Konstitusi
13
Zainal Asikin, Ibid. hal. 163
9
d. Memutus perselisihan ttg hasil pemilu Pasal 24C(1) e. Memberikan putusan atas
pendapat DPR atas dugaan pelanggaran oleh presiden & wakil presiden Pasal 24C(2)
Yudicial Review itu dilakukan karena undang-undang itu bertentangan dengan UUD, atau
bertentangan dengan undang-undang jika peraturan itu di bawah UU. Peraturan
dikeluarkan/ditetapkan oleh institusi/pejabat yang tidak berwenang. Peraturan ditetapkan
dengan cara menyimpang dari tata cara pembuatan yang lazim. Peraturan terbukti dibuat
dengan maksud yang bertentangan dengan hukum dan kepatutan.
1. Peraturan Perundang-undangan
Di dalam pasal 2 Ketetapan MPR/III/2000 dijelaskan tentang bentuk atau jenis peraturan
perundang-undangan secara berurutan sebagai berikut.
b. Ketetapan MPR
Permusyawaratan Rakyat (MPR) berwenang mengubah dan menetapkan Undang-
Undang Dasar. Dengan demikian ketetapan MPR menjadi sumber hukum tata negara
kedua karena salah satu kekuasaannya yaitu mengubah dan menetapakan UUD.
c. Undang-Undang/Perpu
Selain Ketetapan MPR, sumber hukum tata negara berikutnya adalah undang-
undang/peraturan presiden pengganti undang-undang (UU/Perpu). Undang-undang
yang dimaksud adalah undang-undang yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
disetujui bersama oleh presiden. Undang-undang tersebut secara materiil yang
mengatur penyelenggaraan negara dan tugas-tugas pemerintahan. Adapun yang
dimaksud dengan Perpu adalah peratutan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
presiden dalam hal ihwal kegenting yang memaksa (Pasal 22 UUD 1945).14
14
Fajlurrahman Jurdi, Hukum Tata Negara Indonesia, Prenada Media Grup, Jakarta: 2019, h.92
10
Dalam pasal tersebut jelaslah bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) setingkat dengan Undang-Undang yang dibentuk oleh Presiden tanpa
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana "hal ihwal kegentingan
yang memaksa". Contohnya Presiden pernah mengeluarkan UU Nomor 2 Tahun 2020
tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara
dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease
2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Kenangan Menjadi Undang-
Undang15
d. Peraturan Pemerintah
Dalam UUD pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa Presiden diberi kewenangan dalam
menetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-undang sebagaimana
mestinya. Dalam hal ini berate tidak mungkin bagi Presiden menetapkan Peraturan
Pemerintah sebelum ada undang-undangnya. Sebaliknya, suatu undang-undang tidak
berlaku efektif tanpa ada Peraturan Pemerintah.16
e. Keputusan Presiden
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Presiden
untuk melaksanakan peraturan pemerintah, atau untuk melaksanakan penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan.
f. Peraturan Daerah
Bentuk atau jenis peraturan perundang-undangn yang paling terakhir adalah Peraturan
Daerah (Perda), terdiri dari Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Provinsi adalah peraturan perundang- undangan
yang dibentuk oleh DPRD Provinsi dan disetujui melalui gubernur. Sedangkan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang- undangan yang
dibentuk DPRD Kabupaten/Kota dan disetujui melalui bupati/wali kota.17
15
Issha Harruma, Contoh-contoh Perppu yang pernah diterbitkan, Kompas.com, https://bit.ly/3eBthB6,
diakses pada tanggal 14 Mei 2022 pukul 00:15 WIB.
16
Deddy Ismatullah, Beni Ahmad Saebani. Hukum Tata Negara, CV Pustaka Setia, Bandung: 2018, h.196.
17
Lintje Anna Marpaung, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, ANDI, Yogyakarta,hal 78
11
masyarakat. Dan apabila ada suatu tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dapat
dirasakan sebagai pelanggaran Dengan demikian, walaupun hukum kebiasaan atau
konvensi ini tidak tertulis dalam peraturan undang-undangan, hukum ini dapat menggeser
hukum peraturan tertulis bilamana kaidah tersebut menerima perhatian dari pemerintah.
Salah satu contoh dari hukum konvensi atau kebiasaan adalah Presiden menyampaikan
pidato setiap tanggal 16 Agustus. Pada masa Soekarno, penyampaian pidato seperti ini
dilaksanakan di depan istana merdeka pada tanggal 17 Agustus sembari merayakan hari
kemerdekaan yang disebut sebagai "Amanat 17 Agustus". Namun, setelah masa Orde
Baru, pidato tersebut diubah menjadi pidato yang disampaikan di depan DPR RI.
3. Yurisprudensi
Yurisprudensi berasal dari bahasa latin yaitu jurisprudence yang berarti pengetahuan
hukum. Sesuai dengan penyampaian dari Hartono Hadisoeprapto, bahwa yurisprudensi
merupakan istilah asing yang merujuk pada ketentuan hukum dalam suatu perkara yang
diputuskan oleh seorang hakim atau pengadilan. Jadi yurisprudensi adalah keputusan
hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian
mengenai kasus atau masalah yang sama.
4. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional atau traktat adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara
atau lebih dari dua negara. Dapat dikatakan bahwa perjanjian internasional yang sumber
hukum tata negara adalah perjanjian internasional yang diadakan oleh Indonesia dengan
negara-negara lain, dimana negara Indonesia telah mengikatkan diri untuk menerima hak-
hak dan kewajiban yang timbul dari pelaksanaan perjanjian tersebut. Karena perjanjian
internasional merupakan sumber hukum yang penting, maka harus diratifikasi (mendapat
pengesahan) terlebih dahulu sebelum perjanjian itu mengikat. Jika perjanjian hanya
diadakan oleh dua negara, maka disebut bilateral, seperti perjanjian internasional antara
Indonesia dan Malaysia dalam program penerimaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di
Malaysia. Sedangkan jika perjanjian diadakan lebih dari dua negara18 disebut multilateral,
seperti perjanjian internasional tentang pertahanan bersama negara-negara Eropa (NATO)
yang diikuti oleh beberapa negara Eropa.
5. Doktrin Ketatanegaraan
18
Fajlurrahman Jurdi. Hukum Tata Negara Indonesia, Prenada Media Grup, Jakarta: 2019, h.102.
12
Sumber hukum tata negara yang paling terakhir adalah doktrin Doktrin ketatanegaraan
adalah ajaran-ajaran tentang hukum tata negara yang ditemukan dan dikembangkan dalam
dunia ilmu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan dan pemikiran yang seksama
berdasarkan logika formal yang berlaku. Doktrin merupakan pendapat para ahli/pakar
hukum yang dapat digunakan saat hakim akan menerapkan atau mempertimbangkan suatu
putusan Menurut Abu Tamrin dan Nur Habibi Ihya, pendapat ahli atau sarjana hukum atau
sarjana berpendidikan tinggi hukum dapat menjadi sumber Hukum Tata Negara apabila
pendapat yang dikemukakan oleh pendapat ahli atau sarjana hukum atau sarjana
berpendidikan tinggi hukum diterima oleh masyarakat luas. Jika perdapat tersebut tidak
diterima oleh masyarakat secara luas maka tidak dapat menjadi sumber Hukum Tata
Negara.19
19
Abu Tamrin. Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Ciputat: 2010, h.62.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum tata negara adalah eraturan-peraturan yang mengatur organisasai Negara dari
tingkat atassampai bawah,sturktur,tugas&wewenang alat perlengkapan negara hubungan
antara perlengkapan tersebut secara hierarki maupun horizontal,wilayah
negara,kedudukan warganegara serta hak-hak asasnya.
Selain kita mempelajari tentang pengertian hokum tata negara kita juga dapat
mengetahui apa saja yang dipelajari dalam hukum tata negara yang dapat kita pelajari dari
hukum tata negara adalah mempelajari berbagai teori dan pratik dalam penyelenggaraan
hukum tata negara yang ada diberbagai negara.
Hukum tata negara juga memiliki beberapa tujuan yang mana salah satu dari tujuan
hukum tata negara ini adalah untuk mendorong masyarakat untuk meningkatkan studi
tentang hukum tata negara itu sendiri,yang mana maksud dari meningkatkan studi itu agar
kita sebagai masyarakat paham akan apa itu hukum tata negara.
Didalam hokum tata Negara terdapat beberapa asas yang mana asas tersebut adalah
asas pancasila,asas kedaulatan rakyat,asas Negara hukum,asas pembagian kekuasaan,dan
yang terakhir adalah asas Negara kesatuan.
B. Saran
Kita sebagai rakyat sekaligus Mahasiswa sebenarnya sangat penting bagi kita semua
untuk mempelajari hokum tata Negara selain ini adalah salah satu mata kuliah yang
penting, juga ini merupakan ilmu yang sangat berguna untuk kita semua mengetahui apa
itu Tata Negara secara umum dan Hukum Tatanegara secara khusus.
14
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Kusnardi dan Haimaily Ibrahim, 1983 Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Cet.Kelima, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas
Indonesia)
Jimly Asshiddiqie, 2006 Pengantar Ilmu Hukum Tata negara, Cet. Pertama, (Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan Keseketariatan Mahkamah Konstitusi RI)
L.J. Van Apeldorn, Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht. diterjemahkan oleh
Oetarid Sadino, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. Ke 30 (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004),
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, (Bandung: PT Eresco, 1981),
Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, edisi revisi, Cet ke-2
(Yogyakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 63-64.
Dian aries mujiburohman, pengantar hukum tata negara (STPN press, Yogyakarta 2017)
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, ed. revisi, cet. 3, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008)
J.H.A Logeman, Over de Theorie van Een Stelling Staatsrecht, terjemahan oleh Makkatutu
dan J.C. Pangkerego, tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif, (Jakarta:
IchtiarBaru , hlm.106 )
Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2012)
Huda, Ni'matul. 2013. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Fajlurrahman Jurdi, Hukum Tata Negara Indonesia, Prenada Media Grup, Jakarta: 2019
Issha Harruma, Contoh-contoh Perppu yang pernah diterbitkan, Kompas.com,
https://bit.ly/3eBthB6, diakses pada tanggal 14 Mei 2022 pukul 00:15 WIB.
Deddy Ismatullah, Beni Ahmad. Hukum Tata Negara, CV Pustaka Setia, Bandung: 2018
Lintje Anna Marpaung, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, ANDI, Yogyakarta
Abu Tamrin. Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Ciputat: 2010
15