Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MASA KEKUASAAN INGGRIS di HINDIA BELANDA

Disusun guna memenuhi tugas :


Mata Kuliah : Sejarah Indonesia
Dosen Pengampu : Wafiyatu Maslahah, M.Pd

Oleh :
Nindia Rosa Nirmada (20842071004)

PRODI PENDIDIKAN IPS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Masa Kekuasaan Inggris di
Hindia Belanda ” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan
salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Sejarah
Indonesia. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Dan saya juga menyadari pentingnya akan sumber
bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi
yang akan menjadi bahan makalah.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Saya menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semuanya.

06 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Proses dan Tujuan Masuknya Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda.......... 3
B. Masa Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda ................................................ 5
Masa Politik Kolonial Liberal (1800-1811)..................................................... 5
Masa Pemerintahan Liberal 1811-1816 ........................................................... 6
C. Berakhirnya Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda ..................................... 7
D. Perlawanan Rakyat Melawan Inggris........................................................... 8
Perlawanan Rakyat Palembang Terhadap Penjajahan Bangsa Inggris .......... 10
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 12
A. Kesimpulan ................................................................................................ 12
B. Saran ........................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah pemerintahan Hindia Belanda digantikan oleh pemerintahan
Inggris, yaitu pada tahun 1811, Inggris mulai menanamkan kekuasaannya di
Indonesia. Pada masa pemerintahan Inggris yang paling terkenal adalah
masa pemerintahan Raffles. Masa pemerintahan Inggris terbilang cukup singkat
yaitu hanya lima tahun terhitung mulai tahun 1811 sampai dengan 1816. Tujuan
utama Raffles adalah untuk mengembangkan kekuasaan Inggris. Kebijakan Raffles
yang terkenal adalah sistem sewa tanah, yaitu sistem pertanian dimana para petani
atas kehendaknya sendiri menanam dagangan (cash crops) yang dapat diekspor
keluar negeri.

Setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu pada tahun 1816, Indonesia


kembali dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-Belanda. Pada masa´kedua´ penjajahan
ini, yang sangat terkenal adalah sistem tanam paksa yang diterapkan oleh Van den
Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai pada tahun 1830. Terdapat ketentuan-
ketentuan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut. Namun pada akhirnya,
dalam praktek sesungguhnya terdapat banyak penyimpangan-penyimpangan.
Terdapat perbedaan antara penerapan sistem sewa tanah yang dilaksanakan oleh
Raffles serta sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van den Bosch. Keduanya
membawa dampak yang tidak sedikit bagi kehidupan bangsa Indonesia.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Proses dan Tujuan Masuknya Kekuasaan Inggris di Hindia
Belanda ?
2. bagaimana Analisa Masa Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda ?
3. bagaimana Berakhirnya Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda ?
4. Bagaimana Perlawanan Rakyat Melawan Inggris ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami :
1. Proses dan Tujuan Masuknya Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda
2. Analisa Masa Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda
3. Berakhirnya Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda
4. Perlawanan Rakyat Melawan Inggris

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses dan Tujuan Masuknya Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda
Setelah Portugis berhasil sampai di Maluku dan mengamankan hubungan
dagang dengan penduduk setempat, perdagangan rempah-rempah semakin meluas.
Dalam waktu singkat, Lisabon, ibu kota Portugis, berkembang menjadi pusat
perdagangan rempah-rempah di Eropa Barat. Meski Inggris dapat memperoleh
rempah di Lisabon dengan mudah dan relatif murah, hal ini tidak menyurutkan
niatnya untuk berlayar ke Indonesia. Seperti bangsa Eropa lainnya, tujuan
kedatangan bangsa Inggris di Indonesia adalah mencari negeri penghasil rempah-
rempah.
Keberhasilan Spanyol menjelajah bagian barat Eropa mengilhami Inggris
untuk mengikuti jejaknya. Ekspedisi penjelajahan samudra yang pertama pun
diberangkatkan pada 1577 M, yang dipimpin oleh Francis Drake dan Thomas
Cavendish. Dengan mengikuti rute penjelajahan Spanyol, rombongan ini berhasil
mendarat di Ternate pada 1579 M. Tidak hanya itu, armada Francis Drake dan
Thomas Cavendish memborong rempah-rempah untuk dibawa kembali ke Inggris.
Menyusul keberhasilan pertamanya, Inggris kembali melakukan penjelajahan
samudra, tetapi dengan mengikuti rute bangsa Portugis. Pada ekspedisi kali ini,
Inggris berhasil menguasai India dan mendirikan kongsi dagang EIC (East India
Company) pada 1600 M.
Pada 1602 M, Inggris mengirim utusan ke Banten di bawah pimpinan Sir
James Lancaster guna membentuk hubungan bilateral. Sultan Banten pun
menyambut dengan baik dan memberi izin kepada Inggris untuk mendirikan kantor
dagang di wilayahnya. Memasuki 1604 M, Inggris telah berhasil membentuk kantor
dagang di Ambon, Makassar, Jepara, dan Jayakarta. Akan tetapi, Inggris tidak dapat
menanamkan monopoli perdagangan di Indonesia seperti halnya Belanda. Bahkan
Inggris tersingkir secara perlahan akibat kekuatan militer dan kemampuan Belanda
memengaruhi penguasa setempat. Kendati demikian, Inggris tidak menyerah begitu
saja dan kesabarannya pun terbayar. Pasalnya, memasuki abad ke-18, para
pedagang Inggris banyak melakukan perdagangan di Indonesia, seperti di Ambon,
Banda, Kalimantan, Makassar, dan Jayakarta. Bahkan dalam perkembangannya,

3
EIC menjadi pesaing utama VOC dan Inggris terus berusaha merebut Nusantara
dari Belanda.
Pada 1602, Inggris mengirim utusan ke Banten di bawah pimpinan James
Lancaster untuk membangun hubungan bilateral, sebagaimana diceritakan di buku
Sejarah Indonesia yang dirilis Kemendikbud. Sultan Banten menyambut baik dan
memberi izin untuk mendirikan kantor dagang di wilayah itu. Pada 1604, Inggris
mendirikan kantor dagang di Ambon, Makassar, Jepara, dan Jayakarta. Saat itu,
Indonesia sendiri sudah di bawah penjajahan Belanda. Kala itu, Belanda kalah
perang dari Prancis. Dengan demikian, wilayah jajahan Belanda, termasuk
Indonesia, berada di bawah kontrol Prancis.
Inggris tak bisa bertahan, tapi akhirnya dapat menjajah Indonesia pada
1811-1816. Saat itu, Inggris datang dengan kapal perang dan belasan ribu pasukan.
Tak sampai sepekan, pasukan dapat merebut Batavia. Terus terdesak, Belanda
sepakat untuk menyerahkan Indonesia ke Inggris melalui Kapitulasi Tuntang pada
18 September 1811.Saat menguasai Indonesia, Inggris menunjuk Stamford
Raffles untuk menata wilayah ini.Ia lalu menghapus sistem monopoli perdagangan
dan tanam paksa yang diterapkan Belanda. Ia mengganti sistem dengan yang
dianggap lebih adil.
Inggris kemudian menerapkan sistem sewa tanah dan membagi
kewilayahan di Pulau Jawa. Raffles juga menunjuk bupati lokal menjadi bagian dari
pemerintahan.
Pengamat hubungan internasional, Suzie, menerangkan Raffles menggelar
pertemuan dengan para kepala masyarakat hukum adat. Hasilnya, Raffles
menyatakan penghapusan perbudakan di seluruh wilayah jajahan Inggris. Raffles
juga memberi sertifikat kebebasan kepada para budak sebagai orang merdeka. Ia
menghapus perbedaan masyarakat Eropa dan pribumi. Selain itu, Raffles juga
menghapus sistem setor paksa dan tanam paksa lada.
Raffles menyatakan semua tanah merupakan milik pemerintah dan meminta sewa
dari petani yang mengolah tanah-tanah tersebut demi mengumpulkan kas negara.
Namun, dalam pelaksanaanya sistem ini mengalami kegagalan karena sejumlah
alasan, di antaranya kesulitan menentukan jumlah pajak tanah karena harus
mengukur dan melakukan penelitian. Selain itu, sistem pembayaran uang belum

4
berlaku sepenuhnya di Indonesia. Kepemilikan tanah juga masih bersifat tradisional
sehingga sulit diatur lebih lanjut.
Pendudukan ini tak bertahan lama. Situasi kembali berubah ketika Inggris
mengalahkan Prancis di bawah Napoleon Bonaparte. Kekalahan ini menyebabkan
sejumlah wilayah melepaskan diri dari Prancis, termasuk Belanda. Karena sudah
merdeka dari Prancis, Belanda memiliki celah untuk kembali menjajah Indonesia.
Situasi geopolitik itu menarik Inggris dan Belanda ke meja perundingan di London
pada 1814.,Dalam pertemuan tersebut, mereka menyepakati Konvensi London
yang menyatakan Inggris mengembalikan Nusantara ke Belanda. Namun,
kesepakatan itu baru terealisasi dua tahun kemudian.

B. Masa Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda


Masa Politik Kolonial Liberal (1800-1811)
Politik kolonial liberal digelar sejak 1 Januari 1800, dijalankan oleh
gubernur Jenderal van Straten dan Gubernur Jenderal Daendels. Pada tahun 1800,
Negeri Belanda berada di bawah penjajahan Perancis. Perancis di bawah Napoleon
berhasil merebut Belanda, sehingga secara tidak langsung Indonesia dijajah
Perancis.
Perang Perancis-Inggris membahayakan Indonesia, karena Inggris berusaha
merebut daerah-daerah VOC. Louis Napoleon mengirim Daendels sebagai
Gubernur Jenderal ke Indonesia. Tugas utama Daendels di Indonesia adalah
mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Tugas lainnya adalah
memperbaiki nasib rakyat selaras dengan cita-cita Revolusi Perancis.
Daendels dikenal memiliki sifat gila hormat, gila kuasa dan keras
kemauannya. Karena sifat-sifatnya itu ia dijuluki Tuan Besar Bledeg (Tuan Besar
Guntur), sehingga mengundang kebencian rakyat dan para pegawainya. Louis
Napoleon yang merasa bertanggung jawab atas baik-buruknya pemerintahan di
Indonesia, merasa tersinggung kehormatannya atas sikap Daendels itu. Karena itu
pada tahun 1811 ia dipanggil ke Eropa dan diganti oleh Jansens.
Setelah dicopot dari jabatannya, ia menjadi opsir tentara Perancis dan ikut
menyerang Rusia pada tahun 1812. Ketika Napoleon jatuh pada tahun 1814,

5
Daendels kembali ke Negeri Belanda dan diangkat menjadi Gubernur di Guinea
Afrika (Afrika Barat) sampai meninggal pada tahun 1818.
Masa Pemerintahan Liberal 1811-1816
Tidak lama setelah Daendels diganti Jansens, tentara Inggris di bawah
pimpinan Lord Minto menyerang Jawa. Inggris mendapat simpati raja-raja di Jawa,
sehingga akhirnya dengan mudah dapat merebut Batavia. Pada tahun 1811 itu pula
Jansens menyerah tanpa syarat kepada Inggris di Tuntang, sehingga terjadi
rekapitulasi Tuntang yang berisi (1) seluruh kekuatan militer Belanda di Asia
Tenggara harus diserahkan kepada Inggris, (2) hutang pemerintah Belanda tidak
diakui oleh Inggris, dan (3) Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di
luar Jawa menjadi milik Inggris. Ini berarti bahwa Belanda menyerahkan semua
daerah jajahannya di Asia Tenggara kepada Inggris.
Dalam perkembangannya semua bekas jajahan Belanda di Asia Tenggara
itu oleh Inggris dibagi empat, yaitu Sumatera Barat, Malaka, Maluku, dan Jawa
serta daerah sekitarnya. Seluruhnya dikuasai oleh Gubernur Jenderal EIC (East
Indian Company), Lord Minto yang berkedudukan di Calcutta (India).
Pulau Jawa diserahkan kepada Thomas Stamford Raffles selaku wakil Lord
Berakhirnya Kekuasaan Belanda di Hindia Belanda Minto di Pulau Jawa dengan
pangkat Letnan Gubernur. Untuk melancarkan pemerintahannya, Raffles membagi
Pulau Jawa menjadi 16 keresidenan (pada masa Daendels hanya dibagi menjadi 8
prefektur). Tiap-tiap keresidenan dibentuk badan pengadilan (landraad).
Setelah kedudukannya kuat, Raffles lalu mengambil berbagai tindakan
terhadap raja-raja di Indonesia, misalnya:
1. Sultan Banten dan sultan Cirebon dijadikan sultan-sultan yang digaji.
2. Sultan Hamengku Buwono II dari Yogyakarta diasingkan ke Pulau
Penang dan puteranya dipaksa menggantinya sebagai Hamengku Buwono
III.
3. Beberapa daerah kesultanan Yogyakarta pada tahun 1813 diserahkan
kepada Pangeran Notokusumo, yang bergelar Paku Alam I di Pakualaman.
4. Paku Buwono IV harus menyerahkan Banyumas dan Madiun kepada
Inggris.

6
Ide dasar politik kolonial Raffles sebenarnya bertolak dari ideologi liberal
dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberikan
kebebasannya. Akibat pelaksanaan politik liberal itu, maka struktur tradisional dan
feodal dirombak dan diganti dengan sistem baru yang didasarkan pada prinsip legal
rasional.
Untuk melaksanakan politiknya, Raffles dihambat oleh unsur feodal yang
sangat kuat kedudukannya dan sistem ekonomi yang masih bersifat tertutup
sehingga pembayaran pajak belum dapat dilakukan sepenuhnya dengan uang, tetapi
in natura (hasil bumi). Dengan demikian, politik kolonial berdasarkan liberalisme
tidak cocok dan tidak realistis.
Setelah Napoleon jatuh tahun 1814, Inggris dan Belanda mengadakan
Tarktat London I (1814). Traktat tersebut menyatakan bahwa semua daerah jajahan
Belanda yang direbut Inggris, dikembalikan kepada Belanda, kecuali Kaapkoloni
dan Sri Lanka. Keputusan itu mengecewakan Raffles. Ia tidak mau menyerahkan
Indonesia kepada Belanda. Karena dipaksa, maka Raffles mengundurkan diri dan
diganti John Fendall. Pada tahun 1816 John Fendall menyerahkan Indonesia
kembali kepada Belanda.

C. Berakhirnya Kekuasaan Inggris di Hindia Belanda


Setelah Traktat London I ditandatangani (1814), maka pemerintah Belanda
membentuk suatu komisi yang akan menerima kembali semua jajahannya di Asia
Tenggara dari pemerintah Inggris di Indonesia. Walaupun Raffles selalu
menghalang-halangi pengembalian daerah jajahan Belanda itu, namun usaha
tersebut hanya bisa menunda waktu penyerahan, karena akhirnya dikembalikan
juga.
Raffles yang tidak setuju pengembalian daerah jajahan tersebut, terutama
Pulau Jawa, maka setelah menyerahkan jabatannya kepada Jansens, ia lalu pergi ke
Bangkahulu dan menjadi Gubernur di daerah itu. Tetapi tindakan Raffles itu
ditentang Muntinghe (penguasa Belanda di Palembang). Akhirnya Raffles pergi ke
Selat Malaka. Sewaktu melewati bukit Barisan ia menemukan bunga Rafllesia,
yaitu bunga yang terbesar di dunia. Dari situ akhirnya Raffles berhasil mendirikan
kota Singapura untuk menyaingi dan menutup pelabuhan Belanda di Batavia.

7
Sementara itu komisi yang dibentuk Belanda untuk menerima kembali
Indonesia dari Inggris dinamakan Komisi Jenderal. Adapun anggota komisi
tersebut adalah Cornelius Theodore Elout, A. A. Buyskes dan Baron van der
Capellen. Dalam tahun 1816 komisi ini datang ke Indonesia. Dalam tahun itu juga
Letnan Gubernur Inggris, John Fendall menyerahkan Indonesia kepada Belanda.
Penjajahan Inggris di Indonesia tidak berlangsung lama, karena di Eropa
terjadi perubahan situasi. Belanda dan Inggris kemudian mengadakan perjanjian
kembali pada tahun 1814. Perjanjian tersebut di kenal dengan nama “Perjanjian
London 1814” atau tepatnya Anglo-Dutch Treaty of 1814. Dalam konvensi tersebut
menyatakan bahwa Belanda akan menerima kembali daerah jajahan yang dahulu
diserahkan kepada Inggris sebagaimana isi Kapitulasi Tuntang tahun 1811.
Sedangkan serah terima kekuasaan antara Inggris dan Belanda kembali dilakukan
pada tahun 1816. Sejak tahun itu pemerintah Hindia Belanda mulai berkuasa
kembali di Indonesia.

D. Perlawanan Rakyat Melawan Inggris


Pada saat Inggris berkuasa menggantikan Belanda di Jawa, yang mengisi
kekuasaan di pusat adalah Raffles, sedangkan di keresidenan Yogyakarta adalah
John Crawfurd. Rasa kekesalan yang dilampiaskan Sultan diterima oleh Crawfurd.
Pada kunjungan pertama yang dilakukan Raffles ke Jawa Tengah pada Desember
1811 yang disana ia menandatangani perjanjian-perjanjian dengan para penguasa.
Memperoleh kesepakatan bahwa ia akan membatalkan perampasan-perampasan
wilayah yang dilakukan oleh Daendels. Sikap Raffles banyak menyesuaikan
dengan keadaan dan diaanggap lemah oleh Sultan. Sementara itu terjadi surar-
menyurat secara rahasia oleh Sunan dan Sultan untuk melaksanakan penyerangan
terhadap pemerintah Inggris. Namun kabar tersebut terdengar oleh Raffles dan
dengan segera ia mempersiapkan pasukannya. Dan pada bulan April 1812 ekspedisi
terhadap Sultan dilakukan. Sultan yang menghadapi pasukan Inggris tidak
mendapat bala bantuan dari Surakarta. Seperti yang tertulis dalam surat rahasia
bahwa Surakarta akan membantu Yogyakarta apabila bersedia melakukan
perlawanan terhadap Inggris. Hal tersebut akhirnya diketahui oleh Raffles dan

8
kraton Yogyakarta harus membayhar ganti rugi yang dialami oleh Inggris dan
jumlahnya lebih besar dari apa yang ditanggung oleh Kraton Surakarta.
Tanggal 11 Agustus 1812 diadakan perjanjian atas rampasan daerah
mancanegara dan daerah takluk Kedu. Dan ulah yang dibuat Raffles lainnya adalah
pemecahan kesetiaan terhadap Kraton Yogyakarta yaitu dengan mengangkat
Natakusuma sebagai Paku Alam yang bertanggungjawab kepada pemerintah Eropa.
Kesusahan yang terjadi di Yogyakarta masih berlangsung sanpai Sultan HB III.
Sultan yang baru ini belum bisa mengembalikan keadaan kraton sepenuhnya karena
secara tiba-tiba ia wafat. Dan kedudukan selanjutnya digantikan oleh anaknya yang
masih muda. Karena anaknya belum belum mampu untuk memegang kekuasaan
maka kekuasaan dipegang oleh Paku Alam. Namun kondisi tersebut
disalahgunakan olehnya dengan cara memperkaya diri. Kemudian setelah diketahui
kondisi yang demikian maka kekuasaan dipegang Ratu Ibu dan Patih Danurejo IV.
Kondisi yang terjadi di kraton mendapat banyak kritikan salah satunya
adalah Diponegoro seorang pangeran dari selir Sultan HB III. Ia jarang sekali
terlihat di kraton namun ia hidup di desa Tegalrejo bersama pamannya. Dan ia
hanya datang ke kraton hanya pada saat gerebeg saja. Pada permasalahan-
permasalahan yang terjadi di kraton Diponegoro selalu turut serta dan ia pun tidak
suka cara yang dilakukan oleh patih Danurejo. Apa yang dilakukannya selalu
berlawanan dengan apa yang seharusnya terjadi dalam pemerintahan Kraton.
Sehingga banyak yang tidak suka dengan cara kerja yang dilakukannya.
Hingga pada suatu ketika pada saat Crawfurd telah digantikan Smitsser dan
Danurejo masih memegang kekuasaan suasana politik dalam kraton semakin tidak
menentu. Banyak sekali para pejabat yang diberhentikan olehnya. Sehingga banyak
sekali yang tidak suka dengan sikap Danurejo.
Pemberontakan sepoy Tahun 1815 terjadi pada saat akhir kekuasaan Inggris
di Pulau Jawa. Pemerontakan itu dipicu oleh adanya persekongkolan yang terjadi
diantara pasukan Sepoy dan Pakubuwono IV. Pasukan sepoy adalah pasukan yang
dibawa oleh Inggris dari india ketika Belanda dikalahkan oleh perancis untuk
membersihkan tanah jawa dari orang-orang Belanda. Tugas dari pasukan sepoy
hanyalah sebagai pasukan sukarela saja yang ditempatkan di keresidenan jawa.

9
Setelah diketahui oleh Raffles bahwa terjadi persekongkolan yang terjadi
antara pasukan sepoy dan Pakubuwono VI maka Raffles mengirim pasukan untuk
menyelidikinya dan mengancam kepada pasukan Sepoy bahwa siapa yang
melakukan persekongkolan akan ditembak mati. Dan ketika Pakubuwono berjanji
pada Mangkubumi akan melindunginya apabila akan ditangkap oleh pasukan
Inggris maka Pakubuwono tidak melindunginya dan malah membiarkan
Mangkubumi ditangkap dan diasingkan.
Perlawanan Rakyat Palembang Terhadap Penjajahan Bangsa Inggris
Raffles merasa bahwa karena Palembang adalah bekas daerah kekuasaan
Belanda maka secara otomatis Palembang adalah wilayah kekuasaan Inggris juga
ketika Belanda menyerah kepada Inggris. Karena itu Raffles mengirim 3 orang
utusan dipimpin oleh Richard Philips ke Palembang untuk mengambil alih kantor
sekaligus benteng Belanda di Palembang dan meminta hak kuasa sultan atas
tambang timah di Pulau Bangka.
Sultan Mahmud Baharuddin menolak permintaan itu dengan merujuk pada
surat Raffles sebelumnya bahwa kalau Belanda berhasil diusir, Palembang akan
menjadi kesultanan yang merdeka. Tentu saja Raffles kaget luar biasa setelah
mengetahui bahwa dengan cerdas Sultan Mahmud Badaruddin menjadikan isi
suratnya dahulu sebagai legitimasi untuk melepaskan diri dari kekuasaan Inggris.
Raffles akhirnya memilih mengkhianati janjinya tersebut. Dia mengirim
ekspedisi perang di tahun 1812 yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Robert
Gillespie. Sebulan kemudian sampailah ekspedisi tersebut di Sungai Musi. Sultan
Badaruddin juga sudah bersiap-siap menghadapi gempuran tersebut. Dibangunnya
pertahanan di setiap lokasi yang strategis. Disiapkannya pula rakit yang dilengkapi
meriam juga perahu bersenjata api. Pasukan Sultan Badaruddin juga membuat rakit-
rakit yang memuat minyak yang mudah terbakar. Rencananya rakit api ini akan
diarahkan untuk ditabrakkan ke kapal Inggris. 242 meriam juga disiapkan di
benteng Palembang untuk menghadapi pertempuran ini.
Kesultanan Palembang akhirnya jatuh ke tangan Inggris hanya dalam
hitungan seminggu. Karena pertahanan di Pulau Borang sudah jebol tanpa
perlawanan yang berarti. Ternyata adik sultan yang bernama Pangeran Adipati
Ahmad Najamuddin telah menjadi komandan yang pengecut bagi pasukannya di

10
pulau yang strategis ini. Mengetahui itu, Sultan Badaruddin segera meninggalkan
kraton Palembang dengan membawa seluruh tanda kebesaran kesultanan lalu
mempersiapkan perlawanan gerilya terhadap Inggris.
Pada tanggal 4 Agustus 1813, armada Inggris dipimpin Mayor W.
Colebrooke tiba di Palembang untuk menurunkan Sultan Badaruddin dari tahtanya
kembali untuk digantikan oleh Sultan Najamuddin. Uang yang dikatakan uang suap
untuk Robinson, dikembalikan pihak Inggris ke Sultan Badaruddin lengkap dengan
bunganya. 21 Agustus 1813, Sultan Najamuddin kembali menduduki tahtanya di
keraton besar. Pada 1814, Napoleon kalah. Sesuai traktat London yang
ditandatangani pada tanggal 13 Agustus 1814, Belanda kembali berkuasa di
Nusantara.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada 1602 M, Inggris mengirim utusan ke Banten di bawah pimpinan Sir
James Lancaster guna membentuk hubungan bilateral. Sultan Banten pun
menyambut dengan baik dan memberi izin kepada Inggris untuk mendirikan kantor
dagang di wilayahnya. Memasuki 1604 M, Inggris telah berhasil membentuk kantor
dagang di Ambon, Makassar, Jepara, dan Jayakarta.
Politik kolonial liberal digelar sejak 1 Januari 1800, dijalankan oleh
gubernur Jenderal van Straten dan Gubernur Jenderal Daendels. Pada tahun 1800,
Negeri Belanda berada di bawah penjajahan Perancis. Perancis di bawah Napoleon
berhasil merebut Belanda, sehingga secara tidak langsung Indonesia dijajah
Perancis.
Penjajahan Inggris di Indonesia tidak berlangsung lama, karena di Eropa
terjadi perubahan situasi. Belanda dan Inggris kemudian mengadakan perjanjian
kembali pada tahun 1814. Perjanjian tersebut di kenal dengan nama “Perjanjian
London 1814” atau tepatnya Anglo-Dutch Treaty of 1814. Dalam konvensi tersebut
menyatakan bahwa Belanda akan menerima kembali daerah jajahan yang dahulu
diserahkan kepada Inggris sebagaimana isi Kapitulasi Tuntang tahun 1811.
Sedangkan serah terima kekuasaan antara Inggris dan Belanda kembali dilakukan
pada tahun 1816. Sejak tahun itu pemerintah Hindia Belanda mulai berkuasa
kembali di Indonesia.
B. Saran
Mempelajari dan memahami sejarah penjajahan bangsa Inggris di antara
kemelut penjajahan Belanda akan memberikan penyadaran, pelajaran dan sekaligus
peringatan tentang semangat nasionalisme memerdekakan negara Indonesia itu
butuh bertahun-tahun penderitaan yang dialami nenek moyang kita. Oleh karena itu
kita sebagai generasi penerus bangsa haruslah mengisi hari-hari emas ini dengan
sesuatu yang positif dan terus mempertahankan kemerdekaan negara tercinta.

12

Anda mungkin juga menyukai