Anda di halaman 1dari 24

SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL ZAMAN PENJAJAHAN

DIAJUKAN GUNA MEMENUHI TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH BELA


NEGARA DAN WIDYA MWAT YASA

Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Firanda Indira P (134210164) 8. Safna Nihayah (134210174)
2. Dita Dwi Hapsari (134210165) 9. Rifani Prasetiya Wati (134210175)
3. Nasywa Alia Fatikha (134210168) 10. Muhammad Taufiqul I (134210176)
4. Vitrada Damanik ( 134210169) 11. Rio Hermawan (134210177)
5. Pinkky Pandiny ( 134210170) 12. Fanny Fadhila R (134210178)
6. Helga Klarisa Dewi (134210171) 13. Rifda Kurniandari
(134210179)
7. Dian Ifana Widianty (134210173) 14. Bagus Prabowo K (134210180)
15. Azzahra Farhan (134210172)
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyusun makalah tentang ”Sejarah Pergerakan Nasional Pada
Masa Penjajahan” dengan sebaik-baiknya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan kesadaran
anak bangsa dalam mempelajari sejarah Indonesia terutama sejarah pergerakan nasional
pada masa penjajahan dan meningkatkan rasa nasionalisme sehingga mereka mampu
melanjutkan cita-cita para pahlawan pendiri bangsa.
Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penulisan makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharpkan demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 1 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................................3

Latar Belakang...............................................................................................................................3

Rumusan Masalah.........................................................................................................................4

Tujuan Penulisan...............................................................................................................4
Manfaat Penulisan.............................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN................................................................................................................5
A. Masa Penjajahan Belanda......................................................................................5
1. Kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia......................................................5
2. Pemerintahan VOC di Indonesia.....................................................................5
3. Peralihan VOC ke Pemerintahan Belanda.......................................................6
4. Sistem Tanam Paksa.......................................................................................
5. Kebijakan Pintu Terbuka................................................................................
B. Masa Kebangkitan Nasional..................................................................................
1. Budi Utomo.....................................................................................................
2. Sarekat Dagang Islam.....................................................................................
3. Indische Partij.................................................................................................
4. Trikoro Darmo................................................................................................
5. Perhimpunan Indonesia..................................................................................
C. Masa Penjajahan Jepang.......................................................................................
1. Gerakan Kemiliteran.......................................................................................
2. Gerakan Sosial Politik....................................................................................
BAB III.............................................................................................................................
PENUTUP........................................................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bela negara terdiri dari dua kata, bela dan negara. Menurut Kamus Besar bahasa
Indonesia, ‘bela’ berarti menjaga baik-baik, memelihara, merawat, melepaskan dari
bahaua, memihak untuk melindungi, dan mempertahankan sesuatu. Dalam konteks bela
negara, sesuatu yang harus dijaga, dipelihara, dirawat, dilindungi, dan dipertahankan
adalah negara. Dengan demikian, bela negara dapat diartikan sebagai menjaga,
memelihara, melindungi, dan mempertahankan eksistensi negara.

Sikap bela negara sudah diperlihatkan sejak zaman kerajaan sampai pada zaman
penjajahan di Indonesia sehingga mendorong adanya pergerakan nasional. Kesadaran
bangsa Indonesia terhadap persatuan mengantarkan bangsa Indonesia menuju ke
gerbang kemerdekaan, dan dengan adanya persatuan akhirnya terciptalah kesatuan yang
akhirnya melahrikan sebuah negara besar yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada bulan April 1595, Belanda memerintahkan Cornelis De Houtman untuk


melakukan pelayaran ke Nusantara (sekarang Indonesia) yang dilakukan menggunakan
empat buah kapal dengan menempuh rute Pantai Barat Afrika – Tanjung Harapan–
Samudra Hindia–Selat Sunda–Banten. Pelayaran tersebut merupakan awal dari
kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia.

Pada tanggal 20 Maret 1602 terbentuklah Vereenigde Oost Indische Compaigne


(VOC) atau Perserikatan Dagang Hindia Timur Belanda
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pergerakan nasional pada masa penjajahan Belanda di
Indonesia ?
2. Bagaimana sejarah pergerakan nasional pada masa kebangkitan nasional ?
3. Bagaimana sejarah pergerakan nasional pada masa penjajahan Jepang di
Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami mengenai sejarah pergerakan nasional pada masa penjajahan
Belanda di Indonesia
2. Memahami mengenai sejarah pergerakan nasional pada masa kebangkitan
nasional di Indonesia
3. Memahami mengenai sejarah pergerakan nasional pada masa penjajahan
Jepang di Indonesia

D. Manfaat Penulisan
1. Meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang sejarah
pergerakan nasional pada zaman penjajahan yang dialami Indonesia serta
perilaku bela negara yang ada (bagi para pembaca).
2. Mengembangkan ilmu dan kemampuan analisis tentang sejarah khususnya
dalam sejarah pergerakan nasional pada zaman penjajahan yang terjadi di
Indonesia (bagi penulis).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masa penjajahan Belanda

1. Kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia

Alasan bangsa Belanda melakukan penjelajahan samudera karena adanya


larangan mengambil rempah-rempah di Lisabon oleh Pemerintah Portugis
karena Belanda terlibat dalam perang 80 Tahun. Kondisi ini membuat Belanda
harus mencari sendiri sumber rempah-rempah di wilayah timur.

Pada bulan April 1595, Belanda memulai pelayaran menuju Nusantara


dengan empat buah kapal di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Dalam
pelayarannya menuju ke timur, Belanda menempuh rute Pantai Barat Afrika –
Tanjung Harapan–Samudra Hindia–Selat Sunda–Banten. Belanda harus
menempuh rute tersebut dikarenakan pada saat itu Selat Malaka yang merupakan
jalur perdagangan dikuasai oleh Portugis. Pada saat itu Banten berada di bawah
pemerintahan Maulana Muhammad (1580–1605) kedatangan rombongan
Cornelis de Houtman (1596), pada mulanya diterima baik oleh masyarakat
Banten dan juga diizinkan untuk berdagang di Banten. Namun, karenanya sikap
yang kurang baik sehingga orang Belanda kemudian diusir dari Banten.
Selanjutnya, orang-orang Belanda meneruskan perjalanan ke Timur akhirnya
sampai di Bali. Kejadian tersebut menyebabkan adanya ekspedisi berikutnya
yang dipimpin oleh Jacob van Neck (1598) dan mendapat sambutan yang baik
dari kerajaan Banten.

2. Pemerintahan VOC di Indonesia


Kedatangan bangsa Barat di Indonesia, memunculkan persaingan dalam
perdagangan dan persaingan perdagangan ini sangat merugikan Belanda. Oleh
karena itu, timbul pemikiran pada para pedagang Belanda agar menggabungkan
diri dalam satu organisasi. Akhirnya mereka membentuk Vereenigde Oost
Indische Compagnie (VOC) atau Perserikatan Dagang Hindia Timur Belanda
pada tanggal 20 Maret 1602. Gabungan perseroan itu kemudian disahkan dalam
satu piagam oleh Staten General (Parlemen Belanda) dan memberikan
wewenang eksklusif pada VOC untuk berdagang, mengadakan peperangan, dan
perdamaian, memiliki angkatan perang, dan mengadakan perjanjian di seluruh
Asia. Pimpinan VOC terdiri dari tujuh belas orang anggota yang disebut Hereen
Zeventien (Tuan-Tuan Tujuh Belas) dan mereka menangani segala urusan VOC
dari Amsterdam. Namun karena jarak yang jauh antara Belanda dan Indonesia
pada tahu 1960 diciptakan Gubernur Jendral Pejabat Gubernur Jenderal VOC
yang pertama adalah Pieter Both (1610-1619). Pada mulanya Ambon di pilih
sebagai pusat kegiatan VOC. Pada periode berikutnya Jayakarta dipilih sebagai
pusat kegiatan VOC yang selanjutnya diubah namanya menjadi Batavia.

Seiring berjalannya waktu pejabat-pejabat VOC mulai menampakkan


sifatnya yang congkak dan kejam. Perubahan sikap VOC itu telah menimbulkan
kekecewaan bagi rakyat dan penguasa di Indonesia. Perubahan sikap itu terjadi
pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC yang kedua yaitu Jan
Pieterzoon Coen. Untuk dapat menguasai Jayakarta, JP Coen membangun
benteng- benteng di sekitar loji VOC, sehingga loji VOC semakin besar. Bahkan
pada tahun 1619 VOC juga menyerbu dan membakar kota Jayakarta. Lalu di
atas reruntuhan kota itu kemudian dibangun kota baru yang dinamakan Batavia
yang kemudian digunakan sebagai pusat kegiatan VOC. Untuk semakin
memperbesar kekuasaanya di Indonesia, VOC melakukan cara- cara politik
devide et impera atau politik adu domba, dan tipu muslihat. Contohnya jika ada
persengketaan antara kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain, maka
mereka mencoba membantu salah satu pihak. Dari jasanya itu, mereka
mendapatkan imbalan berupa daerah atau tanah. Hal ini berlangsung setiap kali
sehingga di Indonesia semakin banyak daerah koloni Belanda.

Kejayaan VOC ternyata tidak bertahan lama. Dalam perkembangannya


VOC mengalami masalah yang besar, yakni kebangkrutan. Kebangkrutan VOC
ini terjadi karena para pegawainya banyak yang melakukan korupsi. Saat itu
keadaan VOC sudah sangat merosot, kas kosong, utang menumpuk dan tidak
mampu lagi menciptakan pengawasan dan keamanan atas wilayah Indonesia.
Inilah sebabnya maka pada tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan.
Setelah VOC dibubarkan, kekuasaan kolonial di Indonesia diambil alih oleh
Pemerintah Belanda.

3. Peralihan VOC ke pemerintahan Belanda

Setelah VOC dibubarkan, kekuasaan kolonial di Indonesia diambil


alih oleh pemerintahan Kerajaan Belanda. Namun Nusantara tidak benar-
benar dikuasai oleh Belanda waktu itu, karena pada tahun 1795, di Belanda
terjadi perselisihan dan muncul kelompok masyarakat yang menamai dirinya
kamu patriot. Kaum patriot tersebut terpengaruh oleh semboyan Revolusi
Prancis, yaitu liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite
(persaudaraan). Dengan didasarkan pada semboyan Revolusi Prancis
tersebut, kaum patriot mengkehendaki perlunya negara kesatuan di Belanda.
Peristiwa ini bertepatan dengan penyerangan pasukan Prancis ke Belanda.
Dengan adanya huru-hara ini, Raja Belanda saat itu, yakni Raya Willem V
melarikan diri ke Inggris dan kemudian Belanda berhasil dikuasai oleh
Prancis. Setelah itu, Prancis berusaha mengambil alih negara-negara jajahan
Belanda sebelumnya termasuk salah satunya adalah Indonesia. Setelah itu
dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Prancis yang bernama
Republik Bataaf (1795-1811) yang dipimpin oleh Louis Napoleon.
Raja Willem V yang berada di Inggris ditempatkan di kota Kew oleh
pemerintah Inggris. Selanjutnya Raja Willem mengeluarkan perintah yang
terkenal dengan nama "Surat-Surat Kew" yang berisi agar para penguasa di
negeri jajahan Belanda segera memberikan wilayahnya kepada Inggris dan
bukan kepada Prancis. Dengan adanya perintah tersebut, maka Inggris
dengan cepat mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda dimulai dari
dikuasai nya Padang pada tahun 1795 serta tahun 1796 menguasai Ambon
dan Banda. Inggris sendiri memperkuat pasukannya untuk memblokade
Batavia yang kala itu masih dikuasai Prancis.

Pihak prancis dan Republik Bataaf tentunya tidak mau kalah dari
Inggris dan tetap memperebutkan wilayah bekas jajahan Belanda di
Nusantara. Oleh karena Republik Bataaf ini merupakan vasal dari Prancis,
kebijakan-kebijakan Republik Bataaf dalam mengatur pemerintahan di
Hindia Belanda masih dipengaruhi oleh Prancis. Kebijakan utama Prancis
saat itu yakni memerangi Inggris. Untuk mempertahankan kekuasaannya di
wilayah Nusantara, tentu diperlukan sosok pemimpin yang kuat. Pemerintah
Republik Bataaf memilih seorang muda dari kaum patriot untuk memimpin
Hindia. Pemuda tersebut dikenal sebagai tokoh muda yanh revolusioner,
yakni Herman Willem Deandels.

Sejak 1 Januari 1800 secara resmi Indonesia berstatus sebagai


wilayah kekuasaan pemerintahan Kerajaan Belanda dan diberi nama Hindia-
Belanda (Nederlands-Indie). Untuk memipin Nusantara, diangkatlah Herman
Williams Daendels sebagai Gubernur Jenderal, dengan tugas utama menjaga
pulau Jawa dari srangan Inggris. Oleh karena itu, Daendels langsung
menerapkan kebijakan-kebijakan yang dianggap mampu menahan serangan
Inggis, seperti :

a. Pemerintahan Herman Willem Daendels (1808-1811)


Tugas Daendels sebagai gubernur jenderal di Indonesia adalah
mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, mengatur pemerintahan
di Indonesia, dan membereskan keuangan. Dalam masa kepemimpinannya,
Deandels banyak melakukan pembaruan-pembaruan di berbagai bidang
misalnya adanya kerja paksa yang dilakukan oleh rakyat untuk
pembangunan jalan raya dari Anyer ke Panarukan, dibangunnya benteng-
benteng pertahanan, mewajibkan rakyat menyerahkan sebagian hasil
panennya kepada pemerintah yang disebut penyerahan wajib, dan masih
banyak lagi kebijakan yang jelas merugikan rakyat.

Pemerintahan Deandels dianggap gagal melakukan misinya yakni


mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris dan program yang di
jalankan dinilai merugikan negara dengan merajalelanya korupsi. Oleh
karena itu, Deandels dipanggil oleh pemerintah kolonial kembali ke
negaranya dan digantikan oleh Jan Willem Janssens.

b. Pemerinntahan Jan Willem Janssens (1811)

Jan Willem Janssens diperintahkan menggantikan Deandels untuk


mempertahankan Pulau Jawa namun perlu diingat bahwa Inggris telah
menguasai hampir seluruh negeri jajahan Belanda sebelumnya dan pada saat
itu, penguasa Inggris di India, Lord Minto memerintahkan Thomas Stamford
Raffles untuk segera menguasai Pulau Jawa.

Penyerangan dilakukan Raffles bersama pasukan Inggris ke Batavia.


Batavia akhirnya jatuh ke tangan Raffles dan Janssens sempat menyingkir ke
Semarang, namun pasukan Inggris terlalu kuat. Pasukan Janssens akhirnya
mundur ke Salatiga dan berakhir dengan penyerahan di Tuntang.

Penyerahan Janssens kepada Inggris tersebut ditandai dengan adanya


Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811 yang berisi :

1) Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada Inggris


2) Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris
3) Semua pegawai Belanda yang mau bekerja sama dengan Inggris
dapat memegang jabatannya terus
4) Semua utang pemerintah Belanda yang dahulu, menjadi tanggung
jawab Inggris.
c. Pemerintahan Thomas Stamford Raffles (1811-1816)

Sejak Kapitulasi Tuntang, wilayah Nusantara menjadi jajahan East


India Company (EIC), badan perdagangan Inggris yang berpusat di Kalkuta
(India) yang dipimpin oleh Gubernur Jendral Lord Minto. Lord Minto
menunjuk Thomas Stamford Raffles untuk memegang wilayah Nusantara.
Raffles mengeluarkan kebijakan-kebijakan selama masa pemerintahannya
seperti menghapuskan segala bentuk kerja rodi dan perbudakan, penyerahan
wajib diganti dengan penanaman bebas oleh rakyat, dan lain sebagainya.
Raffles juga merupakan penemu dari bunga Rafflesia arnoldii, menulis buku
berjudul History of Java, dan merintis Kebun Raya Bogor.Tetapi rupanya di
lapangan pemerintahan Raffles ini dinilai kurang berhasil salah satunya
dikarenakan Raffles masih melaksanakan kerja rodi, perbudakan, dan
monopoli.

Pemerintahan Raffles berakhir dengan ditandai adanya Convention


of London (1814) yang ditandatangani wakil-wakil Belanda dan Inggris.
Adapun ini dari Convention of London ini adalah sebagai berikut.

a) Indonesia dikembalikan kepada Belanda


b) Jajahan Belanda seperti Sailan, Maap Koloni, dan Guyana tetap di
tangan Inggris.
c) Cochin (di pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris, sedangkan
Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya.
4. Sistem Tanam Paksa

Setelah berakhirnya kekuasaan Inggris di Indonesia, Indonesia mulai


dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada awalnya pemerintahan ini
merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri dari tiga orang yaitu Flout,
Buyskess, dan Van der Capellen yang berpangkat komisaris jenderal.
Pemerintahan kolektif tersebut bertugas untuk menormalisasikan keadaan
lama (masa Inggris) ke keadaan baru (Belanda). Pada tahun 1819, kepala
pemerintahan mulai dipegang oleh gubernur Jenderal yaitu Van der Capellen
(tahun 1816-1824).

Pemerintahan diteruskan oleh Van den Bosch yang kemudian pada


tahun 1830 menerapkan kebijakan cultuurstelsel (tanam paksa). Istilah
cultuurstelsel sebenarnya berarti sistem tanaman. cultuurstelsel sebenarnya
adalah kewajiban rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku
dijual di Eropa. Namun rakyat pribumi mengartikan cultuurstelsel ini dengan
sebutan tanam paksa karena dalam pelaksanaannya penanaman dilakukan
dengan cara-cara paksa dan bagi yang melanggarnya akan terkena hukuman
fisik.

Dilaksanakannya sistem tanam paksa ini di latar belakangi oleh


negara Belanda yang dililit hutang besar dan berbagai keperluan perang
sehingga memaksa atau mengeksploitasi negara jajahannya untuk
menghasilkan pundi-pundi uang bagi Belanda. Sistem tanam paksa ini jelas
sangat merugikan rakyat jajahannya. Berbagai dampak yang diterima rakyat
dengan adanya tanam paksa ini adalah penderitaan fisik dan mental yang
berkepanjangan, beban pajak yang berat karena sukses atau gagal nya panen
rakyat tetap wajib membayar pajak, kelaparan dan kematian yang tinggi
karena rakyat dituntut hanya menanam tanaman ekspor seperti rempah
rempah.

Hal sebaliknya jelas dialami Belanda dengan meningkatnya


pemasukan negara, mendorong Belanda berkembang sebagai negara industri.
Bahkan Van den Bosch mendapatkan gelar "de Graaf" (gelar yang diberikan
Belanda bagi orang yang berjasa bagi negara) karena telah memakmurkan
dan menyejahterakan Belanda. Hal ini tentu memicu perhatian kaum liberal
yang didukung oleh para pengusaha bahkan oleh rakyat Belanda sendiri.
Muncul berbagai perdebatan dan pro kontra mengenai pelaksanaan sistem
tanam paksa ini. Pihak yang setuju dengan sistem tanam paksa tentunya
berasal dari pemerintahan Belanda karena dengan tanam paksa, Belanda bisa
hidup makmur, dan juga pihak-pihak swasta yang mendapatkan hak
monopoli perdagangan dari pemerintah Belanda. Adapun yang menentang
sistem tanam paksa adalah pihak yang kasihan terhadap pribumi, umumnya
kelompok ini berasal dari kaum yang terpengaruhi ajaran agama atau kaum
yang menganut paham liberalisme. Mereka beranggapan bahwa seharusnya
pemerintah tidak terlalu ikut campur dalam urusan perekonomian rakyat dan
menyerahkan urusan perekonomian kepada rakyat dan swasta.

Pandangan dan ajaran kaum liberal ini semakin berkembang


berpengaruh kuat, hingga pada tahun 1860 muncul buku Max Havelaar yang
ditulis Douwes Dekker dan buku Suiker Contracten (Kontrak-Kontrak Gula)
yang ditulis oleh Frans van de Putte yanh dengan keras mengkritik
pelaksanaan tanam paksa yang sangat merugikan pribumi. Sistem tanam
paksa pun berangsur-angsur mulai dihapus dan mulai diterapkan sistem
politik liberal.

5. Kebijakan Pintu Terbuka

Pada tahun 1865 kaum liberalis Belanda berhasil memperoleh


kemenangan politik. Kemenangan itu membawa perubahan tata politik
beserta kebijakannya di negara Belanda dan terbawa pula ke tanah
jajahannya, termasuk Indonesia dan pada tahun 1870, sistem tanam paksa
secara resmi dihapuskan dan diganti dengan Politik Liberal atau Politik Pintu
Terbuka. Paham politik ini diberlakukan di Indonesia antara tahun 1870 –
1900.

Sebagai langkah awal perubahan itu, maka diterapkan peraturan-


peraturan sebagai berikut:

a. Undang-Undang Perbendaharaan (Comptabliliteits Wet) tahun 1864


yang mewajibkan anggaran belanja Hindia Belanda disahkan oleh
parlemen dan melarang mengambil keuntungan dari tanah jajahan.
b. Undang-Undang Gula (Suikers Wet) tahun 1870 yang mengatur
perpindahan perusahaan ke tangan swasta
c. Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 yang
menetapkan dasar-dasar politik tanah. Menurut undang-undang yang
dicetuskan Mr. de Waal, seorang menteri jajahan dan perniagaan,
pengusahan swasta diberi kesempatan menyewa tanah negara untuk
75 tahun atau tanah petani untuk 2 tahun atau 5 tahun.

B. Masa Kebangkitan Nasional

Penerapan politik etis oleh pemerintahan Belanda dalam bidang


pendidikan membuat kaum pribumi mendapatkan pemahaman untuk
melepaskan diri dari belenggu feodalisme dan penjajahan. Kelompok elite
nasional pun menyadari bahwa perjuangan untuk memajukan bangsa Indonesia
harus dilakukan dengan menggunakan organisasi modern. Berberapa organisasi
yang muncul sebagai titik permulaan kesadaran pergerakan nasional untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih baik serta merdeka, antara lain :

1) Budi Utomo
Budi Utomo merupakan sebuah organisasi modern pertama kali
di Indonesia yang dipelopori oleh Dr. Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908
yang bertujuan untuk memajukan pengajaran, tehnik/industri,
perternakan, pertanian dan perdagangan serta menghidupkan kembali
kebudayaan. Dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai lulusan sekolah dokter
Jawa di Weltvreden (sesudah tahun 1900 dinamakan STOVIA),
merupakan penggagas berdirinya Budi Utomo. Tanggal berdirinya Budi
Utomo tersebut sampai sekarang diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional.

Peran Budi Utomo dalam memperjuangkan kemerdekaan


Indonesia terutama bidang pendidikan dapat diketahui dengan
didirikannya Studifont atau Darmawara untuk perkumpulan para pelajar
khususnya dari daerah Jawa dan Madura. Kemampuan istimewa untuk
berfungsi sebagai jembatan antara pejabat kolonial yang maju dengan
kaum pelajar Jawa sehingga dalam perkembangan Budi Utomo mendapat
kesempatan memperoleh kemampuan berorganisasi politik. Budi Utomo
juga mengajukan suatu tuntutan untuk adanya persamaan kedudukan
dalam hukum.

2) Sarekat Dagang Islam atau Sarekat Islam

Pada tahun 1911 berdirilah organisasi yang disebut Sarekat


Dagang Islam. Organisasi ini diprakarsai oleh K.H. Samanhudi seorang
saudagar batik dari Laweyan – Solo yang pada awalnya beranggotakan
para pedagang batik di kota Solo. Atas usul dari H.O.S Cokroaminoto
pada tanggal 10 September 1912 Sarekat Dagang Islam berubah menjadi
Sarekat Islam. K.H Samanhudi diangkat sebagai ketua Pengurus Besar SI
yang pertama dan H.O.S Cokroaminoto sebagai komisaris. Dalam
Anggaran Dasar tertanggal 10 September 1912, tujuan organisasi ini
diperluas:
a. Memajukan perdagangan
b. Memberi pertolongan kepada anggota yang mengalami kesukaran
(semacam usaha koperasi)
c. Memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama
d. Memajukan agama Islam serta menghilangkan faham- faham
yang keliru tentang agama Islam.

a. Indische Partij

Indische Partij (IP) didirikan di Bandung pada tanggal 25


Desember 1912 oleh Tiga Serangkai yaitu E.F.E Douwes Dekker
(Danudirjo Setyabudi), dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Penggagas IP adalah Douwes
Dekker, seorang Indo – Belanda yang mengamati adanya keganjilan-
keganjilan dalam masyarakat kolonial, khususnya diskriminasi antara
keturunan Belanda asli dengan kaum Indo dan memperluas
pandangannya untuk peduli dengan nasib masyarakat Indonesia yang
masih hidup dalam belenggu aturan kolonialis.

Melalui tulisan-tulisan para tokoh IP dalam majalah Het


Tijdschrift dan surat kabar De Express, mereka menyampaikan
pemikiran-pemikirannya. Mereka berusaha menyadarkan golongan Indo
dan pribumi, bahwa masa depan mereka terancam oleh bahaya yang
sama yaitu eksploitasi kolonial. IP terbuka bagi semua golongan
sehingga keanggotaannya meliputi kaum pribumi, bangsa Eropa yang
tinggal di Hindia Belanda, Indo-Belanda, keturunan Cina dan Arab serta
lainnya.

b. Trikoro Darmo
Pada tanggal 7 Maret 1915, para pemuda pelajar seperti Satiman,
Kadarman, dan Sumardi mendirikan organisasi pemuda Trikoro Darmo,
artinya “tiga tujuan mulia”.Tiga tujuan tersebut meliputi Sakti, Budi, dan
Bakti.Keanggotaan Trikoro Darmo adalah para pelajar yang berasal dari
Jawa dan Madura. Asas dan tujuan Trikoro Darmo adalah:

a. Membangkitkan perasaan terkait dengan bahasa dan Budaya


Hindia/ Indonesia.
b. Menimbulkan pertalian di antara pelajar Bumiputera.
c. Menambah pengetahuan umum bagi anggotanya.

c. Perhimpunan Indonesia

Pada tanggal 25 Oktober 1908 muncul Indische Vereeniging


yang artinya “Perhimpunan Hindia” dengan pendirinya antara lain Sutan
Kasayangan dan Notosuroto. Tujuan organisasi ini adalah :

a. Mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia, yang


bertanggung jawab terhadap rakyat Indonesia
b. Kemerdekaan harus dicapai oleh orang-orang Indonesia sendiri
tanpa bantuan apapun
c. Persatuan nasional harus dipupuk, segala macam perpecahan
harus dihindarkan agar tujuan perjuangan segera tercapai.

Pada akhirnya muncul wadah perjuangan pemuda Indonesia yang


bernama Pemuda Indonesia dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia
(PPPI). Untuk mewujudkan cita-cita perjuangannya, maka diadakan
kongres pemuda sebanyak dua kali. Kongres Pemuda I tanggal 30 April
sampai dengan 2 Mei 1926 di Jakarta dihadiri oleh delegasi dari berbagai
organisasi atau perkumpulan pemuda di Indonesia. Kongres ini dipimpin
oleh Muhammad Tabrani berusaha membentuk perkumpulan pemuda
secara tunggal, sebagai badan pusat dengan tujuan:

a. Memajukan paham persatuan dan kebangsaan


b. Mempererat hubungan antara organisasi pemuda yang
ada.

Kongres Pemuda II pada tanggal 28 Oktober dihadiri oleh


perwakilan dari organisasi kepemudaan, unsur partai politik, perwakilan
anggota Voklsraad bahkan utusan dari pemerintah Hindia Belanda yaitu
Dr. Pijper dan Van der Plas. Dalam kongres ini, W.R. Supratman
memperdengarkan lagu Indonesia Raya serta terdapat keputusan rapat
dalam kongres itu yang dikenal dengan Sumpah Pemuda, yang berisi:

a. Pertama : Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku


bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
b. Kedua : Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku
berbangsa satu, bangsa Indonesia.
c. Ketiga: Kami puter dan puteri Indonesia, menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Dengan ikrar Sumpah Pemuda ini, semakin tegaslah apa yang


diinginkan oleh bangsa Indonesia, yaitu kemerdekaan tanah air dan
bangsa Indonesia. Kemerdekaan ini dapat dicapai dengan syarat yaitu
dengan adanya rasa persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa.

C. Masa Penjajahan Jepang

Secara resmi Jepang menguasai Indonesia sejak 8 Maret 1942, ketika


Panglima Tertinggi Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di
Kalijati, Bandung. Jepang berhasil menduduki Hindia-Belanda dengan tujuan
untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna
mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya.

1. Gerakan Kemiliteran
a. Seinendan

Pada triwulan pertama 1943 Jepang mendirikan organisasi


pemuda pertama di Jawa yang diberi nama Seinendan. Organisasi ini
dipimpin langsung oleh Syaiko Sykikan, panglima Angkatan Darat
Jepang di Jawa yang bermarkas di Jakarta. Tujuan utama Jepang
mendirikan Seinendan adalah untuk menyelamatkan pasukan Jepang
yang mulai terjepit di berbagai front Asia Pasifik. Pemuda yang
diperkenankan masuk dalam Seinendan adalah para remaja putra yang
telah berumur 14-25 tahun. Mereka kemudian diperkenalkan dengan
budaya Jepang terutama sekali diharuskan mengikuti latihan-latihan
kemiliteran dengan senapan-senapan tiruan dan bambu runcing.

b. Keibondan

Keibondan adalah suatu organisasi pemuda (20-35 tahun) yang


lingkup kegiatannya membantu tugas kepolisan berupa penjagaan
lalulintas, pengamanan desa dan tugas-tugas di bidang keamanan dan
ketertiban umum lainnya. Latihan yang diberikan kepada Keibondan
meliputi penjagaan dan penyelidikan terhadap berbagai berita dalam
kehidupan sosial, penjagaan kawasan dirgantara, penjagaan wilayah
pantai, penjagaan dan bantuan bencana alam, serta penjagaan dan
keamanan kampung. Organisasi ini ada di bawah binaan Keimubu
(Departemen Kepolisian). Dengan meningkatnya suasana ancaman
perang antara pasukan Jepang dengan Sekutu menyebabkan Keibondan
mulai disalahgunakan untuk berbagai kepentingan. Tidak jarang
dimanfaatkan sebagai mata-mata yang mengintip setiap gejala dan
fenomena sosial politik yang dianggap menentang kekuasaan
pendudukan Jepang. Akibatnya seringkali terjadi salah tangkap, Hanya
karena yang bersangkutan dicurigai mata-mata musuh. Selain itu,
Keibondan juga dapat dipergunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab untuk menghancurkan lawan kepentingan dengan cara
membuat tuduhan yang sama.

c. Heiho

Terdesaknya posisi pertahanan pasukan Jepang oleh Sekutu


menyebabkan pemerintah Jepang pada bulan April 1943 memberikan
kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu angkatan
perang Jepang (Heiho). Heiho dimaksudkan untuk kalangan pemuda
yang dipersiapkan sebagai barisan kesatuan-kesatuan angkatan perang,
sehingga keberadaan Heiho dimasukkan sebagai bagian dari ketentaraan
Jepang. Oleh karena itu, Heiho sering dibawa sebagai tenaga pekerja
yang melayani kegiatan angkatan perang seperti memindahkan senjata
dan peluru dari gudang ke atas truk.

d. Peta

Pasukan-pasukan Peta dibentuk di setiap Syu (karesidenan) yang


bertugas untuk mengamankan dan mempertahankan daerah masing-
masing. Mengenai persyaratan umur hanya disebutkan untuk calon
komandan peleton berusia di bawah 30 tahun, sedangkan untuk calon
komandan regu dan prajurit harus di bawah 25 tahun. Peta mempunyai
kewajiban menyiapkan dan menghimpun tenaga pemuda apabila Sekutu
mendarat di Indonesia.
2. Gerakan Sosial Politik

Kekalahan pasukan Jepang di berbagai medan tempur


menyebabkan semakin menipisnya kepercayaan bangsa Indonesia
terhadap kemampuan pemerintah Jepang. Untuk itu Jepang bertekad
memulihkan kepercayaan di kalangan bangsa Indonesia terhadap
kemampuan pasukan Jepang. Pemerintah Jepang mulai mengubah
kebijakan politiknya, yaitu merangkul barisan nasionalis-nasionalis muda
Indonesia untuk memperoleh kemenangan di medan tempur perang Asia
Timur Raya dengan membentuk sebuah organisasi pemuda yang diberi
nama Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang dipelopori oleh ”empat
serangkai” terdiri dari Sukarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantoro, dan
Haji Mas Mansyur. Pada awalnya Putera digunakan sebagai alat
penggerak pemuda Indonesia dengan maksud untuk membujuk kalangan
muda supaya memiliki kepedulian terhadap pemerintah Jepang.
Sementara itu, kehadiran Sukarno dan Moh. Hatta dalam wadah Putera
ternyata ambivalen. Di satu sisi mereka bekerja untuk kepentingan
Jepang, tetapi di sisi lainnya mereka harus merealisasikan cita-cita
nasionalisnya yakni mengembangkan nasionalisme Indonesia ke arah
kemerdekaan bangsanya.
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa penjajahan oleh
bangsa Belanda dimulai pada tahun 1602 yang ditandai terbentuknya Vereenigde Oost
Indische Compaigne (VOC) atau Perserikatan Dagang Hindia Timur Belanda.
Penjajahan Belanda berakhir pada 9 Maret 1942. Setelah itu masa penjajahan Jepang
dimulai pada tanggal 8 Maret 1942 sampai dengan 17 Agustus 1945 seiring dengan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta.

Pada masa kebangkitan nasional beberapa organisasi muncul , yaitu Budi


Utomo, Sarekat Dagang Islam atau Sarekat Islam, Indische partij, Trikoro Darmo, dan
Perhimpunan Indonesia.

B. Saran

Sebagai generasi penerus bangsa Indonesia, kita semua harus menjaga


persatuan dan kesatuan dalam upaya membela negara . Hal ini dikarenakan para
pahlawan telah bersusah payah dalam melakukan upaya persatuan yang akhirnya
melahirkan kesatuan, dan karena adanya persatuan dan kesatuanlah yang
menyebabkan bangsa Indonesia bisa mencapai kemenangan dalam melawan
penjajahan yang terjadi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

2021. “Politik Pintu Terbuka: Pengertian, Akibat, dan Faktor Pendukungnya”,


https://kumparan.com/berita-hari-ini/politik-pintu-terbuka-pengertian-akibat-dan-faktor-
pendukungnya-1wNjO74TlX6/full

Anda mungkin juga menyukai