Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PANCASILA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH PERJUANGAN


BANGSA

Disusun untuk memenuhi penugasan mata kuliah Pendidikan Pancasila

Dosen Pengampu:

Dr. Kurotul Aeni, S. Pd., M. Pd.

Disusun oleh Kelompok 1:

 Aji Rahmat Imanuddin (1301420086)


 Muhammad Fauzan (1401421002)
 Anisy Khoirin „Aziizah (1401421007)
 Ronallio Alip Fanindo (1401421009)

Universitas Negeri Semarang

2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah “PANCASILA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
PERJUANGAN BANGSA” ini dengan tepat waktu. Tak lupa sholawat serta salam tidak
hentinya kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang kenal kita nantikan
pertolongannya dihari akhir.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami juga mengakui masih
terdapat kekeliruan dalam pembuatan makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kebaikan pembuatan makalah di lain waktu.

Semarang, 27 Februari 2022

Kelompok 1

ii
Daftar Isi

Halaman Sampul ..................................................................................................................i


Kata Pengantar ....................................................................................................................ii
Daftar Isi ...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................1
C. Tujuan ........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................3
A. Masa Kejayaan Nasional .........................................................................................3
1. Perkembangan Singkat Kerajaan-kerajaan Kuno di Indonesia ............................3
2. Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia .........................................4
B. Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajah ...............................................5
1. Perjuangan sebelum Abad XX .............................................................................5
2. Pergerakan Nasional (1908-1945) .......................................................................7
a. Kebangkitan Nasional ....................................................................................7
b. Organisasi-organisasi Pergerakan Nasional ...................................................8
c. Sumpah Pemuda.............................................................................................9
d. Perjuangan Masa Pendudukan Jepang ...........................................................11
C. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945)......................................13
D. Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan .....................................................15
1. Masa 1945-1949...................................................................................................15
2. Masa 1949-1950...................................................................................................15
3. Masa 1950-1959...................................................................................................16
4. Masa 1959-1965...................................................................................................17
5. Masa 1966-1998...................................................................................................19
6. Masa 1998-Sekarang ............................................................................................19
BAB III PENUTUP ..............................................................................................................25
A. Simpulan ...................................................................................................................25
B. Saran .........................................................................................................................26
C. Daftar Pustaka............................................................................................................27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yakni Panca artinya lima dan Sila artinya dasar
atau prinsip. Seperti yang telah diketahui bahwa Pancasila merupakan dasar Negara Indonesia
yang berisi lima pedoman atau tingkah laku dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai
pedoman bangsa memiliki kedudukan tertinggi di Negara Indonesia.
Secara historis dilihat dari proses sejarah yang mengawali terbentuknya Negara Indonesia,
proses itu diawali dengan sejak adanya kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia, sebut saja
Kerajaan Kutai, Sriwijaya, Maja Pahit sampai pada bangsa-bangsa lain yang awalmulanya
berniaga hingga menjajah Negeri ini. Selama berstatus tahun bangsa Indonesia berjuang
mencari jati dirinya menjadi bangsa yang merdeka, setelah proses yang panjang itu dilampaui
ahirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya yang di dalamnya terdapat ciri khas, sifat,
dan karakter yang tidak dimiliki oleh Negara-negara lain dibelahandunia ini yang oleh pendiri
bangsa ini dirumuskan yang diberi nama Pancasila. Dari aspek landasan historis Pancasila
merupakan jati diri bangsa disebabkan karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
merupakan nilai-nilai luhur yang telah lama ada dan hidup dalam masyarakat Indonesia. Nilai-
nilai Pancasila merupakan nilai-nilai kearifan lokal milik bangsa Indonesia sendiri. Jadi secara
historis nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan
menjadi dasar Negara, secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masa kejayaan nasional Indonesia?
2. Bagaimana kisah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan?
3. Bagaimana proses proklamasi kemerdekaan Indonesia?
4. Bagaimana pemerintahan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan?

C. Tujuan
1. Menjelaskan masa kejayaan nasional Indonesia.
2. Memaparkan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.

1
3. Menjelaskan proses proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
4. Menjabarkan masa-masa pemerintahan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masa Kejayaan Nasional


1. Perkembangan Singkat Kerajaan-kerajaan Kuno di Indonesia
Sekitar abad V berdirilah kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti Kerajaan Kutai
(Kalimantan Timur) dan Kerajaan Tarumanegara (Jawa Barat). Berdasarkan bukti
sejarah, agama dan kebudayaan Hindu sangat berpengaruh pada masa itu. Penerimaan
pengaruh Hindu ini menurut para ahli juga diduga disesuaikan dengan kepribadian
sendiri. Penyesuaian ini juga dibuktikan ketika menerima masuknya kebudayaan-
kebudayaan lain yang masuk ke Indonesia pada periode berikutnya.

Pada abad ke-7 muncul kerajaan yang nantinya memegang peranan besar dalam
percaturan politik di Asia Tenggara. Kerajaan tersebut adalah Kerajaan Sriwijaya yang
terletak di Sumatera. Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang dengan
ketangguhan armada lautnya segera dapat menguasai kunci-kunci lalu lintas di
Indonesia bagian barat, seperti Selat Sunda dan Selat Malaka. Sriwijaya merupakan
kekuatan besar yang disegani dalam percaturan politik di Asia Tenggara. Sriwijaya
mengadakan hubungan dengan Cina di Asia Timur dan India (Nalanda) di Asia
Selatan.. Kemakmuran yang dicapainya telah mendorong kerajaan ini
mengembangkan diri dalam bidang kebudayaan. Perguruan Tinggi Agama Budha
berkembang baik, bahkan terkenal di luar negeri. Banyak musafir agama Budha dari
Cina harus belajar lebih dulu di Sriwijaya sebelum melanjutkan studinya ke India. Di
perguruan tinggi tersebut terdapat guru besar-guru besar tamu dari India, seperti
Dharmakirti. Kerajaan tersebut mencapai puncak kejayaannya di bawah raja Balaputra
(850). Pada waktu itu hubungannya dengan India erat sekali. Setelah itu kerajaan ini
mengalami kemunduran (Nyoman Dekker, 1978:148).Peranannya sebagai negara
besar di Indonesia, empat abad berikutnya digantikan oleh Majapahit yang terletak di
sekitar Mojokerto (Jawa Timur) sekarang.

Sebelum Majapahit muncul dalam panggung sejarah Indonesia, maka munculah


terlebih dahulu banyak kerajaan-kerajaan kecil di Jawa Tengah dan Jawa Timur silih

3
berganti. Di Jawa Tengah dikenal kerajaan seperti: Kalingga (abad ke VII), Sanjaya
(abad VIII), Syailendra (abad VIII dan IX). Refleksi puncak budaya yang tumbuh di
Jawa Tengah ini, ialah menjulangnya Candi Borobudur (Candi Agama Budha pada
abad X). Bangunan yang mengagumkan ini hanya dapat dilaksanakan atas semangat
dan kerja gotong royong masyarakat yang berlandaskan jiwa keagamaan.

Di Jawa Timur berkembanglah kerajaan-kerajaan, seperti Kerajaan Isyana (abad


IV), Darmawangsa (abad X), Airlangga (abad XI), Kediri (abad XII), Singasari (abad
XIII). (Mawarti Djoened Poesponegoro (II), ibid, 1981/1982). Singasari dengan
rajanya yang terakhir Kertanegara, telah pula mengadakan hubungan dengan
Kamboja. Hubungan dengan negeri Cina tidak dapat berjalan lancar. Bahkan
kemudian timbul sengketa antara dua kekuasaan itu. Persengketaan ini diselesaikan
dengan kekerasan oleh Cina, dengan mengirimkan suatu ekspedisi ke tanah Jawa
(1292), kaisar Cina pada waktu itu ialah Kubilai Khan. Dalam peperangan ini
muncullah Raden Wijaya (menantu Kertanegara) sebagai pemenang dan kemudian
mendirikan kerajaan Majapahit.

2. Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia

Kerjaan Islam pertama di Indonesia ialah Samudra Pasai (abad XIII). Dilihat dari
bukti-bukti yang ada Sultan Malik Al Saleh adalah raja Islam yang pertama di
Indonesia, baru kemudian digantikan Sultan Ahmad atau Malik Al Tahit.

Setelah Samudra Pasai ditaklukkan oleh Portugis (1522) dan runtuhnya Malaka
(1511) maka Aceh menjadi penting kedudukannya. Aceh muncul sebagai kerajaan
Islam pada abad XIV, Sultan Ali Mughayat Syah (1530) sebagai raja yang pertama,
kemudian digantikan Alaudin Riayat Syah (1588-1604), Ali Riayat Syah (1604-1607)
dan Sultan Muda Iskandar Muda (1607-1636) merupakan sultan terkenal dalam
sejarah Aceh. (Marwati Djoened Poesponegoro (III), 1981/1982; Nyoman Dekker,
1978: 151; Sartono Kartodirdjo (I), 1992:66).

Demak merupakan salah satu daerah strategis bagi pelayaran laut Jawa. Raden
Patah adalah bupati yang berkuasa di Demak (Bintoro). Mula mula masih di bawah
kekuasaan Majapahit, tetapi kemudian melepaskan dirinya dari kerajaan Majapahit

4
(1500). Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor (1518-1821) adalah pangeran yang
pernah menyerang Portugis di Malaka. Demak mencapai puncak kejayaannya pada
masa pemerintahan Trenggono (1521-1546). Fatahillah terkenal sebagai penglima
yang cakap dan menguasai Jawa Barat (Banten dan Jayakarta).

Banten yang strategis tempatnya di Selat Sunda oleh Fatahillah diserahkan kepada
puteranya yaitu Hasanuddin. Benten kemudian berkembang menjadi kerajaan Islam
yang cukup berwibawa. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1681) adalah Sultan yang
terkenal dengan haluan politiknya yang tegas-tegas anti Belanda.

Di Maluku sudah lama berkembang agama Islam, kira-kira sejak sekitar abad XVI.
Di kepulauan ini terkenal empat kerajaan: Jailolo, Ternate, Tidore dan Bacan. Sultan
Hairun (1570) dan Baab Ullah adalah sultan-sultan terkenal di Ternate.

Pada abad ke XVII raja Goa telah memeluk agama Islam. Raja Islam pertama di
Goa ialah Alaudin (1591-1638), yang kemudian diganti oleh Sultan Hasanuddin
(1654-1660). Pada saat ini, kerajaan Goa beribukota di Makasar. Sultan ini
mempunyai haluan politik yang sangat keras terhadap penjajahan Belanda. Ia terkenal
sebagai "Ayam Jantan dari Timur". MerSetelah Demak runtuh, Pajang sebagai
penerusnya, dengan Ki Joko Tingkir atau Hadiwijaya sebagai Sultan-nya, tetapi usia
kerajaan ini sangat pendek (1556-1586). Kemudian kekuasaan beralih ke Mataram di
bawah Sutowijoyo atau Senopati. Kerajaan ini berkembang mencapai puncaknya di
bawah kekuasaan Sultan Agung (1613-1645). Sama halnya Sultan Hasanuddin, Sultan
Agung berhaluan politik keras menentang Belanda. Tahun 1628 Batavia diserangnya
dan kemudian diulangi lagi pada tahun 1629. Namun akibat politik "devide et impera"
Belanda, Mataram berhasil diperlemah kekuasaannya, bahkan kemudian Mataram
dipecah menjadi dua kekuasaan ialah Wilayah Susuhunan (Surakarta) dan wilayah
Kasultanan (Yogyakarta).

B. Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan


1. Perjuangan Sebelum Abad XX
Bersamaan dengan berkembangnya kerajan-kerajaan Islam di Indonesia seperti
kerajaan Demak, mulailah berdatangan orang-orang Eropa. di negeri ini. Mereka
adalah orang-orang Portugis yang kemudian diikuti oleh orang-orang Spanyol yang

5
ingin mencari pusat tanaman rempah rempah, yang memberikan keuntungan dan
kekayaan. Akibatnya persaingan di antara mereka sendiri tidak dapat dihindarkan.

Belanda pada akhir abad XVI datang pula ke Indonesia dengan menempuh jalan
yang penuh kesulitan. Untuk menghindari persaingan di antara mereka sendiri
(Belanda), kemudian didirikanlah perkumpulan dagang yang bernama: Vereenig de
Oost Indische Compagnie (VOC) tahun 1602 atau Kompeni. Kompeni akhirnya dapat
menyingkirkan Portugis serta memainkan peran yang menentukan dalam percaturan
perdagangan dan politik di Indonesia. Terjadilah pergulatan yang berkepanjangan
antara bangsa Indonesia dengan kompeni (Belanda). (Mawardi Djoened
Poesponegoro (IV), 1982/1983.

Selangkah demi selangkah, kompeni mulai berhasil menanamkan kekuasaan


politiknya di Indonesia. Tujuan dagang selalu diikuti dengan kekuasaan politik,
Ambon (1605) ditundukkan, berarti Maluku telah ia kuasai.

Pada abad XVII telah menanamkan kekuasaan- nya di daerah-daerah yang strategis
bagi dunia perniagaan dan politik di Indonesia pada waktu itu. Pada abad XVIII
Belanda melaksanakan politik kekuasaan terhadapkerajaan-kerajaan di Indonesia.
Walaupun demikian, tidaklah berarti bahwa ia dengan mudah menguasai Indonesia.
Pada permulaan abad ke XIX, VOC dibubarkan, dan sejak itu diganti dengan
pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa di Indonesia. Pada waktu itu terjadi
pertentangan kekuasaan asing di sini yang diakhiri dengan hadirnya kekuasan Inggris
pada tahun 1811-1816, kemudian Indonesia diserahkan kembali oleh Inggris kepada
Belanda.
Pada abad ini, Belanda dengan keras mengintensifkan kekuasaannya di seluruh
Indonesia. Namun lahirlah reaksi dari bangsa Indonesia dan meledaklah perang yang
berkepanjangan, antara lain perang yang dipimpin oleh Pattimura di Maluku (1817),
Badarudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837),
Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jelantik di Bali (1850), Pangeran Antasari
di Banjarmasin (1860), Panglima Polim, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar dalam
perang Aceh (1871-1904), Anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895),
Sisingamangaraja di Tanah Batak (1900). Dorongan cinta tanah air melahirkan
peperangan yang penuh keberanian terhadap penjajahan, yang semakin hari makin

6
menanamkan kekuasaannya dan penghisapannya, ketika Belanda melakukan sistem
ekonomi monopoli melalui sistem tanam paksa (1830 1870). (Mawarti Djoened
Poesponegoro (IV), 1982/1983; AT Soegito, dkk., 1989:18; Sartono Kartodirdjo (I)
1992:375).

Sejak permulaan abad XX, bergeraklah golongan intelektual Indonesia tersebut,


sebagai pengemban amanat penderitaan rakyat. Dengan munculnya tokoh-tokoh
nasional, maka manifestasi penderitaan rakyat, yang pada masa-masa sebelumnya
diekspresikan melalui gerakan rakyat yang bersifat kedaerahan sekarang
dikembangkan ke dalam gerakan yang bersifat nasional.

2. Pergerakan Nasional (1908-1945)


a. Kebangkitan Nasional
Penjajah dengan segala akibatnya telah menimbulkan reaksi dari bangsa
Indonesia sejak adanya penjajahan itu sendiri. Namun dengan berbagai upaya dan
politiknya, penjajah (Belanda) berhasil menguasai sebagian besar wilayah
Indonesia.
Akibat penerapan sistem politik kolonial Belanda, sejak VOC dan memuncak
dengan diterapkannya Culturstelsel dan dilanjutkan sistem liberal dengan masuknya
modal-modal swasta asing secara bebas, telah berakibat negatif terhadap rakyat,
rakyat hidup miskin, tidak mendapat kesempatan untuk memperbaiki nasibnya baik
secara material maupun secara spiritual.
Perlawanan-perlawanan telah banyak muncul di daerah-daerah dalam rangka
memperjuangkan nasib seluruh rakyat. Namun karena perlawanan- perlawanan
tersebut belum terorganisir atau belum ada kerja sama melalui organisasi yang
teratur, yang masih berjalan sendiri sendiri, akibatnya bangsa Indonesia belum
berhasil mengenyahkan penjajah.
Pada permulaan abad XX dunia timur yang berabad-abad kelihatan tidur, bangkit
menunjukkan kekuatannya. Republik Philipina (1898) dengan dipelopori Jose
Rizal, kemenangan Jepang atas Rusia di Tsusima (1905), Partai Kongres di India
dengan Tilak dan Gandhi (1908), dan Budi Utomo dengan Wahidin Sudirohusodo.
Budi Utomo didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 sebagai angin segar yang
dijiwai oleh cita-cita Wahidin Sudirohusodo, digerakkan oleh para pemuda pelajar
sekolah Kedokteran Jawa di Batavia (Jakarta). Walaupun perkumpulan ini mula-

7
mula bertujuan dalam bidang pendidikan dan budaya, ternyata kemudian aktif
berpartisipasi dalam lapangan politik, demi tercapainya kemerdekaan bangsa.
Namun demikian, dengan berdirinya Budi Utomo dicatat sebagai organisasi modern
yang pertama kali dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, sebagai kebangkitan
nasional dalam perjuangan bangsa yang kemudian diikuti oleh organisasi-
organisasi perjuangan lainnya. (Sartono Kartodirdjo (V), 1982/1983; Sartono
Kartodirdjo (1992:69).

b. Organisasi-Organisasi Pergerakan Nasional


Segera setelah itu, diikutilah dengan tumbuhlah organisasi organisasi lain,
seperti; Serikat dagang Islam (1911) yang didirikan oleh HOS Cokroaminoto, yang
kemudian berkembang menjadi Serikat Islam. Budi Utomo dan Serikat Islam yang
semula bukan gerakan politik tetapi kemudian kedua-duanya bergerak di dunia
politik. Berikutnya muncullah Indische Partij (1913) dipimpin oleh tiga serangkai:
Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, Suwardi Suryaningrat (kemudian lebih
dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara). Sejak semula partai ini menunjukkan
keradikalannya, sehingga tidak dapat berumur panjang karena pemimpinnya
dibuang ke luar negeri (1913), sebagai akibat tulisan Suwardi Suryaningrat dalam
suatu brosur yang berjudul "Als ik een Nederlander Was......." ("Andaikan saya
seorang Belanda"), yang isinya menyindir dengan tajam sikap pemerintah Belanda
yang memperingati bebasnya negeri Belanda dari penindasan Perancis tahun 1813.
Mulai saat itu, gerakan politik semakin menusuk kekuasaan kolonial. Ditambah
lagi meledaknya Perang Dunia I (1914-1918), membuat pemerintah Hindia Belanda
selalu berhati-hati terhadap gerakan-gerakan politik. Walaupun peperangan ini
tidak terjadi secara riil di Indonesia, tetapi gerakannya menyentuh alam pikiran
kaum pergerakan. Semboyan presiden Amerika Serikat Wilson, "the right of the
self determination" sangat mempengaruhi sikap para tokoh Indonesia.
Kejadian internasional tersebut sangat mempengaruhi kebijakan politik Belanda
di Indonesia. Partai-partai politik dicoba dijinakkan dengan memberikan kepada
mereka suatu badan "pseduo demokrasi" yang bernama: Dewan Rakyat (Volks
Raad). Tipu muslihat ini banyak hasilnya, sepanjang lembaga ini berorientasi
kepada kekuasaan Hindia Belanda.
Di lain pihak perkembangan beberapa organisasi pergerakan mengalami
tantangan dari dalam. Serikat Islam yang pada mulanya merupakan gerakan massa

8
yang sangat ditakuti pemerintah, lambat laun mengalami kehidupan yang sangat
tragis. la pecah dari dalam, karena suatu partai yang bernama Partai Komunis di
Hindia, kemudian menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) menyelinap di
dalamnya. Aliran Marxisme yang semula dipelopori oleh Sneevliet (1914),
kemudian mendapatkan bentuknya berupa PKI (1920) dengan Semaun dan Darsono
sebagai tokoh-tokoh utamanya. Partai ini dapat menyerap banyak anggota Sarekat
Islam untuk dijadikan pengikutnya. Sarekat Islam mengalami perpecahan.
Perkembangan PKI di Indonesia tidaklah dapat dilepaskan dari pengaruh
tumbuhnya negara komunis di Rusia, yang lebih dikenal dengan nama Soviet Uni
(1918) sebagai akibat dari semua gerakan komunis di dunia pada waktu itu. Dengan
bantuan dari negeri komunis itu, PKI melancarkan pemberontakan terhadap
pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926-1927. Pemberontakan ini mengalami
kegagalan, dan ternyata pemberontakan ini tidak disetujui oleh banyak tokoh PKI
sendiri, seperti Tan Malaka dan kawan-kawan. Kemudian mereka memisahkan diri
dari PKI dan mendirikan partai baru bernama Partai Republik Indonesia di Bangkok
(1927). Pemberontakan PKI ini tidak mendapat dukungan dari partai-partai lain di
Indonesia. Akibat pemberontakan PKI ini, lebih menyulitkan kehidupan partai-
partai politik di Indonesia. Setiap kegiatan partai politik diawasi lebih ketat oleh
pemerintah kolonial. (Nyoman Dekker, 1978:158).

c. Sumpah Pemuda
Kongres Pemuda Indonesia II diadakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di
Jakarta. Untuk melaksanakan konggres disusunlah sebuah panitia dengan susunan:
Ketua : Sugondo Joyopuspito dari PPPI
Wakil Ketua : Joko Marsaid dari Jong Java
Sekretaris : Muhammad Yamin dari Jong Sumatra Bond
Bendahara : Amir Syarifuddin dari Jong Batak Bond
Pembantu I : Johan Muh. Tai dari JIS
Pembantu II : Koncosungkono dari Pemuda Indonesia
Pembantu III : Senduk dari Jong Celebes
Pembantu IV : J. Leimena dari Jong Ambon : Rohyani dari Kaum Betawi
Pembantu V : Rohyani dari Kaum Betawi

9
Sebagai penasehat-penasehat : Sartono, SH., Moh. Nasir, SH., A. Soenario,
SH., Mononutu dan A. Soenario, SH. dari golongan tua.

Kongres ini dihadiri kurang lebih 750 orang yang mewakili dari organiasi-
organisasi pemuda: PPPI, Jong Java, Jong Islamiten Bond, (718), Jong Sumatranen
Bond, Jong Batak, Pemuda Indonesia, Jong Celebes, Jong Ambon, Pemuda Kaum
Betawi. Hadir pula dari pihak kaum dewasa dan tokoh-tokoh terkemuka.
Dalam kongres ini tampil tokoh-tokoh pemuda dan dewasa untuk memberikan
ceramah-ceramahnya, diantaranya:
1. 27 Oktober 1928: Moh. Yamin dengan judul ceramah: "Persatuan dan
Kebangsaan Indonesia".
2. 28 Oktober 1928:
a. Ceramah tentang pendidikan oleh:
 May. Poernomowulan
 S. Mangunsarkoro
 Djokosarwono
 Ki Hajar Dewantara
b. Sunario, SH. tentang "Pergerakan Pemuda Indonesia dan Pergerakan
Pemuda di Tanah Luaran".
Dalam kesempatan ini W.R. Supratman memperdengarkan lagu ciptaannya
"Indonesia Raya".Hasil dari Kongres Pemuda Indonesia II ialah "Putusan Kongres
Pemuda- Pemudi Indonesia yang kemudian terkenal dengan nama "Sumpah
Pemuda" yang isinya:
1. Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu,tanah
Indonesia.
2. Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra-putri Indonesia mengaku berbahasa yang satu, bahasa Indonesia.
Peranan Sumpah pemuda dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia,
bahwa tuntutan perjuangan bangsa Indonesia yag semakin tegas, persatuan
nasional menjadi inti penggerak perjuangan bangsa dan kemudian mempunyai
pengaruh yang besar dan luas pada alam pikiran bangsa Indonesia.

10
d. Perjuangan Masa Pendudukan Jepang
Cita-cita Jepang untuk membangun kawasan Persemakmuran,Bersama Asia
Timur Raya di bawah naungannya, dicoba direalisasikan dengan mencetuskan
Perang Asia Timur Raya yang dipicunya dimulai dengan penyerangan
mendadaknya atas pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour
pada tanggal 7 Desember 1941. Sejak itu gerakan invasi militer Jepang dengan
cepat meramba kawasan Asia Tenggara. Philipina (Januari 1942) dan Singapura
(Februari 1942) dikuasai, dan selanjutnya giliran Indonesia pada bulan Maret 1942.
(Mawarti Djoened Poesponegoro (VI), 1982/1983).
Jepang tidak hanya ingin mengenyahkan kekuasaan politik bangsa Barat di
kawasan Asia Pasifik, melainkan sebagaimana yang dicita citakannya juga ingin
menjadi "Tuan Besar" di Asia Pasifik. Invasi militer atau perang yang dikobarkan
oleh Jepang tersebut bagi bangsa Asia Tenggara (khususnya Indonesia) dirasakan
sebagai malapetaka baru atau paling tidak dirasakan sebagai suatu penderitaan dan
kesengsaraan bagi rakyat Indonesia. Rakyat tidak hanya mengalami penderitaan
lahiriah karena kekurangan pangan dan sandang yang kemudian mengakibatkan
kelaparan dan kematian, tetapi juga penderitaan yang sifatnya rokhaniah.
Seperti halnya Belanda, Jepang bermaksud menguasai Indonesia untuk
kepentingan politiknya. Untuk itu, suatu kampanye propaganda yang intensif
dimulai untuk meyakinkan rakyat Indonesia bahwa mereka dan bangsa Jepang
adalah saudara seperjuangan dalam perang yang luhur melawan Barat. Namun
upaya propaganda ini sering mengalami kegagalan dengan adanya kenyataan-
kenyataan akibat pendudukan Jepang itu sendiri seperti kekacauan ekonomi, teror
polisi militer (Kenpeitei), kerja paksa romusha, penyerahan wajib beras,
kesombongan dan kekejaman orang Jepang, pemukulan-pemukulan, serta
kewajiban memberi hormat kepada setiap orang Jepang. Semua tindakan dan
perlakuan tersebut telah menimbulkan pendertiaan rakyat Indonesia yang hampir-
hampir tak tertahankan lagi.
Dalam menghadapi penjajahan Jepang tersebut, sebagaimana dikatakan oleh
Nugroho Notosusanto, meskipun terdapat beberapa nuansa dalam interpretasi,
agaknya telah diterima sebagai suatu fakta di kalangan luas bahwa pasukan Jepang
disambut baik oleh orang Indonesia pada umumnya ketika mereka melakukan
invasi ke kepulauan Indonesia dalam dua atau tiga bulan pertama tahun 1942. Dan
yang lebih penting bahwa Pergerakan Nasional Indonesia sebagai keseluruhan telah

11
mengambil sikap yang sedikit banyak kooperatif di bawah pimpinan tokoh senior
pada waktu itu, yaitu Soekarno dan Moh. Hatta. Hal ini sangat menarik karena
kedua tokoh senior tersebut selama ini terkenal sebagai non-kooperator yang gigih
selama pemerintahan kolonial Belanda (Notosusanto, 1979:13).
Selain propagandanya yang menarik, sikap Jepang pada mulanya menunjukkan
kelunakan karena berbagai kepentingan tetapi hal ini tidak lama, karena Jenderal
Imamura sebagai penguasa tertinggi (Gunsireikan kemudian Seiko Sikikan)
Pemerintahan Bala Tentara di Jawa mengubah politik lunaknya dengan
mengeluarkan maklumatnya tertanggal 20 Maret 1942 yang melarang segala
macam pembicaraan, pergerakan dan anjuranatau propaganda dan melarang
pengibaran Sang Saka Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang
sudah diijinkan sebelumnya (Mudjanto,1992). Dengan demikian praktis semua
kegiatan politik dilarang dan kemudian semua perkumpulan organisasi-organisasi
baru untuk kepentingan mobilisasi rakyat.
Pada bulan April 1942 usaha pertama untuk gerakan rakyat yaitu: gerakan Tiga
"A" dimulai di Jawa yang dipimpin oleh Mr. Syamsuddin. Sejak itu pihak Jepang
menyadari bahwa apabila mereka ingin memobilisasikan rakyat, maka mereka
harus memanfaatkan tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis. Minat terhadap
kerja sama dengan tokoh tokoh pergerakan terkemuka semakin besar setelah Jepang
terpukul dalam pertempuran laut karang 7 Mei 1942. Jepang harus memberi konsesi
makin besar kepada bangsa Indonesia agar makin besar pula kesediaan bangsa
Indonesia untuk memberikan kerja samanya.
Dalam rangka perjuangan di masa pendudukan Jepang yang bersituasi semacam
itu, tokoh-tokoh nasionalis mulai mengambil sikap dalam kerangka strategi
perjuangannya. Hatta dan Sjahrir yang telah bersahabat lama, memutuskan untuk
memakai strategi-strategi yang bersifat saling melengkapi dalam situasi baru
kekuasaan jepang (Mavis Rose, 1987/1991). Hatta akan bekerja sama dengan
Jepang dan berusaha mengurangi kekerasan pemerintahan mereka serta
memanipulasi perkembangan-perkembangan untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Syahrir tetap menjauhkan diri dan membentuk suatu jaringan "bawah tanah".
Soekarno yang telah dibebaskan oleh Jepang dari Sumatra segera bergabung dengan
Hatta, yang kemudian segera mendesak kepada Jepang untuk membentuk suatu
organisasi politik massa di bawah pimpinan mereka (Ricklefs, 1992:303).

12
C. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945)
Proklamasi kemerdekaan Indonesia bukanlah suatu peristiwa yang terjadi secara tiba-
tiba, melainkan merupakan suatu bagian dari rangkaian peristiwa yang panjang dari usaha
perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, untuk dapat memahami apa
yang tersirat di dalamnya harus dilihat peristiwa-peristiwa yang melatarbelakanginya,
berupa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia jauh sebelumnya.
Sejak bangsa Indonesia dijajah maka saat itu pula lahir perjuangan menentang
penjajahan guna merebut kembali kemerdekaannya. Cita-cita perjuangan itu makin nyata
bentuknya ketika pada tanggal 20 Mei 1908 lahir Budi Utomo dan 28 Oktober 1928
dicetuskan Sumpah Pemuda.
Akibat perang pasifik, Indonesia direbut oleh Jepang dari tangan penjajah Belanda.
Dalam situasi perang selanjutnya Jepang mengalami kekalahan demi kekalahan, sehingga
mereka memerlukan bantuan bangsa Indonesia, dengan imbalan akan memberi
kemerdekaan. Untuk, melaksanakan janjinya dibentuklah BPUPK pada tanggal 28 April
1945, yang dalam sidang-sidangnya berhasil membuat rancangan Dasar Negara serta
rancangan pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Mawarti Djoened Poesponegoro
(VI) 1982/1983; AT Soegito, dkk., 1995:59). Setelah tugas BPUPK selesai, dibentuklah
sebagai gantinya PPKI yang bertugas mempersiapkan segala sesuatunya yang dibutuhka
bagi
pendirian negara dan pemerintahan Indonesia. Begitu Jepang menyerah kepada Sekutu,
cepat-cepat para pemuda Soekarno-Hatta dan anggota PPKI bersidang di rumah
Laksamana Muda Tadashi Maeda di jalan Imam Bonjol 1, akhirnya berhasil menyusun
naskah Proklamasi. Pagi harinya, tanggal 17 Agustus 1945 hari Jumat Legi bertempat di
halaman rumah Jl. Pegangsaan Timur No. 56 (sekarang bernama JI. Proklamasi No. 56)
Jakarta, diproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Naskah tersebut disusun oleh tiga tokoh, yakni Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr.
Achmad Soebardjo. Mereka tidak membawa naskah rancangan pernyataan Indonesia
Merdeka yang disusunnya pada tanggal 22 Juni 1945. Oleh karena itu mereka
membuatnya, naskah ditulis oleh Ir. Soekarno yang didiktekan oleh Moh. Hatta dan Mr.
Achmad Soebardjo.
Setelah rumusan naskah teks proklamasi itu disetujui PPKI dan pimpinan pemuda yang
hadir, lalu diketik oleh Sayuti Melik, baru selanjutnya ditandatangani oleh Soekarno-Hatta
Indonesia. atas nama bangsa

13
Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 terjadi pada saat yang tepat sekali, yakni
dua hari setelah Jepang menyerah, sedangkan Sekutu belum mendarat di Indonesia. Saat
semacam itu adalah merupakan saat tertjadi kekosongan kekuasan (vacum of power)
pemerintahan kolonial, atau saat terputusnya mata rantai penjajahan di Indonesia. Maka
momentum yang sangat tepat itu oleh para pemimpin dan tokoh pemuda dipergunakan
sebaik-baiknya, guna memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Adapun teks
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah sebagai berikut.
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan
Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.1.1,
diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-
singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno Hatta
Menurut rencana pembacaan teks proklamasi akan dilakukan di lapangan Ikada, namun
karena sesuatu hal rencana itu tidak dapat dilaksanakan dan akhirnya pada jam 12.00
(waktu Tokyo) atau 10.30 (waktu Jawa Jepang) atau jam 10.00 WIB teks tersebut di atas
dibacakan oleh Ir. Soekarno di Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Adapun jalannya upacara
adalah sebagai berikut.
1. Ir. Soekarno tampil ke muka mikropon satu-satunya untuk membacakan teks
Proklamasi Kemerdekaan.
2. Pengibaran bendera Merah Putih dilakukan oleh Cudanco Latief Hendraningrat
dengan diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh para
hadirin.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu bukan hanya sebagai tanda bahwa sejak saat itu
bangsa Indonesia telah merdeka, melainkan juga merupakan detik awal penjebolan tertib
hukum kolonial sekaligus detik pembangunan tertib hukum nasional, tertib hukum
Indonesia.
Sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang berabad abad lamanya dan
dengan didorong oleh Amanat Penderitaan Rakyat yang berjiwakan Pancasila telah
mencapai titik kulminasinya Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Proklamasi
kemerdekaan itu ada detik merupakan salah satu sarana untuk merealisasikan tujuan

14
nasional, serta untuk ikut membentuk: "dunia baru" yang damai dan abadi, bebas dari
segala penghisapan manusia oleh manusia dan bangsa oleh bangsa.
Untuk mewujudkan tujuan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, maka pada tanggal 18
Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia bersidang untuk mengesahkan:
1. Pembukaan UUD 1945, dan
2. UUD 1945, serta
3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden R.I. yang pertama

D. Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan


1. Masa 1945-1949
Setelah bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan nya pada tanggal
17 Agustus 1945 dan disahkannya UUD 1945 (18 Agustus 1945) sebagai konstitusi
negara serta Pancasila sebagai dasar negara, perjuangan pada masa pasca proklamasi
adalah mempertahakan dan mengisi kemerdekaan, melaksanakan konstitusi negara dan
dasar negara Pancasila yang telah disepakati bersama (Mawarti Djoened Poesponegoro
(VI), 1982/1983; AT Soegito dkk., 1995:69).
Sistem pemerintahan dan kelembagaan yang ditentukan dalam UUD 1945 belum
dapat dilaksanakan, bahkan masih terus diberlakukan ketentuan aturan Peralihan Pasal
IV UUD 1945 ang mengakatan bahwa: Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut UUD
ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional.
Bagi bangsa Indonesia hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak yang
harus tetap dibela dan dipertahankan, serta harus diperjuangkan dengan segala
konsekuensinya sebagai negara yang telah merdeka dan berdaulat.
Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya Belanda mengakui kedaulatan
Indonesia, namun bangsa Indonesia harus menerima berdirinya negara yang tidak
sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan tidak sesuai dengan kehendak
UUD 1945.

2. Masa 1949-1950
Rancangan Konstitusi RIS yang mendasari landasan lahirnya Negara RIS, disusun
oleh delegasi RI dan wakil-wakil BFO (Bijeenkomst Voor Federal = Musyawarah
Wakil/Wakil Negara Bagian) di bawah pengawasan PBB. Konstitusi RIS menetapkan:

15
1. Konstitusi RIS menentukan negara berbentuk Serikat (federalistis) yang
dibagi-bagi dalam 16 daerah bagian.
2. Konstitusi RIS menentukan suatu sifat pemerintahan yang liberalistis atau
pemerintahan yang berdasarkan demokrasi parlementer. 3. Mukadimah
Konstitusi RIS telah menghapuskan semangat jiwa, maupun isi Pembukaan
UUD Proklamasi. (Mardoyo, 1978:199)
Walaupun secara formal gerakan ini belum mendapat dukungan secara baik dari
pihak parlemen dan senat RIS, tetapi gerakan yang didorong oleh hasrat dan citacita
persatuan sudah tidak dapat dikendalikan lagi, kemudian terjadilah penggabungan-
penggabungan secara fisik kepada Republik Indonesia (yang beribu kota di
Yogyakarta). (Mawardi Djoened Poesponegoro (VI), 1982/1983:194). Sehingga di
dalam negara RIS tinggal tiga negara bagian yang besar ialah
a. Negara Bagian RI (Yogyakarta)
b. NIT (Negara Indonesia Timur)
c. NST (Negara Sumatera Timur) Akhirnya NIT dan NST memutuskan
memberi kuasa penuh kepada pemerintah pusat RIS untuk berunding atas nama
mereka dengan negara bagian RI (Yogyakarta) tentang pembentukan negara
kesatuan. Perundingan itu menghasilkan Piagam Persetujuan RIS-RI Mei 1950.
(Mardoyo, 1978:204).
Demikianlah seluruh rakyat Indonesia menghendaki kembalinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia seperti yang dicita-citakan sejak proklamasi kemerdekaan.
Akhirnya berkat kesadaran para pemimpin RIS, dengan dipelopori oleh pemimpin-
pemimpin yang "Republiken" maka pada tanggal 17 Agustus 1950 negara federasi RIS
kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Masa 1950-1959
Pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan resmi dibubarkan Negara RIS dan dibentuk
Negara Republik Indonesia yang berbentuk Kesatuan,berdasarkan UUD Sementara
(UUDS) 1950.
Menurut UUDS 1950, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem
pemerintahan parlementer (sistem Kabinet Parlementer), bukan kabinet Presidentiil.
Jadi meskipun UUDS 1950 sudah bersifat unitaristik dengan bentuk negara kesatuan,
namun jiwanya berbeda dengan Pancasila, Proklamasi dan UUD 1945.

16
Dalam sistem parlementer, pemerintah (kabinet) tergantung pada dukungan partai-
partai di dalam parlemen. Hal ini menyebabkan sering terjadinya pergantian kabinet.
Sementara itu perpecahan antar daerah, pertentangan antar partai tidak dapat
dielakkan. Wakil rakyat yang duduk dalam parlemen pada hakekatnya adalah wakil
partai-partai yang belum mencerminkan dukungan yang nyata dari para pemilih. Oleh
karea itu, syarakat mulai menuntut segera diadakannya pemilihan umum. Dengan
pemilihan umum, diharapkan akan dapat mengakhiri ketidakstabilan politik dan
terbentuknya pemerintah yang stabil dan kuat. Pembangunan yang menjadi program
tiap-tiap kabinet diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik. (AT Soegito, dkk.,
1989:105).
Konstituante, berdasarkan UUD Sementara 1950 bertugas menyusun yang tetap,
mengalami kegagalan dan berakibat sangat UUD membahayakan keutuhan bangsa dan
negara. Sejarah politik ketatanegaraan mencatat kemacetan sidang Konstituante yang
setelah tiga tahun bersidang tidak berhasil melaksanakan tugasnya, terutama karena
adanya pikiran pikiran untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara yang lain,
sehingga konstituante tidak berhasil memutuskan mengenai dasar Negara Republik
Indonesia. Kemelut nasional ini terpaksa diakhiri dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
dengan alasan yang kuat dan dengan dukungan dari sebagian terbesar rakyat
Indonesia. Dekrit Presiden menetapkan kembali kepada UUD 1945, Dekrit Presiden 5
Juli 1959 berisi:
a. Pembubaran konstituante.
b. UUD 1945 berlaku kembali bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dan terhitung tanggal penetapan dekrit ini, tidak berlaku lagi UUD
Sementara 1950.
Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri atas anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan, serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara, akan
diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

4. Masa 1959-1965
Masa UUD 1945 pada periode ini (1959-1965) diterapkanlah konsepsi Demokrasi
Terpimpin. Dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin ternyata pengertian "terpimpin"
lain dari apa yang dikehendaki oleh UUD 1945 adalah "Kerakyatan yang dipimpin

17
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan", bukan dipimpin oleh
Pimpinan Nasional.
Tindak lanjut dari Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 adalah pembentukan kabinet
baru yang diberi nama Kabinet Karya, Kehidupan politik disesuaikan dengan norma-
norma Demokrasi Terpimpin. Sampai pertengahan tahun 1960, telah disusun lembaga-
lembaga negara seperti MPR (S), DPA, DPRGR. Keanggotaan lembaga-lembaga
tersebut disusun dengan komposisi "gotong royong" sebagai pengejawantahan dari
Demokrasi Terpimpin.
Dalam masa ini, Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang
kekuasaan legislatif (bersama-sama dengan DPR) telah menggunakan kekuasaannya
dengan tidak semestinya. Presiden telah mengeluarkan produk-produk legislatif yang
mestinya berbentuk undang undang (artinya dengan persetujuan DPR) dalam bentuk
Penetapan Presiden tanpa persetujuan DPR.
Keadaan politk tersebut sangat menguntungkan PKI. Apalagi dengan adanya
doktrin Nasakom, maka peluang PKI mengembangkan sayapnya semakin terbuka
luas, dengan semboyan "politik adalah panglima", PKI telah melancarkan aksi-
aksinya. Untuk mencapai tujuannya tersebut PKI menjalankan tindakan tindakan
dengan cara berusaha keras memecah belah atau menyusupi tubuh partai-partai atau
organisasi massa atau badan-badan lainnya dari pihak yang dianggap lawan.
Sejak tahun 1964 sikap dan tindakan PKI semakin agresif, melalui rapat-rapat
umum, pers, radio, kampanye poster-poster serta papan-papan reklame, tokoh-tokoh
yang mereka anggap lawan dikutuk dan diserang dengan menggambarkan mereka
sebagai "setan desa, setan kota, kapitalis birokrat, kontra revolusi, agen nekolim" yang
harus dibunuh dan dibasmi. Aksi-aksi tersebut disusul dengan aksi-aksi fisik, dan aksi-
aksi sepihak di berbagai daerah, dan puncak dari semua kegiatan PKI adalah
pemberontakan G30S/PKI tahun 1965. (Mawarti Djoened Poesponegoro (VI),
1982/1983:364).
Pemberontakan G30S/PKI akhirnya dapat digagalkan berkat kewaspadaan dan
kesigapan ABRI dengan dukungan kekuatan rakyat, dan mendorong lahirnya Orde
Baru yang bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Rakyat menghendaki agar PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang
di Indonesia. Tuntutan rakyat ini kurang mendapat tanggapan yang memuaskan dari
pemerintah (Presiden). Akibatnya, timbullah apa yang disebut "situasi konflik".

18
Sementara itu keadaan ekonomi dan keamanan makin tidak terkendali. Keadaan
semacam ini menghantar tercetusnya "Tri Tuntutan Rakyat" yaitu:
a. Bubarkan PKI
b. Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI
c. Turunkan harga/perbaikan ekonomi
Gerakan untuk memperjuangkan Tri Tuntutan Rakyat tersebut semakin meningkat,
sehingga pemerintah (Presiden) pada waktu itu sudah tidak dapat menguasai keadaan
lagi.

5. Masa 1966-1998
Bersama-sama dengan KAMI, Front Pancasila muncul sebagai pendukung Orde
Baru dan mempelopori tuntutan yang lebih luas yang menyangkut penataan kembali
kehidupan kenegaraan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. (Mawarti Djoened
Poesponegoro (VI), 1982/1983:391). Tuntutan untuk membubarkan PKI kemudian
ditegaskan oleh KAMI dengan Tritura pada tanggal 12 Januari 1966. Ini berarti bahwa
tuntutan yang dilancarkan tidak hanya terbatas dalam bidang politik saja, melainkan
sudah meluas ke bidang pemerintahan dan ekonomi.
Untuk mewujudkan Tujuan Nasional, bangsa Indonesia. melaksanakan
pembangunan nasional secara terencana dan bertahap. Pembangunan jangka panjang
tahap pertama sampai dengan pertengahan tahun 1997 telah menunjukkan hasil yang
dapat dirasakan oleh sebagian besar rakyat. (Pokok-pokok Reformasi, 1998:31).
Namun demikian, sejak saat itu bangsa Indonesia tengah mengalami masa krisis yang
segalanya dimulai dari krisis moneter dan ekonomi. Krisis ini akhirnya berkembang
meliputi seluruh aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial, yang ditandai dengan
rusaknya tatanan ekonomi dan keuangan, pengangguran yang meluas, dan kemiskinan
yang menjurus pada ketidakberdayaan masyarakat dan mengakibatkan timbulnya
krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Situasi tersebut, mengharuskan
bangsa Indonesia untuk mengkaji ulang ketetapan dan langkah-langkah pembangunan
nasional. Untuk itu, diperlukan koreksi terhadap wacana pembangunan Orde Baru
sebagai dasar pijakan dan sasaran reformasi.

6. Masa 1998 Sekarang


Masa sesudah 1998, tepatnya bersamaan dengan berhasilnya. perjuangan para
reformis, khususnya para mahasiswa yang mengakibatkan turunnya Presiden

19
Soeharto, lahirlah era baru, ialah era reformasi. Era reformasi ditandai dengan tuntutan
dilaksanakannya koreksi total di segala aspek kehidupan, dilaksanakannya prinsip-
prinsip demokrasi, penegakan kebenaran dan keadilan berdasarkan hukum,
keterbukaan, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia.
Sejak 21 Mei 1998, B.J. Habibie (sebelumnya sebagai Wakil Presiden) diangkat
sebagai Presiden R.I. ketiga dan membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan.
Berpijak kepada hak-hak politik rakyat, dan pelaksanaan prinsip prinsip demokrasi,
Pemilu 7 Juni 1999 (Pemilu I pada masa reformasi) diikuti oleh 48 partai politik, dan
pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, untuk
menyusun badan-badan legislatif ditingkat daerah maupun pusat.
a. Tuntutan Reformasi
Reformasi atau gerakan reformasi merupakan fenomena yang hampir selalu
terjadi seiring dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
tidak sesuai dengan norma, nilai, aturan, maupun harapan masyarakatnya. Orde
baru yang lahir dengan tujuan mulia tidak mampu melawan gerakan reformasi
yang bertujuan ingin mengoreksi penyimpangan yang terjadi di berbagai aspek
kehidupan.
Atas kesadaran rakyat yang dipelopori para mahasiswa dan para cendikiawan,
maka lahirlah gerakan reformasi dengan tujuan memperbaharui tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
dan UUD 1945.
Agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa dan para cendekiawan
adalah sebagai berikut: (1) adili Presiden Soeharto dan kroni-kroninya; (2)
amandemen Undang-Undang Dasar 1945; (3) penghapusan dwifungsi ABRI; (4)
laksanakan otonomi daerah yang seluas-luasnya; (5) tegakkan supremasi hukum;
dan (6) wujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).
Sementara, dalam suasana krisis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
Presiden Soeharto tetap melantik Kabinet Pembangunan VII pada awal bulan
Maret 1998 sehingga mengundang keprihatinan rakyat. Pada awal bulan Mei 1998,
mahasiswa di berbagai daerah melakukan unjuk rasa dan aksi keprihatinan dengan
mengajukan berbagai tuntutan, di antaranya: (1) turunkan harga sembilan bahan
pokok (sembako); (2) hapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme; (3) turunkan
Soeharto dari kursi kepresidenan.

20
b. Pembinaan Karakter Bangsa
Nilai-nilai keutamaan bangsa Indonesia, yaitu diantaranya musyawarah, gotong
royong, dan toleransi yang tidak lain merupakan nilai-nilai Pancasila, dirasa makin
merosot karena tiadanya keteladanan elite. Nilai-nilai lain yang menunjukan
kemerosotan diantaranya rasa saling menghormati antar pemeluk agama, tenggang
rasa antar sesama, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan, mengutamakan
musyawarah dalam membuat keputusan.
Pengembangan sikap dan kepribadian harus menjadi prioritas utama dalam
pengembangkan sumber daya manusia yang bermutu, selain peningkatan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional. Pemikiran ini sangat
penting dan relevan karena pengembangan sikap dan kepribadian merupakan
landasan utama dalam pembinaan karakter bangsa pada umumnya, karakter
generasi muda pada khususnya. Secara operasional, pembinaan karakter bangsa
dapat dilakukan melalui proses pendidikan, pelatihan, keteladanan, dan/atau
pembiasaan yang terencana, terarah, dan berkesinambungan. Secara skematis,
pembinaan karakter bangsa dapat digambarkan sebagai berikut.
PROSES PEMBINAAN KARAKTER BANGSA

EXPLORING PENDIDIKAN

LEMAHNYA PELATIHAN
PERILAKU
KARAKTER STRENGTHENING
BANGSA BERKARAKTER
KETELADANAN

EMPOWERING
PEMBIASAAN

21
Kelemahan karakter dan kekuatan batin sebagai titik tolak pelaksanaan
pembinaan karakter bangsa harus dipahami secara tepat dan objektif. Persoalan
itu harus dikaji melalui:

1) Tahap exploring, yaitu upaya untuk mencari atau menemukan factor-faktor


yang diperkirakan sebagai penyebab lemahnya karakter bangsa, khususnya
generasi muda.

2) Tahap berikutnya adalah strengthening, yaitu upaya untuk memperkuat


karakter bangsa.

3) Tahap empowering, yaitu upaya pemberdayaan karakter sebagai dasar


pengembangan sikap dan perilaku bangsa yang sesuai dengan norma norma
kehidupan.

Dengan demikian, penguatan karakter bangsa dapat memberikan manfaat dalam


memperbaiki perilaku bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbengsa dan
bernegara.

c. Revitalisasi nilai-nilai Pancasila

Revitalisasi Pancasila dapat diartikan sebagai usaha mengembalikan Pancasila


kepada subjeknya, yaitu sebagai pedoman atau acuan utama bagi setiap
komponen bangsa dan negara Indonesia dalam berperilaku berbangsa dan
bernegara, karena Pancasila adalah dasar filsafat negara dan telah dijadikan
Sumber dari Segala Sumber Hukum Negara Indonesia. Untuk merevitalisasi
Pancasila, maka Pancasila harus dihadirkan w dan dihidupkan kembali sebagai
nilai-nilai dasar yang menjadi acuan dan memberi orientasi hidup kebangsaan
Indonesia oleh segenap komponen bangsa tanpa terkecuali.

Pancasila adalah ideologi pilihan bangsa Indonesia yang tidak perlu diragunan
ketepatannya, sebagai permersatu bagi seluruh komponen yang berbeda-beda,
sehingga setiap upaya untuk menggantinya selalu akan berhadapan dengan
seluruh kekuatan Indonesia secara menyeluruh. Merevitalisasi Pancasila adalah
sebuah keniscayaan mutlak ketika kondisi bangsa semakin jauh dari keadilan
sosial, kemakmuran, kemajuan dan lain sebagainya.

22
Dengan Lima sila yang tercantum dalam Pancasila menunjukan bahwa
Pancasila telah mengutamakan kepentingan bersama mengingat bangsa Indonesia
yang majemuk. Terjangan globalisasi dan menguatnya politik identitas dalam
tahun-tahun terakhir menyadarkan kita bahwa kelangsungan hidup bangsa bisa
terancam.

Saat terjadi krisis politik dan ekonomi karena pembangunan menghadapi jalan
buntu, krisis moral budaya juga timbul sebagai implikasi adanya krisis ekonomi,
masyarakat kehilangan orientasi nilai dan arena kehidupan menjadi hambar,
kejam, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spiritual, maka
revitalisasi Pancasila tidak bisa ditawar-tawar lagi. Revitalisasi Pancasila sebagai
dasar negara harus diarahkan pada pembinaan moral, sehingga moralitas
Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan arah dalam upaya mengatasi krisis
dan gejala disintegrasi.

Dalam upaya merevitalisasi Pancasila sebagai dasar negara, maka menjadi


tantangan bagi dosen dalam mengembangkan MPK Pendidikan Pancasila untuk
mempersiapkan lahirnya generasi sadar dan terdidik. Sadar dalam arti generasi
yang hati nuraninya selalu merasa terpanggil untuk melestarikan dan
mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang
mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan sebagai sarana pengabdian kepada bangsa dan negara.
Revitalisasikan Pancasila sebagai dasar negara dalam MPK Pendidikan Pancasila
harus diarahkan pada:

 Dalam perspektif spiritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, religius


sebagai dasar dan arah pengembangan profesi.
 Dalam perspektif akademis, menunjukkan bahwa MPK Pendidikan Pancasila
adalah aspek being, tidak sekedar aspek having.
 Dalam perspektif kebangsaan, nasionalisme. menumbuhkan kesadaran
 Dalam perspektif mondial, menyadarkan manusia dan bangsa harus siap
menghadapi dialektikanya perkembangan dalam mayaraka dunia yang
"terbuka".

d. Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila

23
Berbagai konflik dan pergerakkan terjadi di berbagai pelosok dan aspek
kehidupan yang menambah daftar panjang perusak integritas bangsa dan jati diri
Indonesia. Bahkan beragam realitas yang tidak sejalan dengan cita-cita reformasi,
dan tujuan awal dibentuknya Negara Indonesia ini tidak hanya menjadi ancaman
bagi demokrasi semata, tetapi menjadi ancaman serius terhadap eksistensi Empat
Konsensus atau pilar wawasan kebangsaan Indonesia: Pancasila, UUD 1945,
NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Kuntowijoyo (2001) memunculkan gagasan "Radikalisasi Pancasila" yang
berisi : 1) Mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara; 2) Mengembalikan
Pancasila sebagai ideologi dan menjadi Pancasila sebagai ilmu; 3)
Mengusahakan Pancasila mempunyai konsistensi tehadap produk-produk
perundangan, koherensi antara sila, dan korespondensi dengan realisasi social; 4)
Pancasila yang semula hanya melayani kepentingan negara menjadi melayani
kepentingan rakyat; dan 5) Menjadikan Pancasila kritik terhadap kebijakan
negara.
Permasalahan serius yang sedang dihadapi bangsa ini adalah substansi nilai-
nilai Pancasila tidak lagi tercermin dalam kehidupan nyata masyarakat Indonesia
dalam kehidupan pribadi, berbangsa, dan bernegara.
Menyadari kondisi yang semakin memprihatinkan itu, maka bangsa Indonesia
harus segera mereaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam segenap aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara sebagaimana yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD
1945, yang tidak lain merupakan pernyataan lebih terperinci dari proklamasi
kemerdekaan. Dengan demikian, berbagai kebijakan negara dan perilaku segenap
komponen bangsa dan negara senantiasa tercermin dan terpancar nilai-nilai
Pancasila secara nyata.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada perkembangan kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia, dimulai pada abad V dengan


berdasarkan bukti sejarah, agama, dan kebudayaan Hindu yang sangat berpengaruh. Lalu pada
abad VII muncul kerajaan yang berperan besar dalam politik Asia Tenggara, yaitu Kerajaan
Sriwijaya dengan memberikan pengaruh agama Budha di Indonesia. Peranannya mengalami
kemunduran dan digantikan oleh Majapahit pada empat abad berikutnya. Pada abad XIII
muncul kerajaan islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Samudra Pasai. Selanjutnya
kerajaan islam menyebar hingga Demak, Banten, dan Maluku.

Seiring berkembangnya kerajaan islam, mulailah datang orang-orang Eropa yang ingin
mencari pusat tanaman rempah. Selangkah demi selangkah, kompeni mulai berhasil
menanamkan kekuasaan politiknya di Indonesia. Tujuan dagang selalu diikuti dengan
kekuasaan politik, Ambon (1605) ditundukkan, berarti Maluku telah di kuasai. Sejak
permulaan abad XX, bergeraklah golongan intelektual Indonesia tersebut, sebagai pengemban
amanat penderitaan rakyat. Dengan melahirkan organisasi-organisasi pergerakan nasional yang
fokus untuk kebangkitan dan perjuangan lainnya. Lalu terciptalah Sumpah Pemuda sebagai
tuntutan perjuangan bangsa Indonesia yang tegas memberikan pengaruh pada alam pikiran
bangsa Indonesia.

Sejak bangsa Indonesia dijajah maka saat itu pula lahir perjuangan menentang penjajahan
guna merebut kembali kemerdekaannya. Proklamasi kemerdekaan terjadi pada kekosongan
kekuasaan colonial, maka sangat tepat digunakan oleh para pemimpin dan tokoh pemuda
sebaik-baiknya. Setelah proklamasi Indonesia fokus mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan mulai dari menyusun sistem pemerintahan dan kelembagaan dalam UUD 1945,
merancang konstitusi, sistem pemerintahan, politik, pembangunan, reformasi, dan dasar negara
Pancasila.

25
B. Saran

Sebagai mahasiswa sekaligus generasi muda perlu untuk mempelajari dan mendalami
sejarah Bangsa Indonesia. Hal itu merupakan bentuk penghormatan kepada para pahlawan dan
bentuk rasa nasionalisme pada diri mahasiswa. Harapannya dengan disusunnya makalah ini
dapat memberikan gambaran Pancasila dalam perspektif sejarah perjuangan Bangsa Indonesia.

26
DAFTAR PUSTAKA
 Koento Wibisono 1999. Revitalisasi Pancasila sebagai Dasar Neges Mengatasi
Disintegrasi Kehidupan Bangsa (Makalah). Yogyakara.
 Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1993. Pendidikan Pancasila Malang Lapasila
IKIP Malang.
 Lemhannas 1992. Kewiraan untuk Mahasiswa Jakarta Gramedia.
 Lasswell, D.H. and Kaplan, A. (1950). Power and Society A Framework for Political
Inquary New Haven Yale University Press.
 Maman Rachman 1977. Perwujudan Demokrasi Pancasila dalam Pemilu Tahun 1977
(Thesis). Semarang FKIS IKIP Semarang.
 Marsilam Simanjuntak. 1994 Pandangan Negara Integralistik. Jakarta Pustaka Utama
Grafiti.
 Marwati Djonet dkk. 1984 Sejarah Nasional Indonesia Jakarta PN Balai Pustaka.
 Miftahhudin Zuhri, 1985. Pancasila Tinjauan Historis, Yuridis Konstitusional dan
Pelaksanannya Yogyakarta: Liberty.
 Budiarjo. 1975 Masalah Kenegaraan Jakarta: Gramedia
 Moedjanto G. 1988. Indonesia Abad XX. Yogyakarta: Kanisius.
 Moh. Hatta 1970 Sekitar Proklamasi. Jakarta: Tinta Mas.
 Moh Kusnardi dan Bintan R. Saragih. 1989. Susunan Pemagian Kekuasaan
 Moerdiono dkk. 1991. Pancasila Sebagai Ideologi: Dalam berbagai Bidang
Kehidupan Bermasyarakat, berbangsa dan Bernegara Jakarta BP-7 Pusat.

27

Anda mungkin juga menyukai