Anda di halaman 1dari 21

“KRONOLOGI PERISTIWA DI ABAD KE 17 SAMPAI 20 DI

INDONESIA”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi UTS mata kuliah


Sejarah Indonesia Masa Kolonial

Nama : Fikram
NIM : A31122091

Dosen Pengampuh :
Anna Asriani Muchlis, S.S., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi UTS mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Kolonial.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya saya berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.

Palu , Desember 2023

Fikram

2
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................1
KATA PENGANTAR ......................................................................................2
DAFTAR ISI ....................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN .................................................................................6
2.1 Kronologi peristiwa abad 17 ...................................................................6
1. 1602: Berdirinya VOC .....................................................................6
2. 1619: VOC mendirikan Batavia. ......................................................6
3. 1656: Kekuatan Banten melawan VOC. ...........................................7
4. 1667: Perjanjian Breda .....................................................................8
2.2 Kronologi peristiwa abad 18 ...................................................................8
1. Pemberontakan di Jawa (1740) ........................................................8
2. Traktat Giyanti (1755) .....................................................................9
3. 1780-1784: Perang Inggris-belanda ..................................................10
2.3 Kronologi peristiwa abad 19 ...................................................................10
1811: Inggris menduduki Jawa.........................................................10
1.
1815: Letusan Gunung Tambora .....................................................11
2.
Pemberontakan Diponegoro (1825-1830 ..........................................11
3.
1830: Cultuurstelsel ........................................................................12
4.
1870-1900: Gerakan Etis muncul .....................................................12
5.
2.4 Kronologi peristiwa abad 20 ...................................................................13
1. 1912: Kongres Pemuda pertama di Yogyakarta. ...............................13
2. 1915: Jong Java, organisasi mahasiswa ............................................14
3. 1928: Sumpah Pemuda di Jakarta.....................................................14
4. 1942-1945: Jepang menduduki Indonesia selama Perang Dunia II. ..14
5. 17 Agustus 1945: Proklamasi Kemerdekaan ...................................15
6. 1945-1949: Perang Kemerdekaan melawan Belanda. .......................16
7. 27 Desember 1949: Pengakuan kedaulatan Indonesia ......................16
8. 1965: Kudeta militer .......................................................................16
9. 1998: Reformasi di Indonesia ..........................................................18

3
BAB III. PENUTUP .........................................................................................19
3.1 Simpulan ................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

4
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada abad ke-17 hingga abad ke-20, Indonesia menjadi saksi perjalanan sejarah
yang signifikan selama masa kolonial. Rentang waktu ini mencakup berbagai
peristiwa yang mencerminkan interaksi antara bangsa Indonesia dengan kekuatan
kolonial Eropa. Mulai dari dominasi Portugis, Belanda, Inggris, hingga Jepang,
setiap periode membawa dampak yang mendalam pada perkembangan politik,
ekonomi, sosial, dan budaya di kepulauan ini.

Dalam Makalah ini akan membahas kronologi peristiwa Indonesia pada masa
koloni dari setiap abad yaitu abad ke 17 sampai 20. Merangkum setiap abad mulai
dari ke-17 hingga ke-20. Abad ke-17 menjadi saksi awal penetrasi eropa di
wilayah ini, dengan portugis yang pertama kali tiba, diikuti oleh dominasi belanda
yang menandai era perjuangan dan penjajahan yang mendalam.

1.2 Rumusan Masalah


a) Peristiwa apa saja terjadi di abad ke 17 di Indonesia?
b) Peristiwa apa saja terjadi di abad ke 18 di Indonesia?
c) Peristiwa apa saja terjadi di abad ke 19 di Indonesia?
d) Peristiwa apa saja terjadi di abad ke 20 di Indonesia?
1.3 Tujuan masalah

Pembaca dapat mengetahui sejumlah peristiwa penting yang terjadi di


Indonesia saat pada zaman kolonial. Di saat bangsa eropa beramai-ramai ke
Indonesia untuk mencari rempah dan ingin menguasai daerah-daerah di Indonesia
dan mengetahui kemerdakaan dan perkembangan Indonesia dari abad ke 17
sampai abad ke 20

5
PEMBAHASAN

2.1 Abad ke-17:


1. (1602): Berdirinya VOC
Vereenigde OostIndische Compagnie (VOC) didirikan pada maret 1602,
menjadi awal cikal bakal penguasaan Belanda atas wilayah Indonesia
secara Ekonomi. VOC berdiri atas keinginan kongsi-kongsi dagang dari
Belanda yang berdatangan ke Indonesia dalam kurun waktu tahun 1595
sampai 1600- an. Kongsi dagang itu berasal dari Amsterdam, Middelburg,
Rotterdam, Zeeland, Delft, Enkhuizen, dan Hoorn. Bangsa Eropa mulai
masuk ke Nusantara sejak perdagangan rempah-rempah melonjak naik di
pasaran Eropa, sehingga bangsa Eropa berlomba-lomba untuk
mendapatkan daerah-daerah penghasil rempah-rempah.
2. 1619: VOC mendirikan Batavia (sekarang Jakarta) sebagai markas
pusat perdagangan mereka.
Pada tanggal 30 Mei 1619, Belanda di bawah pimpinan J.P. Coen
menyerang Jayakarta yang memberi mereka ijin untuk berdagang, dan
mengalahkan pasukan kesultanan Banten serta menguasai hampir seluruh
pemukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu,
akhirnya Belanda berhasil menguasai seluruh kota. Semula Coen ingin
menamakan kota ini Nieuwe Hollandia. Namun de Heeren Seventien di
Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi Batavia, untuk
mengenang bangsa Batavieren. Nama Batavia sendiri tidak lantas disetujui
oleh pemerintahan Belanda atau VOC. Nama Batavia akhirnya disetujui
pada tanggal 4 Mei 1621 oleh Dewan Direktur VOC.
Kata Batavia sendiri adalah nama yang diberikan orang Belanda pada
koloni dagang yang sekarang tumbuh menjadi Jakarta, ibu kota Indonesia.
Demi pembangunan kota Batavia, Belanda banyak mendatangkan
budakbudak dari Bali, Sulawesi, Maluku, dan pesisir Malabar, India
termasuk orang-orang Tionghoa untuk dijadikan pekerjaii. Batavia
didirikan di pelabuhan bernama Jayakarta yang direbut dari kekuasaan
Kesultanan Banten. Sebelum dikuasai Banten, bandar ini dikenal sebagai
Kelapa atau Sunda Kelapa, dan merupakan salah satu pusat perdagangan
Kerajaan Sunda. Dari kota pelabuhan inilah VOC mengendalikan
perdagangan dan kekuasaan militer dan politiknya di seluruh wilayah
Nusantara.
Kota Batavia dibangun menurut pola kota Belanda dengan sejumlah
kanal, jalan raya, dan gedung-gedung megah. Tenaga kerja diambil dari
para tawanan perang dan budak belian, dan orang-orang Tionghoa yang
dipaksa datang dari pantai Tiongkok Selatan. Batavia yang lokasinya

6
strategis dan mudah mencapai jalurjalur perdagangan ke Indonesia Timur,
Timur jauh dan Eropa dijadikan pusat militer dan administrasi yang relatif
lebih aman bagi pergudangan, pertumkaran barang dan perdagangan.
Orang-orang Tionghoa inilah yang kemudian menjadi pengusaha dan
pedagang.
Demi memajukan perdagangan di Batavia, Coen mengajukan gagasan
kolonisasi Batavia untuk Eropa. Coen berpikir bahwa cara inilah yang
terbaik untuk mendapatkan penduduk yang setia dan terampil serta dapat
melakukan pekerjaan penting untuk VOC. Batavia sekaligus bertindak
sebagai garnisun lokal sehingga VOC dapat menghemat pengeluaran
untuk pertahanan. Namun kenyataannya Coen hanya menerima sedikit
sekali orang Eropa yang ingin datang ke Batavia.
Dengan majunya perdagangan, pada abad ke-18 Batavia sudah
mendapat julukan “Ratu Timur” (Queen of The East), karena kemegahan
gedung-gedungnya, kemakmuran penduduknya termasuk para budak
beliannya, dan jaringan perdagangan internasionalnya yang maha luas
dengan dukungan keperkasaannya di lautan.
3. 1656: Kekuatan Banten melawan VOC.
Banten itu mencapai masa keemasannya, ketika Sultan Abdulfatah yang
dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) memimpin
kesultanan tersebut. Sultan Ageng Tirtayasa cenderung menjalankan
politik pemerintahan yang anti-VOC Kesultanan Banten juga menjalin
kerja sama dengan Bengkulu, Cirebon, dan Mataram. Armada laur Banten
diperkuat di daerah Karawang dengan tujuan mencegat keluar masuk
angkatan laut VOC ke Batavia.
Pada tahun 1656 Belanda menyerang Banten dan Batavia dari arah
barat dan timur. Namun serangan tersebut gagal, bahkan Banten berhasil
menenggelamkan dua kapal VOC Keberhasilan tersebut membuat
Kasultanan Banten cukup disegani. Pada tahun 1671 mendaratlah kapal-
kapal Makassar di pelabuhan Banten yang memuat sekitar 800 pejuang di
bawah pimpinan Monte Marano. Mereka menyatakan siap bergabung
dengan Banten. Orang-orang Makassar tersebut merupakan sisa-sisa laskar
Sultan Hasanuddin yang tidak bersedia mematuhi kerja sama dengan pihak
VOC. Adanya bantuan laskar Makassar semakin memperkuat kedudukan
Banten sebagai negeri yang berdaulat.
Dalam keadaan terdesak, seperti biasa VOC menghembuskan politik
perpecahan (devide et impera) di kalangan istana Banten. VOC berupaya
mengadu-domba Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya, yakni Pangeran
Abdul Kahar yang terkenal dengan sebutan Sultan Haji Sultan Haji yang

7
termakan hasutan VOC kemudian lebih memilih bergabung dengan
kekuatan penjajah tersebut.
Pada tahun 1683, pertempuran terjadi antara Sultan Ageng Tirtayasa
dan persekutuan VOC-Sultan Haji. Dalam peperangan itu, persekutuan
VOC-Sultan Haji tidak mampu menundukkan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sultan Haji lantas menjalankan siasat tipu muslihat dengan cara berunding
Sultan Ageng Tirtayasa menerima tawaran itu. Di meja perundingan,
Sultan Ageng Tirtayasa dirangkap dan dipenjarakan di Batavia pada tahun
1692. Kebesaran Banten telah tercabik oleh pengkhianatan seorang putra
mahkota yang tergiur oleh janji muluk yang menyesatkan.
4. 1667: Perjanjian Breda menyudahi Perang Inggris-Belanda dan
menetapkan Batavia sebagai milik Belanda.
1667. Perjanjian ini terdiri dari tiga perjanjian terpisah
antara Inggris dan masing-masing lawannya dalam Perang Inggris-
Belanda Kedua : Republik Belanda , Prancis , dan Denmark –
Norwegia . Perjanjian ini juga mencakup perjanjian komersial Inggris-
Belanda yang terpisah.
Negosiasi telah berlangsung sejak akhir tahun 1666 tetapi berjalan
lambat, karena kedua belah pihak berusaha memperbaiki posisi
mereka. Hal ini berubah setelah invasi Perancis ke Belanda Spanyol pada
akhir Mei, yang dianggap Belanda sebagai ancaman yang lebih
serius. Kelelahan akibat perang di Inggris meningkat dengan Serangan
Juni di Medway . Kedua faktor tersebut menghasilkan kesepakatan
persyaratan yang cepat.
Sebelum tahun 1667, hubungan Inggris-Belanda didominasi oleh
konflik komersial, yang tidak sepenuhnya diakhiri oleh perjanjian
tersebut. Namun, ketegangan menurun drastis dan membuka jalan
bagi Triple Alliance tahun 1668 antara Republik Belanda, Inggris, dan
Swedia. Dengan anomali singkat Perang Inggris-Belanda Ketiga tahun
1672 hingga 1674 , perjanjian tersebut menandai dimulainya aliansi antara
Inggris dan Belanda yang berlangsung selama satu abad.
2.2 Abad ke-18:
1. Pemberontakan di Jawa (1740): Pemberontakan Cina di Batavia yang
dikenal sebagai "Pemberontakan Cina 1740" yang kemudian
berujung pada pembantaian etnis Tionghoa.
Pada tahun 1740 terjadi tragedi Muara Angke yang di mana pada waktu
itu terjadi pembantaian besar-besaran terhadap etnis Cina oleh Belanda.
Pembantaian ini berawal dari bangkrutnya pabrik-pabrik gula di Batavia
dikarenakan anjloknya harga gula karena kalah saing dengan gula dari
India. Para pekerja beretnis Cina ini akhirnya dipecat dan beberapa dari

8
mereka berakhir menjadi pelaku kriminal agar bisa tetap bertahan hidup.
Banyaknya aksi kriminalitas ini akhirnya membuat pemerintah Belanda
pada waktu itu memutuskan untuk mendeportasi warga keturunan Cina ini
ke Sri Lanka, namun beredar kabar bahwa para keturunan Cina tersebut
sebenarnya malah dibuang ke laut dan bukan dibawa ke Sri Lanka. Hal ini
menimbulkan kemarahan di antara wargawarga keturunan Cina di Batavia
yang bermuara kepada perlawanan terhadap pemerintah Belanda pada
masa itu. Sayangnya dikarenakan Belanda jauh lebih kuat dari pada
pasukan keturunan etnis Cina, akhirnya terjadilah pembantaian kepada
etnis keturunan Cina (Morison, 2020).
2. Traktat Giyanti (1755): Traktat ini mengakhiri Perang Jawa,
membagi Jawa antara VOC dan Kesultanan Yogyakarta dan
Surakarta.
Belanda memanfaatkan kondisi tersebut sehingga terbit traktat yang
berisi penyerahan dan kendali penuh atas kerajaan mataram kepada
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) pada 16 Desember 1749.
Hanya berselang sehari, sang raja wafat dan digantikan puteranya Paku
Buwono III. Mengetahui akan hal demikian, Pangeran Mangkubumi
berbalik arah dan kemudian melakukan perlawanan terhadap VOC. Ujung
perlawanan tersebut menemukan hasil, ialah pada 13 Februari 1755
tercetuslah perjanjian Giyanti yang pada intinya membagi 2 wilayah
mataram; Yogyakarta dan Surakarta. Perjanjian tersebut ditandatangi oleh
Pangeran Mangkubumi dan Hartingh yang pada saat itu menjabat sebagai
gubernur jawa tengah dan berkedudukan sebagai wakil Paku Buwono .
Dilanjutkan dengan HB II dengan gelar ketika mudanya Kanjeng
Pangeran Adipati Anom Hamengkunegara Sudibya Raja Putra Nalendra
Mataram14. Ia lahir di lereng gunung Sindoro pada tanggal 7 Maret 1750
dari permaisuri kedua HB I, ia diberi nama kecil RM. Sundoro. Ketika
perjanjian Giyanti tercetuskan, ia bersama keluarga besar pangeran
Mangkubumi berpindah ke Keraton Yogyakarta. Sesungguhnya melalui
permaisuri pertama, GKR. Kencono, HB I memiliki putra dan telah
ditetapkan sebagai putera mahkota, yakni RM. Ento. Tapi nahas, RM.
Ento sakit dan meninggal dunia sehingga status putra mahkota disematkan
pada RM. Sundoro bergelar Mangkubumi. Kemudian ia dinobatkan
sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono II pada tanggal 2 April 1792
dengan ciri khas pemerintahan saat itu ialah anti asing. Ketegangan
dengan asing terus terjadi pada masa ini, puncaknya ialah ketika Herman
Willem Daendels membawa 3300 pasukan untuk menekan HB II guna
menerima kebijakan Daendels dan kolonial; raja jawa tunduk pada raja
belanda dan pengelolaan hutan dikuasai oleh kolonial. Akibat tekanan

9
tersebut, HB II dipaksa turun tahta dan digantikan oleh putera
mahkotanya, RM Surojo, sebagai HB III (lahir 20 Februari 1769) pada
tanggal 31 Desember 1810.
3. 1780-1784: Perang Inggris-Belanda Kedua; VOC dinyatakan
bangkrut.
Tekanan terhadap perdagangan oleh Belanda di wilayah-wilayah
sepanjang Sungai Tulang Bawang semakin bertambah ketika terjadi
Perang Inggris-Belanda pada tahun 1780- 1784. Perang besar yang terjadi
di Hindia Timur ini memberikan dampak negatif pada arus perdagangan
antara Lampung dengan Banten ataupun Batavia. Invasi Inggris ke
wilayah Lampung dimulai ketika Inggris mulai menduduki wilayah
Semangka di Pantai Barat Lampung pada tahun 1782. Serangan Inggris ke
wilayah Lampung ini juga mengarah ke perairan di sekitar Muara Sungai
Tulang Bawang. Di tahun 1782 Benteng De Jonge Petrus Albertus berhasil
dihancurkan oleh Inggris. Meskipun setelah perang, yakni sekitar tahun
1788, benteng tersebut sempat diperbaiki,tetapi pada akhirnya benteng ini
ditinggalkan oleh Kompeni pada tahun 1793. Serangan Inggris ini semakin
membuat para petani perkebunan lada di sepanjang Sungai Tulang
Bawang khawatir. Para petani sekali lagi dipaksa untuk meninggalkan
wilayah sekitar sungai, termasuk perkebunan lada dan sawahsawah
mereka untuk menghindari serangan Inggris (Ota, 2006: 114). Aktivitas
bajak laut pun rupanya bukan hanya terjadi di sekitar perairan antara Selat
Malaka, Selat Sunda, hingga ke Laut Jawa tetapi juga di sepanjang aliran
Sungai Tulang Bawang. Bajak laut-bajak laut, terutama dari Tiongkok,
Sulu, dan Iranun (wilayah di bagian selatan Filipina), kerap membajak,
mencuri, dan menjarah kapal-kapal pengangkut lada di sepanjang aliran
sungai. Pada Januari 1791 hingga September 1792 para bajak laut ini
tercatat berhasil mengumpulkan sekitar 6000 pikul lada dari penjarahan
yang mereka lakukan atas desa-desa dan kapal-kapal di sepanjang perairan
Lampung. Jumlah 6000 pikul ini setara dengan 36 persen pasokan lada
VOC dari daerah Lampung dalam rentang periode yang sama (Ota, 2006:
125- 126).
2.3 Abad ke-19:
1. 1811: Inggris menduduki Jawa selama Perang Napoleon.
Pada pertengahan bulan April 1811, pasukan Inggris meninggalkan
India untuk menyerang Jawa yang tengah berada di bawah kekuasaan
Prancis. Pendaratan pasukan Inggris di Pulau Jawa terjadi pada tanggal 04
Agustus 1811 di Cilincing, pantai utara Jakarta pada sisi timur.
Mengetahui melemahnya kekuasaan Belanda setelah penyerbuan ke
Batavia pada bulan Agustus tahun 1811, pada tanggal 14 September tahun

10
1811 Sultan Mahmud Badaruddin II menanti sikap Residen Belanda
beserta pasukannya meninggalkan loji yang berada di Sungai Aur.
mengetahui rencana tersebut, Residen Belanda kemudian menolaknya dan
bersama 86 orang pasukannya melakukan perlawanan, sehingga terjadi
suatu peristiwa terbunuhnya orang Belanda pada peristiwa tersebut.
Setelah pengusiran Belanda dari loji sungai Aur, maka loji tersebut
dihancurkan. Setelah peristiwa itu, pihak Belanda dan Inggris kemudian
saling menuding atas menyebab peristiwa yang terjadi di loji Sungai Aur.
Pihak Belanda marah dan menuding Raffles menghasut Sultan Mahmud
Badaruddin II atas peristiwa yang terjadi. Akan tetapi Raffles menolak
semua tuduhan tersebut dan menuduh Sultan Mahmud Badaruddin II
bertanggung jawab sepenuhnya atas peritiwa yang terjadi.23 Kejadian ini
kemudian dikenal dengan peristiwa Loji Sungai Aur.
2. 1815: Letusan Gunung Tambora mengakibatkan bencana alam di
seluruh dunia.
Letusan Gunung Tambora 1815 menjadi salah satu bencana alam yang
berbahaya pada saat itu, karena dampaknya yang merusak atau
membinasakan bukan hanya masyarakat lokal namun juga masyarakat
global. Bencana alam sendiri menurut definisi CRED (The Centre for
Research on the Epidemiology of Disasters) dari Belgia (N. Sarafoglou,
M. Kafatos, 2013 in Climate Vulnerability – Vulnerability of Energy to
Climate, researchgate) didefinisikan sebagai kejadian di luar kapasitas
masyarakat lokal yang membutuhkan bantuan baik nasional maupun
internasional karena kejadiannya yang tiba-tiba dan menyebabkan
kerusakan besar, kelumpuhan dan korban mahkluk hidup. Bencana alam
sendiri diklasifikasikan menjadi tiga bentuk yaitu pertama bencana hidro-
meteorologi yang didalamnya terdapat banjir, kekeringan, dan tanah
longsor. Kedua bencana geofisik yaitu gempa bumi dan letusan gunung
berapi, dan ketiga bencana biologi yaitu epeidemik. Letusan Gunung
Tambora 1815 merupakan bencana geofisik yang telah menewaskan
kurang lebih 85.000 penduduk lokal serta menghapus empat kerajaan
besar di Pulau Sumbawa, yaitu Kerajaan Sanggar (2.200 orang tewas),
Kerajaan Dompu (10.000 orang tewas), Kerajaan Tambora (6.000 orang),
dan Kerajaan Papekat (2.000 orang) (Lapian, 1983; Lapian dalam T.
Ibrahim et al., 1987, Michael Woods and Mary B. Woods, 2005) ).
3. Pemberontakan Diponegoro (1825-1830): Diponegoro, pangeran dari
Yogyakarta, memberontak melawan Belanda, menyebabkan perang
besar yang dikenal sebagai Pemberontakan Diponegoro.
Perang Diponegoro yang juga dikenal dengan sebutan Perang
Jawa (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog) adalah perang

11
besar dan berlangsung selama lima tahun (1825-1830) di
Pulau Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Perang ini melibatkan
pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Hendrik Merkus de
Kock yang berusaha meredam perlawanan penduduk Jawa di bawah
pimpinan Pangeran Diponegoro. Akibat perang ini, penduduk Jawa yang
tewas mencapai 200.000 jiwa, sementara korban tewas di pihak Belanda
berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Akhir perang
menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.
4. 1830: Cultuurstelsel diperkenalkan oleh Gubernur Jenderal Johannes
van den Bosch.
Cultuurstelsel yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem
Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal
Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa
menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor,
khususnya kopi, tebu, dan tarum. Hasil tanaman ini akan dijual kepada
pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen
diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak
memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada
kebunkebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Motif utama sistem tanam paksa (culturstelsel) pata tahun 1830 adalah
karena kesulitan financial yang dihadapi pemerintah Belanda sebagai
akibaat perag Jawa tahun 1825-1830 di Indonesia di negeri Belanda
sehingga Gubernur Jendral Van Den Bosch mendapat izin khusus
melaksanakan sistem tanam paksa (culturstelsel) dengan tujuan utama
mengisi kas pemerintahan Belanda yang kosong atau menutup defisit
anggaran pemerintah Belanda.
5. 1870-1900: Gerakan Etis muncul, menekankan pembangunan sosial
dan pendidikan di koloni.
Program Politik Etis yang beru-paya mengembangkan pendidikan Barat
untuk bumiputera/pribumi, tetapi dalam Kenyataannya program tersebut
telah menanamkan kesadaran nasionalisme, untuk mengambil alih sistem
yang akan dikembangkan sesuai dengan sistem yang telah lama ada di
berpengaruh dalam sistem pendidikan adat. Di sisi lain, kenyataan ini telah
membangkitkan keinginan untuk meningkatkan martabat bangsa yang
dicari oleh organisasi modern masa itu (Sumarno, Aji, & Hermawan,
2019: 372)
Pendirian sekolah merupakan prinsip dasar dari implementasi Politik
Etis, sebab Politik Etis tampaknya menjadi kebijakan yang menarik ketika
didengar, yang membuat simpati penduduk pribumi terhadap pemerintah
kolonial dari konteks sosialpolitik. Padahal kebijakan etis sebenarnya

12
merupakan upaya yang dirumuskan oleh para sarjana Belanda dalam
konteks kelanjutan eksploitasi kekayaan Indonesia, dengan demikian
kebijakan etis ini tidak dapat dipisahkan dari kepentingan kolonial, yang
notabene merupakan intensifikasi dan eksploitasi koloni. Munculnya itu
bukan kebetulan, tetapi seiring dengan puncak imperialisme Barat sebagai
manifestasi dari politik kapitalisme modern abad ke-19 oleh bangsa Eropa
(Sumarno, Aji, & Hermawan, 2019: 370).
Pentingnya kelas berpendidikan yang dibutuhkan terkait dengan
bangkitnya konjungtur internasional, perluasan dunia tidak hanya di
bidang ekonomi, tetapi juga di pemerintahan, dibutuhkan bidang
pengajaran untuk membawa pekerja ke tingkat yang lebih luas di tingkat
lokal. Selain itu, upaya untuk memberikan pendidikan bagi penduduk
pribumi sebagai upaya untuk melawan pendidikan dengan model Barat,
untuk memerangi Pan-Islam yang dianggap berbahaya bagi pemerintah
kolonial pasca Perang Diponegoro. Strategi ini merupakan bagian dari
humanitarian untuk pekebun dan investor asing yang memerlukan
efektivitas kegiatan produksi.
2.4 Abad ke-20:
1. 1912: Kongres Pemuda pertama di Yogyakarta.
“Kongres pertama Budi Utomo diadakan di Yogyakarta pada bulan
Oktober 1908 adapun keputusannya adalah, “tidak mengadakan kegiatan
politik, bidang utama yaitu pendidikan dan kebudayaan, terbatas wilayah
Jawa dan Madura, mengangkat R.T Trikusumo sebagai Bupati”
(Hermawan dan Sukanda, 2009: 28). Setelah terbentuknya Budi Utomo
sebagai pelopor dari pergerakan di Indonesia, pada tahun 1911
terbentuklah suatu perkumpulan yang bersifat keagamaan Sarekat Islam di
Solo. Pada awalnya terbentuknya organisasi ini, bertujuan untuk
menghadapi persaingan dengan para pedagang Cina. Sebelum
terbentuknya Sarekat Islam pada tahun 1911 pada 16 Oktober 1905, Haji
Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam.
Sarekat Islam merupakan suatu organisasi yang bersifat keagamaan di
Indonesia. setelah terbentuknya Sarekat Islam, tidak berselang lama
terbentuk suatu organisasi yang dikenal dengan Indische Partij.
“Organisasi pendudukan gagasan revolusioner nasional itu ialah Indische
Partij yang didirikan pada tanggal 25 Desember 1912. Perumus gagasan
itu adalah E.F.E. Douwes Dekker kemudian terkenal dengan nama
Danudirdja Setyabudhi” (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008: 350).
Sumpah Pemuda sendiri terjadi akibat pada tahun 1915 terbentuknya
“organisasi kepemudaan seperti Tri Koro Dharmo yang kemudian menjadi
Jong Java (1915), Jong Sumatera Bond (1917), Jong Islamieten Bond

13
(1924), Jong Batak, dan Pemuda Kaum Betawi, akan tetapi sifat dari
pergerakan organisasi tersebut masih bersifat kedaerahan” (Hermawan dan
Sukanda, 2009: 52).
2. 1915: Jong Java, organisasi mahasiswa, didirikan untuk
memperjuangkan nasionalisme Indonesia.
Sejarah kelahiran organisasi Jong Java berawal dari pembentukan Tri
Koro Dharmo pada 7 Maret 1915, sebagai organisasi yang menjadi wadah
untuk para golongan muda menyalurkan aktivitasnya.
Tri Koro Dharmo dipelopori oleh dr. Satiman Wirjosandjojo, Sunardi,
dan Kadarman. Tri Koro Dharmo bertujuan untuk mencapai Jawa Raya.
Bentuk perjuangan dengan memperkokoh rasa persatuan di antara pemuda
Jawa, Sunda, Madura, serta Bali dan Lombok.
Namun, organisasi tersebut dianggap hanya bersifat Jawa sentris. Di
mana, pada perjalanannya dirasakan oleh anggotanya lebih cenderung ke
Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga anggota yang berasal dari Madura
dan Sunda tak puas.
Oleh sebab itu, dalam kongres yang diadakan tanggal 12 Juli 1918 di
Solo, Trikoro Darmo berubah menjadi Jong Java (Jawa Muda). Perubahan
nama ini diharapakan membuat komunitas Sunda dan Betawi juga bisa
bergabung.
3. 1928: Sumpah Pemuda di Jakarta
Sumpah Pemuda yang diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 1928
merupakan proses awal dari tercetusnya Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Persatuan bagi Bangsa Indonesia dengan melalui proses yang panjang,
Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai resmi. Tercetusnya Bahasa
Indonesia dalam peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 melalui proses
yang sangat panjang melalui Kongres Pemuda I dan Kongres Pemuda II.
4. 1942-1945: Jepang menduduki Indonesia selama Perang Dunia II.
Armada laut sekutu terlibat perang laut dengan armada Jepang pada 27
Februari 1942 di Laut Jawa. Pertempuran Laut Jawa ini dimenangkan oleh
Jepang dan memudahkannya untuk melakukan pendaratan di Pulau jawa
yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura Komandan Tentara
ke-16 (Osamu Butai) (Notosusanto & Djoened, 2008).
Beberapa hari setelah Jepang melakukan pendaratan di Jawa,
pemerintah dan tentara Belanda menyerah pada 8 Maret 1942 yang
ditandai dengan diadakannya Perjanjian Kalijati (Aziz, 2012; Mayer,
1984). Meskipun Belanda telah menyerah, usaha pembersihan pasukan
Belanda dan sekutu berlangsung berbulan-bulan (Ricklefs, 2005). Seperti
apa yang telah dicita-citakan Jepang yakni menjadi negara adi daya dan
menyatukan seluruh Asia Timur. Melalui konsep tersebut, kedatangan

14
Jepang ke Indonesia dengan membawa semboyan-semboyan nasionalisme,
Pan Asia-isme, Asia untuk Asia, menentang imperialisme bangsa Barat,
dan Jepang saudara tua bangsa Indonesia. Rakyat sangat antusias
menyambut kedatangan Jepang yang dianggap sebagai pembebas. Kolonel
Iwane Matsui dalam pidatonya mengatakan Nippon ke Indonesia untuk
membela kehormatan Indonesia, peperangan yang dipimpin oleh Dai
Nippon untuk membebaskan Asia dari imperialisme bangsa Eropa dan
untuk kemakmuran Asia Timur Raya (Melati, 2012).
Meskipun Jepang telah menjadi penguasa tunggal di Indonesia, posisi
Jepang masih tidak aman. Titik balik peperangan terjadi dalam
pertempuran Midway pada 3-7 Juni 1942 yang menenggelamkan kapal
induk Akagi, Kaga, dan Soryu. Dari pertempuran ini pasukan Jepang
mulai mengalami kemunduran dan beberapa wilayah dapat dikuasai oleh
sekutu. Pendudukan militer di Indonesia tidak hanya melakukan perang
fisik tetapi juga perang melalui propaganda guna mempengaruhi rakyat
agar bersedia membantu Jepang dalam perang terutama setelah mengalami
kemunduran dibeberapa wilayah pasifik. Melalui propaganda, Jepang
mempengaruhi penduduk wilayah tanah jajahannya untuk mendukung
gerakan Jepang dengan dalih membebaskan negara-negara di Asia dari
penjajahan Bangsa Barat. Propaganda merupakan aktivitas komunikasi
yang bertujuan untuk mempengaruhi atau mengajak orang atau
sekelompok orang (masyarakat) untuk melakukan suatu tindakan tertentu.
Propaganda tersebut dapat dilakukan melalui media-media komunikasi,
seperti: radio, surat kabar, gambar, poster, film, televisi, majalah, dan lain-
lain. Senjata dalam perang tidak hanya berupa peluru, granat, senjata
mesin, ataupun bom tetapi propaganda juga merupakan senjata dan
instrumen penting dalam perang.
5. 17 Agustus 1945: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno
dan Hatta.
Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan bagian dari rangkaian panjang
perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya. Hal itu
disebabkan kemerdekaan Indonesia tidak didapat sebagai hadiah dari
bangsa lain. Kemerdekaan Indonesia melalui Proklamasi 17 Agustus 1945
adalah hasil perjuangan panjang bangsa Indonesia untuk menuntut
kemerdekaannya lepas dari belenggu penjajahan bangsa asing.
Argumentasi itu didasarkan atas perjuangan panjang bangsa Indonesia
untuk merebut kemerdekaannya. Berbagai perjuangan bersenjata telah
dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menolak dominasi dan kekuasaan
asing di wilayah Nusantara. Sepanjang lebih dari tiga abad terjadi konflik
berdarah antara penguasa lokal Nusantara dengan pihak asing. Konflik

15
terjadi karena penguasa lokal Nusantara menolak dominasi dan kekuasaan
asing di wilayah Nusantara. Pada sisi lainnya, pihak asing mencoba
memaksakan kehendaknya untuk mendapatkan kekayaan alam dan tenaga
kerja bangsa Indonesia. Konflik semacam itu terjadi semenjak kedatangan
Barat di Nusantara, mulai dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia.
Semuanya itu menunjukkan perjuangan dan upaya bangsa Indonesia untuk
melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan upaya untuk menempatkan
dirinya sejajar dengan bangsa lain.
6. 1945-1949: Perang Kemerdekaan melawan Belanda.
Masa Perang Kemerdekaan Indonesia (1945-1949) merupakan masa
bersejarah yang sangat penting dalam perjuangan penegakkan
kemerdekaan, yang menentukan karakter atau watak politik luar negeri
Indonesia, yaitu cinta perdamaian tetapi lebih cinta kemerdekaan. Perang
gerilya yang dilakukan oleh tentara Indonesia membuktikan kepada
negara-negara lain dan PBB bahwa Indonesia memiliki militer yang cukup
baik dan mampu sejajar dengan bangsa-bangsa merdeka yang lain.
Perjuangan gerilya memberikan efek penggentar bagi Indonesia terhadap
Belanda sehingga berpikir seribu kali untuk dapat menguasai kembali
Indonesia. Perjuangan gerilya diplomasi menjadi kunci diakuinya
kemerdekaan Indonesia seutuhnya. Perjuangan diplomasi tidak hanya
dilakukan oleh para tokoh diplomat Indonesia, tetapi para mahasiswa yang
sedang belajar di luar negeri juga turut serta melakukan gerilya diplomasi.
Hal ini membuktikan bahwa pada hakikatnya dalam perjuangan diplomasi
juga telah menerapkan Strategi Perang Semesta.
7. 27 Desember 1949: Pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda
melalui Perjanjian Roem-Royen.
Pada tanggal.23 Desember 1949, Delegasi Republik Indonesia Serikat
yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta berangkat kembali ke Nederland
untuk menandatangani akte pengakuan kedaulatan dari Pemerintah
Belanda (Notosusanto, 1985: 44) Selanjutnya saat yang ditunggu-tunggu
oleh bangsa Indonesia hususnya dan bangsa Asia pada umumnya tiba juga.
Upacara bersejarah bagi bangsa Indonesia maupun bagi Belanda terjadi
pada tanggal 27 Desember 1949. Dimana pada tanggal tersebut
berlangsung upacara penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan yang
dilakukan secara bersamaan di Indonesia maupun di negeri Belanda.
(Sudharmono, 1975: 257)
8. 1965: Kudeta militer yang mengakibatkan Orde Baru di bawah
Soeharto.
Sejarah Indonesia (1965–1966) adalah masa Transisi ke Orde Baru,
masa di mana pergolakan politik terjadi di Indonesia di pertengahan 1960-

16
an, digulingkannya presiden pertama Indonesia, Soekarno setelah 21 tahun
menjabat. Periode ini adalah salah satu periode paling penuh gejolak
dalam sejarah modern Indonesia. Periode ini juga menandakan dimulainya
32 tahun masa kepemimpinan Soeharto.
Digambarkan sebagai "dalang" besar, Soekarno mendapatkan
kekuasaan dari usahanya menyeimbangkan kekuatan yang berlawanan dan
semakin bermusuhan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1965, PKI telah menembus semua
tingkat pemerintahan, mendapatkan pengaruh besar dan juga mengurangi
kekuasaan TNI. Tentara telah terbagi, antara sayap kiri yang pro-PKI, dan
sayap kanan yang didekati oleh negara-negara Barat.
Pada tanggal 30 September 1965, enam perwira paling senior TNI
tewas dalam sebuah aksi yang disebut "Gerakan 30 September", sebuah
kelompok dari dalam TNI sendiri. Aksi ini kemudian dicap oleh
pemerintahan Soeharto sebagai "percobaan kudeta". Dalam beberapa
jam, Mayor Jenderal Soeharto memobilisasi pasukan di bawah
komandonya dan menguasai Jakarta. Golongan anti-komunis, yang
awalnya mengikuti perintah TNI, melanjutkan pembersihan berdarah dari
komunis di seluruh negeri, diperkirakan menewaskan setengah juta orang,
dan menghancurkan PKI, yang secara resmi telah dipersalahkan atas krisis
tersebut oleh Soeharto.
Soekarno yang telah lemah secara politik kemudian dikalahkan dan
dipaksa untuk mentransfer kekuatan kunci politik dan militer Indonesia
pada Jenderal Soeharto, yang telah menjadi kepala angkatan bersenjata
Indonesia. Pada bulan Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) menyatakan bahwa Jenderal Soeharto adalah presiden
Indonesia. Soeharto kemudian resmi ditunjuk sebagai presiden Indonesia
satu tahun kemudian. Soekarno hidup dalam tahanan rumah sampai
kematiannya pada tahun 1970. Berlawanan dengan teriakan nasionalisme,
retorika revolusi nasional, dan kegagalan-kegagalan ekonomi yang
merupakan ciri awal 1960-an di bawah Soekarno, pemerintahan "Orde
Baru" Soeharto yang pro-Barat menstabilkan ekonomi dan menciptakan
pemerintahan pusat yang kuat. Banyak dipuji karena perkembangan
ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintahan "Orde Baru" juga
dikutuk karena catatan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi yang
sangat tinggi. Menurut sejarawan Amerika Theodore Friend, "alih-alih
mengisi perut [orang Indonesia], [Soekarno] mencoba untuk mengobarkan
imajinasi mereka..." sedangkan Soeharto melanjutkan dengan "...
mengolah perut penuh [namun] semangat kosong".

17
9. 1998: Reformasi di Indonesia setelah krisis ekonomi dan jatuhnya
rezim Orde Baru.
Dalam kurun waktu sekitar 32 Tahun, tepatnya pada masa orde baru,
Indonesia berada dalam kungkungan rezim otoriter yang membatasi
geraklangkah kehidupan demokrasi. Pemerintahan yang represif dan anti
terhadap kritik menjadikan ruang untuk berekspresi menyampaikan
gagasan-gagasan kritis tidak ditemukan sama sekali. Jatuhnya rezim ini
pada 21 Mei 1998 membawa angin segar bagi masyarakat Indonesia untuk
membangun iklim kehidupan demokrasi yang baru. Saat itu, harapan
terwujudnya demokrasi yang berkeadilan dan memberikan ruang
berekspresi bagi siapapun mendapat momentum untuk direalisasikan.
Namun sayang, peluang untuk menghidupkan sistem demokrasi yang
sudah terbuka leber berbenturan dengan kondisi yang tidak stabil pasca
Soeharto lengser dan belum adanya planning yang jelas tentang arah
demokrasi bangsa. Hal tersebut mengakibatkan belum bisa maksimalnya
usaha-usaha demokratisasi dalam masyarakat.

18
PENUTUP

3.1 Simpulan

Pada awal abad ke-17, Portugis menjadi kekuatan kolonial pertama yang tiba di
Indonesia, terutama di Maluku, dengan tujuan mengendalikan perdagangan
rempah-rempah. Namun, dominasi ini kemudian digantikan oleh Belanda yang
mengkonsolidasikan kekuatannya di kepulauan ini. Abad ke-17 menjadi saksi dari
penjajahan Belanda yang intensif, dengan penaklukan beberapa wilayah dan
pemberontakan lokal yang melawan dominasi tersebut.

Masuk ke abad ke-18, Belanda semakin mengukuhkan pengaruhnya, terutama


melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Eksploitasi ekonomi
semakin meningkat, termasuk dalam perdagangan rempah-rempah dan tanaman
komersial lainnya. Gubernur Jenderal Daendels, pada awal abad ke-19,
menciptakan infrastruktur modern seperti jalan raya yang berdampak besar pada
pengembangan wilayah.

Pada paruh kedua abad ke-19, gerakan nasionalis mulai muncul dengan tokoh-
tokoh seperti Diponegoro yang memimpin perlawanan melawan Belanda.
Perlawanan ini mencerminkan semangat untuk meraih kemerdekaan dan
menentang penjajahan. Pada awal abad ke-20, gerakan nasionalis semakin kuat,
terutama dengan lahirnya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908 yang
menjadi cikal bakal perjuangan kemerdekaan.

Selanjutnya, pada masa Perang Dunia II, Indonesia menjadi saksi pendudukan
Jepang. Meskipun Jepang mengusir Belanda, pendudukan ini memberikan
tantangan tersendiri bagi Indonesia. Setelah perang berakhir, Indonesia
mengambil kesempatan untuk memproklamirkan kemerdekaannya pada 17
Agustus 1945.

19
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Al Wafi, Abdul Rohim, Yayan Rahtikawati, and Nina Nurmila. "Pemimpin


Perempuan dalam Sejarah Yogyakarta Hadiningrat dan Relevansinya
terhadap UUK DIY." Tasyri': Journal of Islamic Law 2.2 (2023): 237.

BSI, Sri Lisminingsih-ABA. "Analisis kehidupan masyarakat Tionghoa suku


Totok dan Tionghoa peranakan pada abad 17 di Batavia." Khasanah Ilmu-
Jurnal Pariwisata Dan Budaya 3.2 (2012).

Budiarto, Gema. "Media poster dan film sebagai instrumen propaganda militer
Jepang di Indonesia 1942-1945." AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN
PEMBELAJARANNYA 11.1 (2021): 36-37..

Kuswandi, Kuswandi. "Pengaruh Perang Kemerdekaan II Terhadap Pengakuan


Kedaulatan RI Tanggal 27 December 1949." Jurnal Artefak 3.2 (2019):
218

Maghfuri, Amin. "Analisis Kebijakan Pendidikan Islam Pada Awal Era Reformasi
(1998-2004)." Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 8.1 (2020)

Mubarokah, Leni Mastuti. "Palembang Pada Masa Penjajahan Inggris (1811-


1816): Hegemoni Inggris Atas Kesultanan Palembang
Darussalam." Soeloeh Melajoe: Jurnal Peradaban Melayu Islam 1.2
(2022): 49.

Muhammad, Rival, Erik Muhammad Pauhrizi, and Dedi Warsana. "Identitas Cina
Benteng di Antara Cina Indonesia Lainnya dari Sisi Sosial dan
Budaya." Khasanah Ilmu-Jurnal Pariwisata Dan Budaya 14.2 (2023):
100.

Nurbantoro, Endro, et al. "Perang Kemerdekaan Indonesia (1945-1949) dalam


Perspektif Strategi Perang Semesta." Jurnal Pendidikan Tambusai 5.3
(2021): 10520-10530.

20
Peturun, Penta. "Pencabutan Agrarische Wet 1870 Dan Lahirnya Uupa No 5
Tahun 1960 Sebagai Cermin Kedaulatan Bangsa." Muhammadiyah Law
Review 3.2 (2020): 71.

Rinardi, Haryono. "Proklamasi 17 Agustus 1945: Revolusi Politik Bangsa


Indonesia." Jurnal Sejarah Citra Lekha 2.2 (2017): 143-150.

Sondarika, Wulan. "Dampak culturstelsel (Tanam Paksa) bagi masyarakat


Indonesia dari tahun 1830-1870." Jurnal Artefak 3.1 (2019): 59

Sultani, Zofrano Ibrahimsyah Magribi, and Yasinta Putri Kristanti.


"Perkembangan Dan Pelaksanaan Pendidikan Zaman Kolonial Belanda Di
Indonesia Abad 19-20." Jurnal Artefak Vol 7.2 (2020).

Tantri, Erlita. "Narasi Dampak (Alam Dan Sosial) Letusan Gunung Tambora
1815." Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. 20.2
(2019): 133

Woring, M. Chesar. "Sumpah Pemuda Merupakan Cikal Bakal Tercetusnya


Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan 1928-1954 (Suatu Tinjauan
Historis)." Danadyaksa Historica 2.1 (2022): 23-24

E-Book

Kurnia, Anwar, and H. Moh Suryana. Sejarah. Yudhistira Ghalia Indonesia. Hal.8

Web

https://en.wikipedia.org/wiki/Treaty_of_Breda_(1667)

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Diponegoro

https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1965%E2%80%931966)

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7011344/sejarah-kelahiran-jong-java-
tujuan-bentuk-perjuangan-dan-pendirinya

21

Anda mungkin juga menyukai