Anda di halaman 1dari 23

SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA

MAKALAH

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Tata Hukum Indonesia

Dosen Pengampu :

Ladin, S.HI.,M.H

Disusun oleh :

Kelompok 1 HES2G

Syifa Niharul Mahamida 1860101223285

Vike Al Qurniawati Adi Ningsih 1860101223286

Selvira Maharani Arsita 1860101223289

Mochammad Aulia Ababil 1860101223291

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala
karunianya sehingga laporan penelitian ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga
senantiasa abadi tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya.

Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah Tata Hukum Indonesia maka penulis
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung yang telah memberikan izin penulis untuk menimba ilmu di
kampus tercinta ini.
2. Dr. H. Nur Efendi, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Universitas
Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang mendukung dan memberikan
izin atas studi yang penulis jalani di fakultas ini.
3. Abd. Khoir Wattimena, M.H.I., selaku Koord. Prodi HES Uiversitas Islam Negeri
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang memberikan bimbingan serta dukungan
selama penulis menjalani studi di Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.
4. Ladin, S.HI.,M.H selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Tata Hukum Indonesia yang
telah memberikan pengarahan dan penyusunan makalah ini.
5. Pihak dan teman – teman HES mahasiswa prodi Hukum Ekonomi Syariah kelas 2G
angkatan 2022.

Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT, dan tercatat
sebagai amal shalih. Akhirnya, makalah ini penulis suguhukan kepada segenap pembaca,
dengan harapan adanya saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan. Semoga
makalah ini bermanfaat dan mendapatkan ridha Allah SWT.

Tulungagung, 13 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2

C. Tujuan ........................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Zaman Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dari Tahun 1602-1799 .......... 3

B. Era Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda Tahun 1800-1811 dan Reffles (inggris)
Tahun 1811-1814 ....................................................................................................... 5

C. Era Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda Tahun 1814-1855 ................................. 7

D. Era Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda Tahun 1855-1926 ................................. 9

E. Masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda Tahun 1926-1942 .............................. 9

F. Masa Penduduk Jepang Tahun 1942-1945 ............................................................... 13

G. Masa Kemerdekaan Tahun 1945-sekarang .............................................................. 15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 18

B. Saran................................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh hukum
Belanda khususnya pada hukum pidana. Hal ini terjadi karena bangsa
Indonesia yang pernah menjadi negara jajahan Belanda selama tiga setengah
abad. Tetapi, hukum di Indonesia tetap mencerminkan kepribadian negara
Indonesia dengan adanya Proklamasi kemerdekaan. Kemerdekaan negara
Indonesia yang diproklamirkan ini merupakan sarana untuk menghidupkan
kembali kesadaran bahwa bangsa Indonesia memiliki tata hukum yang
berbeda dengan negara lain dibuktikan oleh adanya ilmu pengetahuan
Hukum Adat yang merupakan sumber dari tatanan hukum di Indonesia
Tata hukum adalah semua peraturan hukum yang ada dan diatur oleh
negara dan berlaku untuk seluruh masyarakat di negara tersebut. Adanya
tata hukum bertujuan untuk mempertahankan, memelihara, dan
melaksanakan suatu tata tertib dalam bermasyarakat dengan peraturan yang
sudah diatur oleh negara. Di Indonesia, tata hukum negara yang digunakan
adalah UUD 45 yang telah di amandemen. Namun, sebelum memilih UUD
45 sebagai tata kukum negara, tata hukum di Indonesia mengalami berbagai
perubahan. Berikut adalah beberapa tata hukum yang pernah digunakan
oleh Bangsa Indonesia, baik sebelum kemerdekaan dan setelah
kemerdekaan. Adapun tahapan sejarah tata hukum di Indonesia, yakni masa
pra penjajahan, masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, dan
masa kemerdekaan. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas
mengenai sejarah tata hukum di Indonesia mulai masa pra penjajahan
hingga masa kemerdekaan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana zaman Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dari
Tahun 1602-1799?
2. Bagaimana era pemerintahan kolonial Hindia Belanda Tahun 1800-
1811 dan Reffles (inggris) Tahun 1811-1814?
3. Bagaimana era pemerintahan kolonial Hindia Belanda Tahun 1814-
1855?
4. Bagaimana era pemerintahan kolonial Hindia Belanda Tahun 1855-
1926?
5. Bagaimana masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda Tahun 1926-
1942?
6. Bagaimana masa penduduk Jepang Tahun 1942-1945?
7. Bagaimana masa kemerdekaan Tahun 1945-sekarang?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejarah pada zaman Vereenigde Oost Indische
Compagnie (VOC) dari Tahun 1602-1799
2. Untuk mengetahui sejarah pada era pemerintahan kolonial Hindia
Belanda Tahun 1800-1811 dan Reffles (inggris) Tahun 1811-1814
3. Untuk mengetahui sejarah pada era pemerintahan kolonial Hindia
Belanda Tahun 1814-1855
4. Untuk mengetahui sejarah pada era pemerintahan kolonial Hindia
Belanda Tahun 1855-1926
5. Untuk mengetahui sejarah pada masa pemerintahan kolonial Hindia
Belanda Tahun 1926-1942
6. Untuk mengetahui sejarah pada masa penduduk Jepang Tahun 1942-
1945
7. Untuk mengetahui sejarah pada masa kemerdekaan Tahun 1945-
sekarang

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Zaman Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dari Tahun 1602-


1799
Pada awalnya Belanda tidak berkeinginan untuk datang ke Indonesia
atau Nusantara apabila kepentingan dagang atau bisnisnya tidak terganggu.
Pada tahun 1580 pendudukan Portugal oleh Spanyol telah menutup pelabuhan
orang Portugis sehingga hal ini berdampak terhadap kepentingan bisnis
Belanda karena Belanda ketika itu sedang berperang dengan Spanyol. Padahal,
pelabuhan Portugis selama ini disinggahi oleh kapal-kapal Belanda untuk
mengangkut dan mendistribusikan rempah-rempah ke Eropa Utara dan Timur1
Ditutupnya pelabuhan itu berdampak terhadap kapal-kapal dagang Belanda
sehingga tidak dapat bersandar. Hal ini mendorong kapal-kapal Belanda untuk
mencari jalur perdagangan sendiri hingga ke Hindia Timur.

Sejak pelabuhan-pelabuhan di Portugal ditutup orang-orang Belanda


terpaksa harus berlayar sendiri untuk menjadi dan membeli rempah-rempah
hingga ke Malaka. Sehingga tidaklah keliru apabila dikatakan bahwa motif
bangsa Belanda ke Nusantara awalnya untuk mencari dan membeli rempah-
rempah yang dibutuhkan oleh bangsa Eropa secara langsung dari sumbernya
yang tersebar di nusantara. Namun, dalam perkembangannya Belanda berubah
menjadi penjajah. Pada tahun 1596, empat kapal dagang Belanda di bawah
pimpinan Cornelis de Houtman berlabuh di perairan nusantara dan bersandar
di pelabuhan Banten. Dalam perjalanan itu kapal dagang Belanda mengalami
banyak hambatan dan terjadi pertempuran namun dapat dimenangkan sehingga
Belanda dapat menguasai jalur pelayaran menuju Nusantara. Kemudian sejak
saat itu muncullah persekutuan dagang di Belanda hingga akhirnya dibentuklah
gabungan perusahaan dagang Belanda dengan nama De Vereenigde Oost-
Indische Compagnie (VOC) pada tanggal 20 Maret 16022

1
Koerniatmanto Soetoprawiro, Pemerintahan dan Peradilan di Indonesia : Asal Usul dan
Perkembangannya, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 13
2
Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1977), hal. 1150-1152

3
Upaya pemerintah Belanda menguasai daerah jajahannya bukan semata
tujuan politik dan pemerintahan, tetapi tidak terlepas dari upaya menguasai
sector perekonomian melalui penguasaan sector perdagangan secara monopoli.
Untuk itulah maka perusahaan dagang Belanda melalui VOC diberikan hak
monopoli untuk pengelolaan hasil bumi melalui ekspor-impor komuditas
strategis. VOC merupakan himpunan atau gabungan dari seluruh pedagang
Belanda yang beroperasi di nusantara yang diberikan hak-hak istimewa dalam
suatu piagam

Yang disebut dengan charter VOC. Hak-hak monopoli itu dilakukan


melalui aturan hukum yang dibawa oleh Belanda. Hak-hak istimewa tersebut
meliputi3 :

1. Hak Monopoli Perdagangan


2. Hak mengadakan perjanjian dengan raja atau penguasa lain seperti
kontrak dagang atau perjanjian perang dan damai
3. Hak untuk mencetak dan mengeluarkan uang sendiri
4. Hak atau kekuasaan membentuk organisasi pemerintahan di daerah yang
dikuasai beserta dengan pegawai sipil dan aparat keamanan di darat dan
laut
5. Hak membangun benteng dengan kantor dan gudang di dalamnya.

Hukum yang berlalu oleh daerah yang dikuasai oleh VOC diantaranya4:

1. Hukum kapal yang memuat hukum Belanda kuno


2. Asas-asas hukum romawi
3. Hukum statute yaitu statute Betawi

Pada tahun 1747 ditetapkan bahwa persidangan untuk penduduk asli


yaitu Bumiputera dilakukan menurut hukum adat masing-masing sepanjang
daerah tersebut menjadi wilayah kerajaan titik sedangkan, terhadap
Bumiputera yang berdiam di wilayah Belanda akan disidangkan dalam badan

3
Wahyu Sasongko, Sejarah Tata Hukum Indonesia, (Lampung: PKKPUU FH Unila, 2013), hal 29
4
Ibid., hal 31

4
pengadilan yang bernama landraad dengan menggunakan ketentuan dalam
plakat plakat. Pada tahun 1757 hingga 1765 telah dihimpun dan disusun kitab
hukum adat Cirebon bernama pepakem Cirebon yang berguna sebagai
pedoman bagi Hakim di Cirebon. Sementara itu pada tahun 1760 berhasil
diteliti dan dihimpun data tentang hukum Islam yang memuat tentang hukum
perkawinan Islam dan hukum waris Islam.5

Disamping membawa hukumnya sendiri, pemerintah Belanda di daerah


jajahannya, melalui gubernur jenderalnya, sejak Pieter Both tahun 1610
melakukan pembentukan peraturan, bagi kasus-kasus tertentu bagi karyawan
VOC di daerah jajahannya. Hal itu tampak dari dibuatkan Statuta Van Batavia
tahun 1642 yang kemudian menjadi Nieuwe Bataviase Statuten tahun 1766.

Jelaslah bahwa penjajahan dimanapun juga di dunia ini tidak boleh


dilihat semata-mata dari perspektif politik, militer, dan pemerintahan. Tetapi
penjajahan suatu Negara dan

penguasaan wilayah suatu Negara tidak terlepas dari upaya-upaya


perebutan aset-aset dan sumber-sumber ekonomi. Intervensi militer suatu
Negara Eropa atau NATO ke beberapa Negara Arab dan Afrika tidak semata-
mata murni dalam upaya penegakan Hak Asasi Manusia (yang selama ini
sering dijadikan alasan pembenar), tetapi sebenarnya pada negara-negara yang
diintervensi itu terdapat sumber-sumber minyak dan kekayaan alam lainnya
yang perlu dikuasai demi mendapat keuntungan yang lebih konkret dimasa
yang akan datang. Dan setelah intervensi selesai, maka hukum-hukum Negara
pemenang perang harus diberlakukan pada Negara yang kalah tentunya
bersembunyi dibalik demokratisasi hukum dan ekonomi6

B. Era Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda Tahun 1800-1811 dan Reffles


(inggris) Tahun 1811-1814

5
Ibid., hal 32
6
Irvan Arisandi, Tata Hukum di Indonesia, Jurnal Syariah Hukum Islam, Vol. 2, No. 1, hal. 57

5
Pada tanggal 1 Januari 1800, VOC dibubarkan ditandai dengan
pencabutan izin usaha dengan alasan karena mengalami kepailitan atau
kebangkrutan akibat dari tidak mampu membayar hutang-hutangnya yang
jumlahnya lebih banyak daripada kekayaannya. Sejak saat itu pemerintah
Belanda melakukan penjajahan secara langsung terhadap bangsa Indonesia.
Perkembangan selanjutnya merupakan masa peralihan atau tradisional dari
kekuasaan VOC beralih menjadi kekuatan negara atau pemerintah Belanda
gubernur jenderal tidak lagi berfungsi sebagai agen perusahaan dagang tetapi
sebagai Wakil pemerintah. Pada tanggal 28 Januari 1807, Herman Willem
Daendels ditunjuk menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda. Ketika
pemerintah Belanda melalui gubernur jenderalnya Daendels dari tahun 1800-
1811 mencoba meneruskan ketentuan hukum yang diberlakukan sebelumnya.
Politik hukum seperti ini tentunya dimaksudkan agar penguasaan sector
ekonomi oleh penguasa Belanda tetap berjalan secara baik dan tidak
menimbulkan persoalan hukum yang baru.

Pada tahun 1811 digantikan oleh Janssens. Namun tidak lama


memerintah karena pada tanggal 4 Agustus 1811 pulau Jawa dikuasai oleh
Inggris yang dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles. Menurut furnival
Inggris tidak ingin menjajah tetapi hanya untuk membatalkan pencaplokan
yang tidak sah atas pulau Jawa oleh Perancis dan menempatkannya dalam
perlindungan Inggris. Raffles mengakui keberadaan hukum adat dan hukum
Islam bagi orang Indonesia asli. Meskipun demikian hukum Eropa tetap
dianggap memiliki keunggulan7 Inggris mencoba membuat kebijakan yang
menyangkut “Hukum pertahanan” dan menerapkan pajak bumi dan sewa tanah
bagi warga pribumi. Politik hukum ini dikenal dengan istilah “landrente”.
Selanjutnya pemerintah Inggris melakukan pembentukan beberapa lembaga
peradilan yang terdiri dari8

1. Division’s Court
Lembaga ini adalah sejenis pengadilan yang berada di tingkat kecamatan.

7
Wahyu Sasongko, Sejarah ..., hal 33-34
8
Irvan Arisandi, Tata..., hal. 58

6
2. District’s Court
Lembaga ini adalah lembaga pengadilan dalam perkara perdata yang
memeriksa perkara yang nilainya antara 20-50 ropyen
3. Resident’s Court
Lembaga ini bertugas memeriksa perkara pidana umumnya tidak termasuk
pidana yang diancam dengan hukuman mati.
4. Court’s Of Circuit
Lembaga ini adalah pengadilan keliling untuk memeriksa perkara pidana
yang diancam.
Pemerintahan Raffles berakhir setelah perang di Eropa berakhir
ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Napoleon Bonaparte

C. Era Pemerintahan Kolonial Belanda Tahun (1814–1855)


Seperti yang diketahui pada tahun 1811-1814 peta perpolitikan di Eropa
sangat mengecamkan dan dinamis karena Belanda dan negara Eropa dikuasai
oleh Prancis dibawah kekuasaan Napoleon Bonoparte. Prancis dan negara
jajahanya sedang memulai menyuarakan semangat negara hukum modern
akibat pemikiran ahli politik dan hukum yang mulai berkobar saat itu. Prancis
mencoba membangun pilar-pilar negara konstitusi sebagai upaya
meninggalkan secara perlahan pemerintahan monarci absolute. Belanda
sebagai negara jajahan nampaknya terpikat dengan konsep negara monarci
konstitusi sehingga berupaya membuat sutau konsep konstitusi yang
kemudiann menjadi Nederlands Grondwet 1814.
Menurut pasal 36 Nederlands Grondwet tahun 1814 menyatakan bahwa
Raja yang berdaulat, secara mutlak mempunyai kekuasaan tertinggi atas
daerah-daerah jajahan dan harta milik negara di bagian-bagian. Dalam rangka
melaksanakan pemerintahan di Nederlands Indie (Hindia Belanda), raja
mengangkat Komisaris Jenderal yang terdiri atas Elout, Buyskes, dan Vander
Capellen. Para komisaris Jenderal itu tidak membuat peraturan baru untuk
mengatur pemerintahanya, dan tetap memberlakukan undang-undang dan
peraturan-peraturan yang berlaku pada masa Inggris berkuasa di Indonesia,
yakni mengenai landrente dan usaha pertanian dan susunan pengadilan buatan

7
Rafles. Dalam bidang hukum peraturan yang berlaku bagi orang Belanda tidak
mengalami perubahan, karena menunggi terwujudnya kodifikasi hukum yang
direncanakanoleh pemerinta Belanda. Lembaga peradilan yang diperlakukan
bagi orang pribumi tetap dipergunakan peradilan Inggris. Selanjutnya, Belanda
pun melakukan kodefikasi hukum perdata (BW) sebagai pengaruh kodefikasi
hukum perdata Prancis (Code Civil Napoleon). Kodefikasi terhadap BW
tersebut selesai pada tahun 1830 dan mulai berlaku tahun 1838.9
Pengaruh yang sangat progresif dari kodefikasi hukum Prancis adalah
bagaimana Belanda membentuk Komisi UU yang kemudian mengahsilkan
beberapa produk hukum yang juga berlaku di Indonesia sebagai daerah
jajahannya. Produk hukum ialah:
1. Peraturan Organisasi Pengadilan (Reglement of de Rechterlijk
Organisatie, disingkat RO)
2. Ketentuan Umum tentang Perundang-undangan (Algemene Bepalingen
van Wetgeving disingkat AB)
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek disingkat
BW)
4. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel
disingkat Wvk)
5. Peraturan tentang Hukum Acara Perdata (Reglement op de Burgerlijk
Rechtsvordering atau disngkat RV)
Semua peraturan diatas di Hindia Belanda (Indonesia) mulai tahun
1848. Dalam pasal 11 AB menjelaskan bahwa : hakim harus menggunakan
hukum perdata Eropa bagi golongan penduduk Eropa dan hukum perdata adat
bagi golongan lain dalam menyelesaikan perkara-perkara dualism hukum.
Konsekuensi dari ketentuan tersebut terjadilah dualisme hukum yang
berlaku di Hindia Belanda, dan kesulitan dalam menentukan kriteria orang
golongan Eropa dan golongan pribumi. Pada akhirnya yang dipakai adalah
perbedaan agama.10

9
Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia. (Depok : PT RajaGrafindo Persada, 2016), hal.
15
10
Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia. (Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
2016), hal. 15-16

8
D. Era Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda Tahun 1855-1926
Seiring terjadinya perubahan system politik dan pemerintah di Belanda
yaitu monarkhi parlemen dimana pembentukan hukum harus dilakukan secara
Bersama antara raja dan parlementer. Maka perubahan berlangsung simultan
dari perubahan dasar sampai ke peraturan-peraturan di daerah jajahanya. 11
Di Hindia Belanda dibentuk peraturan dasar tentang tata pemerintahan
disebut dengan Regerings Reglement (RR). Pada pasal 75 RR mengatur
tentang hukum yang berlaku di Hindia Belanda hingga Kembali melahirkan
dualisme hukum. Pada tahun 1866 dengan Staatblaad. 1866:55 diundangkanlah
kitab undangundang hukum pidana bagi golongan Eropa di Hindia Belanda
yang merupakan terjemah dari Code Penal Belanda dan saduran Code Penal
Prancis. Pada tahun 1872 dengan Staatblaad. 1872:85 diberlakukan KUUHP
bagi golongan bukan Eropa yang secara substansi isinya sama dengan KUUHP
Eropa. Tahun 1915 (S.1915:732) diundangkan WvS atau KUHP yang berlaku
khusus bagi golongan penduduk pribumi sejak 1918. Perkembangan terakhir,
pada tahun 1920 terjadi perubahan terhadap RR baru yang membagi penduduk
menjadi 3 golongan yaitu Golongan Eropa, Pribumi, dan Timur Asing (pasal
109).12

E. Masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda Tahun 1926 – 1942


Pada tanggal 23 Juni 1925 terjadi perubahan dari Regerings Reglement
menjadi Indische Staatsregeling (IS) atau peraturan ketatanegaraan Indonesia
yang termuat dalam Staatsblad 1925 Nomor 415 yang dimulai pada tanggal 1
Januari 1926. Ketentuan pasal 131 IS menjelaskan bahwa pemerintahan Hindia
Belanda membuka kemungkinan adanya usaha untuk unifikasi hukum bagi

11
Ibid. hal 16
12
Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia. (Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
2016), hal. 16-17

9
ketiga golongan penduduk Hindia Belanda, yaitu Eropa, Timur Asing, dan
Pribumi yang telah ditetepakan oleh pasal 163 IS.13
Tujuan dari pembagian golongan penduduk ialah untuk menentukan
sistem - sistem hukum yang berlaku sesuai masing - masing golongan, sebagai
berikut :
1. Golongan Eropa tercantum pada Pasal 131 IS adalah hukum perdata, yaitu
Burgelijk Wetboek (WB) dan Wetboek van Koophandel (WvK) dengan asa
konkordansi. Hukum pidana materiil, yaitu Werboek van Strafrecht (WvS).
Hukum acara proses pengadilan bagi golongan Eropa di Jawa dan Madura
diatur dalam Reglement op de Burgelijke Recht Vordering untuk proses
perdata, dan Reglement op de Straf Vordering untuk proses perkara
pidana.14
Susunan perdilan yang dipergunakan untuk golongan Erpoa di Jawa dan
Madura adalah
a. Residentte Gerecht;
b. Raad van Justitie;
c. Hooggerechtshof.
Adapun peradilan di luar Jawa dan Madura diatur dalam Rechtsreglement
Buitengewesten (RBg) berdasarkan Staatsblad 1927 Nomor 227 untuk
daerah hukumnya masing - masing.15
2. Golongan Pribumi (Bumiputra)
a. Hukum perdata adat tidak tertulis, pada Pasal 131 ayat (6) IS
menjadikan hukum perdata adat itu tidak mutlak, dan dapat diganti
dengan ordonasi jika dikehandaki oleh pemerintahan Hindia Belanda.
b. Hukum pidana materiil
1) Hukum pidana materiil, yaitu Werboek van Strafrecht sejak tahun
1918 berdasarkan Staatsblad 1915 Nomor 723
2) Hukum acara perdata, yaitu Inlandsch Reglement (IR) dan hukum
acara pidana diatur Herzien Inlandsch Teglement (HIR)

13
Ishaq, Dasar – Dasar Ilmu Hukum, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2018), hal. 24
14
Ibid, hal. 24
15
Ibid, hal. 4

10
berdasarkan Staatsblad 1941 Nomor 44. HIR berlaku di landraad
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Susunan peradilan bagi pribumi di Jawa dan Madura adalah :
1. District Gerecht, daerah pemerintahan distrik (kewedanaan);
2. Regentschaps Gerecht, daerah Kabupaten yang
diselenggarakan Bupati dan sebagai Pengadilan banding;
3. Lanraad, di kota Kabupaten dan beberapa kota lainnya yang
memerlukan adanya peradilan ini.
Bagi daerah di luar Jawa dan Madura, susunan organisasi
peradilannya untuk golongan pribumi diatur dalam Rechtsreglement
Buitengewesten (RBg) dan lemabag peradilannya adalah :

1. Negorijrecht bank, desa (nagari) di Ambon


2. Districts Gerecht, pada tiap kewedanaan dari keresidenan
Bangka, Belitung, Manado, Sumatra Barat, Tapanuli,
Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur
3. Magistraats gerecht, menangani keputusan Districts Gerecht
di Belitung dan Manado, sedangkan Ambon Mengangani
keputusan Negorijrecht bank.
4. Landgerecht, kedudukan dan tugasnya sama dengan di
daerah landraad Jawa, hanya saja untuk daerah Nias,
Bengkulu, Majene, Palopo, Pare - Pare, Manokwari, dan Fak
- Fak, jabatan ketua dapat diserhakan kepada Belanda
dikarenakan kekurangan sarjana hukum16
3. Golongan Timur Asing
a. Hukum perdata, hukum pidana adat menurut ketentuan Pasal 11 AB,
berdasarkan Staatsblad 1855 Nomor 79 (unstuk semua golongan
Timur Asing)
b. Hukum perdata golongan Eropa (BW) hanya berlaku untuk golongan
Timur Asing Cina wilayah Hindia Belanda melalui Staatsblad 1924

16
Ibid, hal. 25-27

11
Nomor 557. untuk daerah Kalimantan Barat berlakunya BW tanggal
1 September 1925 melalui Staatsblad 1925 Nomor 92.
c. WvS untuk hum pidana materiil
d. Hukum acara yang berlaku bagi golongan Eropa dan hukum acara
yang berlaku bagi golongan pribumi, karena dalam praktik hukum
acara tersebut digunakan utnuk peradilan bagi golongan Timur
Asing17

Dalam penyelenggaraan peradilan, di samping susunan


peradilan yang telah disebutkan di atas juga melaksanakan peradilan lain,
antara lain :

1. Pengadilan Swaparja
Lembaga ini adalah peradilan yang berada pada wilayah khusus
seperti Surakarta dan Yogyakarta.
2. Pengadilan Agama
Peradilan ini terdapat hampir di seluruh Hindia Belanda dengan nama
Raad agama (Pri-esterraad) dan Mahkamah Tinggi Islam (Hof voor
Islamistische Zaken) untuk daerah Jawa dan Madura. Sedangkan
untuk luar Jawa dan Madura bernama Mahkamah Syariah dan
Mahkamah Syariah Tinggi.
Kewenangan lembaga peradilan ini adalah mengadili perkara perdata
hukum keluarga untuk masalah: nikah, talak/cerai, rujuk, waris, dan
wakaf orang Islam.18
3. Pengadilan Militer
Peradilan ini memiliki Kewenangan Mengadili perkara pidana oleh
anggota militer (Angkatan Darat dan Angkatan Laut) semua golongan
terdiri dari:
1) Krijgraad, untuk Angkatan Darat terdiri dari majelis hakim
dengan seorang sarjana hukum bukan militer sebagai ketua dan
empat orang perwira militer sebagai anggota yang diangkat oleh

17
Ibid, hal. 27
18
Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Depok : PT. Rajagrafindo Persada, 2016), hal.
24

12
Komandan Garnisum, dan seorang Penuntut Umum (Auditeur
Militair) sarjana hukum.19
2) Zeekrijgsrand, adalah pengadilan khusus bagi Angkatan Laut,
terditi hakim dari perwira-perwira angkatan laut untuk mengadili
perkara di atas kapal
3) Hoog Militair Gerechtshof, lembaga ini hanya ada di Batavia
sebagai lembaga banding dari Krijgsraad dan Zeekrijgsraad20

F. Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942 – 1945


Pada masa pemerintahan Jepang pelaksanaan tata pemerintahan di
Indonesia berpedoman undang-undang yang disebut Gun seirei, melalui
Osamu Seirei. Osamu Seirei itu mengatur segala hal yang diperlukan untuk
melaksanakan pemerintahan, melalui peraturan pelaksana yang disebut Osamu
Kanrei. Peraturan Osamu Seirei berlaku secara umum. Osamu Kanrei sebagai
peraturan pelaksana, isinya juga mengatur hal-hal yang diperlukan untuk
menjaga keamanan dan ketertiban umum.21

Dalam bidang hukum, pemerintah Balatentara Jepang melalui Osamu


Seirei Nomor 1 Tahun 1942 pada Pasal 3 menyebutkan, semua badan
pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah
yang dahulu tetap diakui untuk sementara waktu asal saja tidak bertentangan
dengan peraturan pemerintah militer. 22

Berdasarkan Pasal 3 Osamu seirei tersebut, jelaslah, bahwa hukum dan


peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum Balatentara Jepang
datang ke Indonesia masih tetap berlaku. Dengan demikian, Pasal 131 IS
sebagai pasal politik hukum dan pembagian golongan penghuni Indonesia
menurut Pasal 163 IS masih tetap berlaku. 23

19
Ibid
20
Ibid
21
Ishaq, Dasar – Dasar Ilmu Hukum, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2018), hal. 29
22
Ibid
23
Ibid

13
Untuk golongan Eropa, Timur Asing Cina, dan Timur Asing bukan
Cina yang tunduk secara sukarela kepada hukum perdata Eropa tetap berlaku
baginya Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandel (WvK) serta
aturan-aturan hukum perdata Eropa yang tidak dikodifikasikan. 24

Adapun bagi golongan Pribumi dan golongan Timur Asing bukan Cina
yang tidak tunduk secara sukarela kepada hukum perdata Eropa tetap berlaku
aturan-aturan hukum perdata adatnya. Selanjutnya, pemerintah Balatentara
Jepang juga mengeluarkan Gun Seirei Nomor Istimewa 1942, Osamu Seirei
Nomor 25 Tahun 1944, memuat aturan-aturan pidana yang umum dan aturan-
aturan pidana yang khusus, sebagai pelengkap peraturan yang telah ada
sebelumnya. 25

Gun Seirei Nomor 14 Tahun 1942 mengatur susunan lembaga


peradilan yang terdiri atas:

1. Tihoo Hooin, berasal dari landraad (Pengadilan Negeri);


2. Keizai Hooin, berasal dari landgerecht (Hakim Kepolisian);
3. Ken Hooin, berasal dari Regentschap Gerecht (Pengadilan Kabupaten);
4. Gun Hooin, berasal dari Districts Gerecht (Pengadilan Kewedanaan);
5. Kokyoo Kootoo Hooin, berasal dari Hof voor Islami etische Zaken
(Mahkamah Islam Tinggi);
6. Sooyoo Hooin, berasal dari Priesterraad (Rapat Agama);
7. Gunsei Kensatu Kyoko, terdiri atas Tihoo Kensatu Kyoko (Kejaksaan
Pengadilan Negeri), berasal dari Paket voor de Landraden. 26

Adapun wewenang Raad van Justitie dialihkan kepada Tihoo Hooin


dan Hooggereschtshof tidak disebut dalam undang-undang itu. Semua aturan
hukum dan proses peradilannya selama zaman penjajahan Jepang berlaku
sampai Indonesia merdeka.27

24
Ibid
25
Ibid
26
Ibid
27
Ibid

14
G. Masa Kemerdekaan
1. Masa Tahun 1945-1949
Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi patokan sejarah berdirinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehari setelah Indonesia merdeka,
pada tanggal 18 Agustus ditetapkanlah Undang - Undang Dasar yang supel
dan elastik dengan sebutan Undang - Undang Dasar 1945 yang dimana
ketentuanya atau bentuk tata hukumnya bisa dilihat pada pasal II Aturan
peralihan yang menyebutkan bahwa "segala badan negara dan peraturan
yang masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini".28Dengan demikian, seluruh peraturan hukum
dan lembaga yang ada sebelumnya tetap berlaku dengan beberapa
penyusunan.29 Pernyataan ini menjadi sinyal bahwa segala bentuk peraturan
terdahulu atau pada masa penjajahan menjadi berlaku.30 Dengan demikian,
tata hukum yang berlaku pada tahun 1945-1949 adalah semua peraturan
yang telah ada dan pernah berlaku pada masa penjajahan Belanda maupun
masa Jepang berkuasa dan produk produk - produk peraturan baru yang
dihasilkan oleh pemerintahan negara Republik Indonesia dari tahun 1945-
1949.31
2. Masa Tahun 1949-1950
Dalam pasal 192 KRIS berbunyi "Peraturan - peraturan, undang -
undang, dan ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat konstitusi ini
mulai berlaku, tetap berlaku, tidak berubah sebagai peraturan - peraturan
dan ketentuan - ketentuan RIS sendiri, selama dan sekedar peraturan -
peraturan dan ketentuan - ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau tas
kuasa konstitusi ini." Berdasarkan ketentuan pasal 192 KRIS berarti bahwa
aturan - aturan hukum yang berlaku dalam Negara Republik Indonesia

28
Umarwan Sutopo. Pengantar Tata Hukum di Indonesia , (Ponorogo : Sinergi Karya Mulia
Digiprint, 2016), Hal. 7
29
Zainal Asikin. Pengantar Tata Hukum Indonesja, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012),
hal. 25
30
Umarwan Sutopo. Pengantar Tata Hukum di Indonesia , (Ponorogo : Sinergi Karya Mulia
Digiprint, 2016), Hal. 7
31
Ishaq. Pengantar Hukum Indonesia (PHI) , (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 17

15
berdasarkan pasal I dan II aturan peralihan Undang - Undang Dasar 1945
tetap berlaku di negara Republik Indonesia Serikat.32
3. Masa Tahun 1950-1950
Pada tanggal 17 Agustus 1950 bangsa Indonesia kembali ke negara
kesatuan, dengan Undang - Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku
sampai tanggal 4 Juli 1959. Tata hukum yang berlaku pada masa jni adalah
tata hukum yang terdiri dari semua peraturan yang dinyatakan berlaku
berdasarkan pasal 142 UUDS 1950, dan ditambah dengan peraturan baru
yang dibentuk oleh pemerintah negara selama kurun waktu dari 17 Agustus
1950 sampai 4 Juli 1959.33
4. Masa Tahun 1959-Sekarang
UUD 1945 masih menjadi sentral utama peraturan perundang -
undangan sampai kemudian muncul UUDS 1950 yang berlaku sampai 4 Juli
1959, kemudian berganti atau kembali lagi menggunakan UUD 1945
sampai sekarang sebagaimana diatur dalam ketetapan MPRS
NO.XX/MPRS/1966 Jo Ketetapan MPR NO.V/MPR/1973 yang dimana
tata urutan perundang - undangannya sebagai berikut :
1) Undang - Undang Dasar 1945
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
3) Undang – Undang
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu)
5) Peraturan Pemerintah (PP)
6) Keputusan Presiden
7) Peraturan - peraturan pelaksanaan lainya seperti :
a. Peraturan Menteri
b. Instruksi Menteri dll
Sedangkan sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang -
undangan menurut Ketetapan MPR No. III/2000, hierarkinya sebagai
berikut :
1) Undang - Undang Dasar 1945

32
Ishaq. Pengantar Hukum Indonesia (PHI) , (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 18
33
Ibid, hal. 18

16
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3) Undang - Undang
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang
5) Peraturan Pemerintah
6) Keputusan Presiden
7) Peraturan Daerah34
Pemerintah Indonesia mempertahankan unifikasi badan - badan
peradilan yang diberlakukan bagi semua golongan penduduk. Sedangkan
lembaga - lembaga peradilan yang ada disederhanakan lagi seperti ini :
1. Gun Hoin (Districtsgerecht), Ken Hoin (Refentschapsgerecht), dan
Kezai Hoin (Landsgerecht) dihapus, dan kemudian bernama Pengadilan
Negara sebagai pengadilan umum tingkat pertama.
2. Koto Hoin (Raad van Justite) dijadikan pengadilan banding dan
bernama Pengadilan Tinggi.
3. Saiko Hoin (Hooggerechtshof) dijadikan sebagai pengadilan Kasasi
dan menjadi Mahkamah Agung.

Dengan demikian, maka struktur lembaga peradilan di Indonesia sampai


saat ini :
1. Districtsgerecht (GunHoin), Refentschapsgerecht (KonHoin),
Landsgerecht (Keizai Hoin), Landraad (Tiho Hoin) menjadi Pengadilan
Negeri Tingkat Pertama.
2. Raad van Justite (Koto Hoin) menjadi Pengadilan Tingkat atau Tingkat
Banding
3. Hooggerechtshop (Saiko Hoin) menjadi Peradilan Tingkat Kasasi dengan
nama Mahkamah Agung35

34
Ishaq. Pengantar Hukum Indonesia (PHI) , (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 19
35
Zainal Asikin. Pengantar Tata Hukum Indonesja, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012),
hal. 25-26

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah tata hukum di Indonesia dimulai pada masa VOC, di mana
diterapkan hukum adat dan hukum Romawi. Kemudian pada masa
pemerintahan Hindia Belanda, diterapkan hukum sipil Belanda yang terdiri
dari hukum privat dan hukum publik. Selama masa kependudukan Jepang,
tata hukum di Indonesia berubah drastis dengan diterapkannya hukum
Jepang yang mencakup hukum pidana, hukum perdata, dan hukum
perburuhan.
Pada masa pra kemerdekaan, Indonesia mulai mengembangkan
hukum nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Hukum
adat dan hukum Islam juga diakui sebagai bagian dari tata hukum nasional
Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia mulai menerapkan
hukum nasional secara resmi dan memperkuat lembaga-lembaga hukum
seperti Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Selama masa Orde Baru, tata hukum di Indonesia dipengaruhi oleh
politik otoritarian dan pengendalian pemerintah terhadap lembaga-lembaga
hukum. Namun, setelah Reformasi pada tahun 1998, tata hukum di
Indonesia semakin demokratis dan memperkuat lembaga-lembaga hukum
serta meningkatkan perlindungan hak asasi manusia dan hak-hak
konstitusional melalui undang-undang dan kebijakan-kebijakan baru.
Ksimpulanya, tata hukum di Indonesia telah mengalami berbagai
perubahan dan pengaruh dari masa ke masa. Mulai dari hukum adat dan
hukum Romawi pada masa VOC, hukum sipil Belanda pada masa Hindia
Belanda, hukum Jepang pada masa pendudukan Jepang, hingga
pengembangan hukum nasional dan perubahan tata hukum yang terjadi
setelah kemerdekaan dan Reformasi. Perkembangan tata hukum ini juga
memperkuat lembaga-lembaga hukum dan meningkatkan perlindungan hak
asasi manusia dan hak-hak konstitusional di Indonesia.

18
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik, saran, dan masukan
yang sifatnya membangun sangatlah kami harapkan untuk baiknya makalah
kami kedepanya.

19
DAFTAR PUSTAKA
Arisandi, Irvan. 2019. Taa Hukum di Indonesia. Jurnal Syariah Hukum Islam. Vol.
2. No. 1.
Asikin, Zainal. 2012. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada
Ishaq. 2014. Pengantar Hukum Indonesia (PHI) . Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada
Kansil dan Christine. 2009. Latihan Ujian : Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan
II. Jakarta : Sinar Grafika Offset.
Pringgodigdo. 1977. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Sasongko, Wahyu. 2013. Sejarah Tata Hukum Indonesia. Lampung: PKKPUU FH
Unila.
Soetoprawiro, Koerniatmanto. 1994. Pemerintahan dan Peradilan di Indonesia:
Asal Usul dan Perkembangannya. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Sutopo, Umarwan. 2016. Pengantar Tata Hukum di Indonesia . Ponorogo : Sinergi
Karya Mulia Digiprint

20

Anda mungkin juga menyukai